Skripsi Farida Nur Aini,Pendidikan Dokter 2008.pdf - Perpustakaan ...
Skripsi Farida Nur Aini,Pendidikan Dokter 2008.pdf - Perpustakaan ...
Skripsi Farida Nur Aini,Pendidikan Dokter 2008.pdf - Perpustakaan ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PREVALENSI SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN<br />
GEJALA HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA DR.<br />
SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA TAHUN 2010<br />
PENELITIAN<br />
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk<br />
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN<br />
Oleh<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong><br />
108103000053<br />
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN<br />
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER<br />
UIN SYARIF HIDAYATULLAH<br />
JAKARTA<br />
2011 M / 1432 H
Dengan ini saya menyatakan bahwa:<br />
LEMBAR PERNYATAAN<br />
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk<br />
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas<br />
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif<br />
Hidayatullah Jakarta.<br />
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan<br />
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu<br />
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.<br />
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau<br />
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima<br />
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas<br />
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.<br />
ii<br />
Ciputat, 20 September 2011<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong>
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING<br />
PREVALENSI PENDERITA SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN<br />
GEJALA HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO<br />
HEERDJAN JAKARTA ii<br />
TAHUN 2010<br />
Laporan Penelitian<br />
Diajukan Kepada Program Studi <strong>Pendidikan</strong> <strong>Dokter</strong>, Fakultas Kedokteran dan<br />
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh<br />
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)<br />
Oleh :<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong><br />
NIM: 108103000053<br />
Pembimbing 1 Pembimbing 2<br />
dr. Prianto Djatmiko, SpKJ<br />
iii<br />
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD<br />
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER<br />
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN<br />
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH<br />
JAKARTA<br />
1432 H/2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN<br />
Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI PENDERITA SKIZOFRENIA<br />
PARANOID DENGAN GEJALA HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA<br />
DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA TAHUN 2010 yang diajukan oleh<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong> (NIM: 108103000053), telah diujikan dalam sidang di Fakultas<br />
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 20 September 2011. Laporan penelitian ini<br />
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.<br />
Ked) pada Program Studi <strong>Pendidikan</strong> <strong>Dokter</strong>.<br />
Ketua Sidang<br />
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie,<br />
SpKFR<br />
Penguji I<br />
dr. Isa Multazam Noor, SpKJ<br />
Dekan FKIK UIN<br />
DEWAN PENGUJI<br />
Pembimbing I<br />
dr. Prianto Djatmiko, SpKJ<br />
Penguji II<br />
dr. Poppy Candra Dewi,<br />
SpS. MSc<br />
Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd<br />
PIMPINAN FAKULTAS<br />
iv<br />
Ciputat, 20 September 2011<br />
Pembimbing II<br />
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD<br />
Penguji III<br />
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie,<br />
SpKFR<br />
Kaprodi PSPD FKIK UIN<br />
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR
KATA PENGANTAR<br />
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena<br />
berkat taufik dan hidayah-Nya penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul<br />
“Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi di Rumah<br />
Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010”<br />
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,<br />
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu,<br />
dalam kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-<br />
tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:<br />
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, dan Drs. H. Achmad Gholib, MA<br />
dan Ibu <strong>Farida</strong> selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan<br />
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.<br />
2. H. Dr. Syarief Hasan Lutfi selaku Ketua Program Studi <strong>Pendidikan</strong> <strong>Dokter</strong>.<br />
3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD dan dr. Prianto Djatmiko, SpKJ selaku<br />
Dosen Pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran<br />
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan penelitian ini.<br />
4. Ibu Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed selaku penanggung jawab Riset<br />
angkatan 2008 yang telah memberikan motivasi dan mengarahkan saya dalam<br />
penyusunan penelitian ini.<br />
5. Staf Litbang dan semua petugas rekam medis RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta<br />
yang telah mengizinkan penggunaan dan membantu mempermudah<br />
penggunaan rekam medis pasien skizofrenia untuk penelitian ini.<br />
6. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan<br />
kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah<br />
Jakarta.<br />
7. Bapak, Ibu dan keluarga besar saya serta para sahabat saya yang telah<br />
memberikan kasih sayang, doa dan dorongan baik moril maupun materiil.<br />
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penelitian ini dapat<br />
terselesaikan.<br />
v<br />
Ciputat, 20 September 2011<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong>
ABSTRAK<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong>. Program Studi <strong>Pendidikan</strong> <strong>Dokter</strong>. Prevalensi Penderita<br />
Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto<br />
Heerdjan Jakarta Tahun 2010.<br />
Halusinasi merupakan salah satu gejala positif dari skizofrenia yang menyebabkan<br />
keluarga membawa pasien berobat karena telah mengganggu diri dan orang lain.<br />
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi penderita skizofrenia<br />
paranoid dengan gejala halusinasi di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun<br />
2010 menggunakan metode deskriptif dengan bentuk cross sectional. Populasi<br />
terjangkau adalah pasien skizofrenia paranoid di RSJ dr. Soeharto Heerdjan tahun<br />
2010 sebanyak 782 orang dengan jumlah sampel 551 orang. Pada penelitian ini<br />
didapatkan prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
sebesar 70.5% pasien dengan jenis halusinasi pendengaran terbanyak sebesar<br />
97.5%. Distribusi jumlah halusinasi per-penderita terbanyak adalah satu pasien<br />
dengan satu halusinasi 93.3%. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebesar<br />
69.1%. Dengan sebagian besar penderita berusia 25-44 tahun (69.7 %) dan status<br />
tidak menikah 59.6%.<br />
Kata kunci: prevalensi, skizofrenia paranoid, halusinasi<br />
<strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong>. Student of Undergraduate Program of Faculty of Medicine and<br />
Health Sciences. Prevalence of Paranoid Schizophrenia with Hallucination<br />
Symptoms at dr. Soeharto Heerdjan’s Mental Hospital Jakarta 2010.<br />
Hallucination is one of the positive symptoms in schizophrenia whichreally<br />
disturbing that cause the patient is admitted to the mental hospital. The aim of<br />
this research is to know the prevalence of schizophrenia of paranoid with<br />
hallucination symptoms at dr. Soeharto Heerdjan’s Mental Hospital Jakarta<br />
2010. In the present research, a descriptive cross sectional method is used.<br />
Among 782 paranoid schizopheria’s patients as the population, 551 patients with<br />
hallucination symptoms were taken as the sample. As the result, the prevalence of<br />
paranoid schizophrenia with hallucination symptoms is 70.5 %, mostly diagnose<br />
with auditory hallucination (97.5 %). In this research, we found that this disease<br />
is occured mostly in males (69.1 %), person with average age 25-44 years old<br />
(69.7 %), or unmarried people (59.6 %).<br />
Keyword: prevalence, paranoid schizophrenia, hallucination<br />
vi
DAFTAR ISI<br />
Halaman<br />
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ii<br />
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii<br />
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv<br />
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v<br />
ABSTRAK/ABSTRACT .................................................................................. vi<br />
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii<br />
DAFTAR GAMBAR, TABEL, DAN GRAFIK .............................................. ix<br />
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x<br />
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1<br />
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1<br />
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 2<br />
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3<br />
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 3<br />
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5<br />
2.1 Konsep Skizofrenia ................................................................ 5<br />
2.1.1 Pengertian Skizofrenia .................................................... 5<br />
2.1.2 Kriteria Diagnosis Skizofrenia ........................................ 6<br />
2.1.3 Klasifikasi Skizofrenia .................................................... 8<br />
2.1.4 Epidemiologi Skizofrenia ............................................... 9<br />
2.1.5 Etiologi Skizofrenia ........................................................ 11<br />
2.1.5.1 Faktor Genetik ..................................................... 11<br />
2.1.5.2 Faktor Biokimia ................................................... 11<br />
2.1.5.3 Faktor Biologi...................................................... 12<br />
2.1.5.4 Abnormalitas Perkembangan Otak Janin .............. 12<br />
2.1.5.5 Abnormalitas Struktur dan Aktivitas Otak............ 13<br />
2.1.5.6 Proses Psikososial dan Lingkungan ...................... 13<br />
2.1.5.7 Status Sosial Ekonomi dan Faktor Kebudayaan .... 15<br />
2.1.5.8 Rokok dan Penyalahgunaan NAPZA ................... 15<br />
2.2 Skizofrenia Paranoid ............................................................... 15<br />
2.2.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid ..................................... 15<br />
2.2.2 Pedoman Diagnostik ....................................................... 16<br />
2.3 Halusinasi Dalam Skizofrenia ................................................... 16<br />
2.3.1 Pengertian Halusinasi ..................................................... 16<br />
2.3.2 Jenis Halusinasi .............................................................. 17<br />
2.3.3 Prevalensi Halusinasi pada Skizofrenia ........................... 17<br />
2.3.3.1 Halusinasi Pendengaran ....................................... 18<br />
2.3.3.2 Halusinasi Penglihatan ......................................... 19<br />
2.3.3.3 Halusinasi Penciuman, Pengecapan dan Taktil .... 19<br />
2.4 Pengobatan Skizofrenia ........................................................... 20<br />
2.5 Prognosis ................................................................................. 22<br />
2.6 Komplikasi Skizofrenia ........................................................... 23<br />
2.7 Kerangka Konsep .................................................................... 23<br />
2.8 Definisi Operasional ................................................................ 24<br />
vii
2.8.1 Rekam Medis .................................................................. 24<br />
2.8.2 Prevalensi ....................................................................... 24<br />
2.8.3 Skizofrenia Paranoid ....................................................... 24<br />
2.8.4 Halusinasi ....................................................................... 25<br />
2.8.5 Umur .............................................................................. 25<br />
2.8.6 Jenis Kelamin ................................................................. 25<br />
2.8.7 Status Perkawinan ........................................................... 25<br />
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................. 26<br />
3.1 Desain Penelitian ..................................................................... 26<br />
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 26<br />
3.3 Sumber Data ............................................................................ 26<br />
3.4 Populasi dan Sampel................................................................ 26<br />
3.4.1 Populasi Terjangkau ....................................................... 26<br />
3.4.2 Sampel ............................................................................ 26<br />
3.5 Kriteria Penelitian ..................................................................... 27<br />
3.5.1 Kriteria Inklusi................................................................ 27<br />
3.5.2 Kriteria Eklusi ................................................................ 27<br />
3.6 Cara Kerja ............................................................................... 27<br />
3.7.1 Pengumpulan Data .......................................................... 27<br />
3.7.2 Pengolahan Data ............................................................. 27<br />
3.7.3 Penyajian Data ................................................................ 27<br />
3.7.4 Analisis Data .................................................................. 28<br />
3.7.5 Interpretasi Data ............................................................. 28<br />
3.7.6 Pelaporan Hasil Penelitian .............................................. 28<br />
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 29<br />
4.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................29<br />
4.2 Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala<br />
Halusinasi................... .............................................................29<br />
4.3 Pola Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................................... 30<br />
4.4 Pola Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Umur ................................................................... 32<br />
4.5 Pola Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Berdasarkan Status Perkawinan ........................... 34<br />
4.6 Gambaran Jenis Halusinasi ...................................................... 35<br />
4.7 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jumlah Halusinasi pada Masing-masing Penderita<br />
di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010............................... ..36<br />
4.8 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jumlah Halusinasi pada masing-masing Penderita di<br />
RSJ dr. SoehartoHeerdjan Tahun 2010 .................................... 36<br />
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 38<br />
5.1 Simpulan ................................................................................. 38<br />
5.2 Saran ....................................................................................... 38<br />
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40<br />
LAMPIRAN ..................................................................................................... 42<br />
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... 50<br />
viii
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK<br />
Gambar 2.7.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian ..........................................24<br />
Tabel 4.3 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jenis Kelamin di RSJ dr. Soeharto Heerdjan<br />
Tahun 2010 ............................................................................... 30<br />
Tabel 4.4. Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Kelompok Umur di RSJ dr. Soeharto Heerdjan<br />
Tahun 2010 ............................................................................... 32<br />
Tabel 4.5 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Status Perkawinan di RSJ dr. Soeharto Heerdjan<br />
Tahun 2010 ............................................................................... 34<br />
Grafik 4.6 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jenisnya di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Tahun<br />
2010 .......................................................................................... 35<br />
Tabel 4.7 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jumlah Halusinasi per-Penderita di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan Tahun 2010 ................................................. 35<br />
Tabel 4.8 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jumlah Halusinasi per-Penderita di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan Tahun 2010 ................................................. 36<br />
ix
DAFTAR LAMPIRAN<br />
Judul Lampiran<br />
1. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi ...........42<br />
2. Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................................... 42<br />
3. Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan Umur ........................................................................................ 43<br />
4. Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan Status Perkawinan .................................................................... 44<br />
5. Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan Jenis Halusinasi ........................................................................ 45<br />
6. Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan Jumlah Halusinasi pada Masing-masing Penderita .................... 48<br />
x
1.1 Latar Belakang<br />
BAB 1<br />
PENDAHULUAN<br />
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis dari berbagai keadaan<br />
psikopatologis yang sangat mengganggu yang melibatkan proses pikir, emosi,<br />
persepsi dan tingkah laku. Skizofrenia merupakan golongan psikosa yang<br />
ditandai dengan tidak adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan<br />
menilai realitas (RTA). 1 Terdapat lima subtipe skizofrenia, yaitu skizofrenia<br />
paranoid, disorganized schizophrenia, catatonic schizophrenia,<br />
undifferentiated schizophrenia, dan residual schizophrenia. 2<br />
Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan<br />
kognitif tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Skizofrenia<br />
paranoid adalah tipe yang paling sering terjadi. Gejala-gejala yang mencolok<br />
ialah waham primer, disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Pasien<br />
skizofrenia datang ke rumah sakit karena adanya gejala waham, halusinasi<br />
dan gejala-gejala yang tidak bisa ditoleransi oleh masyarakat. Halusinasi<br />
dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa penelitian menyebutkan<br />
bahwa gejala halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran<br />
yaitu sebesar 70%. 3 Setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti ternyata<br />
didapatkan adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek, emosi dan<br />
kemauan. 1<br />
Studi Bank Dunia pada tahun 1995 di beberapa Negara menunjukkan<br />
bahwa hari-hari produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years<br />
(DALY's) sebesar 8.1% dari Global Burden of Disease, disebabkan oleh<br />
masalah kesehatan jiwa. Status jiwa yang buruk akan menurunkan<br />
produktifitas sehingga menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 4<br />
Berdasarkan riskesdas 2007 disebutkan prevalensi gangguan jiwa<br />
berat seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi berat adalah 0.5 %<br />
(berdasarkan keluhan responden atau observasi pewawancara). Sebanyak 7<br />
provinsi mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat sebesar diatas prevalensi<br />
nasional yaitu NAD, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bangka Belitung,<br />
1
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Prevalensi<br />
nasional gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun<br />
adalah 11.6 %. 5<br />
Pada RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, berdasarkan hasil rekapan<br />
tahun 2009, tercatat bahwa presentase pasien dengan gangguan jiwa yang<br />
menjalani rawat jalan sebesar 33% adalah skizofrenia paranoid, 27% adalah<br />
skizofrenia residual dan sisanya adalah gangguan jiwa jenis lainnya.<br />
Sedangkan yang menjalani rawat inap sebesar 41 % adalah sizofrenia<br />
paranoid, 19% adalah skizofrenia yang tak terinci, 16% gangguan psikotik<br />
akut dan sementara yang tak terinci, dan sisanya adalah gangguan jiwa jenis<br />
lainnya. Berdasarkan angka tersebut presentase skizofrenia paranoid tercatat<br />
yang paling tinggi dibandingkan gangguan jiwa yang lain. 6<br />
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita<br />
skizofrenia masih cukup tinggi, dan tipe skizofrenia yang paling sering adalah<br />
tipe skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi yang paling menonjol<br />
adalah halusinasi pendengaran. Skizofrenia paranoid dianggap sebagai<br />
gangguan jiwa yang tidak menyebabkan kematian secara langsung namun<br />
beratnya gangguan menyebabkan suatu individu atau kelompok manusia<br />
tidak produktif dan tidak efisien sehingga pembangunan manusia akan<br />
terhambat. Halusinasi menyebabkan seorang individu tidak mapu bersikap<br />
wajar dalam kehidupan sosial sehingga mampu membahayakan dirinya serta<br />
orang lain. Oleh karena hingga saat ini belum diketahuinya prevalensi<br />
penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi khususnya di Jakarta,<br />
maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi<br />
penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi di RSJ dr. Soeharto<br />
Heerdjan Jakarta tahun 2010.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Berapa prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010?<br />
2
1.3 Tujuan Penelitian<br />
1.3.1 Tujuan umum<br />
Untuk mengetahui prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan<br />
gejala halusinasi di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010.<br />
1.3.2 Tujuan Khusus<br />
a. Untuk mengetahui presentase kasus skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi dan presentase gejala halusinasi berdasarkan jenis dan jumlah<br />
halusinasi per-penderita skizofrenia paranoid di RSJ dr. Soeharto<br />
Heerdjan Tahun 2010.<br />
b. Untuk mengetahui distribusi skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi berdasarkan usia di RSJ dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010.<br />
c. Untuk mengetahui distribusi skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi berdasarkan jenis kelamin di RSJ dr. Soeharto Heerdjan<br />
tahun 2010.<br />
d. Untuk mengetahui distribusi skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi berdasarkan status perkawinan di RSJ dr. Soeharto Heerdjan<br />
tahun 2010.<br />
1.4. Manfaat Penelitian<br />
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti<br />
1. Manfaat Praktis<br />
a. Sebagai bahan pertimbangan untuk membuat program intervensi<br />
farmakologis dan psikososial dalam penanganan skizofrenia.<br />
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mendeteksi gangguan<br />
kepribadian yang mungkin mengarah pada gangguan jiwa psikotik<br />
skizofrenia pada anak atau masyarakat umumnya sedini mungkin.<br />
2. Manfaat Teoritis<br />
a. Memperkaya keilmuan dalam bidang kesehatan jiwa dan dapat<br />
menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor<br />
yang berhubungan dengan waham pada skizofrenia paranoid<br />
b. Kemajuan pengobatan skizofrenia<br />
c. Menambah ketrampilan bagi peneliti dalam melakukan penelitian<br />
serta mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang<br />
3
didapat selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran dan<br />
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah<br />
(FKIK UIN Syahid).<br />
1.4.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi<br />
1.4.2.1 Untuk mewujudkan tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan<br />
fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang<br />
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian<br />
masyarakat serta dapat mewujudkan Universitas Islam Negeri<br />
Syarif Hidayatullah sebagai universitas riset dalam rangka<br />
mengembangkan ilmu pengetahuan.<br />
1.4.2.2 Untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara mahasiswa<br />
dan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan<br />
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Mendapatkan data<br />
awal tentang prevalensi dan karakteristik penderita skizofrenia<br />
paranoid di RSJ dr Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010 yang<br />
dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.<br />
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat<br />
Memberikan gambaran mengenai prevalensi dan karakteristik<br />
penderita skizofrenia paranoid di RSJ dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010.<br />
4
2.1 Konsep Skizofrenia<br />
2.1.1 Pengertian Skizofrenia<br />
BAB 2<br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Kata skizofrenia pertama kali diidentifikasi pada 1908 oleh ahli<br />
psikiatri Swiss, Eugen Bleuer, untuk mendeskripsikan sekumpulan gangguan<br />
mental yang dikarakteristikkan sebagai pikiran (phrenia) yang pecah (schizo).<br />
Konsep skizofrenia Bleuer didasarkan pada gambaran sekumpulan gangguan<br />
jiwa yang disebut demensia prekoks oleh ahli psikiatri Jerman, Emil<br />
Kraepelin, pada 1896. 1,2 PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis<br />
Gangguan Jiwa di Indonesia III) menempatkan skizofrenia pada kode F20.<br />
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi<br />
berbagai area, fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,<br />
menerima dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukkan<br />
emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial. 1<br />
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi<br />
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu<br />
bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang<br />
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada<br />
umumnya ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik<br />
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau<br />
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan<br />
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara. Walaupun kemunduran<br />
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 7<br />
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan<br />
hasil terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase<br />
gangguan skizofrenia yaitu fase prodromal, fase aktif, dan fase residual. Hasil<br />
akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi<br />
dalam bidang pekerjaan, sosial, dan keluarga.<br />
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala – gejala yang nonspesifik<br />
yang lamanya bisa minggu, bulan, ataupun labih dari satu tahun sebelum<br />
5
onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi hendaya fungsi<br />
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang, dan fungsi<br />
perawatan diri. Perubahan – perubahan ini akan mengganggu individu serta<br />
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini<br />
tidak seperti dulu”. Semakin lama fase prodromal, semakin buruk<br />
prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti<br />
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan<br />
afek. Hampir semua individu datang pada fase ini, bila tidak mendapat<br />
pengobatan gejala – gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat<br />
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase<br />
residual dimana gejala – gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala<br />
positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala – gejala yang terjadi<br />
pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan<br />
kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa,<br />
kewaspadaan, dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).<br />
Seseorang dikatakan memasuki fase prodromal atau fase residual jika<br />
memenuhi minimal dua dari kriteria berikut (1) isolasi sosial atau penarikan<br />
diri; (2) perburukan fungsi sebagai pekerja, siswa, atau fungsi dalam rumah;<br />
(3) bertingkah laku aneh (misalnya mengumpulkan sampah, berbicara sendiri<br />
di depan umum, atau menimbun makanan); (4) perburukan dalam hal<br />
kebersihan dan perawatan diri; (5) afek tumpul, datar atau tidak wajar; (6)<br />
bicara tidak agresif, tidak jelas, sangat rumit, berputar – putar, atau metafora;<br />
(7) memunculkan ide yang aneh, berpikiran gaib (seperti tembus pandang,<br />
telepati, “indera keenam”, “orang lain dapat merasakan pikiran saya”),<br />
pemikiran sangat ingin dihargai, waham referensi; (8) persepsi pengalaman<br />
yang tidak biasa, seperti merasakan kehadiran keuatan atau seseorang yang<br />
sebenarnya tidak ada. 3,8<br />
2.1.2 Kriteria Diagnostik Skizofrenia<br />
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III<br />
2.2.1 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan<br />
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau<br />
kurang jelas):<br />
6
a. - “thought echo”= isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau<br />
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,<br />
walaupun isnya sama namun kualitasnya berbeda<br />
- “thought insertion or withdrawl” yaitu isi pikiran yang asing<br />
dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi<br />
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya<br />
- “thought broadcasting” yaitu isi pikirannya tersiar keluar<br />
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.<br />
b. - “delusion of control” yaitu waham tentang dirinya dikendalikan<br />
oleh sesuatu kekuatan tertentu dari luar<br />
- “ delusion of influence yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi<br />
oleh suatu kekutan tertentudari luar atau<br />
- “ delusion of passivity” yaitu waham tentang dirinya tidak<br />
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang<br />
“dirinya” secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota<br />
gerak atau pikiran, tindakan atau pengindraan khusus)<br />
- “delusional perception” yaitu pengalaman indrawi yang tak<br />
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya<br />
bersifat mistik atau mukjizat)<br />
c. Halusinasi Pendengaran<br />
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus<br />
terhadap perilaku pasien atau;<br />
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara<br />
berbagai suara yang berbicara) atau<br />
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian<br />
tubuh<br />
d. Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat<br />
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal<br />
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan<br />
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu<br />
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing<br />
dari dunia lain).<br />
7
2.2.2 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara<br />
jelas:<br />
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila<br />
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang<br />
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas ataupun<br />
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-value ideas) yang menetap,<br />
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu atau berbulan-<br />
bulan terus menerus<br />
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan<br />
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang<br />
tidak relevan, atau neologisme.<br />
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),<br />
posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea,<br />
negativisme, mutisme dan stupor<br />
h. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang<br />
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,<br />
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial<br />
dan mennurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa hal<br />
tersebut tidak disebabkan depresi atau neuroleptika<br />
2.2.3 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama<br />
kurun waktu selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku<br />
untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)<br />
2.2.4 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu<br />
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi<br />
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup<br />
tak bertujuan tidak berbuat sesuatu, sikap larut dan dalam diri sendiri<br />
(self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. 7<br />
2.1.3 Klasifikasi skizofrenia<br />
2.1.3.1 Skizofrenia paranoid : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,<br />
adanya waham dan atau halusinasi yang menonjol, adanya gangguan<br />
afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik<br />
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol<br />
8
2.1.3.2 Skizofrenia hebrefenik : memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,<br />
onset biasanya mulai 15-24 tahun, adanya gejala yang mencolok yaitu<br />
bicara kacau, gangguan kebiasaan, afek yang datar dan tidak sesuai,<br />
kriteria tidak ditemukan pada tipe katatonik<br />
2.1.3.3 Skizofrenia katatonik : memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,<br />
terdapat satu atau lebih yang mendoinasi gambaran klinisnya yaitu<br />
stupor, gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu , negativisme,<br />
rigiditas, flexibilitas cerea/ waxy flexibility, dan gejala lain seperti<br />
command automatism.<br />
2.1.3.4 Skizofrenia undifferented: tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis<br />
skizofrenia paranoid, hebrefenik, atau katatonik<br />
2.1.3.5 Skizofrenia residual: Tidak adanya waham menetap, halusinasi,gangguan<br />
bicara, gangguan yang nyata atau perilaku katatonik, adanya gejala<br />
negativ atau adanya dua atau lebih gejala yang ada pada kriteria umum<br />
skizofrenia.<br />
2.1.3.6 Skizofrenia Simplek: Diagnosis skizofrenia simplek sulit dibuat secara<br />
meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang<br />
berjalan perlahan dan progresif dari gejala negatif yang khas dari<br />
skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, wahamatau<br />
manifestasi lain dari episode psikotik dan disertai dengan perubahan-<br />
perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai<br />
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan<br />
hidup dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala<br />
psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. 7,9<br />
2.1.4 Epidemiologi Skizofrenia<br />
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi<br />
skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2 % hingga 2 % tergantung di<br />
daerah atau negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan<br />
bahwa lifetime prevalensi skizofrenia diperkirakan antara 0,5 % dan 1 %.<br />
Karena skizofrenia cenderung menjadi penyakit yang menahun (kronis)<br />
9
maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka<br />
prevalensi dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun. Di Indonesia<br />
sendiri angka penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000<br />
penduduk dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. 2<br />
Di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk perkotaan<br />
menunjukkan angka yang lebih tinggi hingga 2 %. Di Indonesia angka yang<br />
tercatat di departemen kesehatan berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983)<br />
adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %. 5<br />
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan<br />
perempuan, tetapi laki-laki memiliki onset lebih awal daripada perempuan.<br />
Puncak insidensi antara usia 15-24 tahun pada laki-laki dan pada<br />
perempuan lebih terlambat. Antara 100000-200000 kasus skizofrenia baru<br />
diobati di Amerika setiap tahunnya. Diperkirakan 2 juta orang Amerika<br />
didiagnosis skizofrenia dan lebih dari 1 juta mendapatkan terapi psikiatrik<br />
setiap tahunnya. 10 Pada saat ini mulai dikenal skizofrenia anak (sekitar 8<br />
tahun bahkan ada yang 6 tahun) dan late onset skizofrenia (usia lebih dari<br />
45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang mengidap<br />
skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia, terajangkit virus<br />
dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam kandungan, stressor<br />
lingkungan yang tinggi, memakai obat-obatan psikoaktif saat remaja dan<br />
lain-lain. 1<br />
Sementara menurut Kaplan, Sadock dan Grebb; davison & neale,<br />
onset untuk laki-laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.<br />
Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki-laki daripada pada wanita.<br />
Beberapa penelitian menunjukkan beberapa pria lebih mungkin<br />
memunculkan gejala negatif dibandingkan wanita, dan wanita memiliki<br />
fungsi sosial yang baik daripada pria. Pada kesimpulannya individu pada<br />
umur berapapun rawan menderita skizofrenia bila faktor biologis<br />
berinteraksi dengan faktor psikologis dan sosial. 2,8<br />
10
2.1.5 Etiologi skizofrenia<br />
Penyebab pasti dari skizofrenia sebenarnya belum diketahui. Berikut<br />
ini adalah beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab<br />
skizofrenia. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:<br />
2.1.5.1 Faktor Genetik<br />
Dalam studi terhadap keluarga menyebutkan pada orangtua 5.6%;<br />
saudara kandung 10.1 %; anak-anak 12.8 %; dan penduduk secara<br />
keseluruhan 0.9 %. Dalam studi terhadap orang kembar (twin)<br />
menyebutkan pada kembar identik (monozygote) 59.2 %, sedangkan<br />
kembar non identik atau fraternal (dizygote) adalah 15.2 %. 1<br />
Risiko berkembang menjadi skizofrenia pada masyarakat<br />
umum1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada<br />
anak 15%-20% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia<br />
walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir, anak dari kedua<br />
orang tua skizofrenia 30%-40%, pada kembar monozigot 40%-50%,<br />
sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5%-10%. Dari penelitian<br />
epidemiologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan adalah 3%,<br />
masih lebih tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga dari<br />
penelitian anak yang diadopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang<br />
diadopsi orang tua normal, tetap mempunyai resiko 16.6%, sebaliknya<br />
anak sehat yang diadopsi penderita skizofrenia resiko 1.6%, dengan<br />
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan keluarga<br />
biologis semakin tinggi resiko terkena skizofrenia. 1,11<br />
2.1.5.2 Faktor Biokimia<br />
Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap<br />
timbulnya skizofrenia. Dua diantaranya yang paling jelas adalah<br />
neurotransmitter dopamin dan serotonin. Berdasarkan penelitian, pada<br />
pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan adanya aktivitas berlebihan<br />
dari dopamin atau peningkatan jumlah hipersensitivitas reseptor dopamin<br />
dalam otak. 10, 12 Peningkatan kadar dopamin ini ternyata mempengaruhi<br />
fungsi kognitif (alam fikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor<br />
11
(perilaku) yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif maupun<br />
negatif skizofrenia. 1<br />
Menurut Mesholam gately et.al dalam jurnal neurocognition in<br />
first episode schizophrenia: meta analytic review (2009), gangguan<br />
neurokognisi adalah fitur utama episode pertama penderita skizofrenia.<br />
Gangguan tersebut membuat sistem kognisi tidak dapat bekerja seperti<br />
kondisi normal. Penelitian juga menyebutkan bahwa serotoin,<br />
norepinefrin, glutamat dan GABA juga berperan dalam menimbulkan<br />
gejala-gejala skizofrenia. 13<br />
Pada study fMRI dimana efek glutamat dalam fungsi kognitif<br />
telah diinvestigasi oleh manipulasi level dari transmisi glutamatergik<br />
selama penggunaaan memantine. Memantine mengurangi aksi glutamat<br />
pada reseptor NMDA dan sering digunakan untuk mengobati penyakit<br />
alzheimer, karena itu menguurangi efek exsisitotoxik. Memantine<br />
mempunyai efek menurunkan aktivasi neuron di regio peri-Sylvian,<br />
terutama di sisi kiri. Menurut cf. Bartha et al. (1999) dan Tritsch et al.<br />
(2007) diperkirakan bahwa defisiensi transmisi glutametergik pada<br />
halusinasi pendengaran yang akan memicu pengalaman mendengar<br />
suara. 14<br />
2.1.5.3 Faktor Biologis<br />
Pada pasien skizofrenia ditemukan beberapa perubahan<br />
diantaranya perubahan morfologi, imunologi, enzimatik, dan farmakologi.<br />
Adanya pelebaran ventrikel pada pasien skizofrenia dihubungkan dengan<br />
kegagalan kognitif yang hebat, adanya gejala negatif seperti anhedonia dan<br />
apatis, resisten terhadap pengobatan. 10<br />
2.1.5.4 Abnormalitas perkembangan otak janin<br />
Faktor-faktor yang dapat mengganggu perkembangan otak janin<br />
antara lain adanya infeksi virus atau infeksi lain selama kehamilan,<br />
menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama<br />
kehamilan, adanya berbagai macam komplikasi kandungan, dan malnutrisi<br />
pada trimester pertama. 1<br />
12
Apabila terdapat gangguan pada perkembangan otak janin selama<br />
kehamilan (epigenetic factor), maka interaksi antara gen yang abnormal<br />
yang sudah ada dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan<br />
gejala skizofrenia. 1<br />
2.1.5.5 Abnormalitas struktur dan aktivitas otak<br />
Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tekhnik<br />
pencitraan otak (CT, MRI dan PET) telah menunjukkan adanya<br />
abnormalitas pada struktur otak yang meliputi pelebaran ventrikel,<br />
penurunan aliran darah ventrikel, terutama di korteks prefrontal<br />
penurunan aktivitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu, atrofi<br />
serebri. Para penderita skizofrenia diketahui bahwa sel-sel dalam otak<br />
yang berfungsi sebagai penukar informasi mengenai lingkungan dan<br />
bentuk impresi mental jauh lebih tidak aktif dibanding orang normal. 1,2,10<br />
2.1.5.6 Proses psikososial dan lingkungan<br />
Stressor psikososial dalah setiap keadaan atau peristiwa yang<br />
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang<br />
tersebut terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk<br />
menanggulangi stressor yang timbul. Namun tidak semua oang mampu<br />
melakukan adaptasi sehingga timbullah keluhan kejiwaan. Stressor<br />
psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:<br />
a. Perkawinan<br />
Permasalahan perkawinan menjadi sumber stress bagi seseorang<br />
misalnya pertengkaran, perceraian dan kematian salah satu pasangan.<br />
b. Problem orang tua<br />
Permasalahan yang dihadapi orang tua misalnya tidak memiliki<br />
anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan<br />
yang tidak baik antara anggota keluarga. Permasalahan tersebut diatas<br />
bila tidak dapat diatasi oleh yang bersangkutan maka seseorang akan<br />
jatuh sakit. 1<br />
c. Hubungan interpersonal<br />
13
Adanya konflik antarpribadi merupakan sumber stress bagi<br />
seseorang yang bila tidak dapat diperbaiki maka seseorang akan jatuh<br />
sakit. 1<br />
d. Pekerjaan<br />
Stress pekerjaan misalnya seseorang yang kehilangan pekerjaan,<br />
pensiun, pekerjaan yang terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi<br />
dan jabatan. 1<br />
e. Lingkungan hidup<br />
Kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup. Stressor<br />
lingkungan hidup antara lain masalah perumahan, pindah tempat<br />
tinggal, penggusuran dan hidup dalam lingkungan yang rawan<br />
kriminalitas. Rasa tidak aman dan tidak terlindungi membuat jiwa<br />
seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenangan dan<br />
ketentraman hidup yang lama-kelamaan daya tahan tubuh seseorang<br />
akan turun dan pada akhirnya akan jatuh sakit. 1<br />
f. Keuangan<br />
Kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat mislanya pendapatan<br />
jauh lebih rendah daripada pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan<br />
usaha, warisan dan lain sebagainya merupakan sumber stress. 1<br />
g. Hukum<br />
Keterlibatan seseorang terhadap hukum menjadi sumber stress<br />
bagi seseorang. 1<br />
h. Perkembangan<br />
Perkembangan fisik maupun perkembangan mental seseorang.<br />
Kondisi setiap perubahan fase-fase perkembangan tidak selamanya<br />
dapat dilampaui dengan baik, jadi dapat menjadi sumber stress. 1<br />
i. Penyakit fisik atau cidera<br />
Penyakit dapat menjadi sumber stres yang dapat<br />
mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang terutama penyakit kronis. 1<br />
j. Faktor keluarga<br />
Sumber stres bagi anak remaja yaitu hubungan kedua orangtua<br />
yang kurang baik, orang tua yang jarng dirumah, komunikasi antara<br />
14
naka dan orang tua tidak baik, perceraian kedua orang ua, salah<br />
satuorang tua menderita gangguan kejiwaan dan orang tua yang<br />
pemarah. 1<br />
2.1.5.7 Sosioekonomi dan faktor kebudayaan<br />
Prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada kelompok dengan<br />
sosioekonomi rendah dan anak dari imigran generasi pertama. 10<br />
2.1.5.8 Rokok dan Penyalahgunaan NAPZA<br />
Gangguan skizoid dapat dicetuskan atau disebabkan oleh<br />
pengguanaan kanabis (ganja, gelek, marijuana). Hasil penelitian<br />
terhadap 152 subjek episode pertama skizofrenia di West London<br />
didapatkan bahwa 60% subjek adalah perokok, 27% ada riwayat<br />
penggunaan alkohol, 35% sedang terlibat NAPZA (tidak termasuk<br />
alkohol), dan 68% adalah pengguna NAPZA selama hidupnya. 8<br />
2.2 Skizofrenia Paranoid<br />
2.2.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid<br />
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering<br />
dijumpai di negara manapun. Gambaran klinis didominasi oleh waham-<br />
waham yang secara relatif stabil, seringkali bersifat paranoid, biasanya<br />
disertai oleh halusinasi-halusinasi terutama halusinasi pendengaran dan<br />
gangguan persepsi (gejala positif). 11 Skizofrenia paranoid terjadi karena<br />
melemahnya neurologis dan kognitif tetapi individu tersebut mempunyai<br />
prognosis yang baik. Namun bagaimanapun juga, pada fase aktif dari<br />
kelainan ini, penderita mengalami gangguan jiwa berat dan gejala-gejala<br />
tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain. Awitan subtipe ini<br />
biasanya terjadi lebih belakangan dibandingkan dengan bentuk-bentuk<br />
skizofrenia yang lain. Gejala yang terlihat sangat konsisten, sering paranoid,<br />
pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien sering<br />
tak kooperatif dan sulit untk mengadakan kerjasama, dan mungkin<br />
agresif,marah atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan<br />
perilaku inkoheren atau disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol<br />
sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak terpengaruh. 11<br />
15
2.2.2 Pedoman Diagnostik:<br />
2.2.2.1 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia<br />
2.2.2.2 Sebagai tambahan<br />
a. Halusinasi dan/ atau waham harus menonjol;<br />
a1. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi<br />
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa<br />
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa<br />
(laughing)<br />
a2. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual<br />
atau lain-lain, perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tapi<br />
jarang menonjol<br />
a3. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham<br />
dikendalikan (delusion of control) dipengaruhi (delusion of<br />
influence), atau passivity (delusion of passivity) dan keyakinan<br />
dikejar-kejar yang beranekaragam adalah yang paling khas.<br />
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala<br />
1, 7<br />
katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol.<br />
2.3 Halusinasi dalam Skizofrenia<br />
2.3.1 Pengertian Halusinasi<br />
Persepsi adalah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta<br />
perbedaan antara hal melalui proses mengamati, mengetahui dan<br />
mengartikan setelah panca inderanya mendapat rangsang. Persepsi dapat<br />
terganggu oleh gangguan otak (kerusakan otak, keracunan, obat<br />
halusinogenik), gangguan jiwa (emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi,<br />
psikosa dapat menimbulkan halusinasi) atau oleh pengaruh lingkungan<br />
sosiobudaya (mempengaruhi persepsi karena penilaian yang berbeda dan<br />
orang lain dari lingkungan sosiobudaya yang berbeda pula). Halusinasi<br />
adalah persepsi sensori yang timbul tanpa adanya rangsang apapun pada<br />
panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun,<br />
dasarnya mungkin organik, fungsional psikotik ataupun histerik dan tidak<br />
berdasarkan kenyataan serta merupakan gejala yang paling umum dari<br />
skizofrenia. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi dalam keadaan sadar<br />
16
tanpa adanya stimulus eksternal yang mana memiliki kualitas persepsi yang<br />
2, 10, 16<br />
nyata.<br />
2.3.2 Jenis-jenis Halusinasi:<br />
2.3.2.1 Halusinasi pendengaran (auditorik)<br />
Halusinasi pendengaran adalah persepsi bunyi yang palsu, biasanya<br />
suara tetapi dapat juga bunyi-bunyi lain seperti musik. Karakteristik<br />
ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,<br />
biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa<br />
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan<br />
sesuatu. Merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan<br />
psikiatrik.<br />
2.3.2.2 Halusinasi penglihatan (visual) : persepsi palsu tentang penglihatan yang<br />
berupa citra yang berbentuk (sebagai contohnya orang) dan citra yang<br />
tidak berbentuk (misalnya kilatan cahaya) paling sering pada gangguan<br />
organik.. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.<br />
2.3.2.3 Halusinasi penghidu (olfaktorius) yaitu persepsi membau yang palsu,<br />
paling sering pada gangguan organik.<br />
2.3.2.4 Halusinasi peraba (taktil;heptik) yaitu persepsi palsu tentang perabaan<br />
atau sensasi permukaan, seperti sensasi dari suatu tungkai yang<br />
teramputasi (phantom limb), sensasi adanya gerakan pada kulit atau<br />
dibawah kulit (fornication).<br />
2.3.2.5 Halusinasi kecap (gustatorik) yaitu persepsi tentang rasa kecap yang<br />
palsu, seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh<br />
10, 16<br />
kejang; paling sering pada gangguan organik.<br />
2.3.3 Prevalensi Halusinasi pada Skizofrenia<br />
Pasien mendengar suara berderu, bersenandung, berderik-derik,<br />
tembakan, musik, tangisan dan tertawa, bisikan, perbincangan, panggilan,<br />
melihat pemandangan, hewan, orang-orang yang semuanya adalah figur<br />
yang tidak mungkin; mereka mencium bau dan merasakan semua hal yang<br />
menyenangkan dan tidak menyenangkan; mereka dapat menyentuh sesuatu,<br />
binatang dan orang-orang dengan tetesan air hujan, api,peluru, mereka<br />
merasakan penderitaan dan mungkin semua hal yang menyenangkan.<br />
17
Persepsi yang bisa menyebabkan orang merasakan penderitaan dan<br />
mungkin hal yang menyenangkan akan mempengaruhi perilaku. 2<br />
Adanya Halusinasi dipertimbangkan untuk membuat diagnosis<br />
skizofrenia jika tidak ada kelainan otak yang teridentifikasi. Pada faktanya,<br />
halusinasi sering pada penyakit psikiatrik dan gejala yang pertama yang<br />
ditemukan dari minoritas pasien sampai rata-rata yang sangat tinggi pada<br />
skizofrenia dan gangguan psikiatrik lain, bergantung pada populasi yang<br />
diteliti. Gejala halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran<br />
(auditory), halusinasi penglihatan (visual) dan halusinasi taktil (haptic),<br />
halusinasi olfaktori dan halusinasi pengecapan lebih jarang. Halusinasi<br />
viseral dan halusinasi cenestetik lebih jarang dibandingkan halusinasi<br />
2, 10<br />
olfaktori dan halusinasi gustatori.<br />
2.3.3.1 Halusinasi Pendengaran<br />
Pada skizofrenia, halusinasi pendengaran adalah tipe halusinasi<br />
yang paling sering. Namun tidak selalu dalam kasus, pada beberapa abad<br />
yang lalu halusinasi penglihatan lebih sering dibandingkan halusinasi<br />
auditorik di London, namun kemudian frekuensi halusinasi penglihatan<br />
menjadi menurun dan frekuensi halusinasi pendengaran menjadi<br />
meningkat pada abad berikutnya di Vienna. Ada juga yang melaporkan<br />
bahwa halusinasi auditorik relatif lebih jarang sedangkan halusinasi<br />
penglihatan lebih sering di afrika, near Eastern dan beberapa populasi asia<br />
dibandingkan di wilayah barat (Western Societies). Meskipun demikian<br />
dari WHO dan sumber lain mengatakan bahwa prevalensi tipe halusinasi<br />
dan gejala yang paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi<br />
pendengaran (auditory). 2<br />
Halusinasi pendengaran adalah karakter yang paling banyak dari<br />
gejala psikotik. Penelitian IPSS mengatakan bahwa secara internasional<br />
lebih dari 70 % orang dengan skizofrenia memiliki halusinasi pendengaran<br />
dan presentasenya mungkin lebih tinggi di Negara industri. Pada kasus<br />
dengan banyak gejala, dilaporkan bahwa halusinasi auditory prevalensinya<br />
2, 6<br />
bisa mencapai 98 %.<br />
18
2.3.3.2 Halusinasi Penglihatan<br />
Halusinasi penglihatan lebih jarang dibandingkan dengan halusinasi<br />
pendengaran. Prediksi prevalensi halusinasi penglihatan umumnya tidak<br />
lebih dari 55% dan sekitar sepertiga pasien dengan skizofrenia memiliki<br />
halusinasi penglihatan. Sekitar setengah dari pasien skizofrenia yang<br />
memiliki halusinasi pendengaran (auditory) akan memiliki halusinasi<br />
penglihatan. Namun tidak umum jika seseorang dengan skizofrenia<br />
memiliki halusinasi penglihatan (visual) tanpa halusinasi pendengaran<br />
(auditory). 2<br />
Halusinasi penglihatan diperkirakan ada dalam beberapa penyakit<br />
dan ada data yang mendukung pernyataan tersebut. Pasien dengan<br />
predominan gejala psikotik kurang memiliki halusinasi penglihatan<br />
dibandingkan pasien dengan gejala negatif primer atau gejala disorganisasi.<br />
Ada beberapa pengalaman visual yang dialami penderita skizofrenia. Yang<br />
paling sering adalah objek yang hidup, orang, bagian dari orang (khususnya<br />
muka dan kepala), gambar religi, makhluk fastastik yang mungkin hampir<br />
sama seperti di televisi dan binatang. Objek yang tidak bernyawa lebih<br />
jarang. Halusinasi visual umumnya memiliki ciri-ciri tersendiri dan lebih<br />
terbatas daripada halusinasi auditory tetapi ada pasien yang memiliki<br />
halusinasi visual rangkaian hari. Isi dari halusinasi visual dan auditory<br />
bergantung pada kebudayaan seseorang. 2<br />
2.3.3.3 Halusinasi penciuman (Olfactory), pengecapan (Gustatory), and Taktile<br />
Presentase dari halusinasi taktil penderita skizofrenia sekitar 15%-<br />
25% dengan pola yang tidak jelas. Contoh halusinasi taktil, seperti ada hama<br />
yang merayap diatas kulit (fornikasi), ditemukan dalam berbagai gangguan<br />
mental. Halusinasi taktil pada skizofrenia berbagai macam bentuk. Perasaan<br />
disentuh, terbakar dan terpotong yang paling umum. Pasien dengan<br />
halusinasi taktil bisa juga memiliki perasaan fisik yang mana dia merasa<br />
orang lain secara magic bisa masuk dan keluar dari tubuhnya dan bisa<br />
berkomunikasi. 2<br />
Halusinasi olfaktori dan gustatori dilaporkan oleh sebagian kecil<br />
pasien, halusinasi olfaktori yang lebih sering adalah dua tipe yaitu perasaan<br />
19
yang tidak menyenangkan karena pasien mencium bau busuk dan tinja, rasa<br />
darah dan logam yang bisa diuraikan. Seringkali rasa dan bau tersebut<br />
hilang bersama dengan kombinasi hal yang tidak menyenangkan. 2<br />
2.4 Pengobatan Skizofrenia<br />
Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis<br />
atau menahun) maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relatif lama<br />
berbulan bahkan sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan<br />
sekecil mungkin kekambuhan (relaps). Terapi yang komperehensif dan<br />
holistik telah dikembangkan sehingga penderita skizofrenia tidak lagi<br />
mengalami diskriminasi dan lebih manusiawi dibandingkan dengan<br />
pengobatan sebelumnya. Adapun terapi yang dimaksud adalah:<br />
a. Psikofarmaka<br />
Obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan ditujukan untuk<br />
menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan obat psikofarmaka yang<br />
sering digunakan di Indonesia (2001) terbagi dua: golongan generasi<br />
pertama (typical) dan generasi kedua (atypical). yang termasuk golongan<br />
typical antara lain chlorpromazine HCl , trifluoperazine, dan Haloperidol.<br />
Sedangkan golongan atypical antara lain: risperidone, clozapine,<br />
quetiapine, olanzapine, zotetine dan aripriprazmidol. Menurut Nemeroff<br />
(2001) dan Sharma (2001) obat atypical memiliki kelebihan antara lain:<br />
Dapat menghilangkan gejala positif dan negatif, Efek samping Extra<br />
Piramidal Symptoms (EPS) sangat minimal atau boleh dikatakan tidak<br />
ada, dan Memulihkan fungsi kognitif. 1<br />
Sedangkan Nasrallah (2001) dalam penelitiannya menyebutkan<br />
bahwa pemakaian obat golongan typical 30% penderita tidak<br />
memperlihatkan perbaikan klinis bermakna, diakui bahwa golongan obat<br />
typical hanya mampu mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif untuk<br />
mengatasi gejala negative. 1<br />
b. Electro Convulsive Therapy (ECT)<br />
Electro Convulsive Therapy (ECT) diberikan pada penderita<br />
skizofrenia kronik. Tujuannya adalah memperpendek serangan<br />
20
skizofrenia, mempermudah kontak dengan penderita, namun tidak dapat<br />
mencegah serangan ulang. 2<br />
c. Psikoterapi<br />
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila<br />
penderita dengan terapi psikofarmaka diatas sudah mencapai tahapan<br />
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman<br />
diri sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita<br />
masih tetap mendapat terapi psikofarmaka. Psikoterapi ini banyak macam<br />
ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum<br />
sakit. Contohnya adalah: psikoterapi suportif dimaksudkan untuk<br />
memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak<br />
merasa putus asa. Psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan<br />
pendidikan ulang yang mekasudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di<br />
waktu yang lalu. Psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk<br />
memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan<br />
menjadi kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit. Psikoterapi<br />
kognitif diamksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional<br />
sehingga penderita mampu membedakan nilai – nilai moral etika mana<br />
yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak dan sebagainya.<br />
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku<br />
yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri.<br />
Psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan<br />
keluarganya. 1,8<br />
d. Psikososial<br />
Dengan terapi psikososial dimaksudkan agar penderita mampu<br />
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu<br />
merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain. Selama<br />
menjalani terapi psikososial penderita hendaknya masih menkonsumsi<br />
obat psikofarmaka. Penderita diusahakan untuk tidak menyendiri, tidak<br />
melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, dan banyak bergaul. 1,10<br />
21
e. Psikoreligius<br />
Dari penelitian yang dilakukan, secara umum memang<br />
menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya<br />
di bidang klinik (religius commitment is assosiated with clinical benefit).<br />
Dari hasil penelitian Larson, dkk (1982) didapatkan bahwa terapi<br />
keagamaan mempercepat penyembuhan. Terapi keagamaan yang<br />
dimaksudkan dalam penelitian tersebut berupa kegiatan ritual keagamaan<br />
seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,<br />
ceramah keagamaan dan kajian kitab suci. 1<br />
f. Rehabilitasi<br />
2.5 Prognosis<br />
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan<br />
penempatan kembali penderita ke keluarga dan masyarakat. Program ini<br />
biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di rumah<br />
sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara<br />
lain: terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan<br />
kesenian, terapi fisik seperti olah raga, keterampilan khusus/kursus,<br />
bercocok tanam, rekreasi dan lain – lain. Pada umumnya program<br />
rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi<br />
paling sedikit dua kali yaitu sebelum dan sesudah program rehabilitasi atau<br />
sebelum penderita dikembalikan ke keluarga dan masyarakat. 1<br />
Gejala premorbid merupakan gejala awal dari penyakit dan mulai<br />
pada masa remaja diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam<br />
beberapa hari sampai beberapa bulan. Onset gejala yang mengganggu terlihat<br />
setelah tercetus oleh perubahan sosial atau lingkungan. Sindrom prodromal<br />
dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih sebelum onset gejala psikotik<br />
yang jelas. Setelah episode psikotik yang pertama, pasien memiliki periode<br />
pemulihan yang bertahap diikuti periode fungsi yang relatif normal. Tetapi<br />
relaps biasanya terjadi dalam lima tahun pertama setelah diagnosis, diikuti<br />
oleh pemburukan lebih lanjut pada fungsi dasar pasien. Perjalanan klasik<br />
skizofrenia adalah suatu eksaserbasi dan remisi. Gejala positif dari<br />
22
skizofrenia cenderung lebih baik dibanding dengan gejala negatif yang dapat<br />
menimbulkan ketidakmampuan secara sosial.<br />
Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, pasien secara<br />
berangsur – angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama<br />
bertahun – tahun. Beberapa penelitian telah menemukan lebih dari periode<br />
waktu 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah<br />
sakit jiwa, hanya 10%-20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50%<br />
memiliki hasil buruk dengan perawatan berulang di rumah sakit, eksaserbasi<br />
gejala, gangguan mood berat dan ada usaha bunuh diri. Rentang angka<br />
pemulihan berkisar 10%-60%, kira – kira 20%-30% dari penderita terus<br />
mengalami gejala yang sedang dan 40%-60% dari penderita terus mengalami<br />
gangguan secara bermakna seumur hidup. 10<br />
2.6 Komplikasi skizofrenia<br />
Orang dengan gangguan jiwa khususnya depresi dan skizofrenia<br />
memiliki risiko tinggi melakukan bunuh diri. Risiko bunuh diri pada<br />
penderita skizofrenia yaitu sebesar 46,3 % sedangkan pada pasien depresi<br />
17, 18<br />
risiko bunuh diri sebesar 26,8 %.<br />
2.7 Kerangka konsep<br />
Kerangka konsep pada penelitian ini (gambar 2.10.1) mengacu<br />
kepada teori bahwa dalam diagnosis skizofrenia paranoid harus dipenuhi<br />
kriteria skizofrenia dengan waham dan atau halusinasi yang menonjol.<br />
Peneliti ingin mengetahui prevalensi skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi. Selain itu dijelaskan jenis waham serta faktor risiko berupa umur,<br />
jenis kelamin dan status perkawinan.<br />
23
Keterangan:<br />
2.8 Definisi Operasional<br />
2.8.1 Rekam Medis<br />
Gambar 2.7.1 Skema kerangka konsep penelitian.<br />
Berkas yang berisi catatan di dokumen mengenai identitas pasien,<br />
hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang<br />
diterima pasien pada sarana kesehatan, baik rawat jalan maupun rawat inap<br />
pasien skizofrenia paranoid tahun 2010.<br />
2.8.2. Prevalensi<br />
Angka kejadian kasus lama dan kasus baru.<br />
2.8.3. Skizofrenia Paranoid<br />
Gejala positif<br />
Halusinasi Waham<br />
Faktor Risiko<br />
Umur<br />
Jenis kelamin<br />
Status perkawinan<br />
Skizofrenia paranoid<br />
variabel yang diteliti<br />
Yang tidak diteliti<br />
Seseorang yang memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia dengan<br />
waham dan atau halusinasi yang menonjol menurut pada PPDGJ III.<br />
24<br />
Gejala negatif
2.8.4. Halusinasi<br />
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa adanya rangsangan<br />
(stimulus) dari luar.<br />
2.8.5. Umur<br />
Umur yang tertera dalam rekam medis pasien berdasarkan tanggal<br />
kelahirannya atau momen penting yang diingatnya berdasarkan informasi<br />
keluarga, hitung dalam tahun saat dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta<br />
tahun 2010. Yaitu dikateegorikan menjadi jarak usia antara 15-24 tahun,<br />
25-44 tahun, 45-64 tahun dan usia >65 tahun<br />
2.8.6. Jenis Kelamin<br />
2.8.7. Status Perkawinan<br />
Jenis kelamin pasien dibuat kategori laki – laki dan perempuan.<br />
Status perkawinan pasien dibuat kategori kawin, tidak kawin dan<br />
tidak ada keterangan. Kriteria tidak kawin meliputi penderita yang belum<br />
kawin dan telah cerai.<br />
25
3.1. Desain Penelitian<br />
BAB 3<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan<br />
metode cross-sectional atau potong lintang yaitu baik untuk variable sebab<br />
(independent variable) maupun variabel akibat (dependent variable)<br />
dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus.<br />
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian<br />
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jiwa dr Soeharto Heerdjan<br />
Jakarta pada bulan Januari - Desember 2010<br />
3.3. Sumber Data<br />
Data yang dipakai adalah data sekunder yang didapat dari rekam<br />
medis penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Januari - Desember 2010.<br />
3.4. Populasi dan sampel<br />
1. Populasi Terjangkau<br />
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah rekam medik<br />
penderita skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto<br />
Heerdjan Jakarta pada bulan Januari - Desember 2010.<br />
2. Sampel penelitian<br />
Sampel pada penelitian ini adalah rekam medik seluruh populasi<br />
pasien skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan pada bulan Januari-Desember 2010.<br />
2.1 Jumlah Sampel<br />
Rumus perhitungan besar sampel untuk desain deskriptif<br />
kategorik adalah sebagai berikut:<br />
Keterangan =<br />
n = (Zα) 2 .p . q<br />
(d) 2<br />
n : Jumlah sampel<br />
27<br />
Zα : Ditentukan oleh tingkat kepercayaan pada α = 0.05;<br />
26
3.5. Kriteria Penelitian<br />
Zα = 1,96<br />
P : Proporsi outcome of interest = 50% = 0.5<br />
q : 1 – p = 1 – 0.5 = 0.5<br />
d : 10% = 0.1<br />
Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah<br />
sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 96<br />
penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Januari-Desember 2010.<br />
Dalam penelitian kali ini peneliti mengambil sampel sebanyak 551<br />
dengan harapan dapat mewakili populasi sampel. 19<br />
3.5.1. Kriteria Inklusi<br />
Penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi di<br />
Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Januari<br />
- Desember 2010.<br />
3.5.2. Kriteria Eksklusi<br />
3.6. Cara Kerja<br />
Penderita skizofrenia paranoid yang rekam medisnya tidak<br />
lengkap, yaitu rekam medis yang tidak dicantumkan umur, jenis<br />
kelamin, dan jenis halusinasi yang dialami.<br />
3.6.1. Pengumpulan Data<br />
Data dicari dengan melihat rekam medik penderita skizofrenia<br />
paranoid yang mempunyai gejala halusinasi.<br />
3.6.2. Pengolahan Data<br />
Data dimasukkan ke dalam komputer melalui data entry pada<br />
program SPSS yang kemudian diverifikasi.<br />
3.6.3. Penyajian Data<br />
n = (1.96) 2 .0.5 . 0.5 = 96<br />
(0.1) 2<br />
Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, dan tabel.<br />
27
3.6.4. Analisa Data<br />
Analisa data dilakukan dengan menggunakan distribusi<br />
frekuensi, prevalensi.<br />
3.6.5. Interpretasi Data<br />
3.6.6. Pelaporan Hasil<br />
Data diinterpretasikan secara deskriptif.<br />
Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan<br />
penelitian yang dipresentasikan di hadapan staf pengajar program<br />
studi pendidikan dokter FKIK UIN.<br />
28
BAB 4<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Penelitian ini dilakukan di Instalasi rekam medik RSJ. dr. Soeharto<br />
Heerdjan Jakarta pada bulan februari 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah<br />
semua data yang diperoleh dari rekam medik pasien skizofrenia paranoid dengan<br />
gejala halusinasi di RSJ. dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Januari –<br />
Desember 2010.<br />
4.1. Keterbatasan Penelitian<br />
Penelitian yang dilakukan kali ini mempunyai keterbatasan dan<br />
kekurangan yaitu:<br />
1. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional atau metode potong<br />
lintang sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.<br />
2. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara<br />
melihat rekam medik pasien yang mana data mengenai usia pasti dan<br />
status perkawinan untuk masing-masing pasien tidak bisa didapatkan<br />
secara pasti karena adanya keterbatasan informasi pada rekam medik<br />
pasien jiwa.<br />
4.2. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi di<br />
RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010<br />
Dari hasil pengumpulan data, didapatkan jumlah keseluruhan pasien<br />
yang masuk selama periode Januari hingga Desember 2010 di RSJ. dr.<br />
Soeharto Heerdjan Jakarta dengan diagnosis skizofrenia paranoid adalah<br />
sebesar 782 pasien. Adapun dari 30<br />
keseluruhan pasien skizofrenia paranoid<br />
tersebut didapatkan hasil sebanyak 551 pasien dengan gejala halusinasi.<br />
Untuk menghitung prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala<br />
halusinasi di RSJ. dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 digunakan rumus<br />
prevalensi yaitu:<br />
Point prevalence rate = ∑ penderita lama + penderita baru X konstanta<br />
Konstanta = 100 %<br />
∑penderita keseluruhan saat itu<br />
29
Berdasarkan rumus tersebut didapatkan prevalensi penderita skizofrenia<br />
paranoid dengan gejala halusinasi di RSJ. dr. Soeharto Heerdjan Jakarta<br />
tahun 2010 sebesar 70.5 %.<br />
Dari data WHO (2004) didapatkan prevalensi beberapa penyakit,<br />
diantaranya adalah tuberculosis (13.9 juta), infeksi HIV (31.4 juta),<br />
Skizofrenia (26.3 juta), Diabetes Mellitus (220.5 juta), Alzheimer dan<br />
demensia lain (24.2 juta), Asthma (234.9 juta), Stroke (30.7juta), penyakit<br />
Parkinson (5.2 juta), Rheumatoid arthritis (23.juta). Perbandingan prevalensi<br />
skizofrenia di beberapa Negara antara lain di Afrika (2.1 juta), di Amerika<br />
(3.9 juta) , Mediterania timur (1.9 juta), Eropa ( 4.4 juta), Asia Tenggara (6.2<br />
juta) dan Pasifik Barat (7.9 juta). 20 Skizofrenia paranoid adalah tipe<br />
skizofrenia yang paling sering. Penelitian yang dilakukan di Amerika pada<br />
tahun 1998 didapatkan sebanyak 121.000 orang terdiagnosis skizofrenia<br />
paranoid. Kriteria diagnosis skizofrenia salah satunya adalah adanya waham<br />
dan atau halusinasi yang menonjol. Halusinasi adalah persepsi yang timbul<br />
tanpa adanya stimulus dari luar. Menurut penelitian terdahulu didapatkan<br />
halusinasi sebesar 60-70 % pada pasien skizofrenia. 15<br />
Pada penelitian yang kami lakukan di RSJ dr. Soeharto Heerdjan<br />
Jakarta tahun 2010 ternyata didapatkan sebesar 70.5% penderita skizofrenia<br />
paranoid dengan gejala halusinasi, hasil ini sesuai dengan penelitian<br />
terdahulu yang menyebutkan bahwa 60-70% pasien skizofrenia memiliki<br />
gejala halusinasi.<br />
4.3 Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Dengan Gejala Halusinasi<br />
Berdasarkan Jenis Kelamin<br />
Tabel 4.3 Prevalensi penderita penderita skizofrenia dengan gejala halusinasi<br />
berdasarkan jenis kelamin.<br />
Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)<br />
Laki-laki<br />
381<br />
69.1<br />
Perempuan<br />
170<br />
30.9<br />
Total 551 100.0<br />
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan jumlah tertinggi penderita<br />
skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi berdasarkan jenis kelamin<br />
adalah laki-laki yaitu sebesar 381 penderita (69.1 %) dari 551 penderita.<br />
30
Menurut Jacono & Beiser (1992) menyebutkan bahwa pada banyak<br />
penelitian secara signifikan insidensi skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki<br />
dibandingkan dengan wanita. Namun beberapa lainnya menyatakan bahwa<br />
insidensi pada laki-laki dan perempuan adalah sama. 21 Menurut Eko Budiarto,<br />
terdapat perbedaan frekuensi morbiditas suatu penyakit antara laki-laki dan<br />
perempuan antara lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup,<br />
genetika atau kondisi fisiologis. 22 Dalam studi WHO DOSMED, Jablensky et<br />
al. (1992) menyebutkan bahwa ketika paranoid di keluarkan (excluded) dari<br />
spektrum skizofrenia maka didapatkan laki-laki lebih tinggi dari wanita.<br />
Wanita memiliki rata-rata perkembangan skizofrenia lebih rendah daripada<br />
laki-laki saat dewasa, tetapi menunjukkan puncak kedua insidensi skizofrenia<br />
setelah menopause. 21 Hafner (1991) meyampaikan bahwa ada hubungan<br />
antara onset penyakit dengan sekresi estrogen: estradiol mungkin<br />
memproduksi neuroleptic-like effect terhadap sekresi dopamin dan prolaktin<br />
yang kemudian mengurangi kerentanan terhadap skizofrenia. Hipotesis ini<br />
telah di konfirmasi oleh studi experimental (Hafner et al. 1991). Taylor et al.<br />
(2000) berpendapat bahwa perempuan dapat memberikan respon secara<br />
berbeda terhadap stres baik secara perilaku maupun biologis. 21 Dari sudut<br />
pandang psikologi (Waldron, 1976; Weidner & Collins, 1993) beberapa bukti<br />
menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk<br />
berkepribadian tipe A dan juga tidak seheboh (hostile) laki-laki. Eisler dan<br />
Blalock (1991) mengajukan hipotesis bahwa pola tipe A merupakan bagian<br />
dari dan kumpulan komitmen kaku terhadap peran gender maskulin<br />
tradisional yang menekankan prestasi, keahlian, perkompetisian tidak<br />
meminta bantuan atau dukungan emosional, kebutuhan yang berlebihan untuk<br />
memegang kendali dan kecenderungan untuk marah serta<br />
mengekspresikannya saat merasa frustasi. 23 Seeman (1982) menyebutkan<br />
bahwa outcome penderita skizofrenia perempuan lebih baik daripada laki-laki<br />
karena adanya faktor biologis seperti efek anti-dopaminergik dari estrogen<br />
serta adanya faktor sosial. Sementara Kornetsky (1976) menyatakan bahwa<br />
kelebihan reseptor dopamin mungkin tidak berperan dalam semua gejala<br />
31
skizofrenia, kondisi itu tampaknya berhubungan terutama dengan gejala-<br />
gejala positif. 21<br />
Adanya angka kejadian skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
yang lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan karena onset penyakit<br />
skizofrenia pada wanita muncul lebih lambat dari laki-laki. Estrogen memiliki<br />
efek anti-dopaminergik sehingga penyembuhan pada penderita skizofrenia<br />
wanita lebih cepat daripada laki-laki. Pada pasien skizofrenia terjadi<br />
peningkatan aktivitas dopamin sehingga oleh adanya efek antidopaminergik<br />
dari estrogen maka onset skizofrenia pada perempuan lebih lambat namun<br />
penyembuhannya lebih cepat. 10 Penjabaran tersebut adalah perbedaan angka<br />
kejadian jenis kelamin terbanyak penderita skizofrenia paranoid dengan<br />
gejala halusinasi yaitu jenis kelamin laki-laki, sesuai dengan penelitian ini.<br />
4.4 Pola Distribusi penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan Umur<br />
Tabel 4.4 Prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
berdasarkan kelompok umur<br />
Kelompok umur Jumlah Persentase (%)<br />
15-24 tahun<br />
25-44 tahun<br />
45-64 tahun<br />
>65 tahun<br />
111<br />
384<br />
55<br />
1<br />
32<br />
20.1<br />
69. 7<br />
10.0<br />
0.2<br />
Total 551 100.0<br />
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan jumlah tertinggi penderita<br />
skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi yaitu pada kelompok usia 25-45<br />
tahun sebesar 384 orang (69.7 %) dari 551 penderita.<br />
Menurut Dadang Hawari gangguan jiwa skizofrenia biasanya mulai<br />
muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun). 1<br />
Berbagai studi terhadap keluarga para individu yang menderita skizofrenia<br />
mengungkap dalam beberapa hal mereka berbeda dari keluarga normal,<br />
sebagai contoh menunjukkan pola komunikasi yang membingungkan dan<br />
tingkat konflik yang tinggi. Hal ini mengakibatkan adanya anggota keluarga<br />
yang menderita skizofrenia berusia muda.
Dimanggio et al. (2001) menyatakan bahwa meskipun kadang berawal<br />
pada masa kanak – kanak, skizofrenia ini biasanya muncul pada akhir masa<br />
remaja atau awal masa dewasa, agak lebih awal pada kaum laki – laki<br />
daripada kaum perempuan. Usia timbulnya gangguan tampaknya semakin<br />
muda dalam beberapa dekade terakhir. Dalam sebuah studi penting mengenai<br />
penyimpangan komunikasi, para remaja yang memiliki masalah perilaku<br />
diteliti bersama dengan keluarga mereka. Pemantauan selama 5 tahun<br />
mengungkap bahwa sejumlah anak muda telah menderita skizofrenia atau<br />
berbagai gangguan lain yang berhubungan dengan skizofrenia. Goldstein &<br />
Rodnick (1975) menghubungkan berbagai gangguan yang diketahui pada saat<br />
pemantauan tersebut dengan setiap penyimpangan komunikasi orang tua<br />
yang telah terlihat lima tahun sebelumnya. Menurut Norton (1982)<br />
penyimpangan komunikasi dalam keluarga memang ditemukan memprediksi<br />
terjadinya skizofrenia kelak pada anak-anak mereka. Namun menurut<br />
Miklowitz (1985) penyimpangan komunikasi bukan merupakan faktor<br />
etiologi spesifik bagi skizofrenia karena orang tua para pasien manik sama<br />
tingginya pada variabel ini. 23 Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau<br />
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak,<br />
remaja atau dewasa) yang mengakibatkan seseorang melakukan adaptasi<br />
untuk menanggulangi stressor tersebut. Namun tidak semua orang mampu<br />
menanggulanginya sehingga timbullah keluhan-keluhan di bidang kejiwaan<br />
berupa gangguan jiwa dari yang ringan hingga yang berat. Masa remaja<br />
adalah masa dimana terjadi perubahan-perubahan besar dalam kehidupannya<br />
yang membutuhkannya untuk beradaptasi, jika tidak mampu beradaptasi<br />
maka yang terjadi adalah timbul gangguan kejiwaan. 1, 23 Penjabaran tersebut<br />
merupakan angka kejadian usia terbanyak penderita skizofrenia paranoid<br />
dengan gejala halusinasi yaitu pada usia dibawah 45 tahun, sesuai dengan<br />
hasil penelitian saat ini.<br />
33
4.5 Pola Distribusi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala<br />
Halusinasi berdasarkan Status Perkawinan<br />
Tabel 4.5 Prevalensi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
berdasarkan kelompok status perkawinan<br />
Status pernikahan Jumlah Presentase (%)<br />
Tidak kawin<br />
Kawin<br />
Tidak ada keterangan<br />
328<br />
128<br />
95<br />
34<br />
59.6<br />
23.2<br />
17.2<br />
Total 551 100.0<br />
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan jumlah tertinggi penderita<br />
skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi yaitu orang yang tidak kawin<br />
sebesar 328 penderita (59.6 %) dari 551 penderita.<br />
Mekanisme terjadinya skizofrenia disebabkan oleh banyak faktor<br />
(multifaktor) bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal. Ada beberapa orang<br />
yang menganut faham lebih baik hidup bersama tanpa nikah daripada<br />
menikah. Pola hidup yang demikian ini tidak sejalan dengan azas-azas<br />
kesehatan jiwa, apalagi kalau ditinjau dari segi moral-etika agama.<br />
Selanjutnya dikemukakan bahwa mereka yang menganut faham hidup bebas<br />
tanpa ikatan hukum, moral dan etika apalagi agama dan atau hidup bersama<br />
tanpa nikah mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan jiwa<br />
daripada mereka yang hidup dalam pernikahan. 1<br />
Adanya pernikahan akan melahirkan rasa cinta, kasih sayang, saling<br />
percaya dan saling memahami satu sama lain, sehingga memungkinkan<br />
seseorang untuk saling berbagi. Berbagi adalah salah satu cara untuk<br />
menghilangkan stres. 1 Manfaat dari pernikahan dipertegas dalam al-Quran<br />
surat Al-Furqan ayat:74 “Dan orang-orang yang berkata : “ya tuhan kami<br />
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai<br />
penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang<br />
bertaqwa”. 24<br />
Namun sebuah pernikahan pun mampu menjadi sumber stres bagi<br />
seseorang misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian<br />
(divorce), kematian salah satu pasangan dan ketidaksetiaan sehingga
mengakibatkan seseorang jatuh sakit. Menurut Dadang Hawari orang yang<br />
hidup dalam perkawinan memiliki risiko yang lebih rendah daripada orang<br />
yang hidup tanpa perkawinan. 1 Hal ini menjadi salah satu faktor yang<br />
menyebabkan skizofrenia paranoid lebih banyak diderita pada orang yang<br />
tidak menikah.<br />
4.6 Gambaran Jenis Halusinasi<br />
4.6.1 Tabel gambaran jenis halusinasi pada pasien skizofrenia paranoid<br />
Jenis Halusinasi Jumlah Presentase (%)<br />
Pendengaran<br />
Penglihatan<br />
Penciuman<br />
Kecap (gustatorik)<br />
Taktil<br />
537<br />
49<br />
1<br />
1<br />
3<br />
35<br />
97.5<br />
8.9<br />
0.2<br />
0.2<br />
0.5<br />
Total 591 107.3<br />
4.6.2 Diagram batang gambaran jenis halusinasi pada pasien skizofrenia<br />
paranoid<br />
Berdasarkan tabel 4.6.1 dan diagram batang 4.6.2 didapatkan jumlah<br />
tertinggi penderita skizofrenia dengan gejala halusinasi berdasarkan jenisnya<br />
adalah halusinasi pendengaran yaitu sebanyak 537 kasus (97.5 %). Pada tabel<br />
tersebut total presentase tidak sama dengan 100%, hal ini dikarenakan pada<br />
penderita skizofrenia paranoid untuk masing-masing pasien tidak hanya<br />
mempunyai satu jenis gejala halusinasi melainkan ada yang mempunyai lebih<br />
dari satu jenis halusinasi.
Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan jumlah halusinasi<br />
terbanyak pada pasien skizofrenia adalah halusinasi pendengaran. Penelitian<br />
IPSS mengatakan bahwa secara internasional lebih dari 70 % orang dengan<br />
skizofrenia memiliki halusinasi pendengaran dan presentasenya mungkin<br />
lebih tinggi di Negara industri. Pada kasus dengan banyak gejala, dilaporkan<br />
bahwa halusinasi pendengaran prevalensinya bisa mencapai 98 %. Prediksi<br />
prevalensi halusinasi visual umumnya tidak lebih dari 55% dan sekitar<br />
sepertiga pasien dengan skizofrenia memiliki halusinasi visual. Presentase<br />
dari halusinasi taktil penderita skizofrenia sekitar 15%-25% dengan pola<br />
yang tidak jelas. 2 Pada penelitian ini didapatkan gejala halusinasi terbanyak<br />
pada penderita skizofrenia paranoid adalah halusinasi pendengaran yaitu<br />
sebesar 97.5%, sesuai dengan penelitian terdahulu yaitu lebih dari 70 %orang<br />
dengan skizofrenia memiliki halusinasi pendengaran.<br />
4.7 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi Berdasarkan<br />
Jumlah Halusinasi pada Masing-Masing Penderita di RSJ dr. Soeharto<br />
Heerdjan Tahun 2010<br />
Tabel 4.7 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala halusinasi<br />
berdasarkan Jumlah Halusinasi pada Masing-Masing Penderita di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan Tahun 2010<br />
Jumlah Halusinasi pada satu Jumlah Presentase (%)<br />
pasien<br />
(orang)<br />
Satu halusinasi<br />
514 93.3<br />
Dua halusinasi<br />
37<br />
6.7<br />
Total 551 100.0<br />
4.8 Distribusi Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Halusinasi Berdasarkan<br />
Jumlah Halusinasi pada Masing-Masingenderita di RSJ dr. Soeharto<br />
Heerdjan Tahun 2010<br />
Diagram batang 4.8 Distribusi SkizofreniaParanoid dengan Gejala Halusinasi<br />
berdasarkan jumlah Halusinasi pada masing-masing pernderita di RSJ dr.<br />
Soeharto Heerdjan tahun 2010<br />
36
Berdasarkan diagram batang 4.7 dan 4.8 didapatkan distribusi<br />
skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi berdasarkan jumlah halusinasi<br />
pada masing-masing penderita adalah satu penderita dengan satu halusinasi<br />
sebanyak 514 penderita (93.3 %) dari 551 penderita.<br />
Gangguan jiwa berbeda dengan gangguan fisik. Orang dengan penyakit<br />
fisik akan memiliki pola gejala khas yang sama pada masing-masing orang<br />
namun akan berbeda pada orang dengan gangguan jiwa yang akan memiliki<br />
variasi gejala yang berbeda pada masing-masing orang. Hal ini<br />
memungkinkan seorang penderita skizofrenia paranoid memiliki jumlah<br />
halusinasi lebih dari satu.<br />
37
5.1. Simpulan<br />
disimpulkan :<br />
BAB 5<br />
SIMPULAN DAN SARAN<br />
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat<br />
1. Prevalensi skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi pada periode 1<br />
Januari – 31 Desember 2010 adalah sebesar 70.5 % dibandingkan gejala<br />
positif secara keseluruhan kasus skizofrenia paranoid di RSJ dr. Soeharto<br />
Heerdjan Jakarta. Dengan sebagian besar berupa halusinasi pendengaran<br />
yang berjumlah 537 penderita (97.5 %) dan yang terkeci adalah halusinasi<br />
pengecapan dan halusinasi penciuman masing-masing hanya 1 penderita<br />
(0.2 %). Dengan distribusi terbanyak berdasarkan jumlah halusinasi per-<br />
penderita adalah satu pasien dengan satu halusinasi sebanyak 514 pasien<br />
(93.3 %).<br />
2. Distribusi skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi berdasarkan jenis<br />
kelamin di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2010 adalah 381<br />
(69.1 %) laki-laki dan 170 (30.9 %) penderita perempuan.<br />
3. Distribusi skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi berdasarkan<br />
5.2. Saran<br />
kelompok umur tertinggi di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun<br />
2010 adalah dengan kelompok umur 25-44 tahun yaitu sebanyak 384 orang<br />
(69.7 %), dan yang terkecil adalah kelompok umur lebih dari 65 tahun<br />
sebanyak 1 penderita (0.2 %).<br />
4. Distribusi skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi berdasarkan<br />
status perkawinan terbanyak di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada<br />
tahun 2010 adalah yang menyandang status tidak kawin 328 penderita<br />
(59.6 %) sedangkan yang menyandang status perkawinan sebanyak 128<br />
penderita (23.2 %).<br />
Pada penelitian ini, belum dapat dianalisa hubungan faktor resiko<br />
berupa umur, jenis kelamin, dan status perkawinan terhadap skizofrenia<br />
paranoid dengan gejala halusinasi, maka perlu dilakukan penelitian lebih<br />
38
lanjut menggunakan metode case control untuk menilai hubungan beberapa<br />
variabel terhadap penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi.<br />
Perlunya penyuluhan yang intensif tentang kesehatan jiwa kepada<br />
masyarakat secara keseluruhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat<br />
dalam mendeteksi gangguan kepribadian yang mungkin mengarah pada<br />
gangguan jiwa psikotik skizofrenia pada anak atau masyarakat umumnya<br />
sedini mungkin.<br />
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuat<br />
program intervensi farmakologis dan psikososial dalam penanganan<br />
skizofrenia di Indonesia, kita harapkan kebijakan publik yang lahir akan<br />
semakin mementingkan pembangunan manusia, sehingga terwujudnya<br />
masyarakat yang adil dan makmur bukan semakin menjauh dari sasaran.<br />
39
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Hawari, Dadang: Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.<br />
Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2006.<br />
2. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7 th Ed.<br />
Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2004.<br />
3. King, Lucy J, et al: Psychiatry In Primary Care. The CV Mosby Company.<br />
Toronto London, 1983.<br />
4. Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY's). Available from:<br />
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/estimates_country/en/i<br />
ndex.html<br />
5. The Bare Facts. Updated 2002. Available from :<br />
http://www.who.int/mental_health/who_urges_investment/en/.<br />
6. Djatmiko, Prianto. Rekapan : Grafik 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan<br />
dan Rawat Inap RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2009.<br />
7. Maslim, Rusdi, editor. PPDGJ III. PT Nuh Jaya. Jakarta, 1998<br />
8. Rose, DB. Nicholas. Essential Psychiatry. Blackwell science, USA; 1995.<br />
9. Mardjono, Mahar. Empat Permasalahan Kesehatan Utama dalam Negara<br />
Modern dan Industri. LIPI Bidang Kesehatan; 1992.<br />
10. M. David, John et.al. A lange Clinical Manual Psychiatry Diagnoseand<br />
Therapy 88189. Practice-Hall International Inc. USA; 1989<br />
11. Kaplan and Saddock. Synopsis of Psychiatry. 7 th ed. Vol 1. Sans Tache. New<br />
York, 1994.<br />
12. O, Guillin et.al. Neurobiology of Dopamine in Schizophrenia. Department of<br />
psychiatry, columbia of Physicians and surgeons, new york State Psychiatric<br />
Institute, Columbia University, New York 10032, USA. 2007; 78:1-39<br />
diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17349856<br />
13. I, Raquelle et.al. Neurocognition in First-Episode Schizophrenia: A Meta-<br />
Analytic Review. American Psycological Association. 2009; Vol 23. No. 3,<br />
315-336; diakses dari<br />
http://www.apa.org/pubs/journals/release/neu233315.pdf<br />
14. Hugdahl, Kenneth et al. Auditory Hallucinations in Schizophrenia: the Role<br />
of Cognitive, brain structural and Genetic Disturbances in the Left Temporal<br />
40
lobe. Department of Biological and Medical Psychology, University of<br />
Bergen, Bergen, Norway. 2008; Diakses dari<br />
http://frontiersin.org/human_neuroscience/10.3389/neuro.09.006.2007<br />
15. Boksa, Patricia. On The Neurobiology Of Hallucinations. Douglas Mental<br />
Health University Institute, Department of Psychiatry, McGill University,<br />
Montréal, Que. 2009; 34(4): 260-262 diakses dari<br />
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2702442<br />
16. Agus, Dharmady. Psikopatologi: Dasar di Dalam Memahami tanda dan<br />
Gejala dari Suatu Gangguan Jiwa. Ed 1. Bagian ilmu Kedokteran Jiwa dan<br />
Perilaku FK Ukrida. Jakarta. 2003<br />
17. Thong JY et.al. Suicide in Psychiatric Patients: Case-Control Study in<br />
Singapura. Department of General Psychiatry, Institute of mental Health,<br />
Singapore. 2008; 42(6):509-19 diakses dari<br />
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18465378<br />
18. Tsuang, Ming T. Schizophrenia The Facts. Oxford, New York Toronto,<br />
1982.<br />
19. Priyo, Sutanto. Analisis Data Kesehatan. FKM. UI. 2007<br />
20. Prevalence and Incidence of Schizophrenia. diakses dari<br />
http:www.who.int/entity/healthinfo/global_burden_disease/GBD_report_200<br />
4update_part3.pdf<br />
21. R. Warner And G De Girolamo. Epidemiology Of Mental Disorder And<br />
Psychosocial Problems: Schizophrenia. WHO. Geneva. 1995.<br />
22. Budiarto, Eko dan Dewi Anggraini. Pengantar Epidemiologi. Ed.2. EGC.<br />
Jakarta. 2002.<br />
23. Davidson, Gerald C, John M. Neale and Ann M. Kring. Psikologi Abnormal.<br />
Ed 9. PT Raja Gravindo Persada. Jakarta. 2006.<br />
24. Al-Qur’anul Karim : Surat Al-Furqaan ayat 74<br />
41
LAMPIRAN<br />
1. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala halusinasi<br />
Statistics<br />
N Valid 782<br />
Halusinasi<br />
Missing 0<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
42<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid tidak 231 29.5 29.5 29.5<br />
ya 551 70.5 70.5 100.0<br />
Total 782 100.0 100.0<br />
2. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid berdasarkan jenis<br />
kelamin<br />
Statistics<br />
N Valid 551<br />
Jenis_kelamin<br />
Missing 0<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid lk 381 69.1 69.1 69.1<br />
pr 170 30.9 30.9 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0
43<br />
(Lanjutan)<br />
3. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
Umur<br />
berdasarkan umur<br />
Statistics<br />
N Valid 551<br />
Missing 0<br />
Umur<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid 15-24 111 20.1 20.1 20.1<br />
25-44 384 69.7 69.7 89.8<br />
45-64 55 10.0 10.0 99.8<br />
>65 1 .2 .2 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0
44<br />
(Lanjutan)<br />
4. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
berdasarkan status perkawinan<br />
Statistics<br />
Status_perkawinan<br />
N Valid 457<br />
Missing 94<br />
status_perkawinan<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid tidak kawin 329 59.7 72.0 72.0<br />
kawin 128 23.2 28.0 100.0<br />
Total 457 82.9 100.0<br />
Missing System 94 17.1<br />
Total 551 100.0
45<br />
(Lanjutan)<br />
5. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid dengan gejala halusinasi<br />
berdasarkan jenis halusinasi<br />
halusinasi_pen<br />
dengaran<br />
halusinasi_pen<br />
glihatan<br />
Statistics<br />
halusinasi_pen<br />
ciuman<br />
halusinasi_gus<br />
tatorik halusinasi_taktil<br />
N Valid 551 551 551 551 551<br />
Missing 0 0 0 0 0<br />
Halusinasi_pendengaran<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid Tidak 14 2.5 2.5 2.5<br />
Ya 537 97.5 97.5 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0<br />
Halusinasi_penglihatan<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid Tidak 502 91.1 91.1 91.1<br />
Ya 49 8.9 8.9 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0<br />
(Lanjutan)
Halusinasi_penciuman<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
46<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid tidak 550 99.8 99.8 99.8<br />
ya 1 .2 .2 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0<br />
Halusinasi_gustatorik<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid tidak 550 99.8 99.8 99.8<br />
ya 1 .2 .2 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0<br />
Halusinasi_taktil<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid tidak 548 99.5 99.5 99.5<br />
ya 3 .5 .5 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0<br />
(Lanjutan)
47<br />
(Lanjutan)
6. Pola distribusi penderita skizofrenia paranoid berdasarkan jumlah<br />
halusinasi<br />
Statistics<br />
N Valid 551<br />
Missing 0<br />
Jumlah_halusinasi<br />
Frequency Percent Valid Percent<br />
48<br />
Cumulative<br />
Percent<br />
Valid satuhalusinasi 514 93.3 93.3 93.3<br />
duahalusinasi 37 6.7 6.7 100.0<br />
Total 551 100.0 100.0<br />
(Lanjutan)
PERSONAL DATA<br />
DAFTAR RIWAYAT HIDUP<br />
Nama : <strong>Farida</strong> <strong>Nur</strong> <strong>Aini</strong><br />
Jenis Kelamin : Perempuan<br />
Tempat Tanggal Lahir : Pati, 18 Juli 1990<br />
Status : Belum Menikah<br />
Agama : Islam<br />
Alamat : Desa Talun, RT 005/RW 001, Kec. Kayen, Kab. Pati,<br />
Jawa Tengah 59171<br />
Nomor Telepon/HP : 085780874948<br />
Email : ainifaridanur@yahoo.co.id<br />
RIWAYAT PENDIDIKAN<br />
1995-1996 : TK Al-Falah Talun Kayen Pati<br />
1996-2002 : MI Al-Falah Talun Kayen Pati<br />
2002-2005 : MTs Miftahul Falah Talun Kayen Pati<br />
2005-2008 : SMA Futuhiyyah Mranggen Demak<br />
2008-Sekarang : Program Studi <strong>Pendidikan</strong> <strong>Dokter</strong> UIN Syarif Hidayatullah<br />
Jakarta<br />
PENGALAMAN ORGANISASI<br />
2009-2011 : Pengurus USMR (UIN Syahid Medical Rescue) Jurusan<br />
<strong>Pendidikan</strong> <strong>Dokter</strong> UIN Syarif Hidayatullah Jakarta<br />
50