Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
kepolisian. 250 Kelompok ini menambahkan bahwa pembayaran dari perusahaan<br />
mempunyai pengaruh jelek terhadap pasukan keamanan negara, karena hal ini dapat<br />
menyebabkan pasukan keamanan untuk mendahulukan kepentingan perusahaan di atas<br />
kewajiban mereka kepada masyarakat. Sebuah kritikan lain yang sering disampaikan,<br />
termasuk oleh kelompok masyarakat sipil, adalah bahwa hubungan keuangan dengan<br />
perusahaan akan memberikan suatu wadah bagi korupsi militer dan berakibat<br />
meremehkan kontrol sipil. Juga sering dikatakan, seperti halnya di dalam kasus Freeport<br />
ini, bahwa tatanan keamanan yang menyangkut pembayaran menciptakan suatu<br />
dorongan bagi pihak militer untuk menyebabkan gangguan keamanan sehingga mereka<br />
dapat memperoleh keuntungan keuangan pada saat mereka dipanggil untuk menangani<br />
gangguan keamanan tersebut. 251 Pada hakekatnya, pihak militer mempunyai kemampuan<br />
untuk menciptakan dan mempertinggi permintaan atas jasa keamanan militer.<br />
Kekhawatiran mengenai kemungkinan pelanggaran hak-hak asasi manusia, seperti yang<br />
disebutkan di atas merupakan satu alasan lain untuk menentang peran militer di dalam<br />
pemberian perlindungan keamanan terhadap perusahaan. Sebuah kasus yang diuraikan<br />
secara mendetil di bawah ini menunjukkan bagaimana prajurit-prajurit dari sebuah<br />
koperasi militer, yang didatangkan atas permintaan sebuah perusahaan tambang,<br />
menggunakan taktik-taktik yang melecehkan untuk mengatur penambang-penambang<br />
liar.<br />
Kasus 2: Penambangan Batu Bara oleh Pihak Militer dan Hak Asasi<br />
Manusia di Kalimantan Selatan<br />
Untuk mengatasi masalah penambang liar (PETI), PT Arutmin, satu perusahaan<br />
tambang batu bara Indonesia yang beroperasi di Kalimantan Selatan, meminta bantuan<br />
dari aparat keamanan. 252 Setelah tindakan yang diambil oleh aparat kepolisian terbukti<br />
250<br />
Kontras dkk., “Militer Harus Tunduk Pada Negara Bukan Korporasi,” 20 Februari 2006; Ridwan Max Sijabat,<br />
“Govt's [sic] plan to legalize TNI security business criticized (Rencana pemerintah untuk mengesahkan bisnis<br />
jasa keamanan TNI dikecam),” Jakarta Post, 21 Februari 2006.<br />
251<br />
Wawancara telepon <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan mantan penasehat perusahaan multinasional di<br />
Indonesia, 23 Maret 2005.<br />
252<br />
Arutmin Indonesia adalah milik bersama PT Bumi Resources (80 persen) dan PT Bakrie dan Brothers (20<br />
persen). Bumi Resources, “Company Profile: Subsidiaries: PT Arutmin Indonesia [Profil Perusahaan: Anak<br />
Perusahaan: PT Arutmin Indonesia],” [online]<br />
http://www.bumiresources.com/content.php?modul=profile&varID=90&textsubsubcatid=2. Bumi Resources<br />
merupakan pemegang saham Arutmin terbesar sejak Bumi Resources membeli saham perusahaan tambang<br />
Australia, BHP Billiton, di Arutmin pada bulan Oktober 2001. “Creditor of Bakrie sell [sic] Arutmin to Bumi<br />
[Kreditor Bakrie menjual Arutmin kepada Bumi],” Miningindo.com, 8 Maret 2004. BHP memberitahukan kepada<br />
<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> bahwa BHP tidak mengetahui seluk beluk perjanjian dengan koperasi dari angkatan<br />
bersenjata itu. Menurut BHP perjanjian tersebut dibuat setelah BHP menjual saham mereka di Arutmin. BHP<br />
tetap mempunyai hubungan bisnis dengan Arutmin, yaitu sebagai agen pemasaran eksklusif bagi batu bara<br />
Arutmin yang dijual di pasar internasional. Surat dari BHP menjawab pertanyaan dari <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>, 28<br />
Oktober 2005. Seorang wakil dari sebuah LSM yang telah mengamati kejadian di Senakin juga menyatakan<br />
bahwa perjanjian yang dibuat oleh Arutmin dengan pihak militer mulai diterapkan setelah BHP menjual saham<br />
63<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)