Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ... Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

repository.usu.ac.id
from repository.usu.ac.id More from this publisher
27.12.2013 Views

7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lateks Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25- 45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, iklim, sistem deres, dan kondisi tanah (Southron, 1968). Karet merupakan bahan polimer yang elastis dan sangat berguna dalam menghasilkan berbagai macam produk seperti kasur karet, bahan-bahan otomotif, bahan-bahan rumah tangga dan sebagainya. Sebelum produk ini dapat dihasilkan, karet mentah yang digunakan perlu diproses mengikuti prosedur tertentu agar karet mempunyai bentuk fisik dan sifat-sifat yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan ( Spilane, 1989). Lateks sebagai bahan baku barang jadi karet, harus memiliki kualitas yang baik. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah: 1. Faktor kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain) 2. Iklim (musim dingin mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil). 3. Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium dan baja tahan karat). 4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak dan jangka waktu) 5. Kualitas air dalam pengolahan 6. Bahan-bahan kimia yang digunakan dan komposisi lateks Universitas Sumatera Utara

7<br />

BAB 2<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

2.1. Lateks<br />

Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi<br />

oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-<br />

45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi<br />

karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, iklim, sistem deres, dan<br />

kondisi tanah (Southron, 1968).<br />

Karet merupakan bahan polimer yang elastis dan sangat berguna dalam<br />

menghasilkan berbagai macam produk seperti kasur karet, bahan-bahan otomotif,<br />

bahan-bahan rumah tangga dan sebagainya. Sebelum produk ini dapat dihasilkan,<br />

karet mentah yang digunakan perlu diproses mengikuti prosedur tertentu agar karet<br />

mempunyai bentuk fisik dan sifat-sifat yang diperlukan dalam menghasilkan produk<br />

yang diinginkan ( Spilane, 1989).<br />

Lateks sebagai bahan baku barang jadi karet, harus memiliki kualitas yang<br />

baik. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah:<br />

1. Faktor kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain)<br />

2. Iklim (musim dingin mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan<br />

lateks tidak stabil).<br />

3. Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan (yang baik<br />

terbuat dari aluminium dan baja tahan karat).<br />

4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak dan jangka waktu)<br />

5. Kualitas air dalam pengolahan<br />

6. Bahan-bahan kimia yang digunakan dan komposisi lateks<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


8<br />

Bila kadar air tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang sempurna<br />

atau penyimpanan dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur<br />

akan terjadi dan lazim disertai dengan timbulnya bintik-bintik warna dipermukaan<br />

lembaran. Bintik-bintik ini akan merusak kualitas dan menyebabkan produk tersebut<br />

tidak disukai dalam perdagangan (Setyamidjaja, 1993).<br />

Selain faktor diatas lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :<br />

1. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh<br />

2. Tidak terdapat kotoran atau benda lain seperti daun atau kayu<br />

3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks<br />

4. Warna putih dan berbau lateks segar<br />

5. Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun<br />

bermutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%<br />

(Penebar swadaya, 1992).<br />

Komposisi lateks segar secara garis besar dipaparkan pada tabel 2.1.<br />

Tabel 2.1. Komposisi Lateks Segar<br />

Komponen Persentase (%)<br />

Kandungan karet 35.62<br />

Resin 1.65<br />

Protein 2.03<br />

Kadar abu 0.70<br />

Zat gula 0.34<br />

Air 59.62<br />

(Sumber Setyamidjaja, 1993).<br />

2.2. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis<br />

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah<br />

lateks sintetis, tetapi sesungguhya karet alam belum dapat digantikan oleh karet<br />

sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


9<br />

karet sintetis. Karet alam mempunyai kelebihan dibandingkan dengan karet sintetis<br />

diantaranya adalah :<br />

1. Memiliki daya elastis dan daya lenting yang sempurna<br />

2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah<br />

3. Mempunyai daya aus yang tinggi<br />

4. Tidak mudah panas (low heat built up)<br />

5. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (goove cracking<br />

resistance)<br />

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap<br />

berbagai zat kimia dan harganya cenderung bisa dipertahankan tetap stabil.<br />

Pengiriman atau suplai karet sintetis dalam jumlah lebih jarang mengalami kesulitan.<br />

Hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam. Harga dan pasokan karet alam selalu<br />

mengalami perubahan, bahkan kadang-kadang bergejolak. Harga bisa turun drastis<br />

sehingga bisa merusak harga pasaran dan merisaukan para produsennya. Kadangkadang<br />

karena suatu sebab seperti keluarnya peraturan pemerintah di negara produsen<br />

yang menginginkan kondisi tertentu terhadap industri karet dalam negerinya, maka<br />

akan mempengaruhi pasaran internasional. Suatu kebijaksanaan politik misalnya dari<br />

pihak pengusaha maupun pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap usaha<br />

perkaretan alam secara luas.<br />

Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun<br />

bisnisnya, akan tetapi menurut beberapa ahli, karet alam tetap mempunyai pangsa<br />

pasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar<br />

terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar<br />

karet alam (Penebar Swadaya, 1999).<br />

2.3. Jenis-Jenis Karet Alam<br />

Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula<br />

sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet sintetik dan karet alam. Karet<br />

sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


10<br />

yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile<br />

Butadiene Rubber), EPDM (Ethil Propil Di Monomer), karet silikon, dan Urethane.<br />

Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis.<br />

Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam<br />

hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur<br />

kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat<br />

dibutuhkan terutama oleh industri ban. Dewasa ini karet alam diproduksi dalam<br />

berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, crumb rubber, karet siap atau tyre<br />

rubber, dan karet reklim (Reclimed Rubber).<br />

a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang<br />

umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi<br />

40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan,<br />

kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks<br />

pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar<br />

NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.<br />

b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet krep<br />

(crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks<br />

kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi<br />

lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit<br />

asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep.<br />

Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran<br />

karet. Mutu karet akan makin tinggi bila permukaannya makin seragam, tidak ada<br />

gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin<br />

kekar/kokoh.<br />

c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis<br />

(TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan<br />

secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisika-kimianya seperti<br />

kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney.<br />

Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian<br />

Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari<br />

perkebunan rakyat. Dikarenakan bahan bakunya kotor, maka proses pengolahan<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


11<br />

dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan ukuran (size<br />

reduction) dan pencucian.<br />

d) Karet siap atau Tyre Rubber<br />

Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat<br />

langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang<br />

menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa<br />

kelebihan dibandingkan karet konvensional. Ban atau produk-produk karet lain<br />

jika menggunakan tyre rubber sebagai bahan bakunya memiliki mutu yang lebih<br />

baik dibandingkan jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu<br />

jenis karet ini memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan<br />

karet sintetis.<br />

e) Karet Reklim (Reclimed Rubber)<br />

Karet reklim merupakan karet yang diolah kembali dari barang-barang karet<br />

bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karet reklim biasanya digunakan sebagai<br />

bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat<br />

yang dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan<br />

(mastication) dan pencampuran yang lebih cepat. Produk yang dihasilkan juga<br />

lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah<br />

kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur<br />

ulang. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban<br />

(Tim Penulis, 1999).<br />

2.4. Struktur Kimia Karet<br />

Karet alam umumnya diperoleh dari lateks yang berasal dari pohon Havea<br />

Braziliensis. Karet alam terdapat sebagai suspensi koloid dari berbagai partikel karet<br />

yang sangat kecil dalam cairan putih seperti susu disebut lateks. Masing-masing butir<br />

karet diselubungi oleh protein dan lipid. Karet alam yang umum dikenal adalah policis-1,4-isopren<br />

(Suharto, 1993).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


12<br />

Poliisopren yang dikenal ada 2 jenis yakni:<br />

1. Cis-1,4 poliisopren (karet alam)<br />

2. Trans-1,4 poliisopren (gutta perca) (Fessenden, 1990).<br />

Struktur kedua isomer ini digambarkan sebagai berikut:<br />

H 3 C H H 3 C CH 2 n<br />

C=C<br />

C=C<br />

H 2 C CH 2 n H 2 C H<br />

Cis-1,4 poliisopren (karet alam)<br />

Gambar 2.1. Struktur isomer karet<br />

trans-1,4 poliisopren (gutta perca)<br />

2.5. Sifat-Sifat Karet Alam<br />

Warnanya agak kecoklatan, tembus cahaya atau setengah tembus cahaya dengan berat<br />

jenis 0,91-0,93 kg/l. Sifat mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga<br />

dapat dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonit. Temperatur<br />

penggunaan yang paling tinggi 99 0 C, melunak pada suhu 130 0 C dan terurai suhu<br />

200 0 C. Sifat isolasi listriknya berbeda karena perbandingan pencampuran aditif.<br />

Namun demikian, karakteristik listrik pada frekwensi tinggi adalah jelek. Sifat<br />

kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat tersebut dapat<br />

larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang kenyal agak<br />

mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon. Karet alam digunakan secara luas untuk<br />

ban mobil, pengemas karet, penutup isolasi listrik, sol sepatu dan sebagainya<br />

(Kartowardoyo, 1980).<br />

Sifat-sifat karet yang terpenting untuk menjamin mutunya adalah:<br />

1. Viskositasnya harus rendah<br />

2. Ketahanan oksidasi harus cukup tinggi<br />

3. Sifat-sifat pematangan harus cepat matang tanpa penyaluran terlalu cepat<br />

4. Kadar zat tambahan dan kotoran harus serendah mungkin<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


13<br />

Pada pertemuan karet internasional di London tahun 1949, delegasi Perancis<br />

untuk pertama kalinya mengemukakan suatu cara baru bagi penggolongan mutu karet<br />

alam. Menurut cara ini karet alam dibedakan jenis mutunya atas dasar sifat<br />

keterolahan dan sifat pematangan (vulkanisasi) nya diketahui dengan menentukan<br />

viskositas Mooney karet alam mentah dengan ”Mooney-viscosimeter” (Kartowardoyo,<br />

1980).<br />

2.6. Komponen-Komponen yang Mempengaruhi Sifat Lateks<br />

Komponen-komponen bukan karet didalam lateks sangat mempengaruhi sifat lateks,<br />

diantaranya ada yang berakibat bagus tetapi ada juga yang berakibat buruk terhadap<br />

lateks. Adapun komponen-komponen tersebut yaitu protein, karbohidrat dan ion-ion<br />

logam.<br />

Protein<br />

Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v)<br />

dan sekitar 20% dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian<br />

larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi<br />

sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang<br />

mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama<br />

partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan<br />

adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung<br />

partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk<br />

flokulasi atau gumpalan.<br />

Karbohidrat<br />

Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa dan<br />

fruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhan<br />

mikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak. Asam lemak ini<br />

menurunkan kemantapan mekanik dan pH lateks. Jika pH berada pada titik isoeletrik<br />

maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan aktivitas mikroba biasanya<br />

ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium sulfit dan formaldehid.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


14<br />

Ion-ion Logam<br />

Ion-ion logan seperti Ca 2+ dan Mg 2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan<br />

muatan negatif dari partikel dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta<br />

rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan<br />

menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu<br />

kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu<br />

kemantapan, juga mengganggu kestabilan sistem koloid lateks tersebut (Zahara,<br />

2005).<br />

2.7. Sistem Koloid Lateks<br />

Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada<br />

permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar<br />

(lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Lapisan<br />

pelindung lipida, protein, dan lapisan sabun asam lemak tersebut bertindak sebagai<br />

pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang<br />

mantap. Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi, koagulasi maka hal ini menunjukkan<br />

bahwa stabilitas koloid lateks terganggu atau rusak.<br />

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah sebagai berikut :<br />

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air<br />

(serum) misalnya asosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan<br />

partikel karet<br />

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri<br />

(Ompusunggu, 1989).<br />

2.8. Penggumpalan Lateks<br />

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil<br />

penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama<br />

berlaku untuk alat-alat yang dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


15<br />

dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotorankotoran<br />

yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan<br />

terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk<br />

diolah.<br />

Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan.<br />

Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat<br />

anti koagulasi (anti koagulan) untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Tetapi<br />

pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena<br />

biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi anti koagulan<br />

memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus<br />

dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dapat juga menghambat proses<br />

pengeringan (Setyamidjaja, 1993).<br />

Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi<br />

dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya.<br />

Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau<br />

lipida menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan<br />

dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan menambahkan alkohol yang<br />

bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan<br />

elektrolit bermuatan positif yang dapat menetralkan muatan negatif dari sistem koloid<br />

seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988).<br />

Adapun bahan-bahan pengumpal lateks yang sering digunakan adalah asam<br />

asetat (CH 3 COOH) dan asam formiat ( HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks,<br />

harus diperhatikan hal-hal berikut :<br />

1. Jumlah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 ml CH 3 COOH<br />

2,5 % atau 20 ml HCOOH 2% tiap 1 liter lateks.<br />

2. Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung<br />

udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


16<br />

2.8.1. Asam Asetat<br />

Asam asetat (CH 3 COOH) berbentuk cairan yang tidak berwarna dengan bau<br />

yang menusuk. Zat ini korosif terhadap kulit manusia. CH 3 COOH dapat dibuat<br />

dengan cara sintetis dan dengan cara fermentasi. Secara fermentasi asam asetat dapat<br />

dibuat melalui proses pengubahan karbohidrat atau bahan-bahan yang mengandung<br />

gula dengan bantuan mikroba (Zahara, 2005).<br />

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik<br />

yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka<br />

memiliki rumus empiris C 2 H 4 O 2 . Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk<br />

CH 3 COOH atau CH 3 CO 2 H. Asam asetat murni (asam asetat glasial) adalah cairan<br />

higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Asam asetat adalah<br />

senyawa kimia dengan rumus molekul CH 3 COOH, berupa cairan jernih tidak<br />

berwarna, berbau tajam, dan berasa asam. Bahan kimia ini memiliki titik didih sekitar<br />

117,9 C pada tekanan 1 atm, dan pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan korosif<br />

pada berbagai jenis logam.<br />

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah<br />

asam formiat. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya<br />

hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH 3 COO - . Asam asetat merupakan<br />

pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam<br />

produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat,<br />

maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat<br />

digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering<br />

digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat<br />

mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang,<br />

sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Wagner,1978).<br />

2.9. Bahan Pengisi (Filler)<br />

Pengisi adalah bahan yang banyak digunakan untuk ditambahkan pada bahan polimer<br />

yang dapat meningkatkan sifat-sifatnya dan kemampuan pemrosesan atau untuk<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


17<br />

mengurangi biaya. Bahan pengisi dapat digunakan sebagai penguat, perbaikan<br />

temperatur deformasi termal, pelindung, ketahanan cuaca dan perbaikan sifat<br />

pencetakan (Surdia, 1992).<br />

Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet.<br />

1. Bahan pengisi yang tidak aktif, hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada<br />

karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya lebih<br />

banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena harga ini<br />

berharga murah. Contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium<br />

karbonat, barium sulfat dan barit.<br />

2. Bahan pengisi aktif atau penguat, untuk menambah kekerasan, ketahanan sobek,<br />

ketahanan kikisan serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan.<br />

Contohnya karbon hitam, silika, aluminium silikat dan magnesium silikat.<br />

(Tim penulis, 1992).<br />

Tanah liat adalah salah satu bahan pengisi non arang yang sering dipakai<br />

sebagai bahan pengisi pada industri karet. Tanah liat adalah mineral murah dan telah<br />

menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai bahan<br />

pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa karet alami maupun<br />

karet sintetis. Ada banyak jenis tanah liat, tapi montmorillonite mempuyai catatan<br />

panjang sebagai bahan anorganik paling penting yang ditambahkan sebagai bahan<br />

pengisi ke dalam lateks alami (Frounchi et al, 2006; Dong et al, 2006).<br />

Arang merupakan suatu padatan berpori yang terdiri dari karbon yang<br />

berbentuk amorf. Karbon amorf meliputi sejumlah besar senyawa yang bagian<br />

terbesarnya adalah karbon, termasuk didalamnya arang, arang aktif dan karbon black.<br />

Arang diperoleh dari hasil pembakaran bahan-bahan yang mengandung karbon dengan<br />

udara terbatas pada suhu tinggi. Arang bukan merupakan karbon murni tapi masih<br />

mengandung hidrokarbon dari abu yang terabsorpsi pada permukaannya. Besarnya<br />

kandungan karbon yang terdapat dalam arang tergantung pada bahan baku dan cara<br />

pembuatannya. Arang yang bermutu baik biasanya mengandung 75 % atau lebih<br />

karbon dengan kandungan hidrokarbon tidak lebih dari 28 % (Ganda Tua, 2004).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


18<br />

Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan<br />

menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan.<br />

Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain.<br />

Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan menyerupai batu bara ini terdiri dari<br />

85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Arang gas<br />

adalah suatu bentuk dari karbon yang tidak berbentuk dan mempunyai area permukaan<br />

yang tinggi dibandingkan dengan volumenya. Arang digunakan sebagai suatu pigmen<br />

dan penguat dalam karet dan produk plastik.<br />

Arang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Arang<br />

atau kayu dibakar di dalam generator gas kayu untuk menggerakan mobil dan bus. Di<br />

Perancis pada saat Perang Dunia <strong>II</strong>, produksi kayu dan arang untuk kendaraan<br />

bermotor meningkat dari 50.000 ton sebelum perang menjadi 500.000 ton pada tahun<br />

1943 (Chris Pearson, 1944).<br />

Adapun proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:<br />

1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai<br />

temperatur 170 °C.<br />

2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas<br />

170°C akan menghasilkan CO, CO 2 dan asam asetat. Pada suhu 275°C,<br />

dekomposisi menghasilkan “ter”, metanol dan hasil samping lainnya.<br />

pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 0 C.<br />

3. Aktifasi : dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan<br />

uap atau CO 2 sebagai aktifator.<br />

Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan<br />

baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan<br />

terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara<br />

memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul – molekul permukaan<br />

sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas<br />

permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Menurut S<strong>II</strong><br />

No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum<br />

pada tabel 2.2.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


19<br />

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif<br />

Jenis<br />

Persyaratan<br />

Bagian yang hilang pada pemanasan 950 o C Maksimum 15%<br />

Air Maksimum 10%<br />

Abu Maksimum 2,5%<br />

Bagian yang tidak diperarang<br />

Tidak nyata<br />

Daya serap terhadap larutan I Minimum 20%<br />

Ada dua macam tipe karbon aktif yaitu :<br />

1. Arang aktif sebagai pemucat<br />

Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai<br />

1000 A 0 yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk<br />

memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak<br />

diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat – zat penganggu dan kegunaan<br />

yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh<br />

dari serbuk – serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku<br />

yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.<br />

2. Arang aktif sebagai bahan penyerap uap<br />

Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori<br />

berkisar antara 10-200 A 0 . Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase<br />

gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau katalis pada<br />

pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari<br />

tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur<br />

keras.<br />

Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif untuk<br />

masing- masing tipe, pernyataan diatas bukan merupakan suatu keharusan.<br />

2.9.1 Kemiri (Aleurites moluccana)<br />

Kemiri (Aleurites moluccana), adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai<br />

sumber minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan antar negara dikenal sebagai<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


20<br />

candleberry, Indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree<br />

atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk<br />

digunakan sebagai bahan campuran cat dan dikenal sebagai tung oil.<br />

Tanaman ini sekarang sudah tersebar luas di daerah-daerah tropis. Tinggi<br />

tanaman ini mencapai sekitar 15-25 meter. Daunnya berwarna hijau pucat. Biji yang<br />

terdapat di dalamnya memiliki lapisan pelindung yang sangat keras dan mengandung<br />

minyak yang cukup banyak, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lilin.<br />

Kemiri adalah tumbuhan resmi negara bagian Hawaii (http://www.sallysplace.com/food/cuisines/indonesia.htm).<br />

Kemiri dalam bahasa Inggris disebut Candlenut banyak tumbuh di daerah<br />

Nusa Tenggara Timur, Sulawesi dan <strong>Sumatera</strong>. Berdasarkan data dari Departemen<br />

Pertanian produksi kemiri Nasional terus meningkat dari 74317 ton pada tahun 2000<br />

menjadi 89155 ton pada tahun 2003. Kemiri mempunyai dua lapis kulit yaitu kulit<br />

buah dan cangkang, dari setiap kilogam biji kemiri akan dihasilkan 30% inti dan 70%<br />

cangkang (Amstrong, 2006).<br />

Jenis-jenis kemiri yang tersebar di dunia dapat diklasifikasikan sebagai<br />

berikut:<br />

1. Aleurites Moluccana Willd<br />

Jenis kemiri ini tersebar luas di berbagai daerah tropis dan sub tropis. Kabarnya,<br />

tanaman ini merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Maluku. Itulah<br />

sebabnyan memakai spesies moluccana. Meskipun begitu, banyak ahli yang tidak<br />

sependapat. Menurut mereka, Aleurites moluccana berasal dari Semenanjung<br />

Malaka. Tanaman Aleurites moluccana dapat mencapai tinggi 39 m dengan<br />

diameter batang 110 cm. Tanaman ini tumbuh liar di pinggir hutan atau telah<br />

dibudidayakan. Di Jawa, tanaman kemiri ini pernah ditanam sebagai tanaman<br />

reboisasi untuk menutupi bukit-bukit berpasir. Buah kemiri ini banyak<br />

dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Minyak berkualitas cukup baik dan<br />

mempunyai nilai ekonomi tinggi di pasaran. Di Philipina minyak tersebut dikenal<br />

sebagai lumbang oil.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


21<br />

2. Aleurites trisperma Blanco<br />

Tanaman ini tumbuh pada tanah yang agak bergelombang di dataran menengah<br />

dapat tumbuh di daerah yang kurang subur tanahnya. Kemiri Aleurites trisperma<br />

yang berasal dari Philipina dan dikenal dengan nama lumbang banucalag dulu<br />

pernah ditanam di daerah Karawaci dan Cilongol (Tanggerang), tetapi tidak<br />

berkembang. Sekarang kemiri ini, yang di Jawa Barat dinamakan kemiri cina atau<br />

muncang cina, tumbuh tersebar di Karawang, Tanggerang, Cianjur, Jasinga, dan di<br />

daerah sekitarnya. Tanaman Aleurites trisperma mencapai tinggi sekitar 15 m,<br />

bertajuk penuh dan berdaun hijau tua. Kemiri ini dapat berbuah mulai umur 8<br />

tahun, walaupun dalam jumlah sedikit. Buahnya apabila dikeringkan begitu saja,<br />

akan menjadi keriput. Tempurungnya mudah dipisahkan dari daging bijinya bila<br />

dipecah. Apabila dagingnya dimakan mulut terasa terbakar, diikuti tenggorokan<br />

dan perut, sehingga menyebabkan muntah-muntah. Dari daging bijinya yang<br />

beracun dapat dihasilkan sekitar 56% minyak pakal. Karena kulit bijinya tipis maka<br />

biji tersebut harus cepat diolah agar rendemen minyaknya tidak berkurang. Kualitas<br />

minyak ini kurang begitu baik karena tidak tahan disimpan. Jika disimpan lama,<br />

warna minyaknya menjadi merah gelap dan akan berbau busuk, serta terasa perih<br />

dan menyebabkan luka bila kena kulit. Oleh karena itu, meski berkhasiat sebagai<br />

racun serangga, minyak kemiri jenis ini kurang diminati.<br />

3. Aleurites Fordii Hemsley<br />

Kemiri ini berasal dari Cina Tengah dan tersebar paling luas di perbukitan dekat<br />

sungai Yangtze di Propinsi Hupeh. Di daerah asalnya kemiri ditanam di<br />

pekarangan, daerah perbukitan, serta lereng-lereng gunung yang tidak<br />

menguntungkan untuk tanaman lain. Jenis ini juga merupakan jenis yang paling<br />

banyak ditanam di Cina (90% dari seluruh tanaman kemiri Cina) karena minyaknya<br />

yang bermutu tinggi. Selain di Cina, jenis ini banyak pula ditanam di Florida, USA.<br />

Namun, sayangnya tanaman ini tidak dapat dibudidayakan di dataran rendah.<br />

Tinggi tanaman kemiri jenis ini lebih dari 10 m. Habitatnya seperti semak dengan<br />

daun duduk, berbentuk hati, dan berwarna kemerahan. Pada ujung tangkai daun<br />

terdapat kelenjar. Buah kemiri ini berbentuk bulat, mengkilap. Minyak kemiri dari<br />

jenis ini merupakan minyak kemiri yang berkualitas paling baik dibandingkan<br />

dengan minyak kemiri lainnya. Oleh karena itu, minyak ini laku keras di pasaran.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


22<br />

Sebutannya minyak tung (tung oil), chinese houtolie, atau minyak kayu cina.<br />

Minyak tung ini tahan terhadap cuaca dan air dengan kualitas sangat tinggi serta<br />

mengandung asam elaeostearik yang tinggi (76-82 %)<br />

4. Aleurites Montana Wilson<br />

Kemiri Aleurites Montana tumbuh di daerah subtropis dan diduga berasal dari Cina<br />

Selatan dan Inducina. Tanaman ini bisa mencapai tinggi 18 m, berbatang kurus<br />

dengan percabangan teratur, daunnya berkeluk, tajuk daun putih dengan tulang<br />

daun yang kelihatan jelas dan memmpunyai 3-5 tangkai daun yang mengandung<br />

kelenjar. Dari hasil pengamatan Balittro di Kebun Percobaan Cibinong diketahui<br />

bahwa kemiri jenis ini telah mulai berbuah pada umur 2 tahun. Pada umur 4 tahun<br />

produksinya sudah mencapai lebih dari 10 kg perpohon. Minyak dari tanaman ini<br />

juga berkualitas baik karena mengandung asam elaeostearik sebesar 70-78 %<br />

(mirip minyak tung). Oleh karena itu, dalam perdagangannya, kedua minyak ini<br />

tidak dibedakan. Minyak ini juga disebut chinese houtolie karena banyak dipakai<br />

sebagai pernis (pengilapan kayu). Minyak kayu cina pada suhu 250 0 C akan<br />

berubah menjadi suatu gumpalan padat yang tidak larut sehingga sulit dipalsukan.<br />

5. Aleurites Cordata Robert.<br />

Tanaman ini berasal dari Jepang, banyak tumbuh di pulau-pulau dekat Tokyo.<br />

Tanaman yang di Jepang disebut abura-giri ini tidak mempermasalahkan iklim<br />

tumbuhnya, tetapi hanya menghendaki tanah yang baik dan kaya unsur hara. Di<br />

Indonesia, tanaman ini dapat ditemui di Kebun Raya Bogor dan Cipanas. Di<br />

Kualalumpur jenis ini pernah dicoba ditanam, tetapi gagal. Minyaknya dikenal<br />

dengan tung oil. Minyak ini digunakan sebagai bahan bakar lampu dan digunakan<br />

dalam industri mesin. Selain itu, juga digunakan untuk mengawetkan kayu<br />

meskipun kualitasnya rendah karena hanya mengandung sedikit asam elaeostearik.<br />

Minyak ini kurang memiliki arti penting dalam perdagangan dunia karena cepat<br />

sekali mengental (Paimin, 1997).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


23<br />

2.9.2. Kegunaan kemiri<br />

Kemiri memiliki kesamaan dalam rasa dan tekstur dengan macadamia yang juga<br />

memiliki kandungan minyak yang hampir sama. Kemiri sedikit beracun ketika<br />

mentah. Kemiri sering digunakan dalam masakan Indonesia dan masakan Malaysia.<br />

Di Pulau Jawa, kemiri juga dijadikan sebagai saus kental yang dimakan dengan<br />

sayuran dan nasi. Beberapa bagian dari tanaman ini sudah digunakan dalam obatobatan<br />

tradisional di daerah-daerah pedalaman. Minyaknya digunakan sebagai bahan<br />

tambahan dalam perawatan rambut (untuk menyuburkan rambut). Bijinya dapat<br />

digunakan sebagai pencahar. Di Jepang, kulit kayunya telah digunakan untuk tumor.<br />

Di <strong>Sumatera</strong>, bijinya dibakar dengan arang, lalu diolesi di sekitar pusar untuk<br />

menyembuhkan diare. Di Jawa, kulit batangnya digunakan untuk diare atau disentri.<br />

Di Hawai, pada masa kuno, kemiri yang dinamai kukui dibakar untuk menghasilkan<br />

cahaya. Kemiri disusun berbaris memanjang pada sebuah daun palem, dan dinyalakan<br />

salah satu ujungnya, dan akan terbakar satu demi satu setiap 15 menit atau lebih. Ini<br />

juga berguna sebagai alat pengukur waktu. Misalnya, seseorang bisa meminta orang<br />

lain untuk kembali ke rumah sebelum kemiri kedua habis terbakar.<br />

Di Tonga, sampai sekarang, kemiri yang sudah matang (tuitui) dijadikan pasta<br />

(tukilamulamu), digunakan sebagai sabun dan shampoo. Kemiri juga dibakar dan<br />

dicampur dengan pasta dan garam untuk membuat bumbu masak khas Hawai yang<br />

disebut inamona. Inamona adalah bumbu masak utama untuk membuat poke<br />

tradisional Hawai (http://www.sallys-place.com/food/cuisines/indonesia.htm).<br />

2.10. Pengujian Mutu Lateks<br />

2.10.1.Plastisitas<br />

Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata<br />

lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisasi adalah<br />

kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari pada<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


24<br />

ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya bersifat<br />

mengukur konsistensi (ketahanan terhadap deformasi) (Kartowardoyo, 1980).<br />

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung di uji tanpa<br />

perlakukan khusus sebelumnya. Akibat jika Po Rendah adalah :<br />

<br />

<br />

<br />

Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan<br />

syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah<br />

mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman<br />

dalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur<br />

bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan nilai Po.<br />

Nilai Po rendah juga bisa disebabkan oleh pengeringan pada suhu terlalu tinggi<br />

(lebih dari 130 0 C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang<br />

kurang matang. Pemeraman dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan<br />

disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.<br />

Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku, yaitu lateks<br />

kebun. Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai Po atau viskositas<br />

yang mungkin berbeda. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap<br />

nilai Po maupun ketahan karet terhadap pengusangan (PRI)<br />

Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan<br />

karet terhadap degradasi oleh oksida pada suhu tinggi. Plastisitas retensi indeks dapat<br />

ditentukan dengan Wallace Plastimer. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet<br />

sebelum dipanaskan pada suhu 140 0 C selama 30 menit). Akibat jika PRI rendah<br />

adalah :<br />

<br />

<br />

PRI menggambarkan ketahanan karet terhadap proses pengusangan. Proses<br />

penggumpalan yang tidak tepat, seperti menggunakan bahan penggumpal<br />

tawas, pupuk atau asam sulfat dapat mengakibatkan karet tidak tahan proses<br />

pengusangan karena panas dan cahaya.<br />

Koagulum yang diperoleh dari lateks encer (KKK rendah) cenderung<br />

menghasilkan crum rubber dengan PRI rendah, karena lateks encer<br />

menyebabkan semakin banyak bahan antioksidan alami tercuci dan terbuang.<br />

Pencemaran karet skim yang biasanya banyak mengandung bahan proksidan<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


25<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

(Cu, Mn, Fe, Ca) ke dalam bahan olah untuk produksi crumb rubber bisa<br />

mengakibatkan penurunan PRI.<br />

Hasil percobaan lain menunjukkan perlakuan penjemuran (sinar matahari),<br />

KKK, dosis amonia, lama predrying, jenis koagulan, garam oksida logam dan<br />

jumlah penggilingan dengan kreper berpengaruh nyata terhadap sifat<br />

pengusangan (PRI).<br />

Penjemuran di bawah sinar matahari selama 6 jam bagi lum yang masih basah<br />

tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai PRI crumb rubber yang dihasilkan.<br />

Tapi untuk lum yang telah kering, penjemuran dapat mengakibatkan nilai PRI<br />

menurun hingga hampir separuhnya.<br />

Semakin encer lateks kebun sebagai bahan olah maka semakin rendah Po<br />

maupun PRI crumb rubber yang diperoleh. Pada pengolahan crumb rubber<br />

dengan bahan olah koagulum, biasanya lateks kebun digumpalkan atau<br />

dibiarkan menggumpal secara alami tanpa pengenceran<br />

Penggunaan amonia sebagai pengawet lateks kebun dengan dosis semakin<br />

tinggi mengakibatkan nilai Po semakin tinggi, namun PRI crumb rubber yang<br />

diperoleh semakin rendah. Pada pengolahan crumb rubber berbahan olah lum<br />

lapangan, penggunaan amonia hampir tidak pernah dilakukan. Oksida logam<br />

seperti Cu, Fe dan Mn bersifat proksidan terhadap rantai molekul karet .<br />

Perbaikan PRI dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia yang bersifat<br />

dapat mencegah oksidasi selama proses pengeringan. Selain itu upaya<br />

perbaikan PRI dapat dilakukan melalui pencampuran dengan bahan olah<br />

bermutu baik. Beberapa jenis bahan olah memiliki nilai PRI yang cukup tinggi<br />

sehingga bisa dicampurkan dengan bahan olah lain agar mendapatkan crumb<br />

rubber dengan PRI yang memadai.<br />

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor :<br />

1. Karet dijemur dibawah sinar matahari<br />

2. Karet dipanaskan terlalu tinggi<br />

3. Karet terlalu banyak di giling atau direndam terlalu lama<br />

4. Karet mengandung banyak kotoran<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


26<br />

Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas<br />

retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi<br />

indeksnya (Walujono, 1970).<br />

2.10.2.Viskositas Mooney (VM)<br />

Viskositas Mooney karet alam (Heave Brasiliensi) menunjukkan panjangnya rantai<br />

molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya.<br />

Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Tanaman karet termasuk<br />

tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran<br />

rendah hingga menengah (0-400 dpl) dengan curah hujan 1500-2500 mm/tahun dan<br />

mampu hidup di lahan dengan keasaman tinggi (pH 4.0-4.5), pada tanah miskin hara.<br />

Derajat pengikatan silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin<br />

banyak reaksi ikatan silang yang terjadi sehingga akan meningkatkan nilai viskositas<br />

mooney karet alam. Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang<br />

disebabkan oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan<br />

sebagainya. Viskositas Mooney karet mentah dapat ditentukan dengan “Mooney<br />

Viscosimeter”. Menurut Baker dan Geensmith pada kompon murni karet alam laju<br />

matang, viskositas Wallace awal ( vicositas mooney) dan plastisitas retensi indeks dari<br />

karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisasi dari kompon murni<br />

tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan perpanjangan putus<br />

(Kartowardoyo, 1980).<br />

2.10.3. Kadar Abu<br />

Penentuan maksimal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak<br />

kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah banyak. Dalam pengolahan karet<br />

memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium<br />

karbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian kurang<br />

bersih (Walujono, 1970).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


27<br />

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang<br />

mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu<br />

ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks<br />

dengan menggunakan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi.<br />

Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar<br />

tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang<br />

digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada<br />

dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka<br />

semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci<br />

bersama serum (Kartowardoyo, 1980).<br />

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap<br />

penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan. Penyebab<br />

kadar abu tinggi disebabkan karet banyak mengandung garam-garam oksida logam<br />

seperti kalsium, posfat, sulfat yang berasal dari kontaminan karet seperti kontaminasi<br />

oleh tanah, kaolin, penggunaan penggumpal tawas atau pupuk. Bahan olah mutu<br />

rendah yang biasa diperoleh dari penggumpalan lateks dengan penggumpal tawas atau<br />

pupuk dan bahan penggumpal lain seperti air aki dan dibarengi dengan penyimpanan<br />

ditempat yang kotor, berair atau perendaman biasanya mengandung kadar abu tinggi.<br />

Crumb rubber yang dihasilkan dari bahan olah mutu rendah biasanya menunjukkan<br />

nilai Po dan PRI yang rendah (Setyamidjaja, 1993).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!