Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
mereka semua hampir selalu adalah prajurit berpangkat rendah dan hanya<br />
diancam dengan pemecatan dan bukan dengan tuntutan hukum. Sebagai contoh,<br />
dua tentara dan seoran pejabat kantor, diberhentikan secara tidak hormat atas<br />
penyelundupan narkoba, tetapi tidak pernah dilaporkan kepada polisi; sebuah<br />
laporan di surat kabar menyebutkan bahwa tetap tidak jelas apakah tujuh puluh<br />
orang tentara lainnya yang telah dipecat karena menyelundupkan narkoba pernah<br />
menerima dakwaan kejahatan. 69 Tetap jarang ada prajurit militer yang diajukan ke<br />
pengadilan, khususnya jika dibandingkan dengan seringnya kejahatan yang<br />
dilakukan mereka. 70 Mereka yang diajukan ke pengadilan di bawah tata<br />
pengadilan militer hampir semuanya adalah prajurit berpangkat rendah yang<br />
hanya diancam untuk dipecat atau dijatuhi hukuman ringan saja jika ditemukan<br />
bersalah. 71 (Untuk uraian lebih lanjut, lihat bagian berjudul “Rencana yang Gagal<br />
Meningkatkan Pertanggungjawaban” di Bab III: Halangan terhadap Reformasi.)<br />
Keadaan Hari Ini<br />
Undang-undang bulan September 2004 yang mewajibkan aparat militer Indonesia<br />
menhentikan keterlibatannya di dalam bisnis merupakan satu titik tolak penting, tetapi<br />
juga meninggalkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Bahasa yang digunakan dalam<br />
undang-undang ini menimbulkan berbagai pengertian, dan ketetapan-ketetapannya<br />
belum berhasil ditegakkan. Beberapa langkah awal telah diambil berjalan sangat lamban<br />
dan tidak cukup berarti: janji undang-undang ini masih belum memberikan hasil. Ulasan<br />
yang lebih mendalam akan disampaikan di bawah, di dalam bab mengenai “Halangan<br />
terhadap Reformasi.” Dapat dilihat bahwa pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai<br />
kedudukan untuk memungkinkan terjadinya perubahan belum menunjukkan tekad bulat<br />
untuk menanggapi semua ongkos dan biaya dari usaha swadana militer, termasuk dari<br />
segi hak asasi manusia. Sebaliknya, mereka telah merumuskan bisnis militer dalam arti<br />
yang sangat sempit, memusatkan perhatian hanya pada unsur-unsur tertentu dari sesuatu<br />
yang merupakan masalah struktural yang mendalam; mereka juga telah memberikan<br />
berbagai perkecualian yang akan tetap membiarkan sebagian besar dari struktur<br />
komersial militer, dan merekapun belum mau menuntut pertanggungjawaban yang nyata.<br />
69<br />
Lihat, sebagai contoh, “More soldiers fired for drugs (Ada lagi prajurit-prajurit yang dipecat gara-gara<br />
narkoba),” Jakarta Post, 14 Juni 2005. Komandan prajurit-prajurit ini berusaha menjelaskan tindakan mereka,<br />
tanpa membela mereka, dengan mengatakan: “Apapun alasan ekonomi mereka, mereka telah<br />
menyalahgunakan jabatan mereka untuk melakukan kejahatan.” Ibid.<br />
70<br />
Bank Pembangunan Asia (BPA), Country Governance Assessment Report: Republic of Indonesia (Laporan<br />
Penilaian Pemerintahan Negara: Republik Indonesia) (Manila: ADB, 2004), hal. 101.<br />
71<br />
Sebagai contoh, di awal tahun 2006, sebuah pengadilan militer di Makasar menjatuhkan hukuman hanya<br />
sepanjang sepuluh minggu (dibandingkan dengan hukuman terberat sepanjang enam tahun) kepada enam<br />
tentara yang ditemukan bersalah telah menyerang sebuah desa, melukai lima penduduk sipil, dan merusak<br />
berpuluh-puluh rumah. Dwi Atmanta, “Military and civilians equal before the law (Prajurit militer dan warga sipil<br />
sama kedudukan hukumnya),” Jakarta Post, 8 April 8 2006.<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 28