Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch
Di tahun 2001, markas besar angkatan darat meminta petugas audit non-pemerintah dari Ernst & Young untuk melakukan audit terhadap sekian banyak yayasan angkatan darat. 511 Audit tersebut meneliti harta YKEP dalam tiga puluh tiga perusahaan yang menyalurkan dana ke YKEP sebagai royalti atau dividen. 512 Laporan ini tidak pernah diterbitkan di masyarakat, tetapi Human Rights Watch berhasil mendapatkan sebuah salinan. Di antara hal-hal kunci yang ditemukan, audit tersebut mengatakan bahwa perusahaan yang dimiliki YKEP hanya mempunyai garis laba yang sangat rendah, ancaman hutang yang besar, bisnis-bisnis yang tumpang-tinding, dan ketidaktentuan hukum mengenai struktur bisnis dan hak-milik asetnya (yang terakhir ini kemungkinan menyangkut aset negara yang digunakan oleh yayasan). Sebagian besar harta kekayaan YKEP menunjukkan pangsa pasar yang rendah dan masa depan yang suram. 513 Berbagai masalah manajemen juga diketemukan oleh audit ini. Sebagai contoh, audit ini menemukan bahwa direktur-direktur perusahaan, biasanya perwira angkatan darat yang sudah purnawirawan, diangkat tanpa dasar prestasi kerja (ini memperlihatkan sebuah sistem perlindungan), dan bahwa pihak-pihak ketiga menjalankan beberapa perusahaan dalam hubungan yang tidak jelas yang memungkinkan timbulnya kepentingan yang berlawanan. 514 Audit ini juga menyebutkan bahwa pihak militer tidak ikut serta dalam operasi perusahaanperusahaan yang dimilikinya. Audit ini juga menyarankan agar pihak militer melepaskan beberapa perusahaan ini karena yayasan “hanya mempunyai sedikit kuasa atau bahkan tidak mempunyai kuasa apapun dan karenanya tidak pernah menerima keuntungan apapun.” 515 Koperasi militer hanya menarik sedikit perhatian saja selama ini, tetapi penelitian-penelitiansebelumnya telah menemukan bahwa, seperti halnya di yayasan, koperasi-koperasi ini juga telah menghamburkan dana negara dan menyebabkan kerugian keuangan. 516 510 Ibid., mengutip wawancara dengan Sudarsono di bulan Juli 2000. 511 Dalam sebuah peringatan, petugas-petugas audit ini mengatakan bahwa hasil kerja mereka merupakan “pemeriksaan umum,” bukan audit lengkap, dan bahwa mereka tidak dapat menyampaikan sebuah pendapat mengenai kebenaran dari data keuangan yang diberikan oleh manajemen YKEP. Ernst & Young, “YKEP: Strategic Review Report," Desember 2001. Sebuah firma kedua, CSA Lingkarmitra (juga dikenal sebagai CSA Strategic Advisory) ikut ambil bagian dalam penelitian YKEP, dan temuan-temuan mereka termasuk di dalam laporan Ernst & Young. 512 Ibid. Kekayaan yayasan meliputi sebelas anak perusahaan dan dua puluh dua kerja sama. Perusahaanperusahaan yang berbeda-beda ini dapat dibagi dalam lima kategori besar: kehutanan/perkebunan, konstruksi bangunan, perumahan, pabrik, jasa, dan pertambangan. Di antara ini semua, bisnis kayu dipandang sebagai “sapi perah.” Tak satupun dari perusahaan-perusahaan ini merupakan perusahaan tercatat. Ibid. 513 Wawancara Human Rights Watch dengan empat orang yang ambil bagian dalam penelitian ini, April 2006; Ernst & Young, “YKEP: Strategic Review Report.” 514 Ernst & Young, “YKEP: Strategic Review Report.” 515 Ibid. 516 Otto Syamsuddin Ishak, “Sociology of the Military Business in Indonesia (Sosiologi Bisnis Militer di Indonesia),” in Practices of Military Business, hal. 85, mengutip Kompas, 4 April 2002. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 122
Macam-macam Bisnis Militer yang Lain Sedikit sekali yang diketahui tentang aliran dana yang berasal dari kegiatan ekonomi militer dimana pihak militer tidak mempunyai hak milik resmi. Menurut laporan yang sering beredar, di tahun-tahun belakangan ini, dana semacam ini tampaknya telah digunakan untuk mempermudah kegiatan-kegiatan tanpa ijin, seperti pembentukan kelompok-kelompok milisia. 517 Informasi yang terbaru menyatakan dengan kuat adanya pola yang tidak berbeda dengan pola yang mewarnai bisnis-bisnis milik militer: walaupun sebagian dana mungkin digunakan untuk tujuan operasional, kegiatan bisnis ilegal dan tidak resmi juga penuh dilanda korupsi dan orang-orang pribadi dan bukan institusilah yang sering memperoleh keuntungan. Pembayaran untuk berbagai macam layanan keamanan menjelaskan tatanan ini. Mengenai sindikat perlindungan ilegal, uang yang diterima oleh prajurit juga mengalir ke perwira atasan mereka. Seseorang yang telah melakukan penelitian mengenai kejahatan di Medan menerangkan bahwa jika tentara menjadi pelindung bisnis ilegal “ada kewajiban untuk memberikan uang kepada atasannya.” 518 Dalam hal pelayanan keamanan yang diorganisir secara informal di tingkat satuan, sebuah sistem perlindungan menjamin bahwa dana yang diperoleh di lingkungan prajurit berpangkat rendah akan mengalir ke perwira yang lebih senior. Perjanjian untuk menyewa tentara untuk layanan perlindungan juga sering dibuat oleh atasan mereka, yang memberikan tugas dan menyimpan uang yang diterima. 519 Komandan ini juga mengirimkan sebagian dari hasil tersebut ke atasan mereka. 520 Contohnya, kelompok hak asasi manusia Indonesia, Kontras, menemukan bahwa di satu daerah di Jawa Barat, batalyon militer di sana menerima pembayaran bulanan dari beberapa bisnis (dan juga dari pemerintah daerah). Pembayaran ini dibagikan menurut pangkat. Jumlah uang yang terlibat sangat kecil jika dibandingkan dengan pembayaran yang diberikan oleh Freeport (lihat “Perjanjian Keamanan Freeport” dalam Bab II: Anatomi Kegiatan Ekonomi Militer), tetapi di negara dimana gaji sangatlah rendah, uang ini dapat memberikan tambahan yang tidak sedikit bagi gaji prajurit. 521 517 Lihat, sebagai contoh, Kontras, Ketika Moncong Senjata Ikut Berniaga, hal. 22; ICG, “Indonesia: Next Steps in Military Reform,” hal. 14; ICG, “Indonesia: Keeping the Military Under Control,” hal. 17, 25; O’Rourke, Reformasi, hal. 371. 518 Wawancara Human Rights Watch dengan seorang peneliti yang telah mempelajari dunia kejahatan di Medan, Medan, 28 November 2004. 519 Wawancara Human Rights Watch dengan seseorang yang pernah menyewa tentara untuk memberikan jasa keamanan. Lihat juga M. Taufiqurrahman, “Military Told to Get Out of Business (Pihak Militer Diperintahkan untuk Berhenti Berbisnis),” Jakarta Post, 15 Agustus 2004. 520 Wawancara Human Rights Watch dengan seorang diplomat Barat yang tahu seluk beluk pengaturan ini. 521 Kontras, Ketika Moncong Senjata Ikut Berniaga, hal. 33-34. 123 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)
- Page 77 and 78: Tanggapan yang ada hanyalah laporan
- Page 79 and 80: Masalah ini telah diselidiki secara
- Page 81 and 82: Konflik antara Aparat Militer-Kepol
- Page 83 and 84: satuan udara cadangan yang bermarka
- Page 85 and 86: Pihak militer dan pejabat pemerinta
- Page 87 and 88: Korupsi Besar Sejarah Indonesia mem
- Page 89 and 90: Banyak pembelian peralatan militer
- Page 91 and 92: yang sama juga terjadi di Maluku; p
- Page 93 and 94: diri, diambil oleh tentara yang kem
- Page 95 and 96: Di tempat lain di Aceh, sukarelawan
- Page 97 and 98: III. Hambatan bagi Reformasi Jika p
- Page 99 and 100: Sementara itu, pejabat Departemen K
- Page 101 and 102: kualitas data keuangan pemerintah,
- Page 103 and 104: 13,7419 triliun (rutin) 7,666 trili
- Page 105 and 106: adalah sekitar 2,26 persen dari GDP
- Page 107 and 108: walaupun telah ada perbaikan, terla
- Page 109 and 110: lisensi yang layak untuk memesan se
- Page 111 and 112: militer, tanpa ada penjelasan atau
- Page 113 and 114: mendarah-daging sehingga pejabat pe
- Page 115 and 116: mengambil uang tersebut dari dana d
- Page 117 and 118: militer. Yayasan militer menggunaka
- Page 119 and 120: Walaupun anggaran Angkatan Bersenja
- Page 121 and 122: Mite 1: Dana yang Dianggarkan untuk
- Page 123 and 124: pembelian peralatan untuk pihak mil
- Page 125 and 126: enar bahwa bisnis-bisnis ini memain
- Page 127: - “kontrol internal dan mekanisme
- Page 131 and 132: ahwa tujuan perusahaan militer yang
- Page 133 and 134: Ditetapkannya ketentuan ini merupak
- Page 135 and 136: ingin diambil alih oleh pemerintah.
- Page 137 and 138: dijelaskan dalam peraturan-peratura
- Page 139 and 140: Rights Watch secara mandiri berhasi
- Page 141 and 142: untuk tujuan kesejahteraan prajurit
- Page 143 and 144: sumber daya pemerintah yang tidak s
- Page 145 and 146: IV. Rekomendasi Dibiarkannya bisnis
- Page 147 and 148: dari pendapatan di luar anggaran ya
- Page 149 and 150: memadai. Untuk mengatasi masalah in
- Page 151 and 152: Minta Pertanggungjawaban Penuh atas
- Page 153 and 154: tanggung jawab keuangan dan dapat m
- Page 155 and 156: Sejumlah pemerintah dari negara don
- Page 157 and 158: mengenai cara-cara untuk menyediaka
- Page 159 and 160: minyak Inggris-Amerika, BP, telah b
- Page 161 and 162: menyewa TNI untuk mendapatkan layan
- Page 163 and 164: Sumpit, PADI Indonesia, dan Walhi-K
Macam-macam Bisnis Militer yang Lain<br />
Sedikit sekali yang diketahui tentang aliran dana yang berasal dari kegiatan ekonomi<br />
militer dimana pihak militer tidak mempunyai hak milik resmi. Menurut laporan yang<br />
sering beredar, di tahun-tahun belakangan ini, dana semacam ini tampaknya telah<br />
digunakan untuk mempermudah kegiatan-kegiatan tanpa ijin, seperti pembentukan<br />
kelompok-kelompok milisia. 517 Informasi yang terbaru menyatakan dengan kuat adanya<br />
pola yang tidak berbeda dengan pola yang mewarnai bisnis-bisnis milik militer: walaupun<br />
sebagian dana mungkin digunakan untuk tujuan operasional, kegiatan bisnis ilegal dan<br />
tidak resmi juga penuh dilanda korupsi dan orang-orang pribadi dan bukan institusilah<br />
yang sering memperoleh keuntungan.<br />
Pembayaran untuk berbagai macam layanan keamanan menjelaskan tatanan ini.<br />
Mengenai sindikat perlindungan ilegal, uang yang diterima oleh prajurit juga mengalir ke<br />
perwira atasan mereka. Seseorang yang telah melakukan penelitian mengenai kejahatan di<br />
Medan menerangkan bahwa jika tentara menjadi pelindung bisnis ilegal “ada kewajiban<br />
untuk memberikan uang kepada atasannya.” 518 Dalam hal pelayanan keamanan yang<br />
diorganisir secara informal di tingkat satuan, sebuah sistem perlindungan menjamin<br />
bahwa dana yang diperoleh di lingkungan prajurit berpangkat rendah akan mengalir ke<br />
perwira yang lebih senior. Perjanjian untuk menyewa tentara untuk layanan perlindungan<br />
juga sering dibuat oleh atasan mereka, yang memberikan tugas dan menyimpan uang<br />
yang diterima. 519 Komandan ini juga mengirimkan sebagian dari hasil tersebut ke atasan<br />
mereka. 520 Contohnya, kelompok hak asasi manusia Indonesia, Kontras, menemukan<br />
bahwa di satu daerah di Jawa Barat, batalyon militer di sana menerima pembayaran<br />
bulanan dari beberapa bisnis (dan juga dari pemerintah daerah). Pembayaran ini<br />
dibagikan menurut pangkat. Jumlah uang yang terlibat sangat kecil jika dibandingkan<br />
dengan pembayaran yang diberikan oleh Freeport (lihat “Perjanjian Keamanan Freeport”<br />
dalam Bab II: Anatomi Kegiatan Ekonomi Militer), tetapi di negara dimana gaji<br />
sangatlah rendah, uang ini dapat memberikan tambahan yang tidak sedikit bagi gaji<br />
prajurit. 521<br />
517<br />
Lihat, sebagai contoh, Kontras, Ketika Moncong Senjata Ikut Berniaga, hal. 22; ICG, “Indonesia: Next Steps<br />
in Military Reform,” hal. 14; ICG, “Indonesia: Keeping the Military Under Control,” hal. 17, 25; O’Rourke,<br />
Reformasi, hal. 371.<br />
518<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang peneliti yang telah mempelajari dunia kejahatan di<br />
Medan, Medan, 28 November 2004.<br />
519<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seseorang yang pernah menyewa tentara untuk memberikan jasa<br />
keamanan. Lihat juga M. Taufiqurrahman, “Military Told to Get Out of Business (Pihak Militer Diperintahkan<br />
untuk Berhenti Berbisnis),” Jakarta Post, 15 Agustus 2004.<br />
520<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang diplomat Barat yang tahu seluk beluk pengaturan ini.<br />
521<br />
Kontras, Ketika Moncong Senjata Ikut Berniaga, hal. 33-34.<br />
123<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)