Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
- “kontrol internal dan mekanisme pengawasan yang lemah atau tidak ada sama sekali di dalam<br />
pengelolaan yayasan;<br />
- “catatan keuangan yang tidak dapat dimengerti dan pengelolaan keuangan yang semrawut;<br />
- “pelanggaran asas-asas tata buku dalam pengelolaan keuangan mereka;<br />
- “hubungan yang tidak jelas antara yayasan, perusahaan, dan organisasi militer asalnya; dan<br />
- “penyalahgunaan dana yayasan untuk barang-barang yang tidak ada hubungannya sama sekali<br />
dengan maksud dan tujuan yayasan.” 504<br />
Salah satu petugas audit BPK pada sat itu menyebutkan temuan-temuan lain, diantaranya:<br />
- “Kepala staff atau komandan mempunyai peran yang dominan dalam menentukan pendapatan<br />
dan pengeluaran yayasan.<br />
- “Sumber dan anggaran yayasan yang berasal dari bisnis-bisnis militer tidak jelas terbuka dan<br />
tidak digunakan hanya untuk kesejahteraan prajurit. Ada tanda-tanda bahwa dana tersebut juga<br />
digunakan untuk membiayai persiapan operasi militer.<br />
- “Unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme masih sangat kuat. Ada praktek pelambungan<br />
harga, tidak ada laporan pertanggungjawaban yang teratur dan dana-dana telah digunakan secara<br />
tidak efektif. Sebagian besar dana yayasan tersebut disalurkan ke satuan-satuan komando dan<br />
digunakan sebagai dana taktis.” 505<br />
Audit tersebut, yang tidak diterbitkan di media massa, dikabarkan telah melaporkan bahwa satu<br />
yayasan militer telah menyelewengkan Rp. 207,437 milyar ($20,7 juta) dan bahwa dana-dana<br />
sebesar Rp. 87,975 milyar ($8,7 juta), Rp. 14,023 milyar ($1,4 juta), dan Rp. 13,98 milyar ($1,4<br />
juta) telah hilang dari tiga yayasan militer lainnya. 506 Asisten perencanaan umum untuk Panglima<br />
TNI saat itu, Letjen Wirahadikusumah yang biasa berbicara secara terang-terangan, mengatakan<br />
bahwa tidak adanya catatan yang benar mengenai pengeluaran-pengeluaran tersebut membuatnya<br />
curiga bahwa perwira-perwira militer telah menyelewengkan dana yang hilang tersebut ke kantong<br />
mereka sendiri. 507 Seburuk-buruknya apa yang ditemukan, temuan-temuan tersebut tidaklah<br />
seburuk yang mungkin terjadi. Yayasan-yayasan tersebut dikabarkan telah membenahi buku-buku<br />
mereka sebelum menyerahkannya kepada BPK. 508<br />
Seorang petugas audit menyatakan bahwa “selain tidak bisa menata buku, ada bukti-bukti yang<br />
menunjukkan bahwa informasi-informasi telah sengaja ‘dihilangkan’ atau dipalsukan.” 509 Juwono<br />
Sudarsono, pada saat itu dalam masa jabatan pertama sebagai menteri pertahanan,<br />
menambahkan: “kebodohan dan praktek-praktek korup ini berarti kita hanya dapat melihat hasil<br />
audit tersebut sebagai tanda gejala-gejala saja. 510<br />
503<br />
I. Gde Artjana, “Audit Terhadap Yayasan Militer,” 17 Mei 2001, arsip ada di <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>,<br />
diterjemahkan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Audit ini juga mencakup yayasan kesembilan, yang didirikan oleh<br />
aparat kepolisian.<br />
504<br />
Artjana, “Accountability in the Revenue dan Expenditure of the Military Budget.”<br />
505<br />
Artjana, “The Indonesian Military Budget Transparency and Accountability,” hal. 155.<br />
506<br />
Rinakit, The Indonesian Military After the New Order, mengutip Tempo, 19 November 2000.<br />
507<br />
Ibid., hal. 176.<br />
508<br />
McCulloch, “Trifungsi,” hal. 117.<br />
509<br />
Ibid., mengutip wawancara dengan I. Gde Artjana.<br />
121<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)