Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

perjanjian yang tidak ditandatangani itu tetap berlaku dan telah dipatuhi oleh kedua belah pihak. 238 Mantan pejabat eksekutif di atas membela keputusan untuk tidak mengikutsertakan markas besar militer di Jakarta dengan menyatakan bahwa korupsi di jalur komando militer akan menghalangi dana ini untuk sampai ke tangan prajurit. Memberikan pembayaran ini melalui komandan-komandan di Papua, dia mengatakan, “membantu kita dan membantu mereka. Kita dapat menghindari pemerasan dan kegiatan ekstrakurikuler [oleh pihak militer] dan prajurit dapat menutupi jenjang yang ada antara yang mereka butuhkan dan dana yang tersedia.” 239 Ketika ditanya mengapa Freeport menahan detil-detil tentang pembayarannya kepada prajurit-prajurit perorangan dengan hanya melaporkan jumlah seluruhnya, mantan pejabat eksekutif ini mengakui bahwa dia tidak tahu jelas, tetapi menurutnya pejabat-pejabat perusahaan tertinggi di Freeport mungkin tidak ingin menarik perhatian tambahan terhadap masalah yang sudah menjadi “magnet untuk kontroversi.” 240 Mantan pejabat eksekutif ini menyatakan bahwa Freeport membuat pengaturan keamanan ini secara bilateral, melalui hubungan langsung dengan pihak militer di lapangan dan tidak melalui struktur pemerintah sipil, karena tidak ada pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur dan memainkan peran sebagai koordinator bagi industri pertambangan. 241 Dia juga mengulangi apa yang dikatakan oleh Freeport bahwa dukungan keuangan yang diberikan perusahaan kepada pihak militer (dan kepolisian) merupakan satu persyaratan dari Kontrak Kerja (Contract of Work - CoW) yang ditandatanganinya dengan pemerintah Indonesia. Juru bicara Freeport, Greg Probst, menjelaskan pengertian perusahaan di tahun 1999: Kontrak Kerja yang pertama [dari tahun 1967] kurang spesifik dalam masalah ini [masalah yang berkaitan dengan hubungan dengan pihak militer] jika dibandingkan dengan Kontrak Kerja tahun 1991. Tetapi, setelah meneliti masalah ini, penasehat hukum kami di Indonesia menemukan bahwa ketentuan dari Kontrak Kerja [tahun 1967] kami harus diartikan dalam hubungannya dengan undang-undang Indonesia dan bahwa kedua dokumen ini bersama-sama memberikan kewajiban 238 Wawancara Human Rights Watch melalui telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport. Human Rights Watch secara mandiri berhasil memperoleh sebuah salinan dari perjanjian ini, yang tampaknya masih dalam bentuk rancangan dan berasal dari tahun 2003. 239 Ibid. 240 Ibid. 241 Ibid. Seperti telah dibahas, pejabat yang berwenang mengatur sektor minyak dan gas telah menyalurkan pembayaran jasa keamanan ini. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 60

yang jelas bagi [Freeport] untuk menyediakan dukungan logistik dan infrastruktur kepada Pemerintah, termasuk kepada para pegawai militer dan sipil, di semua bidang di mana pemerintah tidak dapat menyediakan jasa pelayanan tersebut. 242 Masalah ini telah sering diperdebatkan. Pengarang sebuah buku tentang Freeport dan juga The New York Times melaporkan bahwa Kontrak Kerja itu tidak mengandung pernyataan yang mewajibkan pembayaran untuk keamanan. 243 Pengertian Human Rights Watch adalah bahwa Kontrak Kerja tersebut, yang diperbaharui di tahun 1991, hanya mengandung pernyataan umum bahwa Freeport “telah dan akan terus diwajibkan untuk mengembangkan fasilitas khusus dan melaksanakan fungsi spesial guna memenuhi persyaratan” Kontrak Kerja. 244 Kesimpulan Freeport telah mengatakan bahwa perusahaan itu ingin menghindari kontroversi, tetapi ternyata malah mengundang kontroversi melalui apa yang mau dan tidak mau dikatakan secara terbuka oleh perusahaan kepada publik. Dalam masalah-masalah terpenting yang berhubungan dengan tata keamanannya di Indonesia, Freeport telah memberikan penjelasan umum yang mengundang banyak pertanyaan. Perusahaan ini telah menyatakan bahwa mereka diwajibkan untuk memberikan dukungan keuangan kepada pasukan keamanan Indonesia, tetapi tidak dapat memberikan bukti yang cukup untuk mendukung pernyataan tersebut, walaupun hal ini secara langsung telah ditanyakan kepada perusahaan. 245 Pejabat-pejabat pemerintah, di lain pihak, tetap bersikeras bahwa dukungan perusahaan ini seluruhnya diberikan secara suka rela. 246 Juga sangat sukar untuk menyesuaikan posisi perusahaan bahwa mereka benar-benar mematuhi Prinsipprinsip Sukarela mengenai Keamanan dan Hak Asasi Manusia (Voluntary Principles on Security dan Human Rights), suatu rangkaian pedoman internasional yang dirancang untuk menjamin bahwa tata keamanan perusahaan menghormati hak-hak asasi manusia. 247 242 Denise Leith, The Politics of Power: Freeport in Suharto’s Indonesia (Politik Kekuasaan: Freeport di Indonesia semasa Suharto) (University of Hawaii Press, Honolulu: 2003), hal. 233, mengutip surat dari Greg Probst tertanggal 21 Juli 1999. 243 Kedua belah pihak mempunyai salinan dari dokumen ini; New York Times memperolehnya dari pengarang buku tersebut. Ibid., hal. 234; Perlez dan Bonner, “Below a Mountain of Wealth…,” New York Times. 244 Informasi ini diberikan kepada Human Rights Watch oleh seseorang yang mempunyai hubungan dengan perusahaan, tanpa memberikan nama diri, April 2006. 245 Pertanyaan ini termasuk dalam permintaan tanggal 27 Oktober 2005 yang disampaikan oleh Human Rights Watch, tetapi jawaban Freeport tanggal 28 November 2005 tidak menyinggung masalah ini. Global Witness juga gagal mendapatkan jawaban yang jelas dari perusahaan mengenai hal ini. Global Witness, “Paying for Protection,” hal. 6, 19. 246 Lihat, sebagai contoh, Wawancara Human Rights Watch dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin. 247 Surat Freeport kepada Human Rights Watch. Freeport telah memberikan komentar yang sama di tempat lain. Lihat, sebagai contoh, jawaban perusahaan kepada New York Times, disebut di atas. 61 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

yang jelas bagi [Freeport] untuk menyediakan dukungan logistik dan<br />

infrastruktur kepada Pemerintah, termasuk kepada para pegawai militer<br />

dan sipil, di semua bidang di mana pemerintah tidak dapat menyediakan<br />

jasa pelayanan tersebut. 242<br />

Masalah ini telah sering diperdebatkan. Pengarang sebuah buku tentang Freeport dan juga<br />

The New York Times melaporkan bahwa Kontrak Kerja itu tidak mengandung pernyataan<br />

yang mewajibkan pembayaran untuk keamanan. 243 Pengertian <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> adalah<br />

bahwa Kontrak Kerja tersebut, yang diperbaharui di tahun 1991, hanya mengandung<br />

pernyataan umum bahwa Freeport “telah dan akan terus diwajibkan untuk<br />

mengembangkan fasilitas khusus dan melaksanakan fungsi spesial guna memenuhi<br />

persyaratan” Kontrak Kerja. 244<br />

Kesimpulan<br />

Freeport telah mengatakan bahwa perusahaan itu ingin menghindari kontroversi, tetapi<br />

ternyata malah mengundang kontroversi melalui apa yang mau dan tidak mau dikatakan<br />

secara terbuka oleh perusahaan kepada publik. Dalam masalah-masalah terpenting yang<br />

berhubungan dengan tata keamanannya di Indonesia, Freeport telah memberikan<br />

penjelasan umum yang mengundang banyak pertanyaan. Perusahaan ini telah<br />

menyatakan bahwa mereka diwajibkan untuk memberikan dukungan keuangan kepada<br />

pasukan keamanan Indonesia, tetapi tidak dapat memberikan bukti yang cukup untuk<br />

mendukung pernyataan tersebut, walaupun hal ini secara langsung telah ditanyakan<br />

kepada perusahaan. 245 Pejabat-pejabat pemerintah, di lain pihak, tetap bersikeras bahwa<br />

dukungan perusahaan ini seluruhnya diberikan secara suka rela. 246 Juga sangat sukar<br />

untuk menyesuaikan posisi perusahaan bahwa mereka benar-benar mematuhi Prinsipprinsip<br />

Sukarela mengenai Keamanan dan Hak Asasi Manusia (Voluntary Principles on<br />

Security dan <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong>), suatu rangkaian pedoman internasional yang dirancang untuk<br />

menjamin bahwa tata keamanan perusahaan menghormati hak-hak asasi manusia. 247<br />

242<br />

Denise Leith, The Politics of Power: Freeport in Suharto’s Indonesia (Politik Kekuasaan: Freeport di<br />

Indonesia semasa Suharto) (University of Hawaii Press, Honolulu: 2003), hal. 233, mengutip surat dari Greg<br />

Probst tertanggal 21 Juli 1999.<br />

243<br />

Kedua belah pihak mempunyai salinan dari dokumen ini; New York Times memperolehnya dari pengarang<br />

buku tersebut. Ibid., hal. 234; Perlez dan Bonner, “Below a Mountain of Wealth…,” New York Times.<br />

244<br />

Informasi ini diberikan kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> oleh seseorang yang mempunyai hubungan dengan<br />

perusahaan, tanpa memberikan nama diri, April 2006.<br />

245<br />

Pertanyaan ini termasuk dalam permintaan tanggal 27 Oktober 2005 yang disampaikan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong><br />

<strong>Watch</strong>, tetapi jawaban Freeport tanggal 28 November 2005 tidak menyinggung masalah ini. Global Witness<br />

juga gagal mendapatkan jawaban yang jelas dari perusahaan mengenai hal ini. Global Witness, “Paying for<br />

Protection,” hal. 6, 19.<br />

246<br />

Lihat, sebagai contoh, Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin.<br />

247<br />

Surat Freeport kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Freeport telah memberikan komentar yang sama di tempat<br />

lain. Lihat, sebagai contoh, jawaban perusahaan kepada New York Times, disebut di atas.<br />

61<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!