Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
mencari keuntungan, dalam tahun-tahun belakangan ini tidak memberikan sumbangan<br />
berarti untuk memenuhi pengeluaran militer yang tidak masuk dalam anggaran. Ini<br />
sebagian disebabkan oleh dana yang telah diselewengkan. Kerja sama militer dengan<br />
usaha bisnis, seperti pembayaran untuk jasa keamanan, telah membuahkan jumlah uang<br />
yang cukup besar dan telah membantu memberikan tambahan bagi pengeluaran resmi,<br />
tetapi juga telah disertai korupsi. Kegiatan ekonomi ilegal juga dipercayai telah<br />
menghasilkan sejumlah besar uang, tetapi ternyata tidak ada satupun tafsiran yang dapat<br />
diandalkan. Di dalam hal bisnis di luar hukum, sangatlah mudah untuk menyelewengkan<br />
dana-dana ini untuk memperkaya diri orang-orang yang terlibat dan bukan untuk<br />
memenuhi kebutuhan militer.<br />
Bisnis-bisnis Milik Militer<br />
Hanya ada sedikit saja informasi yang sudah diteliti mengenai keuntungan yang<br />
dihasilkan oleh bisnis-bisnis milik militer dan bagaimana keuntungan tersebut<br />
dialokasikan, tetapi sebuah pola dapat terlihat. Meskipun ada hasil pendapatan bisnis<br />
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran militer, termasuk untuk kesejahteraan dan<br />
bahkan biaya operasi, jumlah uang yang terkait jauh lebih rendah daripada yang disangka<br />
orang. Nilai ekonomi bisnis militer telah berkurang sejak jatuhnya Soeharto dan terus<br />
menerus menurun. (Lihat Kotak 1 dan bagian berjudul “Yayasan” di Bab II: Anatomi<br />
Kegiatan Ekonomi Militer.) Praktek-praktek mencari keuntungan yang tidak mungkin<br />
dapat diteruskan, termasuk penggunaan bisnis-bisnis ini sebagai “sapi perah” dari mana<br />
dana-dana dapat ditarik tanpa menanamkan modal kembali untuk masa depan,<br />
merupakan salah satu penyebab kegagalan ini. Pemimpin-pemimpin Indonesia telah<br />
mengakui tingkat keuntungan yang sangat rendah dari bisnis-bisnis militer dan bahwa<br />
bisnis-bisnis tersebut juga dibebani hutang; ini menjelaskan mengapa setelah bertahuntahun<br />
dengan keras mempertahankan bisnis-bisnis tersebut, pada tahun 2005 pimpinan<br />
TNI mau melepaskan bisnis-bisnis itu. 490<br />
Letjen. (purnawirawan) Agus Widjojo, dalam sebuah wawancara dengan <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong><br />
<strong>Watch</strong>, memberikan penjelasan tentang mundurnya keberuntungan bisnis-bisnis militer<br />
ini:<br />
Pertama, bisnis-bisnis ini kehilangan perlakuan istimewa yang diterima<br />
semasa pemerintahan Soeharto. Kedua, sekarang ini ada lebih banyak<br />
persaingan. Ketiga, bisnis militer sekarang sedang diamati, jadi tidak<br />
seperti dulu …. Modal dan investasi [yayasan] tidak begitu bagus. Tidak<br />
490<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Said Didu.<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 118