Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch
dibeli jika pemerintah tidak mendapatkan bantuan ini, juga menambah anggaran pemerintah pusat bagi militer. 482 Pengeluaran militer dari dana yang dikelola oleh pemerintah di tingkat-tingkat lain juga cukup besar. Karena desentralisasi telah memungkinkan tersedianya dana bagi pemerintah wilayah dan daerah, pemerintah-pemerintah daerah ini sering diminta untuk membantu menyumbangkan dana bagi pengeluaran militer. 483 Marcus Mietzner, seorang ahli hubungan sipil-militer di Indonesia, menggambarkan bagaimana hal ini berlangsung: Seperti di bawah Orde Baru, pihak militer meminta sebagian dari pendapatan daerah, seringkali disembunyikan dalam anggaran sebagai “dana stabilitas” atau sebagai bentuk-bentuk lain yang ada di bawah kuasa eksekutif. Bupati-bupati yang telah lama menduduki jabatan mereka melaporkan bahwa pemerintahan mereka terus menerima rekening untuk operasi-operasi besar TNI, mulai dari penyediaan dan bantuan keamanan ke pertolongan bencana alam dan program pembangunan. 484 Seorang penasehat pemerintah yang berbicara dengan Human Rights Watch mengatakan bahwa dia telah melihat dan meneliti sendiri rancangan pembiayaan yang diserahkan oleh pihak militer kepada pejabat berwenang di satu daerah di Jawa Tengah; rancangan tersebut telah disetujui oleh pemerintah daerah dan dibiayai dengan dana yang telah dialokasikan untuk tujuan lain. 485 Pejabat keuangan Indonesia mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa tidaklah jarang terjadi bahwa pemerintah lokal dan daerah membayar ongkos-ongkos militer tertentu. 486 Pengeluaran semacam itu, dan juga 482 Satu garis anggaran untuk kerja sama militer internasional dalam anggaran tahun 2005 dan 2006, yang memberikan angka-angka yang belum dijumlahkan, sebaliknya menunjukkan pengeluaran mengenai penempatan pasukan sebagai penjaga perdamaian internasional. Ibid. 483 Sebagai contoh, seorang pemimpin gereja dari Papua Barat, Pendeta Sofyan Yoman, melontarkan tuduhan di tahun 2005 bahwa sekitar Rp. 2,5 milyar ($275.000) dana otonomi lokal telah digunakan untuk membiayai operasi militer. Transkrip “Dateline,” sebuah acara berita migguan di TV Australia, 16 Maret 2005. Sebagai contoh lain, seorang komandan distrik militer di propinsi Lampung telah meminta pemerintah daerah untuk membiayai rencana operasi militer untuk memindahkan pohon-pohon yang telah ditebang secara ilegal dari taman nasional. Oyos Saroso H.N., “Corruption, no coordination benefit illegal loggers (Korupsi, tidak adanya koordinasi menguntungkan penebang liar),” Jakarta Post, 12 Desember 2005. 484 Mietzner, “Business as Usual?” hal. 255. Kegiatan semacam ini telah meningkat setelah desentralisasi. 485 Orang ini mengatakan bahwa laporan penggunaan dana yang diberikan kepada pihak militer tidak menyebutkan tujuan yang sebenarnya. Wawancara Human Rights Watch dengan seorang penasehat pemerintah daerah, Jakarta, April 2006. 486 Wawancara Human Rights Watch dengan pejabat-pejabat Departemen Keuangan. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 116
pembelian peralatan untuk pihak militer oleh pemerintah daerah, tidak termasuk dalam pengeluaran militer pemerintah pusat. 487 Sangat sulit untuk menentukan berapa besarnya semua pengeluaran ini, tetapi adalah salah untuk menggunakan alasan, seperti yang dikatakan oleh banyak pihak, bahwa pihak militer hanya menerima dana pemerintah yang terang-terangan ditujukan untuk pertahanan di dalam anggaran tahunan. Pernyataan tentang kekurangan anggaran yang cukup tinggi, biasanya juga gagal mempertimbangkan pemborosan yang merajalela yang bahkan telah diakui oleh pejabat tinggi pemerintah. Akhirnya, sangatlah penting untuk mempertimbangkan bahwa pemerintah telah meningkatkan anggaran militer dan pengeluarannya di tahun-tahun terakhir ini, seperti terlihat di Tabel 3, 4, dan 5. Batas tinggi dalam anggaran tahun 2006 untuk militer adalah sebesar Rp. 28,2 triliun ($3 milyar), sebuah peningkatan sebesar 28 persen dari alokasi di anggaran akhir pada tahun 2005. 488 Pemerintahan Yudhoyono juga menjelaskan bahwa pemerintah secara bertahap akan mempertinggi tingkat pengeluaran pemerintah di bidang pertahanan. 489 Mite 2: Bisnis-bisnis Pihak Militer Indonesia Memberikan Bantuan Besar untuk Menutupi Kekurangan Dananya Alasan yang diberikan untuk kegiatan bisnis militer di Indonesia sebagian adalah didasarkan atas pandangan bahwa bisnis-bisnis tersebut sukses berkarya. Bagian ini mengulas apa yang kita ketahui mengenai operasi dan keuntungan kegiatan ekonomi militer, baik legal maupun ilegal. Bagian ini menemukan bahwa bisnis-bisnis militer, biarpun telah menerima perlakuan istimewa yang mempertinggi kemungkinan mereka 487 Di tahun 2003 angkatan laut Indonesia meminta pemerintah daerah untuk membeli kapal-kapal patroli. Propinsi Riau menyetujui rencana ini, dan propinsi-propinsi lainnya juga mempertimbangkan hal itu juga, tetapi rencana ini terhambat setelah ada kecaman-kecaman yang mengatakan bahwa hanya pemerintah pusat saja yang mempunyai wewenang untuk melakukan pembelian bagi pihak militer. Imparsial, “Catatan Imparsial,” Critical Analysis on Defense Policy [Analisa Kritis tentang Kebijakan Pertahanan], vol. 1, Maret 2004. 488 Dokumen anggaran tahun 2006 yang diberikan oleh Departemen Keuangan menunjukkan bahwa Rp. 10,9 triliun ($1,2 milyar) telah dialokasikan kepada angkatan darat, Rp. 4,3 triliun ($473 juta) kepada angkatan laut, Rp. 3,3 triliun ($363 juta) kepada angkatan udara, Rp. 3,4 triliun ($374 juta) kepada Mabes TNI, dan Rp. 6,2 triliun ($682 juta) kepada departemen pertahanan. Departemen Pertahanan mengumumkan rencana untuk meningkatkan anggaran angkatan laut dan udara, yang selama ini selalu jauh lebih rendah dari anggaran angkatan darat. Tony Hotland, “Air Force, Navy to get bigger chunk of funds (Angkatan Udara, Laut, akan mendapatkan porsi lebih besar dari dana),” Jakarta Post, 19 April 2006. 489 Presiden Yudhoyono telah mengatakan bahwa anggaran militer yang ideal harus berada di antara 3 dan 5 persen dari PDB. Ridwan Max Sijabat, “Synergies needed to build modern defense industry (Sinergi dibutuhkan untuk membangun industri pertahanan modern),” Jakarta Post, 29 Januari 2005. Aparat militer Indonesia, dalam kertas kerja tahun 2003, mengatakan bahwa 3,65 persen dari PDB akan merupakan “sebuah anggaran yang wajar untuk kebutuhan pertahanan,” yang akan dicapai secara bertahap dalam jangka waktu sepuluh sampai lima belas tahun. Departemen Pertahanan Republik Indonesia, “Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21,” kertas putih, 2003, diterjemahkan oleh Human Rights Watch. Menteri pertahanan sebaliknya telah mengusulkan kenaikan tajam yang akan meningkatkan anggaran pertahanan di tahun 2009 menjadi lebih dari Rp. 141 triliun ($15 milyar). Sudarsono, “Defense Strategy dan National Security Policy,” hal. 25. 117 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)
- Page 71 and 72: mereka di pasar gelap. Koperasi TNI
- Page 73 and 74: seorangpun mencoba menjual [di pasa
- Page 75 and 76: Pembayaran yang lambat merupakan ke
- Page 77 and 78: Tanggapan yang ada hanyalah laporan
- Page 79 and 80: Masalah ini telah diselidiki secara
- Page 81 and 82: Konflik antara Aparat Militer-Kepol
- Page 83 and 84: satuan udara cadangan yang bermarka
- Page 85 and 86: Pihak militer dan pejabat pemerinta
- Page 87 and 88: Korupsi Besar Sejarah Indonesia mem
- Page 89 and 90: Banyak pembelian peralatan militer
- Page 91 and 92: yang sama juga terjadi di Maluku; p
- Page 93 and 94: diri, diambil oleh tentara yang kem
- Page 95 and 96: Di tempat lain di Aceh, sukarelawan
- Page 97 and 98: III. Hambatan bagi Reformasi Jika p
- Page 99 and 100: Sementara itu, pejabat Departemen K
- Page 101 and 102: kualitas data keuangan pemerintah,
- Page 103 and 104: 13,7419 triliun (rutin) 7,666 trili
- Page 105 and 106: adalah sekitar 2,26 persen dari GDP
- Page 107 and 108: walaupun telah ada perbaikan, terla
- Page 109 and 110: lisensi yang layak untuk memesan se
- Page 111 and 112: militer, tanpa ada penjelasan atau
- Page 113 and 114: mendarah-daging sehingga pejabat pe
- Page 115 and 116: mengambil uang tersebut dari dana d
- Page 117 and 118: militer. Yayasan militer menggunaka
- Page 119 and 120: Walaupun anggaran Angkatan Bersenja
- Page 121: Mite 1: Dana yang Dianggarkan untuk
- Page 125 and 126: enar bahwa bisnis-bisnis ini memain
- Page 127 and 128: - “kontrol internal dan mekanisme
- Page 129 and 130: Macam-macam Bisnis Militer yang Lai
- Page 131 and 132: ahwa tujuan perusahaan militer yang
- Page 133 and 134: Ditetapkannya ketentuan ini merupak
- Page 135 and 136: ingin diambil alih oleh pemerintah.
- Page 137 and 138: dijelaskan dalam peraturan-peratura
- Page 139 and 140: Rights Watch secara mandiri berhasi
- Page 141 and 142: untuk tujuan kesejahteraan prajurit
- Page 143 and 144: sumber daya pemerintah yang tidak s
- Page 145 and 146: IV. Rekomendasi Dibiarkannya bisnis
- Page 147 and 148: dari pendapatan di luar anggaran ya
- Page 149 and 150: memadai. Untuk mengatasi masalah in
- Page 151 and 152: Minta Pertanggungjawaban Penuh atas
- Page 153 and 154: tanggung jawab keuangan dan dapat m
- Page 155 and 156: Sejumlah pemerintah dari negara don
- Page 157 and 158: mengenai cara-cara untuk menyediaka
- Page 159 and 160: minyak Inggris-Amerika, BP, telah b
- Page 161 and 162: menyewa TNI untuk mendapatkan layan
- Page 163 and 164: Sumpit, PADI Indonesia, dan Walhi-K
dibeli jika pemerintah tidak mendapatkan bantuan ini, juga menambah anggaran<br />
pemerintah pusat bagi militer. 482<br />
Pengeluaran militer dari dana yang dikelola oleh pemerintah di tingkat-tingkat lain juga<br />
cukup besar. Karena desentralisasi telah memungkinkan tersedianya dana bagi pemerintah<br />
wilayah dan daerah, pemerintah-pemerintah daerah ini sering diminta untuk membantu<br />
menyumbangkan dana bagi pengeluaran militer. 483 Marcus Mietzner, seorang ahli hubungan<br />
sipil-militer di Indonesia, menggambarkan bagaimana hal ini berlangsung:<br />
Seperti di bawah Orde Baru, pihak militer meminta sebagian dari<br />
pendapatan daerah, seringkali disembunyikan dalam anggaran sebagai<br />
“dana stabilitas” atau sebagai bentuk-bentuk lain yang ada di bawah<br />
kuasa eksekutif. Bupati-bupati yang telah lama menduduki jabatan<br />
mereka melaporkan bahwa pemerintahan mereka terus menerima<br />
rekening untuk operasi-operasi besar TNI, mulai dari penyediaan dan<br />
bantuan keamanan ke pertolongan bencana alam dan program<br />
pembangunan. 484<br />
Seorang penasehat pemerintah yang berbicara dengan <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> mengatakan<br />
bahwa dia telah melihat dan meneliti sendiri rancangan pembiayaan yang diserahkan oleh<br />
pihak militer kepada pejabat berwenang di satu daerah di Jawa Tengah; rancangan<br />
tersebut telah disetujui oleh pemerintah daerah dan dibiayai dengan dana yang telah<br />
dialokasikan untuk tujuan lain. 485 Pejabat keuangan Indonesia mengatakan kepada<br />
<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> bahwa tidaklah jarang terjadi bahwa pemerintah lokal dan daerah<br />
membayar ongkos-ongkos militer tertentu. 486 Pengeluaran semacam itu, dan juga<br />
482<br />
Satu garis anggaran untuk kerja sama militer internasional dalam anggaran tahun 2005 dan 2006, yang<br />
memberikan angka-angka yang belum dijumlahkan, sebaliknya menunjukkan pengeluaran mengenai<br />
penempatan pasukan sebagai penjaga perdamaian internasional. Ibid.<br />
483<br />
Sebagai contoh, seorang pemimpin gereja dari Papua Barat, Pendeta Sofyan Yoman, melontarkan tuduhan<br />
di tahun 2005 bahwa sekitar Rp. 2,5 milyar ($275.000) dana otonomi lokal telah digunakan untuk membiayai<br />
operasi militer. Transkrip “Dateline,” sebuah acara berita migguan di TV Australia, 16 Maret 2005. Sebagai<br />
contoh lain, seorang komandan distrik militer di propinsi Lampung telah meminta pemerintah daerah untuk<br />
membiayai rencana operasi militer untuk memindahkan pohon-pohon yang telah ditebang secara ilegal dari<br />
taman nasional. Oyos Saroso H.N., “Corruption, no coordination benefit illegal loggers (Korupsi, tidak adanya<br />
koordinasi menguntungkan penebang liar),” Jakarta Post, 12 Desember 2005.<br />
484<br />
Mietzner, “Business as Usual?” hal. 255. Kegiatan semacam ini telah meningkat setelah desentralisasi.<br />
485<br />
Orang ini mengatakan bahwa laporan penggunaan dana yang diberikan kepada pihak militer tidak<br />
menyebutkan tujuan yang sebenarnya. Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang penasehat<br />
pemerintah daerah, Jakarta, April 2006.<br />
486<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan pejabat-pejabat Departemen Keuangan.<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 116