Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Korupsi Besar<br />
Sejarah Indonesia memberikan banyak contoh tentang korupsi militer besar-besaran<br />
yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintah yang memegang jabatan cukup tinggi.<br />
Seringkali hal ini berhubungan dengan semacam praktek kolusi bisnis dan<br />
penyalahgunaan dana yayasan seperti yang diterangkan di bagian lain dalam laporan ini.<br />
Kasus-kasus lainnya berhubungan dengan pejabat-pejabat yang mempergunakan<br />
kedudukan mereka untuk mencatut dana negara demi keperluan pribadi. Sebagai satu<br />
indikasi, lebih dari 100 kasus penyelewengan keuangan dikabarkan telah ditemukan<br />
dalam tubuh TNI di tahun 2005. 337 Di awal-awal tahun 2006 seorang kolonel angkatan<br />
darat dan seorang warga sipil ditangkap atas tuduhan telah bersekongkol untuk<br />
menggelapkan uang sebesar $14 juta dari dana perumahan angkatan darat. 338<br />
Uang cipratan atau penggelembungan harga barang dan jasa yang dibeli oleh pihak<br />
militer merupakan satu tanda normal korupsi militer. Menteri Pertahanan Sudarsono<br />
telah berbicara secara terang-terangan mengenai perlunya pembersihan proses pembelian<br />
pihak militer. Di tahun 1999, misalnya, Sudarsono mengatakan bahwa pembelian militer<br />
telah dikenakan kenaikan harga sebesar 30 persen, yang menyebabkan kerugian sebesar<br />
$90 juta per tahun. 339 Sebuah kasus di tahun 2003 yang mencurigai adanya permainan<br />
kotor di dalam pembelian beberapa helikopter senilai $3.24 juta oleh angkatan darat<br />
Indonesia menegaskan perlunya perubahan. 340 Departemen Pertahanan telah berusaha<br />
membawa proses pembelian militer ke tingkat pusat dan memperbaiki pengawasan tetapi<br />
sampai saat ini masih belum mencapai kemajuan yang berarti. (Untuk informasi lebih<br />
lanjut, simak bagian berjudul “Proses Pembelian” di Bab III: Hambatan bagi Reformasi.)<br />
Pada tahun 2006, Sudarsono menekankan masalah yang telah berlarut-larut mengenai<br />
biaya yang melambung tinggi di dalam proses pembelian militer. Sebagai contoh,<br />
Sudarsono mengatakan penggelembungan harga sebagian disebabkan oleh kebiasaan<br />
para jendral purnawirawan yang menggunakan pengaruh mereka untuk menggiring<br />
kontrak pembelian militer ke perusahaan-perusahaan yang mendapat perlakuan<br />
337<br />
“Funding Discipline for the TNI (Disiplin Pembiayaan TNI),” editorial, Tempo, 18-24 April 2006.<br />
338<br />
“Army Kolonel arrested for graft (Kolonel Angkatan Darat ditangkap akibat penyelewengan),” AFP, 18<br />
Februari 2006; “Indonesian military loses $14m in graft: army chief (Aparat militer Indonesia kehilangan $14 juta<br />
akibat penyelewengan: panglima angkatan darat),” AFP, 7 Maret 2006; “Saving Private Contributions<br />
(Menabungkan Sumbangan Pribadi),” Tempo, 18-24 April 2006.<br />
339<br />
Richard Borsuk, “Indonesia’s Defense Minister Concedes Difficulty Cutting Military Corruption (Menteri<br />
Pertahanan Indonesia Mengakui Sulitnya Memerangi Korupsi Militer),” Wall Street Journal, 8 Desember 1999.<br />
340<br />
Lihat, sebagai contoh, Satrio Yoedono, saat itu menjabat sebagai ketua BPK, “The government has yet to<br />
overhaul (Pemerintah masih belum memperbaiki),” (ringkasan presentasi kepada parlemen mengenai hasil<br />
audit tahun 2004, 15 Maret 2005), [online] http://www.bpk.go.id/publikasi_content.php?pid=100. Kasus ini, di<br />
tahun 2006, masih terus diselidiki.<br />
81<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)