13.01.2014 Views

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Hubungan antara usaha swadana militer dan hak asasi manusia juga mempunyai dimensi<br />

lain. Meskipun bila kegiatan swadana tersebut sepenuhnya bersih, mengikuti pedomanpedoman<br />

bisnis yang baik, dan uang yang diperoleh dapat dihitung dengan cermat, uang<br />

yang langsung masuk ke kantong militer di luar jalur anggaran pemerintah yang normal<br />

tetap akan dapat merusak aturan pertanggungjawaban. Jika pejabat-pejabat sipil yang<br />

berwenang tidak dapat mengatur jalur aliran uang, mereka tidak akan mempunyai wibawa<br />

apapun di mata militer. Sebagai contoh, jika pejabat sipil menahan dana untuk mencoba<br />

membatasi suatu kegiatan militer, pihak militer selalu dapat mendapat dana dari sumbersumber<br />

lain. Dengan demikian, kegiatan swadana ini berhasil mengurangi wewenang<br />

pemerintah dan mengalihkan wewenang tersebut ke tangan militer dan mitra bisnisnya.<br />

Selanjutnya, kegiatan swadana ini juga menghalangi kemampuan pejabat sipil untuk<br />

mengatur dan mengawasi angkatan bersenjata negara dan mengakhiri kekebalan hukum<br />

atas pelecehan yang dilakukan aparat militer. Masalah ini akan menjadi lebih parah, dan<br />

kedudukan pemerintah sipil akan menjadi semakin lemah, jika kegiatan swadana militer<br />

tersebut tidak mengikuti pedoman-pedoman bisnis yang benar, membuahkan<br />

penghasilan yang tidak dilapokan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan di<br />

depan umum, dan meliputi kegiatan ekonomi yang melanggar hukum.<br />

TNI, melalui juru bicaranya pada saat itu, Mayjen. Kohirin Suganda, telah mengatakan<br />

bahwa tidak ada “alasan atau kesempatan bagi TNI untuk menentang supremasi sipil.” 1<br />

TNI juga menyatakan bahwa “TNI medukung prinsip-prinsip pertanggungjawaban dan<br />

keterbukaan umum” dan bersikeras bahwa pihak militer telah dibatasi oleh pengawasan<br />

internal dan eksternal yang ketat dalam urusan keuangannya. 2 Tetapi kenyataannya, TNI<br />

hampir selalu dapat bergerak secara mandiri dalam urusan keuangannya.<br />

Sejarah Singkat Kegiatan Ekonomi Militer<br />

Keterlibatan aparat militer Indonesia di dalam kegiatan ekonomi berlangsung sejak masa<br />

perang kemerdekaan Indonesia dari Belanda di tahun 1945-1949. Aparat militer yang<br />

baru dilahirkan itu harus mencari dana sendiri. Selain menggantungkan diri terhadap<br />

dukungan masyarakat dan bantuan material, di beberapa daerah satuan-satuan militer<br />

juga menjadi penyelundup untuk membiayai operasi mereka.<br />

Pola swadana ini berlanjut setelah dibentuknya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia<br />

atau ABRI, sebuah struktur gabungan aparat militer-kepolisian sampai dengan tahun<br />

1<br />

Mayjen. Kohirin Suganda, “TNI commits to reform[,] upholds supremacy of law (TNI bertekad untuk reformasi<br />

[,] menjunjung supremasi hukum),” opinion-editorial, Jakarta Post, 15 Maret 2006. Artikel ini menjawab sebuah<br />

artikel oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> yang diterbitkan satu hari sebelumnya. Lihat: Lisa Misol, peneliti <strong>Human</strong><br />

<strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>, “U.S. aid to corrupt TNI risks more rights abuses (Bantuan AS kepada TNI yang korup<br />

menimbulkan resiko meningkatnya pelecehan),” opinion-editorial, Jakarta Post, 14 Maret 2006.<br />

2<br />

Mayjen. Suganda, “TNI commits to reform…,” Jakarta Post.<br />

11<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!