13.01.2014 Views

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pihak angkatan bersenjata biasanya mengatakan bahwa mereka tidak dapat melepaskan<br />

usaha mereka di bidang ekonomi. Tetapi, dari pengalaman sejarah dapat dilihat bahwa<br />

mereka selalu menentang dengan keras usaha reformasi walaupun bila usaha tersebut<br />

juga disertai dengan peningkatan dana. Di tahun 1950-an, DPR pernah<br />

mempertimbangkan bagaimana pemerintah pusat dapat membiayai aparat militer, tetapi<br />

pihak militer tetap lebih suka mempertahankan kemandirian keuangan mereka. 50 Ketika<br />

harga minyak yang tinggi di tahun 1970-an memungkinkan peningkatan anggaran militer,<br />

pemerintahan Soeharto gagal mengambil langkah-langkah yang serius untuk<br />

menghentikan bisnis militer. Pimpinan militerpun juga tidak ingin melepaskan bisnisbisnis<br />

militer ini. Seperti di katakan oleh ahli politik, Harold Crouch: “Biarpun<br />

kebutuhan satuan militer dan prajurit-prajurit untuk menggantungkan diri terhadap<br />

sumber-sumber [dana]“tidak resmi” telah berkurang banyak, kebiasaan lama sukar untuk<br />

diberantas.” 51<br />

Ketika satu demi satu skandal mulai terungkap, pihak militer dengan keras membela<br />

peran mereka di bidang ekonomi. Di tahun 1995, contohnya, kepala staf umum angkatan<br />

bersenjata, Letjen. Soeyono, mengatakan bahwa angkatan bersenjata mempunyai hak<br />

yang sama untuk berpartisipasi di dalam bidang ekonomi seperti anggota-anggota<br />

masyarakat lainnya. 52 Dua tahun berikutnya, juru bicara angkatan bersenjata, Brigjen.<br />

Slamet Supriadi, mengatakan hal yang serupa; Supriadi khususnya membicarakan tentang<br />

yayasan dan koperasi militer yang merupakan wacana bagi militer untuk ikut serta dalam<br />

bisnis swasta:<br />

Kelompok-kelompok ini merupakan bagian dari struktur militer dan<br />

mempunyai hak menurut hukum untuk ambil bagian dalam kegiatan<br />

bisnis. Mereka mengusahakan kesejahteraan prajurit dan masyarakat. Jadi<br />

mengapa harus dilarang? 53<br />

Sorotan Sebentar Saja<br />

Kekuasaan pihak militer—termasuk kekuatan ekonominya—mengalami sorotan tajam<br />

setelah jatuhnya Soeharto. Para pendukung reformasi di dalam tubuh angkatan<br />

bersenjata mendorong ditingkatkannya profesionalisme pasukan keamanan dan telah<br />

50<br />

Mietzner, “Business as Usual?,” hal. 247.<br />

51<br />

Crouch, The Army dan Politics in Indonesia, hal. 292.<br />

52<br />

J. Kristiadi, “The Armed Forces (Angkatan Bersenjata),” di dalam Richard W. Baker, M. Hadi Soesastro, J.<br />

Kristiadi, dan Douglas E. Ramage, eds., Indonesia: The Challenge of Change (Indonesia: Tantangan<br />

Perubahan) (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies [ISEAS]: 1999), hal. 106, mengutip Forum 4, no.<br />

14, 23 Oktober 1995.<br />

53<br />

Pereira, “Don’t dabble in business…,” Straits Times.<br />

23<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!