13.01.2014 Views

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

mengambil uang tersebut dari dana darurat Departemen Pertahanan sendiri, yaitu sebesar Rp. 2<br />

triliun ($206 juta), atau menunggu anggaran tahun 2006. Seorang anggota sub-komisi anggaran<br />

dari komisi DPR di bidang pertahanan, Djoko Susilo, menjelaskan kepada Jakarta Post:<br />

“Karena Aceh telah diberi status normal [keadaan gawat darurat telah dihentikan pada bulan Mei<br />

2005], menurut undang-undang TNI, semua dana harus berasal dari anggaran negara yang khusus<br />

disediakan untuk departemen (pertahanan). (…) Tetapi dalam usulan mereka yang terakhir,<br />

tidakjelas pos manakah yang diharapkan oleh mereka untuk kita beri uang. Mereka bahkan tidak<br />

memberikan rincian penuh mengenai apa yang akan mereka perbuat dengan uang itu.” 453<br />

Seorang anggota komisi anggaran lainnya, Happy Bone Zulkarnaen, menegaskan bahwa masalah<br />

ini bukanlah masalah baru. Zulkarnaen mengatakan bahwa Departemen Pertahanan telah gagal<br />

memberikan laporan mengenai biaya operasi militernya di Aceh selama dua tahun terakhir ini. 454<br />

Setelah anggota-anggota DPR menuntut keras disampaikannya laporan ini, Departemen<br />

Pertahanan lebih memperhatikan jika anggota-anggota DPR tersebut meminta informasi. 455<br />

Pada tahun 2006, anggota-anggota DPR sedang mempertimbangkan permintaan dana sebesar<br />

Rp. 400 milyar ($44 juta) dari pemerintah untuk membiayai penempatan pasukan- pasukan yang<br />

ditarik dari Aceh berdasarkan perjanjian damai yang telah disetujui, serta untuk menutupi ongkosongkos<br />

yang berhubungan dengan prajurit yang masih ada di Aceh. 456 Dana tersebut, menurut<br />

anggota DPR, Djoko Susilo, direncanakan akan diambil dari anggaran darurat pemerintah. 457<br />

Fungsi Audit<br />

Sampai saat ini, petugas audit pemerintah hanya membatasi diri mereka untuk meneliti<br />

pengeluaran non-operasionil, seperti pengeluaran untuk gaji dan barang-barang lain yang<br />

tidak berhubungan langsung dengan penempatan pasukan militer. Beberapa mantan<br />

pejabat BPK mengatakan hal ini disebabkan oleh pihak militer yang telah menghalangi<br />

usaha mereka untuk meneliti pengeluaran operasionil. Seorang mantan pejabat BPK<br />

mengatakan bahwa pada tahun 2003 pimpinan militer telah menghalangi usaha BPK<br />

untuk melakukan audit dana operasionil dengan menggunakan beberapa taktik. Sebagai<br />

contoh, pihak militer—bertindak di luar wewenangnya—menentukan sendiri informasi<br />

apa yang perlu diaudit, dengan menyatakan bahwa informasi yang diminta belumlah<br />

tersedia, dan membatasi akses ke dokumen-dokumen dengan menyatakan bahwa<br />

453<br />

“Ministry seeks…,” Jakarta Post.<br />

454<br />

Tony Hotland dan Rendi Witular, “House OKs funds [for] Aceh military operation (DPR menyetujui dana<br />

[untuk] operasi militer Aceh),” Jakarta Post, 2 Juli 2005.<br />

455<br />

Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Djoko Susilo.<br />

456<br />

Ibid.<br />

457<br />

Ibid. <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> menanyakan rencana ini di bulan April 2006 kepada anggota-anggota DPR, ahliahli<br />

militer, pejabat-pejabat keuangan internasional, dan orang-orang lain yang bekerja untuk mendukung<br />

proses perdamaian Aceh. Tak seorangpun mengetahui rencana ini.<br />

109<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!