25.12.2013 Views

PENGARUH KONSENTRASI CaCO3 TERHADAP ... - Digilib ITS

PENGARUH KONSENTRASI CaCO3 TERHADAP ... - Digilib ITS

PENGARUH KONSENTRASI CaCO3 TERHADAP ... - Digilib ITS

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

JURNAL SAINS DAN SENI POM<strong>ITS</strong> Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1<br />

<strong>PENGARUH</strong> <strong>KONSENTRASI</strong> CaCO 3<br />

<strong>TERHADAP</strong> SIFAT KOROSI BAJA ST.37<br />

DENGAN COATING PANi(HCl)/CaCO 3<br />

Ahmad Hijazi, Zaenal Arifin, Suminar Pratapa<br />

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh<br />

Nopember (<strong>ITS</strong>)<br />

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111<br />

E-mail: ahmadhijazi21@yahoo.com<br />

Penelitian tentang pengaruh konsentrasi CaCO 3<br />

terhadap sifat korosi coating PANi (HCL) – CaCO 3 telah<br />

dilakukan. Dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis PANi<br />

(HCL) dilakukan dengan metode reaksi kimia. Kemudian untuk<br />

sintesis CaCO 3 dilakukan dengan metode karbonasi dengan<br />

kecepatan alir gas CO 2 sebesar 10 SCFH untuk memperoleh fasa<br />

kalsit. Komposit PANi (HCL) – CaCO 3 akan dicampurkan ke<br />

dalam cat dasar untuk menjadikan pelapis tahan korosi.<br />

Penambahan konsentrasi CaCO 3 dalam komposit adalah sebesar<br />

2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%. Bahan komposit diuji dalam dua<br />

macam metode yaitu metode Spectroskopi Impedansi<br />

Elektrokimia (EIS) dan metode Polarisasi Potensiodinamik<br />

(tafel). Melalui hasil perhitungan laju korosi dengan metode<br />

Polarisasi Potensiodinamik (tafel) dapat diketahui bahwa<br />

komposit dengan konsentrasi 2,5%wt CaCO 3 memiliki<br />

ketahanan yang paling baik dengan laju korosi sebesar<br />

0,00029524 mpy.<br />

Kata Kunci : Kalsit, Kalsium Karbonat, Karbonasi, Polianilin,<br />

Metode EIS, Metode Tafel<br />

bertujuan untuk menciptakan bahan komposit agar menjadi<br />

bahan yang bersifat lebih unggul dan aplikatif. Salah satu<br />

polimer yang paling mudah dibuat adalah PANi dan dengan<br />

memberikan filler (CaCO 3 ), maka PANi tersebut akan<br />

memiliki sifat yang lebih unggul dan aplikatif dalam<br />

hubungannya dengan proteksi korosi.<br />

A. Polianilin<br />

II. TINJAUAN PUSTAKA<br />

Polianilin (PANi) dapat dibedakan dalam 5 (lima) fasa,<br />

yang meliputi basa leukoemeraldin, garam leukoemeraldin,<br />

basa emeraldin, emeraldin teroksidasi dan garam emeraldin<br />

(Andreatta, 1988). Diantara fasa tersebut yang bersifat<br />

konduktif adalah garam emeraldin, sedangkan fasa yang lain<br />

bersifat isolator. PANi dalam fasa konduktif dapat disintesis<br />

melalui oksidasi dengan cara kimia dan elektrokimia dalam<br />

medium asam.<br />

I. PENDAHULUAN<br />

Polimer dikenal sebagai materi yang bersifat non konduktif.<br />

Ahli polimer telah menemukan polimer yang bersifat<br />

konduktif maupun semi-konduktif. Polimer konduktif adalah<br />

polimer yang dapat menghantarkan arus listrik. Hantaran<br />

listrik terjadi karena ada elektron yang terdelokalisasi, yang<br />

mempunyai struktur pita seperti silikon. Polimer konduktif<br />

kebanyakan bersifat semikonduktor, karena struktur pitanya<br />

mirip silikon. Tapi ada beberapa polimer yang mempunyai<br />

gap pita kosong sehingga bersifat seperti logam. Keunggulan<br />

lain dari bahan polimer adalah ketahanannya terhadap<br />

lingkungan yang bersifat korosif.<br />

Salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi<br />

masalah korosi yang terjadi pada logam adalah dengan<br />

membuat pelapis anti korosi yang berbasis pada bahan<br />

komposit, yaitu memberikan pengisi komposit pada cat dasar<br />

untuk meningkatkan ketahanannya dari korosi. Komposit<br />

sendiri merupakan kombinasi dari dua material atau lebih<br />

yang memiliki fasa berbeda menjadi suatu material baru yang<br />

memiliki properti lebih baik dari keduanya.<br />

Sekarang ini banyak sekali penelitian tentang polimer yang<br />

B. Batu Kapur<br />

Salah satu batuan sedimen yang paling banyak ditemui<br />

adalah batuan kapur. Limestone merupakan istilah yang<br />

digunakan untuk batuan karbonat/fosil yang terbentuk secara<br />

pokok terdiri dari kalsium karbonat atau kombinasi dari<br />

kalsium dan magnesium karbonat dengan variasi sejumlah<br />

impuritas yang terbanyak adalah silika dan alumina.<br />

Sedangkan lime tidak terlalu bervariasi dibandingkan<br />

limestone, merupakan hasil kalsinasi atau dibakar dalam<br />

bentuk limestone, yang lebih dikenal atau populer sebagai<br />

qucklime atau hydrated lime. Proses kalsinasi memaksa keluar<br />

karbon dioksida dari batuan, membentuk kalsium<br />

oksida/quiclime (Bonyton, 1980).<br />

C. Korosi<br />

Definisi dari korosi adalah penurunan mutu material akibat<br />

reaksi elektrokimia dengan lingkungan sekitar. Bila ditinjau<br />

dari interaksi yang terjadi, korosi adalah proses transfer<br />

elektron dari logam ke lingkungannya. Logam bertindak


JURNAL SAINS DAN SENI POM<strong>ITS</strong> Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 2<br />

sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungan<br />

bertindak sebagai penerima elektron (katoda). Sedangkan<br />

penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan<br />

disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan<br />

keausan. Dengan bereaksi ini sebagian logam akan “hilang”,<br />

menjadi suatu senyawa yang lebih stabil. Di alam, logam pada<br />

umumnya berupa senyawa, karena itu peristiwa korosi juga<br />

dapat dianggap sebagai peristiwa kembalinya logam menuju<br />

bentuknya sebagaimana ia terdapat di alam. Ini merupakan<br />

kebalikan dari proses extractive metallurgy, yang memurnikan<br />

logam dari senyawanya. Dalam hal ini korosi mengakibatkan<br />

kerugian karena hilangnya sebagian hasil usaha manusia<br />

memurnikan logam (Fontana, 1987).<br />

D. Pengendalian Korosi Dengan Lapisan Penghalang<br />

Lapisan penghalang yang dikenakan ke permukaan logam<br />

dimaksudkan baik untuk memisahkan lingkungan dari logam<br />

maupun untuk mengendalikan lingkungan mikro pada<br />

permukaan logam. Banyak cara pelapisan yang digunakan<br />

untuk maksud ini termasuk cat, selaput organik, vernis,<br />

lapisan logam dan enamel dan sejauh ini yang paling umum<br />

digunakan adalah cat. Dewasa ini teknologi pembuatan cat<br />

dan cara pemakaiannyaberubah dengan pesat didorong oleh<br />

terus meningkatnya biaya energi, bahan baku, dan tenaga<br />

kerja. Polusi juga menjadi masalah dalam masyarakat yang<br />

sadar lingkungan dimana senyawa organik mudah menguap<br />

dilepaskan ke atmosfer setiap tahun akibat penggunaan cat. Ini<br />

menyebabkan pengunaan pelarut lain terutama air menjadi<br />

lebih menarik. Timbal sebagai aditif yang berbahaya pada<br />

umumnya telah digantikan dengan bahan – bahan Titanium<br />

Oksida yang sekarang menjadi salah satu bahan paling lazim<br />

dalam kehidupan sehari – hari.<br />

E. Metode EIS<br />

Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) adalah<br />

suatu metoda untuk menganalisis respon suatu elektroda<br />

terkorosi terhadap sinyal potensial. Pada prinsipnya metode<br />

EIS dapat digunakan untuk menentukan sejumlah parameter<br />

berkaian dengan besaran elektrokimia seperti tahanan<br />

polarisasi (R p ), tahanan larutan (R s ), dan kapasitansi lapis<br />

rangkap listrik (C dl ) (Jones, 1992). Besaran tahanan larutan R s<br />

bergantung pada konsentrasi ion, jenis ion, temperatur, dan<br />

geometri area penghantaran arus. Sedangkan besaran tahanan<br />

transfer muatan R ct diperoleh dari perbedaan impedansi pada<br />

frekwensi rendah dan frekwensi tinggi (diameter semilingkar).<br />

Nilai tahanan transfer muatan R ct merupakan ukuran transfer<br />

elektron pada permukaan logam yang secara proporsional<br />

kebalikan dari arus korosi (I o ) melalui persamaan 2.2. Spektra<br />

impedansi yang dihasilkan dari pengukuran dengan EIS<br />

disajikan dalam aluran Nyquist. Sebelum pengukuran dengan<br />

EIS, dilakukan pengukuran OCP agar keadaan mantap (steady<br />

state) dari antaraksi antara elektrode dan larutan ruah dapat<br />

diketahui.<br />

R ct = RT/nFI 0 .....................2.1<br />

Hasil dari pengukuran EIS diungkapkan dalam aluran<br />

Nyquist. Tahanan listrik dalam EIS dinyatakan dalam<br />

impedansi (Z). Impedansi sendiri adalah ukuran kemampuan<br />

suatu rangkaian dalam menahan aliran arus listrik. Aluran<br />

Nyquist berupa diagram berbentuk setengah lingkaran yang<br />

mengalurkan impedansi nyata (real) terhadap impedansi<br />

imajiner (imajiner). Pada umumnya, aluran Nyquist yang<br />

dihasilkan tidak memperlihatkan setengah lingkaran,<br />

melainkan semi-lingkar, perilaku ini dapat dihubungkan<br />

dengan dispersi frekuensi akibat dari kekasaran permukaan<br />

elektroda.<br />

Gambar 2.7 Aluran Impedansi Nyquist (Kandias, 2008)<br />

Adanya sudut 45 0 dari garis yang berhubungan dengan<br />

bagian frekwensi sudut yang rendah menunjukkan bahwa<br />

kinetika dari sistem elektrokimia dibatasi oleh proses kontrol<br />

difusi (konsentrasi polarisasi). Ekstrapolasi setengah lingkaran<br />

sebagai perpotongan impedansi nyata Z’ secara grafik<br />

menyatakan tahanan polarisasi,R p .<br />

Pemodelan dari sirkuit yang digunakan dalam EIS dapat<br />

dimodelkan seperti pada Gambar 2.8.<br />

Gambar 2.9 Skema sirkuit elektrokimia EIS<br />

Model pada gambar 2.9 menunjukkan bahwa<br />

potensial yang digunakan pada sirkuit dan respon hantaran<br />

sebagai sinyal frekwensi dijadikan sebagai data impedansi.<br />

Data impedansi dihubungkan dengan tahap perubahan sudut<br />

dan variasi potensial serta luas hantaran.<br />

F. Metode Tafel<br />

Salah satu teknik untuk menentukan perilaku korosi logam<br />

berdasarkan hubungan potensial dan arus anodik atau katodik<br />

adalah metode polarisasi potensiodinamik (Sunarya, 2008).<br />

Jika anoda dan katoda yang ada dalam suatu elektrolit<br />

terhubung singkat, maka reaksi-reaksi anodik dan katodik


JURNAL SAINS DAN SENI POM<strong>ITS</strong> Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 3<br />

akan berlangsung secara serempak, disebabkan terbentuknya<br />

sistem mikrosel elektrokimia. Korosi logam terjadi jika<br />

terdapat arus anodik yang besarnya sama dengan arus katodik.<br />

Hal ini disebabkan karena adanya beda potensial antara logam<br />

dan larutan elektrolit sebagai lingkungannya. Beda potensial<br />

ini dinamakan dengan potensial korosi (E korr )(Sunarya, 2008).<br />

Ada dua macam jenis polarisasi yaitu, polarisasi anodik dan<br />

polarisasi katodik. Kedua polarisasi ini akan diterjemahkan ke<br />

dalam persamaan Tafel menjadi tetapan Tafel anodik (β a ) dan<br />

tetapan Tafel katodik (β c ).<br />

3 )(sunarya, 2008). Nilai efisiensi proteksi korosi ditentukan<br />

melalui persamaan :<br />

PE(%)=(CR uncoat – CR/CR uncoat )x100%........(2.4)<br />

Dengan PE adalah protection efficiency (%), CR uncoat dan CR<br />

berturut – turut adalah tingkat korosi tanpa pelapisan dan<br />

dengan pelapisan PANi – CaCO 3 .<br />

III. METODOLOGI<br />

A. Bahan<br />

Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah plat baja<br />

ST.37 dengan dimensi 5 cm x 2 cm, batu kapur alami asal<br />

Desa Tuwiri Kab Tuban, Anilin, Amonium Peroksidisulfat,<br />

Asam Klorida, Tetrahidrofuran, Ammonium hidroksida,<br />

Ammonium, Aquades, NMP, Cat Acrylic.<br />

B. Skema Kerja<br />

Persiapan Alat dan Bahan<br />

GAMBAR 2.10 PLOT TAFEL (KANDIAS, 2008)<br />

Tahanan polarisasi (R p ) merupakan ketahanan<br />

spesimen terhadap oksidasi selama dibei arus luar.<br />

Penggunaan tahanan polarisasi yang paling utama adalah<br />

menentukan laju korosi. Laju korosi akan diperoleh<br />

berdasarkan kemiringan kurva potensial sebagai fungsi rapat<br />

arus di sekitar potensial korosinya.<br />

Jika proses korosi logam dikendalikan oleh transfer muatan,<br />

maka E korr dan arus korosi I kor dapat ditentukan dari<br />

perpotongan garis Tafel anodik dan garis Tafel katodik. Akan<br />

tetapi terlebih dahulu harus ditentukan nilai I kor dan konstanta<br />

Tafel dari kurva polarisasi.<br />

Kelebihan dari penggunaan metode ini selain dapat<br />

menentukan laju korosi, V kor, juga dapat mengukur tahanan<br />

polarisasi (R p ) dan kerapatan arus korosi, I kor dengan cepat.<br />

Dengan menentukan kerapatan arus korosi, I kor, dapat<br />

diketahui dari tetapan anodik β a , tetapan Tafel kaodik β c , dan<br />

tahanan polarisasi, Rp pada baja karbon. Nilai I kor ditentukan<br />

dengan menggunakan persamaan :<br />

Pembuatan<br />

PANi (HCl)<br />

Pembuatan<br />

CaCO 3 fasa<br />

kalsit<br />

Pencampuran<br />

PANi (HCL) & CaCO 3<br />

dengan cat<br />

Pencelupan plat baja S.T 37<br />

ke dalam larutan cat<br />

Pengujian sampel dengan<br />

metode EIS & Tafel<br />

........2.2.<br />

Laju korosi ditentukan dari nilai kerapatan arus<br />

korosi melalui persamaan berikut :<br />

Pengamatan dengan program<br />

Voltamaster 4<br />

............2.3.<br />

dimana V kor merupakan laju korosi (mm.th -1 ), Ae adalah massa<br />

ekivalen logam (g.mol -1 .ek -1 ), I kor adalah rapat arus korosi<br />

(μA.cm -2 ), dan ρ adalah massa jenis logam yang diukur (g.cm -


JURNAL SAINS DAN SENI POM<strong>ITS</strong> Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 4<br />

IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN<br />

A. Hasil Penentuan Laju Korosi Dengan Metode Tafel<br />

Hasil yang didapatkan dari pengujian ini berupa potensial<br />

(V) dan densitas arus (A/cm 2 ). Gambar 4.1 adalah hasil<br />

pengujian polarisasi potensiodinamik baja ST.37 tanpa<br />

pelapisan PANi/CaCO 3 dan Gambar 4.2 adalah baja ST.37<br />

yang dilapisi dengan PANi/CaCO 3 dengan konsentrasi CaCO 3<br />

yang berbeda.<br />

Gambar 4.1 Kurva polarisasi potensiodinamik tanpa<br />

pelapisan<br />

C10 % 6,6961 -<br />

0,91173<br />

C original 10,855 -1,0094 0,010026<br />

0,000618 38,31<br />

Berdasarkan Gambar 4.1 dan Tabel 4.2 potensial korosi<br />

baja ST.37 tanpa dilapisi PANi/CaCO 3 mempunyai harga<br />

yang sangat negatif -1,0094 Volt hal ini menunjukkan bahwa<br />

baja ST.37 mudah mengalami serangan korosi oleh ion – ion<br />

klorida (Cl - ). Pelapisan PANi/CaCO 3 pada permukaan baja<br />

ST.37 dapat menggeser nilai potensial korosi ke arah yang<br />

lebih positif. Semakin kecil konsentrasi CaCO 3 yang<br />

disubstitusikan ke dalam matrik PANi semakin positif<br />

potensial korosinya. Hal ini menunjukkan proteksi lapisan<br />

PANi/CaCO 3 pada permukaan baja ST.37 dapat berfungsi<br />

sebagai penghalang serangan ion – ion korosif. Semakin kecil<br />

konsentrasi CaCO 3 dalam matrik PANi semakin sempurna<br />

barrier yang diberikan oleh lapisan PANi/CaCO 3 . Hal ini<br />

ditandai dengan semakin rendahnya nilai laju korosi (CR)<br />

yang dihasilkan<br />

Yang menjadi pertanyaan dalam kajian perilaku korosi<br />

pelapis PANi/CaCO 3 ini, mengapa semakin besar konsentrasi<br />

CaCO 3 yang disubstitusikan sifat korosinya semakin<br />

berkurang. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tinjauan<br />

distribusi CaCO 3 dalam matrik PANi. Semakin besar<br />

konsentrasi CaCO 3 semakin terdistribusi merata dalam PANi,<br />

sehingga CaCO 3 itulah yang menyebabkan semakin besarnya<br />

serangan korosi. Hal ini disebabkan karena adanya kompositkomposit<br />

baru yaitu cat, PANi, dan CaCO 3 itu sendiri. Karena<br />

CaCO 3 merupakan salah satu bahan keramik yang memiliki<br />

muatan positif sehingga terkena serangan korosi terlebih<br />

dahulu oleh ion-ion Cl - . Semakin besar konsentrasi CaCO 3<br />

yang disubstitusikan maka daerah yang terserang korosi<br />

semakin besar.<br />

Efisiensi pelapis PANi/CaCO 3 dapat diketahui dengan<br />

persamaan :<br />

%EF =<br />

x100%.......4.1<br />

Gambar 4.2 Kurva polarisasi potensiodinamik PANi/CaCO 3<br />

dengan konsentrasi CaCO 3 berbeda<br />

Sedangkan parameter yang dihasilkan dari kurva polarisasi<br />

potensiodinamik disajikan pada Tabel 4.2.<br />

Tabel 4.2 Nilai parameter extrapolasi Tafel PANi – CaCO 3<br />

SAMPEL Io (x10 -7<br />

A/cm 2 )<br />

Eo<br />

(Volts)<br />

C2,5 % 3,1967 -<br />

0,49534<br />

C5 % 7,3119 -<br />

0,83017<br />

C7,5 % 7,8571 -<br />

0,90713<br />

CR<br />

(mmPY)<br />

% Efisiensi<br />

proteksi<br />

0,000295 97,05<br />

O,000675 93,26<br />

0,000720 90<br />

B. Hasil Penentuan Laju Korosi dengan Metode EIS<br />

Analis perilaku korosi dengan Electrochemical<br />

Impedansi Spectroscopy (EIS) adalah analisis diagram<br />

Nyquist yang menyatakan hubungan Impedansi real (Z) dan<br />

Impedansi imajiner (Z’). Parameter elektrokimia yang<br />

diperoleh dari pengujian ini adalah R s , R p , R ct dan C dl ,<br />

dimana R s adalah tahanan larutan, R p adalah tahanan<br />

polarisasi, R ct tahanan transfer muatan, dan C dl adalah<br />

kapasitansi dobel layer yang terbentuk pada antar muka<br />

lapisan dan cairan. Besarnya nilai kelengkungan yang<br />

menyatakan ketahanan korosi logam atau baja, semakin<br />

besar kelengkungan yang dihasilkan semakin tahan korosi<br />

logam atau baja tersebut. Dengan kata lain serangan korosi<br />

oleh ion – ion korosif terjadi dalam rentang waktu yang<br />

cukup lama.<br />

Hasil pengujian PANi/CaCO 3 dengan konsentrasi CaCO 3<br />

fasa kalsit berbeda ditunjukkan pada Gambar 4.4


JURNAL SAINS DAN SENI POM<strong>ITS</strong> Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 5<br />

C7,5 % 1014 23134 35541 0,64<br />

C10 % 21,05 3271 19533 0,32<br />

Berdasarkan data komponen rangkaian ekivalen pada Tabel<br />

4.3, tampak pada konsentrasi CaCO 3 rendah (2,5%)<br />

mempunyai nilai R ct dan R p paling besar, hal ini menunjukkan<br />

bahwa lapisan PANi/CaCO 3 merupakan barrier yang efektif<br />

untuk menahan serangan atau perpindahan ion – ion korosif.<br />

Sebaliknya pada konsentrasi CaCO 3 yang semakin besar<br />

menghasilkan nilai R ct dan R p yang semakin kecil, artinya<br />

kemampuan barriernya semakin berkurang. Pada bagian yang<br />

lain juga ditunjukkan nilai C dl yang rendah 0,57 untuk<br />

konsentrasi CaCO 3 sebesar 2,5%. Semakin kecil nilai C dl<br />

semakin baik protektif lapisan PANi/CaCO 3 dan sebaliknya<br />

semakin besar nilai C dl semakin jelek kemampuan<br />

protektifnya dalam menahan serangan ion – ion korosif.<br />

V. KESIMPULAN<br />

Dari hasil penelitian dan analisa data maka didapatkan<br />

kesimpulan adalah lapisan PANi/CaCO 3 dengan penambahan<br />

2,5% CaCO 3 (kalsit) memiliki ketahanan korosi yang lebih<br />

baik daripada pelapisan 5%, 7,5%, dan 10%.<br />

Gambar 4.4 Diagram Nyquist PANi/CaCO 3 dengan<br />

konsentrasi CaCO 3 berbeda<br />

Untuk mengetahui sejauh mana sifat proteksi korosi yang<br />

dimiliki oleh lapisan PANi/CaCO 3 dapat dianalisis melalui<br />

rangkaian ekivalen, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5<br />

UCAPAN TERIMA KASIH<br />

Tuliskan ucapan terima kasih dengan bahasa baku,<br />

misalnya, “Penulis A.F. (inisial nama mahasiswa)<br />

mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan<br />

Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik<br />

Indonesia yang telah memberikan dukungan finansial melalui<br />

Beasiswa Bidik Misi tahun 2010-2014”. Penulis juga<br />

diperkenankan menyampaikan ucapan terima kasih kepada<br />

sponsor penyedia dana penelitian.<br />

Gambar 4.5 Rangkaian ekivalen<br />

Untuk menentukan besarnya komponen penyusun dalam<br />

rangkaian ekivalen dilakukan dengan “program Zview” yang<br />

dibuat oleh “Soborton Corp”. Hasil perhitungan selengkapnya<br />

untuk setiap konsentrasi CaCO 3 dalam matrik PANi<br />

ditunjukkan dalam Tabel 4.3.<br />

Tabel 4.3 Nilai Parameter EIS<br />

SAMPEL<br />

Rs (Ω)<br />

Rp (Ω)<br />

Rct<br />

(Ω)<br />

Cdl<br />

(F/m)<br />

C2,5 % 7305 374270 605590 0,57<br />

C5 % 77968 272520 537910 0,63<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

[1] Boynton, Robert S.(1980), “Chemistry and Technology of Lime and<br />

Limestone”, A Wiley-Interscience Publication.<br />

[2] Kiyo S, Hikoo S., “Manufacture of plate-like Calcium Carbonate”,<br />

Japanese Patent 2-184519 (1989).<br />

[3] Kojima Y., A. Sadotomo, T. Yasue, Y. Arai, “Journal of theCeramic “,<br />

Society of Japan 9-1145 (1992)<br />

[4] Nan Zhaodong, dkk. “ Structure Transition from Aragonite to Vaterite<br />

and Calcite by The Assistance of SDBS”, Journal of Colloid and<br />

Interface Science, 325 : 331-336 (2008)<br />

[5] Wen, Y., Xiang, L., Jin, Y. ”Synthesis of plate-like calcium carbonate<br />

via carbonation route”, Material letters, 57:2565-2571.(2003)<br />

[6] Yamada H., S. Oka, “Synthesis of Plate-like Calcium Carbonate”<br />

Japanese Patent 61-219717 (1986)<br />

[7] Fontana. Mars 1987. Corrosion Engineering, third edition. Mc Graw-<br />

Hill Book Company, Amerika.<br />

[8] Malcolm. P. S. 2007. Kimia Polimer. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh<br />

Dr. Ir. Iis Sopyan, M.Eng. Jakarta. Pradnya Paramita.<br />

[9] Epstein A.J, Ginder J.M, Angelopoulos M, & Mac Diarmid A.G. 1987.<br />

Insulator Metal Transisition in Polyaniline, Effect Protonation on<br />

Emeraldine Base. Journal Synthetic Metal.<br />

[10] Asrori. M. Z. 2000. Fisika Polimer. Surabaya. Jurusan Fisika, FMIPA,<br />

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.


JURNAL SAINS DAN SENI POM<strong>ITS</strong> Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 6<br />

[11] Arifin, Zainal (2010), “Identifikasi dan Karakterisasi Batu Kapur<br />

Kemurnian Tinggi sebagai Potensi Unggulan Nano-Material di<br />

Kabupaten Tuban”, Jurusan FMIPA <strong>ITS</strong>, Surabaya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!