Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
tetapi malah meledak menjadi pertempuran besar-besaran karena seluruh satuan militer<br />
tersebut tidak lagi mempunyai hakekat diri. Satuan militer tersebut telah terbiasa<br />
mendahulukan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan institusi, tidak mempunyai<br />
rasa hormat hukum, terbiasa menggunakan kekerasan untuk membela harga diri dan<br />
wilayah kekuasaannya, dan merasa mereka mempunyai kekebalan hukum. Kesombongan<br />
ini adalah warisan dari hubungan satuan tersebut dengan kegiatan ekonomi kriminal.<br />
Seorang petugas kepolisian Binjai kurang percaya bahwa pihak militer telah belajar dari<br />
pengalaman ini: “Aparat militer masih terlibat dalam memberikan perlindungan dalam<br />
kegiatan-kegiatan gelap, sehingga hal seperti ini dapat terjadi lagi.” 330<br />
Korupsi Militer<br />
Transparency International telah menyebut Indonesia sebagai negara paling korup<br />
keenam di dunia dalam survey tahunannya. 331 Kelompok ini menilai militer ada di antara<br />
institusi publik terkorup di Indonesia. 332 Bank Dunia mengartikan korupsi sebagai<br />
“penggunaan wewenang untuk keuntungan pribadi.” 333 Termasuk dalam pengertian<br />
tersebut, antara lain adalah penerimaan, permintaan, atau tuntutan uang suap oleh<br />
seorang pejabat. 334 Kolusi, patronase dan nepotisme, pencurian aset negara, dan<br />
penyelewengan penghasilan negara juga termasuk dalam korupsi. 335 Undang-undang anti<br />
korupsi Indonesia juga meliputi penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan kerugian<br />
keuangan terhadap negara dan upaya memperkaya diri sendiri. 336<br />
330<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang polisi berpangkat rendah.<br />
331<br />
Indonesia, bersama dengan enam negara lainnya, mendapatkan nilai paling buruk keenam. Transparency<br />
International, “Corruption Perceptions Index 2005 (Indeks Persepsi terhadap Korupsi 2005),” [online]<br />
http://ww1.transparency.org/cpi/2005/cpi2005_infocus.html.<br />
332<br />
“Asia: New survey shows Indon aid hub Medan 3rd worst for graft (Asia: Survai baru menunjukkan bahwa<br />
Medan, markas bantuan di Indonesia, merupakan tempat ketiga terburuk untuk penyelewengan dana),”<br />
Australian Association Press, 17 Februari 2005.<br />
333<br />
Bank Dunia, Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development (Memerangi<br />
Korupsi di Indonesia: Meningkatkan Pertanggungjawaban bagi Pembangunan) (Washington, D.C.: Bank Dunia,<br />
2003), hal. iv. Ini pada dasarnya adalah definisi yang sama dengan yang disebutkan dalam publikasi-publikasi<br />
Bank Dunia sebelumnya, yaitu bahwa korupsi adalah “penyalahgunaan kedudukan dalam pemerintahan untuk<br />
kepentingan pribadi.” Bank Dunia, Helping Countries Combat Corruption: The Role of the World Bank<br />
(Membantu Negara-negara Memerangi Korupsi: Peran Bank Dunia) (Washington, D.C.: Bank Dunia, 1997), hal.<br />
8.<br />
334 Bank Dunia, Helping Countries Combat Corruption, hal. 8; Bank Dunia, Combating Corruption in Indonesia,<br />
hal. iv.<br />
335<br />
Bank Dunia, Anticorruption in Transition: A Contribution to the Policy Debate (Anti-korupsi dalam Masa<br />
Peralihan: Sumbangan untuk Diskusi Kebijakan) (Washington, D.C.: Bank Dunia, 2000), hal. 1-2. Dalam<br />
laporan ini, Bank Dunia menyebutkan ada dua bentuk utama korupsi: state capture [penggunaan negara]<br />
(dimana pemain-pemain tertentu berhasil mengubah “peraturan dasar permainan” sehingga disesuaikan<br />
dengan kepentingan mereka) atau korupsi administratif (diman peraturan-peraturan yang ada diterapkan<br />
dengan cara yang menguntungkan mereka).<br />
336<br />
Widoyoko, “Questioning the Military Business Restructuring [Mempertanyakan Restrukturisasi Bisnis<br />
Militer],” hal. 133, catatan kaki 7, mengutip undang-undang No. 3/1971 dan undang-undang No. 31/1991.<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 80