13.01.2014 Views

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

istimewa. 341 Perwira senior yang masih aktif bertugas juga mempunyai hubungan<br />

keuangan dengan perusahaan, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Indonesia<br />

Corruption <strong>Watch</strong> (ICW). Dalam sebuah laporan tahun 2005, ICW menuduh perusahaan<br />

senjata milik negara, PT Pindad, telah membayarkan sejumlah besar uang untuk<br />

mendapatkan kontrak dari pihak militer dan kepolisian; kelompok-kelompok pengawas<br />

menyebutkan bahwa pembayaran ini merupakan sebuah suapan. 342<br />

Sejak saat itu, kasus-kasus lainnya juga telah terungkap. Di bulan April 2006, contohnya,<br />

majalah Tempo melaporkan bahwa pejabat-pejabat tertinggi angkatan darat Indonesia<br />

telah menyelewengkan kira-kira Rp. 20 milyar ($2,4 juta) dari dana pemerintah di<br />

pertengahan tahun 2003. Dengan menggunakan sebuah transaksi yang rumit dan<br />

membingungkan, pihak angkatan darat mengambil dana yang telah disetujui untuk<br />

digunakan untuk membeli sebuah helikopter dan, tanpa memberitahu DPR atau<br />

Departemen Pertahanan, sebaliknya menggunakan dana tersebut untuk membeli pesawat<br />

pengangkut. Pihak angkatan darat telah memberikan kontrak tersebut, tanpa tender,<br />

kepada salah satu penyuplai (supplier) yang sudah biasa berbisnis dengan angkatan darat.<br />

Beberapa hari setelah menerima pembayaran tersebut, perusahaan ini kemudian<br />

mengalihkan dana tersebut ke seorang pejabat angkatan darat yang ikut berperan dalam<br />

keputusan untuk pembelian militer tersebut. Pejabat ini kemudian mengalihkan uang itu<br />

kepada seseorang lain lagi yang juga dicurigai ada sangkut pautnya dengan proses<br />

pembelian militer. Pesawat itupun juga secara misterius telah berpindah tangan. Setelah<br />

dikirimkan di awal tahun 2004, pesawat tersebut kemudian diserahkan kepada sebuah<br />

maskapai penerbangan swasta dan bukan kepada angkatan darat, dan dicantumkan<br />

sebagai milik perusahaan ini. Selain mempergunakan pesawat itu untuk keperluan<br />

penerbangan angkatan darat, maskapai penerbangan ini juga menyewakan pesawat<br />

tersebut kepada politikus-politikus yang menggunakan pesawat itu selama masa<br />

kampanye pemilihan umum. Kejadian ini, menurut para peneliti, mungkin merupakan<br />

suatu tipu-muslihat yang rumit untuk menyelewengkan dana yang telah dianggarkan oleh<br />

pemerintah. Ketika ditanya mengenai masalah ini, jendral yang menjabat sebagai kepala<br />

staf angkatan darat pada saat itu, Ryamizard Ryacudu, membantah bahwa dia telah<br />

menyetujui pengeluaran dana pemerintah yang disebutkan dalam kasus ini dan bahkan<br />

tidak mengakui bahwa angkatan darat telah membeli sebuah pesawat pengangkut. 343<br />

341<br />

Hanibal W.Y.W., Widiarsi Agustina, dan Fanny Febiana, “Juwono Sudarsono: The practice of generals’<br />

references still goes on (Juwono Sudarsono: Praktek-praktek menggunakan nama jendral-jendral masih<br />

berlangsung),” Tempo, no. 23/VI, 7-13 Februari 2006, melalui Joyo News Service.<br />

342<br />

ICW, “Mempertanyakan dana marketing PT Pindad,” laporan ICW, 31 Oktober 2005.<br />

343<br />

“Flight of the Fokker Funds (Menghilangnya Dana untuk Fokker)” dan “Ryamizard Ryacudu: Don’t Pit Me<br />

Against the Army Chief (Jangan Adu Saya dengan Panglima Angkatan Darat),” kedua-duanya dari Tempo, 18-<br />

24 April 2006.<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 82

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!