Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
menempatkan yayasan di bawah perusahaan-perusahaan pemayung. Sebuah ketetapan<br />
yang terpisah di dalam undang-undang tersebut membatasi pencarian laba yayasan<br />
dengan membatasi investasi sebesar 25 persen dari aset mereka. 101<br />
Yayasan juga terus menerima keuntungan dari sumber daya pemerintah. Menurut<br />
seorang petugas audit pemerintah yang telah meneliti buku-buku yayasan, paling tidak<br />
sampai dengan tahun 2001 dana pemerintah terus mengalir ke yayasan untuk membantu<br />
membayar biaya operasional yayasan. 102 Berbicara di tahun itu, petugas audit tersebut<br />
menambahkan bahwa yayasan militer “pada umumnya memanfaatkan fasilitas-fasilitas<br />
lembaga pemerintah/BUMN/BUMD [yang] bersangkutan, baik dalam bentuk sarana,<br />
prasarana, atau kewenangan-kewenangan publik yang melekat pada lembaga-lembaga<br />
pemerintah, BUMN/BUMD [yang] bersangkutan” dan dijalankan dan dikelola oleh<br />
pejabat militer yang masih aktif bertugas: “[D]alam kiprahnya, yayasan ..nampak seperti<br />
kuasi lembaga pemerintah...” 103 Pemerintah Indonesia mengakui kebenaran hal ini<br />
melalui pernyataan di tahun 2003 yang menyebutkan bahwa “pihak militer dan yayasanyayasan<br />
lainnya menerima dana negara dan membiayai kegiatan negara.” 104 Di tahun<br />
2006, Letjen. (purnawirawan) Agus Widjojo, mantan Kepala Staf Teritorial TNI dan<br />
mantan wakil ketua MPR dari faksi angkatan bersenjata, membenarkan bahwa, meskipun<br />
telah ada perubahan untuk mempekerjakan prajurit yang telah purnawirawan (dan bukan<br />
prajurit yang masih aktif bertugas) di dalam yayasan, badan tersebut tetap mempunyai<br />
hubungan yang erat dengan institusi militer: “Pada kenyataannya dan pada prakteknya,<br />
yayasan-yayasan ini didirikan oleh komando militer dan komando militer merasa bahwa<br />
yayasan tersebut adalah milik mereka.” 105<br />
Tiap-tiap angkatan mempunyai paling sedikit satu yayasan, dan tiap-tiap yayasan biasanya<br />
mempunyai paling sedikit satu perusahaan pemayung yang membuat investasi di bisnisbisnis<br />
tertentu atas nama yayasan. Yayasan-yayasan ini dapat memiliki seluruh atau<br />
sebagian besar saham di bisnis itu, tetapi, seperti telah disebutkan, sering hanya<br />
memegang hak milik minoritas melalui saham yang disumbangkan oleh mitra kerja<br />
swasta. (Lihat “Diagram Bisnis Militer,” di bawah.)<br />
101<br />
Undang-undang No. 16/2001, Pasal 7. Lihat juga Widoyoko, “Questioning the Military Business<br />
Restructuring,” hal.127.<br />
102<br />
Artjana, “Accountability in the Revenue dan Expenditure of the Military Budget…”<br />
103<br />
Ibid. Lihat juga I. Gde Artjana, “Transparansi Anggaran dan Pertanggungjawaban Anggaran TNI,” dalam<br />
Praktek-Praktek Bisnis Militer, hal. 150-151, 163; Agam Fatchurrochman, Indonesia Corruption <strong>Watch</strong>,<br />
“Governance Yayasan Militer,” diterjemahkan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>.<br />
104<br />
Pemerintah Indonesia, Letter of Intent (perjanjian hutang yang ditandatangani dengan Dana Moneter<br />
Internasional), 11 Juni 2003, alinea 8.<br />
105<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Letjen. (purnawirawan) Agus Widjojo, Jakarta, 6 April 2006.<br />
35<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)