Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
walaupun telah ada perbaikan, terlalu sedikit informasi mengenai proses pembelian<br />
barang militer yang tersedia; informasi tersebut hanya diketahui oleh segelintir pejabat<br />
saja, dan anggota DPR pada umumnya tidak mempunyai keahlian teknis atau dukungan<br />
personil untuk dapat meneliti masalah ini sedalam-dalamnya. 410<br />
Departemen Pertahanan telah berusaha sejak tahun 2005 untuk membuat pembelian<br />
barang militer lebih mudah dimengerti dan untuk meningkatkan tingkat pengawasan atas<br />
pembelian barang militer. Departemen Pertahanan mengumumkan aturan-aturan baru<br />
yang mewajibkan pihak-pihak yang bersangkutan dalam perjanjian jual-beli senjata<br />
tertentu (perjanjian yang dibiayai melalui hutang kredit ekspor) untuk menandatangani<br />
suatu janji integritas yang mengatakan bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan<br />
korupsi, kolusi, dan nepotisme. 411 Aturan tersebut juga mengumumkan suatu kebijakan<br />
“satu pintu” bagi pembelian barang militer yang akan memusatkan pengawasan di tangan<br />
departemen pertahanan. Langkah-langkah semacam ini adalah sesuai dengan Undangundang<br />
No. 3/2002 tentang Pertahanan, yang dengan jelas memberikan wewenang atas<br />
“kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, [dan] pengelolaan sumber daya<br />
nasional” dalam tubuh militer kepada Departemen Pertahanan yang dipimpin oleh warga<br />
sipil. 412<br />
Dari awal telah timbul masalah sehubungan dengan kepatuhan terhadap aturan ini.<br />
Sebagai contoh, seorang juru bicara angkatan udara Indonesia di akhir tahun 2005<br />
mengatakan bahwa angkatan udara telah merencanakan untuk memesan langsung suku<br />
cadang dari Amerika Serikat tanpa melalui jalur pembelian kebutuhan pertahanan dalam<br />
Departemen Pertahanan, dan bahwa angkatan-angkatan lainnya juga akan berbuat<br />
sama. 413 Situasi ini mengakibatkan Menteri Pertahanan mengadakan rapat tinggi dengan<br />
pimpinan militer dan pejabat-pejabat lainnya pada bulan Januari 2006 untuk mencoba<br />
410<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Abdillah Toha dan Deddy Djamaludin Malik, anggota DPR dalam<br />
Komisi I, Jakarta, 15 April 2006.<br />
411<br />
Peraturan ini disampaikan melalui sebuah surat keputusan, Surat Keputusan No. SKEP/01/M/I/2005. Andi<br />
Widjajanto, “Integrity pact for defense procurements (Janji integritas diri bagi pembelian peralatan pertahanan),”<br />
opini-editorial, Jakarta Post, 12 Desember 2005.<br />
412<br />
Undang-undang No. 3/2002, Pasal 16 (6), diterjemahkan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Undang-undang ini<br />
menyatakan bahwa menteri mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan mengenai “pembinaan teknologi<br />
dan industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan komponen kekuatan pertahanan”<br />
dan untuk “bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta [untuk] menyusun<br />
dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.”’<br />
Ibid., Pasal 16 (6) dan Pasal 16 (7).<br />
413<br />
Juru bicara ini, Marsekal Pertama Sagoem Tamboen, khusus menyebutkan maksud angkatan udara untuk<br />
membeli suku cadang pesawat melalui kontrak dengan AS; rencana ini selanjutnya telah ditunda atau<br />
dibatalkan. Tamboen mengatakan bahwa angkatan udara boleh saja mengatur langsung pembelian tersebut<br />
karena kontrak asal pembelian tersebut telah disetujui sebelum ditetapkannya undang-undang pertahanan<br />
tahun 2002. “Indonesian Air Force to Continue Previous Purchase Contracts with USA (Angkatan Udara<br />
Indonesia Akan Meneruskan Kontrak Pembelian Terdahulu dengan AS),” TempoInteractive.com, 29 Desember<br />
2005.<br />
101<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)