Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

membantah pernah mengeluarkan permintaan tersebut. 230 Freeport tidak bersedia memberikan jawaban atas pertanyaan dari Human Rights Watch mengenai kejadian ini. 231 Pembayaran dari perusahaan kepada pihak kepolisian kemungkinan besar akan mendapat sorotan yang lebih tajam jika TNI mengundurkan diri dari wilayah-wilayah tambang Freeport, seperti yang telah direncanakan, dan pihak kepolisian mempertinggi kehadiran mereka di sana. 232 Pandangan Freeport Sedikit sekali yang dikatakan oleh Freeport di depan umum, tetapi seorang juru bicaranya telah membantah bahwa perusahaan telah melakukan pembayaran yang tidak layak: Kami tidak pernah menyuap. Memang kami memberikan bantuan kepada pihak militer, tetapi bantuan ini tidak berupa uang kas, melainkan berupa peralatan lapangan seperti hand talky [radio genggam dua-jalur], mobil, makanan….Semua pembayaran ini dilakukan secara terbuka dan dilaporkan kepada New York Stock Exchange [Bursa Saham New York]. Membantu petugas keamanan adalah hal yang wajar. Dan memberikan makanan kepada petugas penjaga keamanan anda yang kelaparan adalah hal yang wajar, bukan? 233 Seorang mantan pejabat eksekutif Freeport yang mengetahui seluk-beluk tata keamanan perusahaannya di Indonesia memberitahukan Human Rights Watch bahwa pemberian uang kas, yang dibuat melalui bank transfer atau cek, berkisar antara 15 persen dari seluruh dana yang dikeluarkan Freeport untuk pasukan keamanan Indonesia (sisanya berupa barang dan jasa). 234 Menurut sumber ini, uang tersebut digunakan untuk tiga tujuan: 230 Menurut laporan ini, Prihadi menghubungi pejabat berwenang, dan orang yang datang di bank untuk menarik dana tersebut ditangkap. “Bogus general nabbed for attempted fraud (Jendral palsu ditangkap setelah mencoba menipu),” Jakarta Post, 23 Februari 2001. 231 Human Rights Watch menyampaikan pertanyaan mengenai kejadian ini dalam surat tertanggal 27 Oktober 2005 kepada Freeport, tetapi surat Freeport, tertanggal 28 November 2005, tidak menjawab pertanyaan ini. 232 “Indonesian Military Admits Some Officers Received Freeport Funds [Aparat Militer Indonesia Mengakui Beberapa Perwira Menerima Dana Freeport],” Asia Pulse. Di tahun 2003, TNI juga mengatakan hal yang sama, bahwa TNI akan menarik diri dari wilayah Freeport ketika pada saat itu pihak militer menerima banyak publisitas negatif mengenai hubungannya dengan perusahaan ini, tetapi pasukan TNI tetap hadir di wilayah tersebut. Lihat, sebagai contoh, “Military might withdraw from Freeport security (Pihak militer mungkin akan mengundurkan diri dari keamanan Freeport),“ Jakarta Post, 11 November 2003. 233 Kafil Yamin, “Papuans Set for Showdown With US Gold Miner (Warga Papua Siap Menantang Penambang Emas AS),” Inter Press Service (IPS), 2 Maret 2006. 234 Wawancara Human Rights Watch melalui telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport, 10 Mei 2006. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 58

• “Bayaran harian kecil-kecilan” untuk menambah gaji prajurit. Selama beberapa waktu, pembayaran ini diberikan kepada komandan setempat, tetapi setelah Freeport bersikeras agar satuan militer tersebut membuka rekening bank, perusahaan selanjutnya mengirimkan dana ke rekening-rekening tersebut. Akibat “kesalahan administratif dalam memberikan nama” sebagian dari pembayaran tunai ini dijuluki sebagai ongkos makanan di dalam buku-buku perusahaan sampai praktek ini bisa dibetulkan. • Penggantian untuk ongkos administrasi dan logistik yang dikeluarkan oleh satuan militer di lapangan, seperti untuk komunikasi atau penggunaan helikopter, yang disediakan oleh perusahaan karena telah dinilai bahwa “dana [yang telah dianggarkan] dari Jakarta tidak cukup untuk operasi normal.” Pembayaran oleh Freeport untuk tujuan ini bernilai sebesar kira-kira $1000 sampai $1500 per bulan bagi komando daerah militer (Kodam). • Pembiayaan bagi proyek-proyek “pembangunan” tertentu yang diminta oleh pihak militer, seperti untuk renovasi rumah sakit. Freeport melaksanakan pemeriksaaan terbatas terhadap kira-kira setiap satu dari lima proyek-proyek ini. 235 Mantan pejabat eksekutif Freeport ini juga menyebutkan bahwa aliran dana ke pihak militer telah diatur oleh prosedur yang dijelaskan di dalam “perjanjian tertulis [pemberian] dukungan,” atau, menurut pejabat-pejabat eksekutif Freeport lainnya, dalam “sebuah kontrak dengan pihak militer mengenai hubungan [keamanan].” 236 Dokumen tersebut telah diserahkan kepada komandan militer di Jayapura, ibukota propinsi Papua, serta kepada pejabat yang setara di pihak kepolisian, pejabat-pejabat eksekutif ini mengatakan, tetapi dokumen tersebut dikembalikan tanpa ditandatangani. 237 Meskipun demikian, mantan pejabat eksekutif di atas mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan dari 235 Ibid. Lihat juga John McBeth, “Freeport in Indonesia: Filling in the holes (Freeport di Indonesia: Menutup lubang),” Asia Times, 22 Februari 2006, [online] http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HB22Ae01.html. Patut diingat bahwa artikel Asia Times di atas memperkirakan bahwa sebanyak 25 persen dari pengeluaran total Freeport untuk aparat keamanan pemerintah dibagikan dengan cara ini, selebihnya diberikan berupa barang dan jasa. Ibid. 236 Wawancara Human Rights Watch melalui telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport; wawancara Human Rights Watch dengan wakil-wakil dari perusahaan, Maret 2005. Pejabat-pejabat ini mengatakan bahwa dokumen itu berasal dari awal tahun 2000-an, dan satu orang di antara mereka menyatakan bahwa dokumen tersebut didahului oleh (dan didasarkan secara kuat atas) sederetan perjanjian dengan pejabat dari pihak militer (dan kepolisian) di propinsi tersebut. 237 Wawancara Human Rights Watch dengan wakil-wakil perusahaan; wawancara Human Rights Watch melalui telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport. Mantan pejabat eksekutif ini menduga bahwa komandan dan pihak militer tidak bersedia menandatangani dokumen tersebut karena mereka tidak mau secara pribadi terkait dengan pengaturan tersebut dan dengan tuduhan bahwa mereka “menjual” jasa pasukan yang dipimpin mereka. 59 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

membantah pernah mengeluarkan permintaan tersebut. 230 Freeport tidak bersedia<br />

memberikan jawaban atas pertanyaan dari <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> mengenai kejadian ini. 231<br />

Pembayaran dari perusahaan kepada pihak kepolisian kemungkinan besar akan mendapat<br />

sorotan yang lebih tajam jika TNI mengundurkan diri dari wilayah-wilayah tambang<br />

Freeport, seperti yang telah direncanakan, dan pihak kepolisian mempertinggi kehadiran<br />

mereka di sana. 232<br />

Pandangan Freeport<br />

Sedikit sekali yang dikatakan oleh Freeport di depan umum, tetapi seorang juru bicaranya<br />

telah membantah bahwa perusahaan telah melakukan pembayaran yang tidak layak:<br />

Kami tidak pernah menyuap. Memang kami memberikan bantuan<br />

kepada pihak militer, tetapi bantuan ini tidak berupa uang kas, melainkan<br />

berupa peralatan lapangan seperti hand talky [radio genggam dua-jalur],<br />

mobil, makanan….Semua pembayaran ini dilakukan secara terbuka dan<br />

dilaporkan kepada New York Stock Exchange [Bursa Saham New York].<br />

Membantu petugas keamanan adalah hal yang wajar. Dan memberikan<br />

makanan kepada petugas penjaga keamanan anda yang kelaparan adalah<br />

hal yang wajar, bukan? 233<br />

Seorang mantan pejabat eksekutif Freeport yang mengetahui seluk-beluk tata keamanan<br />

perusahaannya di Indonesia memberitahukan <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> bahwa pemberian<br />

uang kas, yang dibuat melalui bank transfer atau cek, berkisar antara 15 persen dari<br />

seluruh dana yang dikeluarkan Freeport untuk pasukan keamanan Indonesia (sisanya<br />

berupa barang dan jasa). 234 Menurut sumber ini, uang tersebut digunakan untuk tiga<br />

tujuan:<br />

230<br />

Menurut laporan ini, Prihadi menghubungi pejabat berwenang, dan orang yang datang di bank untuk<br />

menarik dana tersebut ditangkap. “Bogus general nabbed for attempted fraud (Jendral palsu ditangkap setelah<br />

mencoba menipu),” Jakarta Post, 23 Februari 2001.<br />

231<br />

<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> menyampaikan pertanyaan mengenai kejadian ini dalam surat tertanggal 27 Oktober<br />

2005 kepada Freeport, tetapi surat Freeport, tertanggal 28 November 2005, tidak menjawab pertanyaan ini.<br />

232<br />

“Indonesian Military Admits Some Officers Received Freeport Funds [Aparat Militer Indonesia Mengakui<br />

Beberapa Perwira Menerima Dana Freeport],” Asia Pulse. Di tahun 2003, TNI juga mengatakan hal yang sama,<br />

bahwa TNI akan menarik diri dari wilayah Freeport ketika pada saat itu pihak militer menerima banyak<br />

publisitas negatif mengenai hubungannya dengan perusahaan ini, tetapi pasukan TNI tetap hadir di wilayah<br />

tersebut. Lihat, sebagai contoh, “Military might withdraw from Freeport security (Pihak militer mungkin akan<br />

mengundurkan diri dari keamanan Freeport),“ Jakarta Post, 11 November 2003.<br />

233<br />

Kafil Yamin, “Papuans Set for Showdown With US Gold Miner (Warga Papua Siap Menantang Penambang<br />

Emas AS),” Inter Press Service (IPS), 2 Maret 2006.<br />

234<br />

Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> melalui telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport, 10<br />

Mei 2006.<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 58

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!