Hasil Penelitian - lanjutan
Hasil Penelitian - lanjutan
Hasil Penelitian - lanjutan
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
100<br />
Data pada Tabel 5.1 menunjukkan intensitas cahaya, suhu kering dan suhu<br />
basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain<br />
interior berbeda bermakna atau tidak sama karena diperoleh nilai p0,05. <strong>Hasil</strong> analisis menandakan subjek penelitian terpapar oleh mayoritas kondisi<br />
lingkungan berbeda tersebut, dapat mempengaruhi upaya peningkatan kinerja pada<br />
subjek untuk mewujudkan peningkatan mutu kegiatan pembelajaran di kelas.<br />
5.2 Karakteristik Subjek<br />
Jumlah subjek penelitian, 43 pebelajar laki-laki dan 38 pebelajar perempuan<br />
sedang duduk di kelas VIII-A berjumlah 41 orang dan kelas VIII-B jumlahnya 40<br />
orang. Memperoleh 2 jenis perlakuan, yaitu belajar pada desain interior lama dan<br />
ergo-desain interior. Karakteristik subjek penelitian yang terdiri atas: usia, berat<br />
badan, tinggi badan, visus kanan dan kiri disajikan pada Tabel 5.2.<br />
Tabel 5.2<br />
Karakteristik Subjek <strong>Penelitian</strong> Ergo-Desain Interior Pembelajaran<br />
di SMPN-3 Abiansemal Badung Tahun Ajaran 2010/2011 (N = 81)<br />
No. Variabel Rerata SB Rentangan<br />
1. Usia (th) 13,38 0,56 12,0-15,0<br />
2. Berat badan (kg) 44,38 6,40 28,0-65,0<br />
3. Tinggi badan (cm) 154,74 6,17 133,0-167,0<br />
4. Visus kanan (m) 6,58 0,10 6,1-6,9<br />
5. Visus kiri (m) 6,60 0,11 6,1-6,9<br />
N = Jumlah sampel penelitian;<br />
SB = Simpang Baku<br />
5.3 Karakteristik Antropometri<br />
Data antropometri subjek, diperlukan untuk mengetahui kesesuaian sarana<br />
prasarana yang sudah dipakai dalam proses pembelajaran selama ini. Data ini dipakai
101<br />
sebagai pedoman pengembangan desain meja, kursi, locker, papan tulis, jarak antar<br />
meja agar nyaman dipakai bersirkulasi dan mengurangi gangguan subjek yang sedang<br />
mengikuti kegiatan pembelajaran. <strong>Hasil</strong> pengukuran antropometri 81 pebelajar kelas<br />
VIII SMPN-3 Abiansemal Badung, disajikan pada Tabel 5.3.<br />
No.<br />
Tabel 5.3<br />
Data Antropometri Pebelajar Kelas VIII-A dan VIII-B (cm)<br />
SMPN-3 Abiansemal Badung Tahun Akademik 2010/2011 (N = 81)<br />
Variabel Antropometri<br />
Laki-Laki (n = 43) Perempuan (n = 38)<br />
5% 95% 5% 95%<br />
1. Tinggi badan berdiri 140,84 165,36 145,29 163,65<br />
2. Tinggi mata berdiri 130,10 155.16 135,64 152,60<br />
3. Tinggi bahu duduk 79,52 96,76 87,15 109,48<br />
4. Tinggi pinggang duduk 54,42 64,44 46,75 66,46<br />
5. Tinggi siku duduk 52,64 67,90 53,29 77,93<br />
6. Tinggi lutut duduk 43,74 58,30 46,18 55,22<br />
7. Tinggi popliteal duduk 38,30 45,36 38,48 44,75<br />
8. Panjang buttock-popliteal 41,04 47,24 41,19 47,72<br />
9. Panjang buttock-lutut 46,50 56,18 48,71 58,00<br />
10. Panjang lengan atas 26,70 36,12 29,59 33,51<br />
11. Panjang lengan bawah 27,46 36,32 29,78 35,43<br />
12. Panjang jangkauan ke depan 52,92 66,08 52,47 65,92<br />
13. Lebar bahu 31,20 40,06 32,93 42,11<br />
14. Lebar siku kiri-kanan 32,24 41,10 30,69 45,31<br />
15. Lebar pinggul 25,36 35,74 27,02 39,67<br />
16. Tebal paha 9,10 16,58 10,16 16,54<br />
17. Tebal perut 14,40 22,14 14,82 24,53<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
Data antropometri yang diperlukan, mayoritas dalam posisi duduk karena<br />
aktivitas pembelajaran dilakukan sambil duduk. Dari 17 jenis data antropometri yang<br />
diperoleh, hanya data no 13 – 16 diaplikasikan berpedoman pada persentil 95 dan<br />
selebihnya memakai persentil 5 karena dilandasi oleh prinsip keleluasaan ruang gerak<br />
atau geometri pada ruang (Panero dan Zelnik, 2000). Ketentuan ini berpedoman pada
102<br />
prinsip efisiensi untuk mengoptimalkan pemakaian interior, khususnya terkait dengan<br />
jumlah pemakai yang seharusnya untuk 32 orang terpaksa dipakai oleh 43 orang.<br />
Data antropometri, diperlukan untuk menentukan dimensi fasilitas sehingga<br />
nyaman dipakai. Misalnya tinggi mata untuk menentukan tinggi papan tulis, tinggi<br />
bahu untuk menentukan tinggi sandaran kursi dan tinggi pinggang untuk menetapkan<br />
tinggi lekukan bagian bawah sandaran kursi. Tinggi siku untuk menetapkan tinggi<br />
meja belajar yang digunakan untuk menulis pada posisi duduk, tinggi lutut untuk<br />
membuat kelonggaran ruangan di bawah meja belajar. Tinggi popliteal untuk ukuran<br />
tinggi dudukan, panjang buttock-popliteal untuk kedalaman dudukan dan panjang<br />
buttock-lutut untuk menetapkan posisi injakan kaki. Panjang lengan bawah untuk<br />
menentukan panjang sandaran lengan, panjang jangkauan ke depan untuk memastikan<br />
jarak maksimal posisi benda di depan pebelajar yang masih dapat dijangkau. Lebar<br />
bahu untuk menentukan lebar sandaran kursi, lebar siku kiri-kanan untuk menentukan<br />
posisi sandaran lengan, lebar pinggul untuk menetapkan lebar tempat duduk, tebal<br />
perut untuk membuat ukuran lebar minimal jalur sirkulasi.<br />
5.4 Perbaikan Desain Interior Pembelajaran melalui Pendekatan Ergonomi Total<br />
Pendekatan ergonomi total adalah metode untuk memperbaiki komponen<br />
desain interior pembelajaran, yang mempengaruhi kondisi subjek penelitian agar<br />
kinerjanya meningkat. Perbaikan yang dilakukan, sebagai implementasi operasional<br />
unsur pendekatan ergonomi total memakai TTG melalui pendekatan SHIP dan dalam<br />
bentuk diskusi terbatas tetapi komprehensif. <strong>Hasil</strong> diskusi telah tertuang dalam bentuk<br />
pedoman intervensi yang mengacu pada pemanfaatan TTG melalui pendekatan yang<br />
sistemik, holistik, interdipliner dan partisipasi. Perbaikan desain interior pembelajaran
103<br />
SMPN-3 Abiansemal Badung untuk meningkatkan kinerja pada pebelajar, berkaitan<br />
dengan faktor sebagai berikut.<br />
1) Meningkatkan intensitas cahaya dan gerakan angin tetapi menurunkan tingkat<br />
kelembaban relatif interior pembelajaran dengan mengganti 6 buah kotak plafon<br />
berbahan eternit memakai bahan transparan dan menambah jumlah lobang untuk<br />
sirkulasi udara;<br />
2) Mengatur sikap tubuh memakai dimensi meja dan kursi belajar sesuai dengan<br />
antropometri 81 pebelajar kelas VIII SMPN-3 Abiansemal Badung;<br />
3) Mencegah gangguan pada permukaan kulit dan struktur fungsional yang berada<br />
dibawahnya terdiri atas: otot, saraf dan pembuluh darah termasuk tulang memakai<br />
bentuk lengkung dan tumpul pada bagian tepi dan sudut meja serta kursi belajar;<br />
4) Mewujudkan sikap tubuh dinamis selama duduk mengikuti pembelajaran melalui<br />
penyediaan fasilitas tempat buku dan alat tulis pada ujung meja belajar;<br />
5) Memfasilitasi pengubahan dan pemindahan posisi tubuh setelah duduk 40-80<br />
menit dengan berjalan menuju locker tas sekolah yang ada di bawah papan tulis,<br />
untuk menyimpan buku serta mengambil buku pelajaran berikutnya;<br />
6) Mengefektifkan waktu 40 menit/1 pelajaran agar tidak tersita untuk menghapus<br />
papan tulis melalui penyediaan papan tulis di sepanjang dinding depan kelas;<br />
7) Mengoptimalkan keterlibatan saraf visual serta taktil untuk konsentrasi belajar<br />
dengan menyembunyikan berbagai jenis objek visual dan perbaikan kenyamanan<br />
suhu interior pembelajaran;<br />
8) Meningkatkan kenyamanan dan menghilangkan perilaku naik ke atas kursi atau<br />
meja belajar dengan menyediakan jalur sirkulasi bagi setiap pebelajar serta<br />
memperluas area gerak di bawah meja belajar (leg room).
104<br />
Rencana perbaikan yang dilakukan, merupakan prioritas sesuai dengan upaya<br />
perwujudan kesehatan dan kenyamanan. Pemilihan jenis perbaikan karena dianggap<br />
sebagai komponen potensial dan penting dalam proses pembelajaran, yang berperan<br />
mempengaruhi tercapainya tujuan mewujudkan proses pembelajaran bermutu. Model<br />
perbaikan selain bisa diterima oleh seluruh komponen SMPN-3 Abiansemal Badung,<br />
juga sangat diharapkan dan sejalan dengan konsep TTG.<br />
Pelaksanaan perbaikan dilakukan serentak, karena berkaitan dengan elemen<br />
interior yang bersifat integral dan harus digunakan oleh 43 pebelajar dalam 1 periode<br />
pembelajaran. Terjadinya perbedaan kondisi desain interior pembelajaran di SMPN-3<br />
Abiansemal Badung, merupakan dampak dari 8 program perbaikan yang potensial<br />
dilaksanakan. Secara umum terlihat upaya implementasi karakteristik tubuh yang<br />
memang didesain untuk digerakkan, sehingga memberikan kesempatan pada organ<br />
tubuh bekerja secara fisiologis. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian sesuai fungsi<br />
dan tugas setiap otot, yang menyebabkan kondisi tubuh tetap segar selama kegiatan<br />
pembelajaran di kelas.<br />
Pembiayaan intervensi ergonomi jika dilakukan sejak perencanaan, bisa lebih<br />
murah daripada biaya perbaikan karena secara teknis memakai teknologi sederhana<br />
yang berpedoman pada konsep ekonomis sebagai salah satu kriteria TTG.<br />
5.5 Pengaruh Pendekatan Ergonomi Total terhadap Kondisi Desain Interior<br />
Pembelajaran<br />
<strong>Hasil</strong> perbaikan desain interior pembelajaran melalui pendekatan ergonomi<br />
total, merupakan dampak intervensi yang bersifat holistik. Perubahan kondisi desain<br />
interior pembelajaran secara komprehensif, mengoptimalkan keterlibatan faktor fisik<br />
dan mental serta unsur dinamis agar kinerja pada pebelajar meningkat dilihat dari
105<br />
penurunan keluhan mata, keluhan muskuloskeletal, kelelahan, kebosanan dan<br />
peningkatan kenyamanannya. Terwujudnya ergo-desain interior pembelajaran, dapat<br />
menjadi bukti keseriusan penyediaan fasilitas pembelajaran bermutu. Oleh karena itu,<br />
diharapkan terwujud peningkatan mutu proses pembelajaran sehingga bisa diperoleh<br />
luaran hasil belajar bermutu agar masyarakat mengakui sebagai sekolah bermutu.<br />
Aplikasi ergo-desain interior pembelajaran, lebih memprioritaskan perubahan<br />
perilaku secara sistematis dan reguler berdasarkan sistem pendekatan partisipatori.<br />
Pemilihan dilandasi fakta, upaya pengubahan perilaku berpegang pada pengawasan<br />
ketat dan himbauan lisan maupun tertulis ternyata kurang efektif. Penyediaan locker<br />
tas sekolah, fasilitas tempat buku dan alat tulis pada meja belajar, papan tulis dapat<br />
digeser, pembentukan bagian tepi dan sudut meja serta kursi belajar yang lengkung<br />
dan tumpul menuntun pebelajar mengubah perilaku kurang ergonomis dan leluasa<br />
bergerak untuk menikmati kenyamanan beraktivitas.<br />
5.6 Keluhan Mata<br />
Analisis keluhan mata dihitung berdasarkan skor keluhan mata subjek selama<br />
kegiatan pembelajaran pada desain interior lama dan ergo-desain interior. Analisis<br />
kemaknaan dilakukan secara bertahap mulai dari analisis deskriptif, normalitas dan<br />
komparasi yang berisi analisis sebelum perlakuan pada periode I, efek periode, efek<br />
sisa serta efek perlakuan. Data dan analisis statistiknya disajikan pada Lampiran 20-<br />
21 di halaman 208-210.<br />
5.6.1 Analisis deskriptif dan normalitas data<br />
Data keluhan mata, diuji dengan 1-S K-S mendapatkan nilai rentangan dan<br />
rerata serta SB. <strong>Hasil</strong> analisisnya, menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05).
106<br />
5.6.2 Analisis komparasi<br />
5.6.2.1 Analisis sebelum perlakuan pada periode I<br />
Perbedaan skor rerata keluhan mata sebelum belajar antar perlakuan pada<br />
periode I, dianalisis memakai uji t mendapat hasil tidak berbeda bermakna (p>0,05).<br />
<strong>Hasil</strong> analisisnya, disajikan pada Tabel 5.4.<br />
Tabel 5.4<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Keluhan Mata Sebelum Perlakuan pada Periode I (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1 9,33 0,42<br />
0,09 0,98 0,33<br />
Kelompok 2 9,24 0,40<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
<strong>Hasil</strong> analisis pada Tabel 5.4 menunjukkan, pada percobaan periode I keluhan<br />
mata kelompok 1 sebelum belajar pada desain interior lama dan keluhan mata<br />
kelompok 2 sebelum belajar pada ergo-desain interior adalah sama. Oleh karena itu,<br />
disimpulkan penurunan keluhan mata memang disebabkan oleh aplikasi ergo-desain<br />
interior pembelajaran.<br />
5.6.2.2 Analisis efek periode (period effect)<br />
Efek periode dihitung berdasarkan beda keluhan mata antar perlakuan pada<br />
kelompok 1, dibandingkan dengan beda keluhan mata antar perlakuan pada kelompok<br />
2. <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.5.<br />
Tabel 5.5<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Periode terhadap Keluhan Mata (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
Kelompok 2<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
1,86 0,91<br />
1,65 0,66<br />
SB = Simpang Baku<br />
0,21 1,20 0,23
107<br />
<strong>Hasil</strong> analisis kemaknaan uji t, menunjukkan bahwa periode percobaan tidak<br />
berpengaruh terhadap keluhan mata subjek pada periode I dan periode II. Dengan<br />
demikian, disimpulkan penurunan keluhan mata subjek semata-mata disebabkan oleh<br />
aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
5.6.2.3 Analisis efek sisa (carry over effect)<br />
Efek sisa dihitung dari jumlah nilai beda keluhan mata antar perlakuan pada<br />
kelompok 1, dibandingkan dengan jumlah nilai beda keluhan mata antar perlakuan<br />
pada kelompok 2. <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.6.<br />
<strong>Hasil</strong> analisis kemaknaan uji t, menyatakan tidak ada pengaruh sisa perlakuan<br />
terhadap perlakuan berikutnya. Oleh karena itu, diasumsikan penurunan keluhan mata<br />
subjek semata-mata disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Tabel 5.6<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Sisa terhadap Keluhan Mata (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
2,99 0,47<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
-0,13 -1,39 0,17<br />
Kelompok 2<br />
3,12 0,36<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
5.6.2.4 Analisis efek perlakuan (treatment effect)<br />
Efek perlakuan dianalisis dari perbedaan skor keluhan mata sebelum, setelah<br />
dan selisih antara skor keluhan mata setelah dengan sebelum belajar pada setiap<br />
perlakuan. <strong>Hasil</strong> uji normalitas memakai 1-S K-S, diperoleh nilai p>0,05 yang berarti<br />
data berdistribusi normal. Selanjutnya, dengan uji t-paired dilakukan analisis untuk<br />
mengetahui perbedaan hasil perlakuan. <strong>Hasil</strong>nya disajikan pada Tabel 5.7.
108<br />
Variabel<br />
Keluhan mata<br />
sebelum belajar<br />
Keluhan mata<br />
setelah belajar<br />
Tabel 5.7<br />
<strong>Hasil</strong> Uji Beda terhadap Keluhan Mata (N = 81)<br />
Rerata & SB<br />
pada desain<br />
interior lama<br />
Rerata & SB<br />
pada ergodesain<br />
interior<br />
Beda<br />
rerata<br />
t -<br />
paired<br />
9,27±0,46 9,25±0,43 0,02 0,32 0,751<br />
13,18±0,59 11,40±0,60 1,78 20,99 0,001<br />
Selisih 3,91±0,65 2,16±0,51 1,75 19,18 0.002<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
p<br />
Analisis perbedaan keluhan mata sebelum belajar menunjukkan hasil tidak<br />
berbeda bermakna atau sama (p>0,05), yang menandakan keluhan mata pada kedua<br />
kelompok subjek sebelum belajar sudah komparabel, maka diasumsikan penurunan<br />
keluhan mata disebabkan aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Analisis keluhan mata setelah belajar mendapatkan hasil berbeda bermakna<br />
(p
109<br />
Penurunan keluhan mata, dapat ditelusuri dari analisis deskriptif pada total<br />
skor sebelum dan setelah belajar seperti disajikan pada Tabel 5.8. Keluhan mata<br />
sebelum belajar yang dirasakan oleh maksimal 10% subjek dengan kategori agak<br />
terasa, terjadi pada 3 jenis keluhan yaitu mata penat dengan kategori agak terasa<br />
dirasakan oleh 3% subjek dan pandangan kabur dengan kategori terasa oleh 5%<br />
subjek serta salah baca dengan kategori agak terasa dialami sekitar 2-4% subjek.<br />
Keluhan mata sebelum belajar akibat kondisi istirahat malam harinya, harus bangun<br />
pagi karena pukul 06.30 Wita membersihkan kelas dan halaman sekolah, ke sekolah<br />
berjalan kaki sejauh 500-800 m maka kondisi lingkungan mempengaruhi kesehatan<br />
mata subjek penelitian.<br />
Tabel 5.8<br />
Jenis Keluhan Mata Sebelum Belajar (N = 81)<br />
No<br />
Pada desain interior lama<br />
Pada ergo-desain interior<br />
Jenis<br />
Jumlah subjek yang mengeluh (%) Jumlah subjek yang mengeluh (%)<br />
keluhan<br />
STT TT AT T ST STT TT AT T ST<br />
1. M.penat 91 7 2 0 0 95 4 1 0 0<br />
2. P.kabur 93 3 0 4 0 90 9 0 1 0<br />
3. S.baca 80 16 4 0 0 85 13 2 0 0<br />
STT = Sangat Tidak Terasa; TT = Tidak Terasa; AT = Agak Terasa; T = Terasa; ST = Sangat Terasa.<br />
M.penat = Mata penat; P.kabur = Pandangan kabur; S.baca = Salah baca. N= Jumlah sampel penelitian<br />
Tabel 5.9 menyajikan perbedaan persentase keluhan mata setelah belajar pada<br />
desain interior lama, dirasakan oleh lebih dari 50% subjek terhadap 8 jenis keluhan<br />
mata terdiri atas: (1) mata penat 77,78%; (2) mata berair 92,59%; (3) mata kering<br />
87,65%; dan (4) mata perih 71,60%. Sedangkan keluhan mata setelah subjek belajar<br />
pada ergo-desain interior hanya terdiri atas: (1) mata penat 67,90%; dan (2) mata<br />
berair 69,14%. Nilai keluhan mata pada kategori mata penat lebih rendah 9,88% dan<br />
pada kategori mata berair lebih rendah 18,51%, setelah belajar pada ergo-desain<br />
interior daripada setelah belajar pada desain interior lama.
110<br />
Jenis keluhan<br />
Tabel 5.9<br />
Perbedaan Persentase Keluhan Mata setelah Belajar (N = 81)<br />
Pada desain interior lama<br />
Jumlah subjek<br />
yang mengeluh<br />
%<br />
Pada ergo-desain interior<br />
Jumlah subjek<br />
yang mengeluh<br />
%<br />
Beda<br />
%<br />
Sakit kepala 3 3,70 1 1,23 2,47<br />
Bayangan ganda 21 25,93 17 20,99 4,94<br />
Mata penat 63 77,78 55 67,90 9,88<br />
Mata berair 75 92,59 43 53,09 39,50<br />
Mata kering 71 87,65 56 69,14 18,51<br />
Mata perih 58 71,60 38 46,91 24,69<br />
Pandangan kabur 35 43,21 21 25,93 17,28<br />
Salah baca 15 18,52 11 13,58 4,94<br />
Perbedaan persentase keluhan mata menggambarkan, aplikasi ergo-desain<br />
interior pembelajaran dapat menurunkan keluhan mata. Perbaikan bagian plafon pada<br />
aplikasi ergo-desain interior pembelajaran, untuk peningkatan intensitas pencahayaan<br />
bermanfaat untuk menetralisir silau. Faktor lainnya yang mempengaruhi penurunan<br />
keluhan mata adalah pemakaian warna komponen interior yang terang, tersedianya<br />
peluang pemindahan tubuh untuk proses akomodasi mata dan konvergensi secara<br />
sistematis serta reguler selama pembelajaran berlangsung.<br />
5.7 Keluhan Muskuloskeletal<br />
Penilaian keluhan muskuloskeletal dihitung berdasarkan skor keluhan otot<br />
subjek selama kegiatan pembelajaran pada desain interior lama dan ergo-desain<br />
interior. Analisis kemaknaan dilakukan secara bertahap mulai dari analisis deskriptif,<br />
normalitas dan komparasi yang terdiri atas analisis sebelum perlakuan pada periode I,<br />
efek periode, efek sisa dan efek perlakuan. Data dan analisis statistik skor keluhan<br />
muskuloskeletal disajikan pada Lampiran 22-23 di halaman 212-215.
111<br />
5.7.1 Analisis deskriptif dan normalitas data<br />
Data keluhan muskuloskeletal, diuji dengan 1-S K-S mendapat nilai rentangan<br />
dan rerata serta SB. <strong>Hasil</strong> analisis, menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05).<br />
5.7.2 Analisis komparasi<br />
5.7.2.1 Analisis sebelum perlakuan pada periode I<br />
Perbedaan skor rerata keluhan muskuloskeletal sebelum belajar untuk setiap<br />
perlakuan pada periode I, dianalisis memakai uji t mendapatkan hasil tidak berbeda<br />
bermakna (p>0,05). <strong>Hasil</strong> analisis ditampilkan pada Tabel 5.10.<br />
<strong>Hasil</strong> analisis pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dalam percobaan periode<br />
I, keluhan muskuloskeletal kelompok 1 sebelum belajar pada desain interior lama dan<br />
keluhan muskuloskeletal kelompok 2 sebelum belajar pada ergo-desain interior tidak<br />
berbeda bermakna atau sama. Maka, diasumsikan penurunan keluhan muskuloskeletal<br />
memang disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Tabel 5.10<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Keluhan Muskulokeletal Sebelum Perlakuan<br />
pada Periode I (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1 29,75 0,61<br />
Kelompok 2 29,77 0,45<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
SB = Simpang Baku<br />
-0,02 -0,20 0,84<br />
5.7.2.2 Analisis efek periode (period effect)<br />
Efek periode dihitung dari beda keluhan muskuloskeletal antar perlakuan<br />
pada kelompok 1, dibandingkan dengan beda keluhan muskuloskeletal antar<br />
perlakuan pada kelompok 2. <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.11.
112<br />
Tabel 5.11<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Periode terhadap Keluhan Muskulokeletal (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
Kelompok 2<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
6,34 3,02<br />
7,22 3,02<br />
SB = Simpang Baku<br />
-0,88 -1,31 0,19<br />
<strong>Hasil</strong> analisis kemaknaan uji t, menunjukkan bahwa periode percobaan tidak<br />
berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal pada periode I dan periode II. Dengan<br />
demikian, disimpulkan penurunan keluhan muskuloskeletal disebabkan oleh aplikasi<br />
ergo-desain interior pembelajaran.<br />
5.7.2.3 Analisis efek sisa (carry over effect)<br />
Efek sisa dihitung dari jumlah nilai beda keluhan muskuloskeletal antar<br />
perlakuan pada kelompok 1, dibandingkan dengan jumlah nilai beda keluhan<br />
muskuloskeletal antar perlakuan pada kelompok 2. <strong>Hasil</strong> disajikan pada Tabel 5.12.<br />
Tabel 5.12<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Sisa terhadap Keluhan Muskulokeletal (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
9,74 1,50<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
-0,19 -0,57 0,57<br />
Kelompok 2<br />
9,93 1,57<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
<strong>Hasil</strong> analisis kemaknaan uji t, menunjukkan tidak terdapat pengaruh sisa<br />
perlakuan terhadap perlakuan berikutnya. Oleh karena itu, disimpulkan penurunan<br />
keluhan muskuloskeletal disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior yang berkaitan<br />
dengan sistem kerja muskuloskeletal pada tubuh subjek.
113<br />
5.7.2.4 Analisis efek perlakuan (treatment effect)<br />
Efek perlakuan dianalisis dari perbedaan skor keluhan muskuloskeletal<br />
sebelum, setelah dan selisih skor antara keluhan muskuloskeletal setelah dengan<br />
sebelum belajar pada setiap perlakuan. <strong>Hasil</strong> uji normalitas memakai uji 1-S K-S,<br />
menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya, dengan uji t-paired<br />
dilakukan analisis kemaknaan untuk mengetahui perbedaan hasil perlakuan. <strong>Hasil</strong><br />
analisis disajikan pada Tabel 5.13.<br />
Variabel<br />
Keluhan<br />
muskuloskeletal<br />
sebelum belajar<br />
Keluhan<br />
muskuloskeletal<br />
setelah belajar<br />
Tabel 5.13<br />
<strong>Hasil</strong> Uji Beda terhadap Keluhan Muskuloskeletal (N = 81)<br />
Rerata dan SB<br />
pada desain<br />
interior lama<br />
Rerata dan SB<br />
pada ergodesain<br />
interior<br />
Beda<br />
rerata<br />
t -<br />
paired<br />
29,84±0,71 29,74±0,63 0,10 0,93 0,360<br />
43,12±2,45 36,25±1,62 6,87 19,69 0,002<br />
Selisih 13,28±2,60 6,51±1,62 6,77 19,30 0.003<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
p<br />
Analisis perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum belajar menunjukkan<br />
hasil tidak berbeda bermakna (p>0,05), menggambarkan keluhan muskuloskeletal<br />
kedua kelompok subjek komparabel, sehingga penurunan keluhan muskuloskeletal<br />
diasumsikan disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Analisis keluhan muskuloskeletal setelah belajar mendapatkan hasil berbeda<br />
bermakna (p
114<br />
Skor Keluhan<br />
Muskuloskeletal<br />
45<br />
40<br />
35<br />
30<br />
25<br />
20<br />
15<br />
10<br />
5<br />
0<br />
29.84 29.74<br />
43.12<br />
36.25<br />
Sebelum<br />
belajar<br />
Setelah<br />
belajar<br />
13.28<br />
6.51<br />
Selisih<br />
keluhan<br />
Desain Interior<br />
Lama<br />
Ergo-Desain<br />
Interior<br />
Gambar 5.2 Perbandingan Skor Keluhan Muskuloskeletal<br />
Penurunan keluhan muskuloskeletal, dapat ditelusuri dari analisis deskriptif<br />
terhadap total skor keluhan muskuloskeletal sebelum dan setelah belajar. Keluhan<br />
muskuloskeletal sebelum belajar, dirasakan oleh maksimal 10% subjek penelitian<br />
dengan kategori agak sakit terjadi pada 11 segmen tubuh seperti ditampilkan pada<br />
Tabel 5.14.<br />
Tabel 5.14<br />
Keluhan Muskulokeletal Subjek Sebelum Belajar (N = 81)<br />
No<br />
Pada desain interior lama<br />
Pada ergo-desain interior<br />
Jenis<br />
Jumlah subjek yang mengeluh (%) Jumlah subjek yang mengeluh (%)<br />
keluhan<br />
STT TT AT T ST STT TT AT T ST<br />
1. L.bawah 7 80 13 0 0 5 92 3 0 0<br />
2. B.kiri 9 66 25 0 0 12 81 7 0 0<br />
3. B.kanan 9 66 25 0 0 12 81 7 0 0<br />
4.<br />
L.bawah<br />
kiri<br />
13 52 35 0 0 19 70 11 0 0<br />
5.<br />
L.bawah<br />
kanan<br />
13 52 35 0 0 19 70 11 0 0<br />
6. Paha kiri 5 22 73 0 0 7 58 35 0 0<br />
7.<br />
Paha<br />
kanan<br />
5 22 73 0 0 7 58 35 0 0<br />
8. Betis kiri 11 30 59 0 0 6 79 15 0 0<br />
9.<br />
Betis<br />
kanan<br />
11 30 59 0 0 6 79 15 0 0<br />
10. Kaki kiri 6 28 0 68 0 3 70 27 0 0<br />
11.<br />
Kaki<br />
kanan<br />
6 28 0 68 0 3 70 27 0 0
115<br />
Keluhan yang paling banyak dirasakan pada bagian paha dengan kategori<br />
agak sakit 73% dan sakit pada bagian kaki dengan kategori terasa 68% serta keluhan<br />
pada bagian otot yang lain sekitar 12-19%. Keluhan yang dirasakan sebelum belajar,<br />
dapat merupakan akumulasi hasil berjalan kaki menuju sekolah yang ditempuh sejauh<br />
500-800m dan membersihkan halaman sekolah serta kelas sebelum pelajaran dimulai.<br />
No.<br />
Tabel 5.15<br />
Perbedaan Jenis Keluhan Muskuloskeletal Setelah Belajar (N = 81)<br />
Lokasi keluhan<br />
Desain interior lama<br />
Jumlah subjek<br />
yang mengeluh<br />
%<br />
Ergo-desain interior<br />
Jumlah subjek<br />
yang mengeluh<br />
%<br />
Beda<br />
%<br />
1 Leher bawah 23 28,40 13 16,05 12,35<br />
2 Bahu kiri 59 72,84 21 25,93 46,91<br />
3 Bahu kanan 63 77,78 19 23,46 54,32<br />
4 Lengan atas kiri 43 53,09 20 24,69 28,40<br />
5 Punggung 37 45,68 15 18,52 27,16<br />
6 Lengan atas kanan 49 60,49 23 28,40 32,09<br />
7 Pinggang 54 66,67 16 19,75 46,92<br />
8 Pantat 81 100,0 53 65,43 34,57<br />
9 Lengan bawah kiri 76 93,83 25 30,86 62,97<br />
10<br />
Lengan bawah<br />
kanan<br />
79 97,53 27 33,33 64,20<br />
11 Paha kiri 73 90,12 18 22,22 67,90<br />
12 Paha kanan 77 95,06 19 23,46 71,60<br />
13 Betis kiri 65 80,25 23 28,40 51,85<br />
14 Betis kanan 67 82,72 25 30,86 51,86<br />
15 Kaki kiri 59 72,84 31 38,27 34,57<br />
16 Kaki kanan 65 80,25 33 40,74 39,51<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
Analisis deskriptif keluhan muskuloskeletal setelah belajar pada desain<br />
interior lama dan ergo-desain interior, disajikan pada Tabel 5.15. Berpedoman pada<br />
Tabel 5.15, dapat diketahui keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh lebih dari<br />
50% subjek setelah belajar pada desain interior lama dan ergo-desain interior terjadi<br />
pada 14 jenis segmen tubuh. Keluhan tertinggi terjadi di pantat, berhasil diturunkan
116<br />
sebesar 34,57% setelah belajar pada ergo-desain interior. Pada 13 jenis segmen lain,<br />
berhasil diturunkan antara 12,35%-71,60% setelah belajar pada ergo-desain interior.<br />
Faktor paling dominan berperan dalam penurunan keluhan muskuloskeletal adalah<br />
pemakaian dimensi meja dan kursi sudah sesuai antropometri, sikap tubuh dinamis<br />
selama duduk serta setiap 40-80 menit terjadi pengubahan posisi tubuh dari duduk<br />
menjadi berdiri dan berjalan secara sistematis serta reguler untuk mengembalikan<br />
serta mengambil buku pelajaran yang disimpan pada locker di bawah papan tulis.<br />
5.8 Kelelahan<br />
Penilaian kelelahan, dihitung melalui skor kelelahan selama pembelajaran<br />
pada desain interior lama dan ergo-desain interior. Analisis kemaknaan dilakukan<br />
bertahap mulai dari analisis deskriptif, normalitas dan komparasi yang terdiri atas<br />
analisis sebelum perlakuan pada periode I, efek periode, efek sisa dan efek perlakuan.<br />
Data dan analisis statistik terhadap kelelahan, disajikan pada Lampiran 24-25 di<br />
halaman 216-219.<br />
5.8.1 Analisis deskriptif dan normalitas data<br />
Data kelelahan, diuji dengan 1-S K-S untuk mendapatkan nilai rentangan dan<br />
rerata serta SB. <strong>Hasil</strong> analisis menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05).<br />
5.8.2 Analisis komparasi<br />
5.8.2.1 Analisis sebelum perlakuan pada periode I<br />
Perbedaan rerata kelelahan sebelum belajar untuk tiap perlakuan pada periode<br />
I, dianalisis dengan uji t mendapatkan hasil tidak berbeda bermakna (p>0,05). <strong>Hasil</strong><br />
analisis disajikan pada Tabel 5.16.
117<br />
Tabel 5.16<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Kelelahan Sebelum Perlakuan pada Periode I (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1 31,69 0,65<br />
Kelompok 2 31,86 0,53<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
-0,17 -1,33 0,19<br />
SB = Simpang Baku<br />
<strong>Hasil</strong> analisis pada Tabel 5.16 menandakan, kelelahan sebelum belajar pada<br />
kelompok yang belajar pada desain interior lama dan kelompok yang belajar pada<br />
ergo-desain interior pada periode I adalah sama. Maka dapat disimpulkan, penurunan<br />
kelelahan disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior.<br />
5.8.2.2 Analisis efek periode (period effect)<br />
Efek periode dihitung dari beda kelelahan antar perlakuan pada kelompok 1,<br />
dibandingkan dengan beda kelelahan antar perlakuan pada kelompok 2. <strong>Hasil</strong> analisis<br />
disajikan pada Tabel 5.17.<br />
Analisis kemaknaan uji t, menunjukkan periode percobaan tidak berpengaruh<br />
terhadap kelelahan pada periode I dan periode II. Dengan demikian, penurunan<br />
kelelahan diasumsikan disebabkan aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Tabel 5.17<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Periode terhadap Kelelahan (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
6,15 1,39<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
-0,26 -0,93 0,35<br />
Kelompok 2<br />
6,41 1,14<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku
118<br />
5.8.2.3 Analisis efek sisa (carry over effect)<br />
Efek sisa dihitung dari jumlah nilai beda kelelahan antar perlakuan pada<br />
kelompok 1, dibandingkan dengan jumlah nilai beda kelelahan antar perlakuan pada<br />
kelompok 2. <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.18.<br />
Analisis kemaknaan uji t menunjukkan tidak terdapat pengaruh sisa perlakuan<br />
terhadap perlakuan berikutnya. Dengan demikian, diasumsikan penurunan kelelahan<br />
memang disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Tabel 5.18<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Sisa terhadap Kelelahan (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
Kelompok 2<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian<br />
8,76 0,63<br />
8,58 0,67<br />
SB = Simpang Baku<br />
0,18 1,26 0,21<br />
5.8.2.4 Analisis efek perlakuan (treatment effect)<br />
Efek perlakuan dianalisis melalui perbedaan skor kelelahan sebelum, setelah<br />
dan selisih dari skor kelelahan setelah dengan sebelum belajar. <strong>Hasil</strong> uji normalitas<br />
dengan 1-S K-S, menyatakan data berdistribusi normal (p>0,05). Analisis kemaknaan<br />
diuji dengan t-paired, hasilnya disajikan pada Tabel 5.19.<br />
Variabel<br />
Kelelahan sebelum<br />
belajar<br />
Kelelahan setelah<br />
belajar<br />
Tabel 5.19<br />
<strong>Hasil</strong> Uji Beda terhadap Kelelahan (N = 81)<br />
Rerata & SB<br />
pada desain<br />
interior lama<br />
Rerata & SB<br />
pada ergodesain<br />
interior<br />
Beda<br />
rerata<br />
t -<br />
paired<br />
31,77±0,60 31,68±0,65 0,09 0,93 0,360<br />
43,55±0,93 37,20±0,94 6,35 39,68 0,001<br />
Selisih 11,78±0,81 5,56±0,99 6,22 41,23 0.001<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
p
119<br />
Analisis perbedaan kelelahan sebelum belajar, mendapat hasil tidak berbeda<br />
bermakna atau sama (p>0,05), menggambarkan kelelahan kedua kelompok subjek<br />
sebelum belajar komparabel, sehingga penurunan kelelahan disimpulkan disebabkan<br />
oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
Analisis kelelahan setelah belajar mendapat hasil berbeda bermakna (p0,05). Perbedaan skor kelelahan antar perlakuan, disajikan<br />
pada Gambar 5.3.<br />
Skor Kelelahan<br />
45<br />
40<br />
35<br />
30<br />
25<br />
20<br />
15<br />
10<br />
5<br />
0<br />
31.77<br />
31.68<br />
Sebelum<br />
belajar<br />
43.55<br />
Setelah<br />
belajar<br />
37.2<br />
11.78<br />
5.56<br />
Selisih<br />
kelelahan<br />
Desain Interior<br />
Lama<br />
Ergo-Desain<br />
Interior<br />
Gambar 5.3 Perbandingan Skor Kelelahan<br />
Dilakukan juga analisis deskriptif untuk mengetahui penurunan kelelahan<br />
berdasarkan kategori pelemahan aktivitas, motivasi dan fisik pada setiap perlakuan.<br />
<strong>Hasil</strong> analisis berupa rentangan dan rerata serta SB disajikan pada Tabel 5.20, data<br />
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26 di halaman 220.
120<br />
Tabel 5.20<br />
Kelelahan Berdasarkan 3 Kategori (N = 81)<br />
Lokasi<br />
pengukuran<br />
Desain<br />
interior lama<br />
Ergo-desain<br />
interior<br />
Kategori<br />
kelelahan<br />
Aktivitas melemah<br />
Motivasi melemah<br />
Fisik melemah<br />
Aktivitas melemah<br />
Motivasi melemah<br />
Fisik melemah<br />
Jenis data Rentangan Rerata SB<br />
Sebelum belajar 10-11 10,07 0,26<br />
Setelah belajar 12-18 14,05 1,65<br />
Sebelum belajar 10-11 10,04 1,19<br />
Setelah belajar 12-19 14,62 1,83<br />
Sebelum belajar 10-11 10,01 1,11<br />
Setelah belajar 12-18 13,96 1,65<br />
Sebelum belajar 10-11 10,04 1,19<br />
Setelah belajar 10-15 12,04 1,16<br />
Sebelum belajar 10-11 10,03 1,16<br />
Setelah belajar 11-16 12,88 1,18<br />
Sebelum belajar 10-11 10,03 1,16<br />
Setelah belajar 11-16 12,68 1,06<br />
Berdasarkan Tabel 5.20, diketahui terjadi penurunan kelelahan pada semua<br />
kategori. Aktivitas melemah turun 14,31% dari rerata 14,05 menjadi 12,04 dan<br />
motivasi melemah turun 11,90% dari rerata 14,62 menjadi 12,88 serta fisik melemah<br />
turun 9,17% dari rerata 13,96 menjadi 12,68. <strong>Hasil</strong> analisis deskriptif membuktikan,<br />
ergo-desain interior menurunkan kelelahan yang tergolong kategori kelelahan mental.<br />
5.9 Kebosanan<br />
Penilaian kebosanan, dihitung berdasarkan skor kebosanan setelah belajar<br />
pada desain interior lama dan ergo-desain interior. Skor rerata kebosanan, diuji 1-S K-<br />
S untuk mendapat nilai rentangan dan rerata serta SB. <strong>Hasil</strong> uji, menunjukkan data<br />
berdistribusi normal karena nilai p>0,05 (lihat Lampiran 27-28 di halaman 222-223).<br />
Berhubung nilai kebosanan pada penelitian ini hanya tergolong data setelah<br />
perlakuan, maka pada tahapan uji komparasi hanya dilakukan analisis efek perlakuan<br />
saja karena analisis efek periode dan efek sisa tidak dilakukan.
121<br />
Efek perlakuan dianalisis dengan uji t-paired mendapatkan hasil berbeda<br />
bermakna (p0,05).<br />
5.10.2 Analisis komparasi<br />
5.10.2.1 Analisis sebelum perlakuan pada periode I<br />
Perbedaan skor rerata kenyamanan setelah ±10 menit belajar (data sebelum)<br />
untuk setiap perlakuan pada periode I, dianalisis memakai uji t mendapat hasil tidak<br />
berbeda bermakna (p>0,05). <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.22.
122<br />
Tabel 5.22<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Kenyamanan Sebelum Perlakuan pada Periode I (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1 122,73 3,65<br />
Kelompok 2 122,97 3,73<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
-0,24 -0,29 0,77<br />
<strong>Hasil</strong> analisis pada Tabel 5.22 menggambarkan dalam percobaan periode I,<br />
kenyamanan kelompok 1 sebelum belajar pada desain interior lama dan kenyamanan<br />
kelompok 2 sebelum belajar pada ergo-desain interior tidak berbeda bermakna atau<br />
sama (p>0,05). Dengan demikian, disimpulkan peningkatan kenyamanan memang<br />
disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
5.10.2.2 Analisis efek periode (period effect)<br />
Efek periode dihitung berdasarkan beda kenyamanan antar perlakuan pada<br />
kelompok 1, dibandingkan dengan beda kenyamanan antar perlakuan pada kelompok<br />
2. <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.23.<br />
Tabel 5.23<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Periode terhadap Kenyamanan (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
22,31 3,58<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
-0,33 -0,37 0,71<br />
Kelompok 2<br />
22,64 4,24<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
<strong>Hasil</strong> analisis kemaknaan uji t, menunjukkan bahwa periode percobaan tidak<br />
berpengaruh terhadap kenyamanan subjek pada periode I dan periode II. Maka,<br />
diasumsikan peningkatan kenyamanan subjek memang disebabkan oleh aplikasi ergodesain<br />
interior pembelajaran.
123<br />
5.10.2.3 Analisis efek sisa (carry over effect)<br />
Efek sisa dihitung dari jumlah nilai beda kenyamanan antar perlakuan pada<br />
kelompok 1, dibandingkan dengan jumlah nilai beda kenyamanan antar perlakuan<br />
pada kelompok 2. <strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.24.<br />
Tabel 5.24<br />
<strong>Hasil</strong> Analisis Efek Sisa terhadap Kenyamanan (N = 81)<br />
Subjek Rerata SB Beda t p<br />
Kelompok 1<br />
24,58 2,51<br />
(P0 dilanjutkan P1)<br />
-0,03 -0,04 0,97<br />
Kelompok 2<br />
24,61 2,25<br />
(P1 dilanjutkan P0)<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
<strong>Hasil</strong> analisis kemaknaan uji t, menunjukkan tidak terdapat pengaruh sisa<br />
perlakuan terhadap perlakuan berikutnya. Maka, peningkatan kenyamanan sematamata<br />
disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.<br />
5.10.2.4 Analisis efek perlakuan (treatment effect)<br />
Efek perlakuan dianalisis dari perbedaan skor kenyamanan sebelum, setelah<br />
dan selisih dari skor kenyamanan setelah dengan sebelum belajar. <strong>Hasil</strong> uji normalitas<br />
dengan 1-S K-S, menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya,<br />
dengan uji t-paired dilakukan analisis untuk mengetahui perbedaan hasil perlakuan.<br />
<strong>Hasil</strong> analisis disajikan pada Tabel 5.25.<br />
Analisis kemaknaan kenyamanan sebelum belajar menunjukkan hasil tidak<br />
berbeda bermakna atau sama (p>0,05), menggambarkan kenyamanan pada kedua<br />
kelompok subjek sebelum belajar komparabel, sehingga peningkatan kenyamanan<br />
disimpulkan disebabkan oleh aplikasi ergo-desain interior pembelajaran.
124<br />
Variabel<br />
Kenyamanan<br />
sebelum belajar<br />
Kenyamanan<br />
setelah belajar<br />
Tabel 5.25<br />
<strong>Hasil</strong> Uji Beda terhadap Kenyamanan (N = 81)<br />
Rerata & SB pada<br />
desain interior<br />
lama<br />
Rerata & SB pada<br />
ergo desaininterior<br />
Beda<br />
rerata<br />
t -<br />
paired<br />
122,80±3,41 123,20±3,51 -0,40 -1,50 0,141<br />
136,14±3,80 158,89±0,99 -22,75 -53,82 0,002<br />
p<br />
Selisih 13,34±2,30 35,68±3,59 -22,34 -49,37 0.001<br />
N = Jumlah sampel penelitian SB = Simpang Baku<br />
Analisis kenyamanan setelah belajar mendapatkan hasil berbeda bermakna (p<br />
0,05). Perbedaan skor kenyamanan antar<br />
perlakuan, disajikan pada Gambar 5.4.<br />
Skor Kenyamanan<br />
160<br />
140<br />
120<br />
100<br />
80<br />
60<br />
40<br />
20<br />
0<br />
136.14 158.89<br />
122.8 123.2<br />
Sebelum<br />
belajar<br />
Setelah<br />
belajar<br />
13.34<br />
35.68<br />
Selisih<br />
kenyamanan<br />
Desain Interior<br />
Lama<br />
Ergo-Desain<br />
Interior<br />
Gambar 5.4 Perbandingan Skor Kenyamanan<br />
Peningkatan kenyamanan, dapat ditelusuri dari analisis deskriptif terhadap<br />
total skor kenyamanan sebelum belajar dan setelah belajar. Kenyamanan sebelum<br />
belajar, yang dirasakan oleh maksimal 10% subjek pada kategori kurang nyaman<br />
terjadi pada 5 komponen desain interior lama dan ergo-desain interior seperti terlihat
125<br />
pada Tabel 5.26. Penilaian kurang nyaman, paling menonjol terjadi pada komponen<br />
tinggi meja dan posisi bahu sebanyak 7%. Sedangkan penilaian posisi laci, tinggi<br />
dudukan dan posisi paha sekitar 3-6% dengan kategori kurang nyaman juga. Penilaian<br />
kurang nyaman, dapat diakibatkan oleh ukuran tubuh subjek yang ekstrim. Dari 81<br />
subjek, diketahui ada 2 pebelajar berukuran lebih pendek dan 3 orang berukuran lebih<br />
tinggi daripada rata-rata subjek lainnya.<br />
No<br />
Penyebab<br />
keluhan<br />
Tabel 5.26<br />
Kenyamanan Subjek Sebelum Belajar (N = 81)<br />
Pada desain interior lama<br />
Pada ergo desain interior<br />
Jumlah subjek yang menilai (%) Jumlah subjek yang menilai (%)<br />
SSN SN N KN SKN SSN SN N KN SKN<br />
1. Posisi lengan 7 78 8 7 0 5 70 20 5 0<br />
2. Posisi lutut 9 71 15 5 0 12 77 8 3 0<br />
3. Posisi pantat 13 71 10 6 0 11 77 7 5 0<br />
4. Posisi paha 13 62 20 5 0 13 68 14 5 0<br />
5. Posisi bahu 5 77 8 7 0 4 82 9 5 0<br />
SSN = sangat sangat nyaman; SN = sangat nyaman; N = nyaman; KN = kurang nyaman; SKN = sangat kurang nyaman.<br />
Beberapa faktor yang berpengaruh pada peningkatan kenyamanan adalah<br />
peningkatan intensitas pencahayaan menjadi 368 lux, komponen interior berwarna<br />
terang, gerakan angin 0,20 m/d, suhu kering interior antara 26-29ºC dan suhu basah<br />
interior antara 22-27º, kelembaban relatif ruangan hanya 66%, intensitas suara 55dB,<br />
dimensi meja dan kursi belajar sudah sesuai antropometri, setiap pebelajar memiliki<br />
area sirkulasi mandiri sehingga tidak ada yang merasa terganggu atau mengganggu,<br />
sikap tubuh subjek selama duduk dinamis karena secara reguler dan sistematis dapat<br />
bersandar serta menjangkau buku, setiap 40-80 menit memiliki peluang secara reguler<br />
dan sistematis untuk mengubah posisi duduk menjadi berdiri disertai dengan berjalan,<br />
jumlah saraf sensoris yang bertugas selama proses pembelajaran berkurang karena<br />
jumlah objek visual sudah diminimalkan.
126<br />
Terbatasnya transmisi sinyal saraf yang dilakukan oleh saraf sensoris dalam<br />
waktu bersamaan, mencegah timbulnya kelelahan sinapsis, struktur fungsional tubuh<br />
seperti pembuluh darah, otot dan saraf yang berada di bawah permukaan kulit<br />
terhindar dari gangguan ketika bersentuhan dengan benda eksternal karena bagian<br />
sudut dan tepinya berbentuk tumpul serta lengkung. Banyaknya komponen penyebab<br />
terjadinya peningkatan kenyamanan, maka layak terjadi peningkatan sebesar 62,61%.<br />
No<br />
Penyebab<br />
keluhan<br />
Tabel 5.27<br />
Perbedaan Persentase Kenyamanan Setelah Belajar (N = 81)<br />
Pada desain interior lama<br />
Pada ergo desain-interior<br />
Jumlah subjek yang menilai (%) Jumlah subjek yang menilai (%)<br />
SSN SN N KN SKN SSN SN N KN SKN<br />
1. Kondisi meja 0 0 5 25 70 25 45 27 3 0<br />
2. Bentuk meja 65 25 10 0 0 11 19 67 3 0<br />
3. Bentuk laci 0 0 0 36 64 0 0 0 0 0<br />
4. Posisi laci 0 0 3 69 28 0 0 0 0 0<br />
5. Kondisi kursi 0 0 7 15 78 18 23 56 3 0<br />
6. Posisi paha 0 0 5 73 22 13 31 43 5 0<br />
7. Posisi bahu 0 0 5 67 28 13 27 54 6 0<br />
8.<br />
9.<br />
Kondisi<br />
cahaya<br />
Gerakan<br />
angin<br />
0 0 0 28 72 5 12 83 0 0<br />
0 0 0 12 88 3 15 82 0 0<br />
10. Suhu ruang 15 23 43 12 7 16 31 52 1 0<br />
11. Kondisi suara 21 34 45 0 0 19 37 44 0 0<br />
12. Warna ruang 0 0 0 87 13 21 43 36 0 0<br />
13.<br />
14.<br />
Kondisi<br />
informasi<br />
Kondisi<br />
hiasan<br />
0 0 0 83 17 17 24 59 0 0<br />
0 0 0 89 11 32 37 31 0 0<br />
SSN = sangat sangat nyaman; SN = sangat nyaman; N = nyaman; KN = kurang nyaman; SKN = sangat kurang nyaman.