Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

dilakukan, tetapi audit yang telah dilakukan selalu menemukan keganjilan-keganjilan yang tidak kecil. Di tahun 2000, panglima Kostrad yang baru dilantik, Letjen. Agus Wirahadikusumah, memerintahkan dilakukannya sebuah penelitian keuangan dari buku-buku yayasannya, Yayasan Dharma Putra Kostrad (YDPK). Ini dikatakan adalah audit profesional pertama yang dilakukan terhadap YDPK sejak pendirian yayasan itu hampir empat puluh tahun lalu. Ditemukan bahwa penjabat panglima Kostrad sebelum Wirahadikusumah, Letjen. Djaja Suparman, telah menarik paling sedikit Rp. 160 milyar ($19,2 juta), sebagian diantaranya kemudian dikembalikan, dari rekening PT Mandala Airlines, anak perusahaan yayasan. 497 Penyelidikan lanjutan yang diperintahkan oleh Wirahadikusumah menemukan berbagai macam keganjilan dalam penggunaan dan pengelolaan dana yayasan, termasuk pembayaran harga-harga yang melambung tinggi, pengeluaran yang tidak berhubungan dengan tujuan kesejahteraan yayasan (termasuk rompi tahan peluru), dan biaya pemasaran yang berlebihan. Selain itu, sebuah laporan audit menemukan bahwa YDPK beroperasi tanpa menggunakan anggaran atau rencanarencana kegiatan, tanpa menggunakan praktek tata buku yang baik dan benar, dan tanpa memiliki mekanisme pengawasan internal yang cukup, dan bahwa data keuangan YDPK juga sangat langka dan tidak dapat diandalkan. 498 Kerugian total yayasan dilaporkan berkisar antara Rp. 75 milyar ($8,1 juta) dan Rp. 189 milyar ($20 juta), angka yang terakhir ini sama besarnya dengan nilai keseluruhan kekayaan yayasan pada saat itu. 499 Didorong oleh berita ini, inspektur jendral angkatan darat memutuskan untuk melakukan internal audit, tetapi, tanpa menghiraukan tandatanda korupsi, pejabat tersebut mengatakan masalah ini disebabkan oleh kesalahan prosedur. 500 Suparman, yang selanjutnya telah diangkat menjadi Inspektur Jendral angkatan darat, membantah keras tuduhan korupsi. Beliau mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa tuduhan ini tidak berdasar, berlatar-belakang politik, dan serupa dengan “pembunuhan karakter.” 501 Wirahadikusumah, sebaliknya malah dikucilkan oleh pejabat-pejabat militer lainnya yang tidak menyetujui usaha reformasi yang diambilnya. Mereka berhasil mencopot jabatannya di pertengahan tahun 2000. 502 Pada tahun 2000 sebuah audit resmi BPK terhadap yayasan militer juga dilaksanakan, seperti tersebut di atas. BPK melakukan penelitian “awal” atas delapan yayasan militer dan menemukan sederetan masalah: 503 497 Lihat, sebagai contoh, Fatchurrochman, “Military Foundation Governance (Tata Pemerintahan Yayasan Militer)”; Widoyoko dkk., Bisnis Milter Mencari Legitimasi, hal. 10-12; Widoyoko, “Questioning the Military Business Restructuring,” hal. 120-121; O’Rourke, Reformasi, hal. 371-372; dan Karaniya Dharmasaputra dkk., “Lubang Kebocoran di ‘Kapal Keruk’ Kostrad,” Tempo, 6-13 Oktober 2000. 498 Fatchurrochman, “Military Foundation Governance.” Lihat juga Widoyoko dkk., Bisnis Milter Mencari Legitimasi, hal. 10-12; McCulloch, “Trifungsi,” hal. 118-119. 499 McCulloch, “Trifungsi,” hal. 119. Sebuah sumber yang dekat dengan Wirahadikusumah mengatakan bahwa kerugian yang sebenarnya kemungkinan besar adalah dua kali lipat jumlah-jumlah ini. Ibid. 500 Muna, “Money dan Uniform: Corruption in the Indonesian Armed Forces,” hal. 20. Sebuah survai yang dilakukan oleh sebuah surat kabar menemukan bahwa 97 persen dari orang-orang yang ditanya, merasa bahwa operasi yayasan telah dirongrong korupsi. Ibid, hal. 8, 20. 501 Wawancara Human Rights Watch dengan Letjen. (purnawirawan) Djaja Suparman, Jakarta, 18 April 2006. 502 O’Rourke, Reformasi, hal. 371-373. Wirahadikusumah, yang tidak diberi jabatan baru, meninggal dunia di bulan Agustus 2001. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 120

- “kontrol internal dan mekanisme pengawasan yang lemah atau tidak ada sama sekali di dalam pengelolaan yayasan; - “catatan keuangan yang tidak dapat dimengerti dan pengelolaan keuangan yang semrawut; - “pelanggaran asas-asas tata buku dalam pengelolaan keuangan mereka; - “hubungan yang tidak jelas antara yayasan, perusahaan, dan organisasi militer asalnya; dan - “penyalahgunaan dana yayasan untuk barang-barang yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan maksud dan tujuan yayasan.” 504 Salah satu petugas audit BPK pada sat itu menyebutkan temuan-temuan lain, diantaranya: - “Kepala staff atau komandan mempunyai peran yang dominan dalam menentukan pendapatan dan pengeluaran yayasan. - “Sumber dan anggaran yayasan yang berasal dari bisnis-bisnis militer tidak jelas terbuka dan tidak digunakan hanya untuk kesejahteraan prajurit. Ada tanda-tanda bahwa dana tersebut juga digunakan untuk membiayai persiapan operasi militer. - “Unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme masih sangat kuat. Ada praktek pelambungan harga, tidak ada laporan pertanggungjawaban yang teratur dan dana-dana telah digunakan secara tidak efektif. Sebagian besar dana yayasan tersebut disalurkan ke satuan-satuan komando dan digunakan sebagai dana taktis.” 505 Audit tersebut, yang tidak diterbitkan di media massa, dikabarkan telah melaporkan bahwa satu yayasan militer telah menyelewengkan Rp. 207,437 milyar ($20,7 juta) dan bahwa dana-dana sebesar Rp. 87,975 milyar ($8,7 juta), Rp. 14,023 milyar ($1,4 juta), dan Rp. 13,98 milyar ($1,4 juta) telah hilang dari tiga yayasan militer lainnya. 506 Asisten perencanaan umum untuk Panglima TNI saat itu, Letjen Wirahadikusumah yang biasa berbicara secara terang-terangan, mengatakan bahwa tidak adanya catatan yang benar mengenai pengeluaran-pengeluaran tersebut membuatnya curiga bahwa perwira-perwira militer telah menyelewengkan dana yang hilang tersebut ke kantong mereka sendiri. 507 Seburuk-buruknya apa yang ditemukan, temuan-temuan tersebut tidaklah seburuk yang mungkin terjadi. Yayasan-yayasan tersebut dikabarkan telah membenahi buku-buku mereka sebelum menyerahkannya kepada BPK. 508 Seorang petugas audit menyatakan bahwa “selain tidak bisa menata buku, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa informasi-informasi telah sengaja ‘dihilangkan’ atau dipalsukan.” 509 Juwono Sudarsono, pada saat itu dalam masa jabatan pertama sebagai menteri pertahanan, menambahkan: “kebodohan dan praktek-praktek korup ini berarti kita hanya dapat melihat hasil audit tersebut sebagai tanda gejala-gejala saja. 510 503 I. Gde Artjana, “Audit Terhadap Yayasan Militer,” 17 Mei 2001, arsip ada di Human Rights Watch, diterjemahkan oleh Human Rights Watch. Audit ini juga mencakup yayasan kesembilan, yang didirikan oleh aparat kepolisian. 504 Artjana, “Accountability in the Revenue dan Expenditure of the Military Budget.” 505 Artjana, “The Indonesian Military Budget Transparency and Accountability,” hal. 155. 506 Rinakit, The Indonesian Military After the New Order, mengutip Tempo, 19 November 2000. 507 Ibid., hal. 176. 508 McCulloch, “Trifungsi,” hal. 117. 509 Ibid., mengutip wawancara dengan I. Gde Artjana. 121 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

- “kontrol internal dan mekanisme pengawasan yang lemah atau tidak ada sama sekali di dalam<br />

pengelolaan yayasan;<br />

- “catatan keuangan yang tidak dapat dimengerti dan pengelolaan keuangan yang semrawut;<br />

- “pelanggaran asas-asas tata buku dalam pengelolaan keuangan mereka;<br />

- “hubungan yang tidak jelas antara yayasan, perusahaan, dan organisasi militer asalnya; dan<br />

- “penyalahgunaan dana yayasan untuk barang-barang yang tidak ada hubungannya sama sekali<br />

dengan maksud dan tujuan yayasan.” 504<br />

Salah satu petugas audit BPK pada sat itu menyebutkan temuan-temuan lain, diantaranya:<br />

- “Kepala staff atau komandan mempunyai peran yang dominan dalam menentukan pendapatan<br />

dan pengeluaran yayasan.<br />

- “Sumber dan anggaran yayasan yang berasal dari bisnis-bisnis militer tidak jelas terbuka dan<br />

tidak digunakan hanya untuk kesejahteraan prajurit. Ada tanda-tanda bahwa dana tersebut juga<br />

digunakan untuk membiayai persiapan operasi militer.<br />

- “Unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme masih sangat kuat. Ada praktek pelambungan<br />

harga, tidak ada laporan pertanggungjawaban yang teratur dan dana-dana telah digunakan secara<br />

tidak efektif. Sebagian besar dana yayasan tersebut disalurkan ke satuan-satuan komando dan<br />

digunakan sebagai dana taktis.” 505<br />

Audit tersebut, yang tidak diterbitkan di media massa, dikabarkan telah melaporkan bahwa satu<br />

yayasan militer telah menyelewengkan Rp. 207,437 milyar ($20,7 juta) dan bahwa dana-dana<br />

sebesar Rp. 87,975 milyar ($8,7 juta), Rp. 14,023 milyar ($1,4 juta), dan Rp. 13,98 milyar ($1,4<br />

juta) telah hilang dari tiga yayasan militer lainnya. 506 Asisten perencanaan umum untuk Panglima<br />

TNI saat itu, Letjen Wirahadikusumah yang biasa berbicara secara terang-terangan, mengatakan<br />

bahwa tidak adanya catatan yang benar mengenai pengeluaran-pengeluaran tersebut membuatnya<br />

curiga bahwa perwira-perwira militer telah menyelewengkan dana yang hilang tersebut ke kantong<br />

mereka sendiri. 507 Seburuk-buruknya apa yang ditemukan, temuan-temuan tersebut tidaklah<br />

seburuk yang mungkin terjadi. Yayasan-yayasan tersebut dikabarkan telah membenahi buku-buku<br />

mereka sebelum menyerahkannya kepada BPK. 508<br />

Seorang petugas audit menyatakan bahwa “selain tidak bisa menata buku, ada bukti-bukti yang<br />

menunjukkan bahwa informasi-informasi telah sengaja ‘dihilangkan’ atau dipalsukan.” 509 Juwono<br />

Sudarsono, pada saat itu dalam masa jabatan pertama sebagai menteri pertahanan,<br />

menambahkan: “kebodohan dan praktek-praktek korup ini berarti kita hanya dapat melihat hasil<br />

audit tersebut sebagai tanda gejala-gejala saja. 510<br />

503<br />

I. Gde Artjana, “Audit Terhadap Yayasan Militer,” 17 Mei 2001, arsip ada di <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>,<br />

diterjemahkan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Audit ini juga mencakup yayasan kesembilan, yang didirikan oleh<br />

aparat kepolisian.<br />

504<br />

Artjana, “Accountability in the Revenue dan Expenditure of the Military Budget.”<br />

505<br />

Artjana, “The Indonesian Military Budget Transparency and Accountability,” hal. 155.<br />

506<br />

Rinakit, The Indonesian Military After the New Order, mengutip Tempo, 19 November 2000.<br />

507<br />

Ibid., hal. 176.<br />

508<br />

McCulloch, “Trifungsi,” hal. 117.<br />

509<br />

Ibid., mengutip wawancara dengan I. Gde Artjana.<br />

121<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!