Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Sementara itu, pejabat Departemen Keuangan dan anggota-anggota DPR telah<br />
mengeluhkan bahwa permintaan anggaran Departemen Pertahanan sengaja telah<br />
dibesarkan dan tidak didukung oleh informasi pokok yang menerangkan mengapa<br />
anggaran yang diminta tersebut dibutuhkan. Pejabat-pejabat pemerintah ini mengatakan<br />
bahwa besarnya anggaran hanya ditentukan berdasarkan jumlah yang ditetapkan tahun<br />
sebelumnya dan bukan berdasarkan penelitian atas kebutuhan dan prioritas sebenarnya<br />
atau bahkan pada informasi yang akurat mengenai pengeluaran tahun-tahun sebelumnya.<br />
Sebagai akibatnya, keputusan mengenai alokasi dana—sebagai contoh, dalam<br />
pengeluaran untuk kesejahteraan dibandingkan dengan untuk pembelian senjata—selalu<br />
dibuat tanpa adanya analisa yang cukup atau pertimbangan yang matang mengenai<br />
untung-ruginya. Masalah ini, menurut beberapa pejabat, mungkin berasal dari sedikitnya<br />
informasi yang tersedia, yang mempersulit mereka untuk membentuk penilaian yang<br />
tepat, tetapi mereka juga berkata bahwa pemerintah mempunyai prioritas belanja militer<br />
yang tidak jelas. 382<br />
Satu hasil yang terjadi adalah bahwa anggaran yang disetujui sering condong terhadap<br />
pengeluaran yang berulang-ulang. Satu bagian besar dari anggaran, sekitar dua-pertiganya,<br />
terdiri dari apa yang dinamakan pembelanjaan rutin yang meliputi biaya personil,<br />
perawatan, makanan, dan ongkos-ongkos berulang lainnya. Gaji saja sudah memakan<br />
separuh dari anggaran belanja militer resmi. Sisanya digunakan untuk “pembelanjaan<br />
pembangunan,” untuk barang-barang seperti peralatan militer dan infrastruktur. Di<br />
tahun 2005, Indonesia menggunakan satu kerangka anggaran yang terpadu dan mulai<br />
menelusuri data statistika mengenai keuangan pemerintah berdasarkan kategori<br />
fungsional dan programatik sesuai dengan norma-norma internasional, tetapi pejabat<br />
tetap menggunakan istilah pengeluaran “rutin” dan “pembangunan”, dan mengatakan<br />
bahwa tidak cukup uang yang tersisa di dalam anggaran untuk modernisasi militer. 383<br />
Anggaran Belanja dan Tingkat Pengeluaran<br />
Di bawah undang-undang No. 3/2002 tentang Pertahanan, pengeluaran militer<br />
diharuskan untuk dibiayai hanya dari anggaran pemerintah pusat. 384 Pada tahun 2003,<br />
Juwono Sudarsono menegaskan persyaratan legal ini: “Hanya negaralah yang dapat<br />
menjadi sumber dana bagi TNI.” 385 Sebagian besar rakyat Indonesia yang dimintai<br />
pendapat di tahun 2005 setuju bahwa angkatan bersenjata harus dibiayai hanya oleh<br />
382<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan pejabat Departemen Keuangan; wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong><br />
dengan Abdillah Toha, anggota DPR, 15 April 2006.<br />
383<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan pejabat Departemen Keuangan; wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong><br />
dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin.<br />
384<br />
Undang-undang ini menyatakan bahwa “Pertahanan negara dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />
Negara.” Undang-undang No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 25 (1).<br />
385<br />
Unidjaja, “TNI nothing more…,” Jakarta Post.<br />
93<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)