Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
1.1 Latar Belakang<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
Dalam dasawarsa terakhir, perkembangan olahraga di Indonesia,<br />
terutama di kota Malang sangatlah pesat. Hal ini seperti ditunjukkan oleh<br />
prestasi yang diraih oleh Arema. Semakin besarnya minat masyarakat<br />
terhadap olahraga, terutama sepakbola, merupakan faktor utama tersebut.<br />
Untuk menampung aspirasi tersebut, tentu diperlukan sarana dan<br />
prasarana yang layak agar semuanya dapat berkembang dengan baik.<br />
Stadion Gajayana yang ada sekarang ini dirasa kurang memadai untuk<br />
menampung penonton yang datang ke pertandingan jika Arema<br />
memainkan pertandingan.<br />
Renovasi dari stadion adalah salah satu alternatif untuk dapat<br />
meningkatkan kapasitas dan kualitas stadion yang berstandar internasional<br />
tersebut. Dengan adanya renovasi tersebut, kapasitas Stadion Gajayana<br />
yang semula hanya 17.000 penonton akan ditingkatkan menjadi 34.000<br />
penonton.<br />
Direnovasinya Stadion Gajayana merupakan langkah awal untuk<br />
merealisasikan kawasan Malang Olympic Garden (MOG). Kawasan MOG<br />
adalah kawasan megah di pusat kota Malang yang akan dibangun dengan<br />
fasilitas-fasilitas olahraga lain, seperti kolam renang, lapangan tenis, bola<br />
voly, bola basket dan angkat besi yang semuanya bertaraf internasional.<br />
1
Dalam perencanaan bangunan bertingkat, hal-hal yang perlu<br />
diperhatikan bukan hanya dari segi keindahan (artistik) serta kondisi<br />
strategis yang mendukung, tetapi aspek teknik juga perlu diperhatikan.<br />
Masalah yang timbul kemudian adalah kemampuan bangunan (dalam hal<br />
ini stadion) sebagai satu kesatuan sistem yang kompleks untuk menahan<br />
beban lateral yang timbul, seperti beban gempa dan beban angin di<br />
samping berat sendiri yang didukungnya. Sehingga untuk bangunan<br />
bertingkat idealnya sedapat mungkin elemen-elemen yang membentuknya<br />
ramping tetapi cukup kuat untuk menahan beban-beban yang bekerja.<br />
Dengan demikian pemilihan struktur untuk bangunan bertingkat tidak<br />
hanya berdasar atas pemahaman struktur dalam konteksnya semata tetapi<br />
pemilihannya harus lebih diarahkan pada faktor fungsi, sehingga<br />
keberadaan struktur bangunan yang direncanakan benar-benar mampu<br />
memberikan pelayanan (service) yang diharapkan.<br />
Keadaan-keadaan inilah yang menjadi dasar pengambilan judul<br />
tugas akhir berupa Perencanaan Struktur Pada Tribun Barat Stadion<br />
Gajayana Malang dengan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari<br />
bangku perkuliahan ke dalam praktek perencanaan yang sebenarnya.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas<br />
adalah hal-hal yang berkaitan dengan :<br />
Bagaimana merencanakan struktur pada tribun barat Stadion Gajayana?<br />
2
1.3 Batasan Masalah<br />
Mengingat kompleksnya permasalahan dalam suatu perencanaan<br />
bangunan dan lebih mengarahkan pembahasan dan memberikan solusi<br />
yang diharapkan dari rumusan masalah, maka perlu adanya batasan<br />
masalah yang jelas, yaitu :<br />
1. Struktur yang direncanakan meliputi konstruksi atap, konstruksi portal<br />
dan konstruksi pondasi.<br />
2. Konstruksi portal terdiri dari struktur pelat, balok induk, kolom dan<br />
tribun penonton.<br />
3. Struktur sekunder yang dihitung adalah balok anak.<br />
4. Portal yang dihitung adalah portal dengan bentang terbesar (Portal I-I).<br />
5. Perencanaan struktur baja menggunakan SNI 03-1729-2002.<br />
6. Perencanaan struktur beton menggunakan SNI 03-2847-2002.<br />
7. Pembebanan gempa menggunakan SNI 03-1726-2002.<br />
8. Peraturan pembebanan menggunakan Peraturan Pembebanan Indonesia<br />
1983.<br />
9. Pembebanan yang ditinjau adalah berat sendiri struktur, beban gempa<br />
dan beban angin pada atap stadion.<br />
10. Dalam penganalisaan struktur dipakai program STAADPro 2004<br />
sebagai program bantu analisa statika.<br />
11. Perencanaan stadion tidak menghitung RAB.<br />
12. Perencanaan stadion tidak menghitung drainase lapangan sepakbola.<br />
3
1.4 Maksud dan Tujuan<br />
Maksud dari perencanaan ini adalah untuk membahas secara teknis<br />
perencanaan struktur atap, struktur portal dan pondasi pada Stadion<br />
Gajayana Malang.<br />
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah :<br />
1. Mengetahui desain struktur baja pada bagian konstruksi atap stadion.<br />
2. Mengetahui desain struktur beton bertulang pada bagian konstruksi<br />
portal dan pondasi pada stadion.<br />
1.5 Sistematika Pembahasan<br />
Dalam penyusunan tugas akhir ini akan memberikan sistematika<br />
pembahasan sesuai dengan yang akan disusun pada bagian berikutnya<br />
yang termuat dalam bab-bab berikut ini.<br />
Di dalam bab I diuraikan tentang berbagai alasan yang melatar<br />
belakangi diambilnya tugas akhir perencanaan struktur Stadion Gajayana<br />
Malang. Selain itu juga menjelaskan rumusan masalah, batasan masalah,<br />
maksud dan tujuan serta sistematika pembahasan.<br />
Pada bab II akan diuraikan tentang dasar-dasar teori dalam<br />
merencanakan suatu struktur, jenis-jenis pembebanan yang digunakan<br />
serta metode dan peraturan-peraturan yang digunakan. Semua itu adalah<br />
landasan dari perencanaan struktur stadion ini.<br />
Perhitungan struktur atap akan diuraikan pada bab III. Perhitungan<br />
tersebut meliputi pembebanan atap dan juga perencanaan konstruksi atap.<br />
4
Pembebanan pada tribun stadion dan hal-hal lain yang berhubungan<br />
dengan pembebanan pada struktur utama secara keseluruhan juga akan<br />
dihitung pada bab ini.<br />
Dalam bab IV akan dibahas mengenai perencanaan pelat lantai.<br />
Perhitungan pelat direncanakan sebagai pelat satu arah (one way slab) dan<br />
pelat dua arah (two way slab) dengan mengacu pada SNI 03-2847-2002.<br />
Kemudian perencanaan struktur sekunder, yang meliputi perencanaan<br />
tangga dan perencanaan balok anak. Sedangkan untuk perhitungan struktur<br />
utama akan meliputi penulangan lentur, geser dan torsi pada balok dan<br />
tribun serta penulangan lentur dan geser pada kolom.<br />
Selanjutnya perencanaan struktur bawah akan diuraikan pada bab<br />
V yang meliputi perencanaan pondasi.<br />
Pada bab VI merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan<br />
saran yang didapat setelah penyusunan tugas akhir ini terselesaikan.<br />
Dan pada bagian akhir akan dilampirkan bahan-bahan pelengkap<br />
tugas akhir seperti gambar rencana, gambar detail, perhitungan statika<br />
dengan STAADPro 2004 dan pelengkap lainnya sehingga nantinya dapat<br />
memperjelas uraian dalam bab-bab sebelumnya.<br />
5
2.1 Tinjauan Umum<br />
BAB II<br />
DASAR-DASAR TEORI<br />
Dalam merencanakan sebuah struktur, hal pertama yang perlu<br />
diperhatikan adalah mengenai pemilihan sifat bahan yang akan digunakan.<br />
Ada bermacam-macam bahan yang dapat digunakan seperti bahan kabel,<br />
baja, dan beton. Bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda<br />
dengan berbagai keuntungan dan kerugian.<br />
Baja sebagai salah satu bahan yang memiliki kekuatan per unit<br />
berat yang tinggi, keseragaman, elastis, permanen, daktil, mudah dipasang<br />
(baik dengan paku, baut, maupun las), kemudahan untuk dipabrikasi<br />
dengan berbagai bentuk profil dan ukuran, dan dapat digunakan kembali<br />
apabila struktur dibongkar. Sedangkan kekurangan yang dimiliki baja<br />
adalah membutuhkan biaya perawatan yang relatif besar akibat sifatnya<br />
yang tidak tahan terhadap korosi, kurang tahan terhadap panas yang tinggi,<br />
mudah mengalami tekuk (bucking) terutama terhadap gaya aksial tekan<br />
dan dapat mengalami kelelahan (fatigue) bila mengalami tegangan yang<br />
bervariasi atau berganti-ganti (stress revesals).<br />
Beton merupakan campuran bahan-bahan agregat halus dan kasar<br />
yaitu pasir, batu pecah atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan<br />
secukupnya semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi<br />
kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Nilai<br />
6
kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, dan beton<br />
merupakan bahan yang bersifat getas. Jika beton diperkuat dengan batang<br />
tulangan baja akan mampu membantu kelemahan beton, terutama terhadap<br />
gaya tarik. Komponen struktur beton ini disebut sebagai beton bertulang.<br />
2.2 Pembebanan<br />
Dalam suatu perencanaan gedung bertingkat sebelum melakukan<br />
perhitungan statika, harus lebih dahulu ditentukan beban-beban yang<br />
bekerja pada struktur tersebut. Dalam standar SNI 03-2847-2002<br />
memberikan pengertian dari beberapa pembebanan, yaitu :<br />
2.2.1 Beban Mati<br />
Beban mati adalah berat sendiri semua bagian dari suatu gedung<br />
yang bersifat tetap, termasuk segala tambahan, penyelesaian mesin-mesin<br />
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari<br />
gedung tersebut.<br />
2.2.2 Beban Hidup<br />
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian<br />
dan penghunian suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang<br />
berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan/atau beban akibat air<br />
hujan pada atap.<br />
2.2.3 Beban Kerja<br />
Beban kerja adalah beban rencana yang digunakan untuk<br />
memproporsikan komponen struktur.<br />
7
2.2.4 Beban Terfaktor<br />
Beban terfaktor adalah beban kerja yang telah dikalikan dengan<br />
faktor beban yang sesuai.<br />
Pada pasal 11.2 SNI 03-2847-2002 memberikan ketentuan agar<br />
struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua<br />
penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu,<br />
yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor berikut :<br />
a. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama<br />
dengan<br />
U = 1,4 D<br />
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga<br />
beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan<br />
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)<br />
b. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan<br />
dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W<br />
berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu :<br />
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)<br />
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban<br />
hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang<br />
paling berbahaya, yaitu :<br />
U = 0,9 D ± 1,6 W<br />
Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L, dan W, kuat<br />
perlu U tidak boleh kurang dari persamaan di atas.<br />
8
c. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa rencana E harus<br />
diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus<br />
diambil sebagai :<br />
atau<br />
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E<br />
U = 0,9 D ± 1,0 E<br />
dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-<br />
2002, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan<br />
gedung.<br />
2.2.5 Beban Angin<br />
Beban angin adalah beban yang bekerja pada gedung yang<br />
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam perencanaan ini<br />
pengaruh beban angin hanya dihitung untuk perencanaan konstruksi atap,<br />
sedangkan pada konstruksi portal tidak diperhitungkan karena nilainya<br />
lebih kecil daripada beban akibat gempa. Hal ini disebabkan karena tinggi<br />
konstruksi portal stadion kurang dari 40 lantai. Dengan tinggi konstruksi<br />
yang kurang dari 40 lantai, maka beban gempa lebih dominan terjadi<br />
dibandingkan dengan beban angin. Hal ini disebabkan karena dengan<br />
konstruksi bangunan yang semakin tinggi, maka struktur menjadi lebih<br />
lentur dan beban angin menjadi dominan.<br />
2.2.6 Beban Gempa<br />
Beban gempa nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya<br />
probabilitas beban itu bisa dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh<br />
9
tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih<br />
yang terkandung di dalam struktur bangunan tersebut. Menurut SNI 03-<br />
1726-2002, peluang dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu<br />
umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya<br />
disebut gempa rencana (dengan perioda ulang 500 tahun), tingkat<br />
daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan,<br />
sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung secara umum<br />
nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban<br />
akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan<br />
pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat<br />
lebih f1.<br />
2.2.6.1 Arah Pembebanan Gempa<br />
Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa<br />
rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh<br />
terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara<br />
keseluruhan.<br />
Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang<br />
sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam<br />
arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus<br />
dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam<br />
arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan<br />
efektifitas hanya 30%.<br />
10
2.2.6.2 Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen<br />
Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap<br />
pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah<br />
masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa<br />
nominal statik ekuivalen.<br />
Apabila kategori gedung memiliki faktor keutamaan I menurut<br />
tabel 2 dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan<br />
sekaligus arah pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa<br />
R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal<br />
statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut<br />
persamaan :<br />
C1 . I<br />
V = . Wt<br />
R<br />
Dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum<br />
respons gempa rencana menurut gambar 2 untuk waktu getar alami<br />
fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban<br />
hidup yang sesuai.<br />
Beban geser dasar nominal V pada persamaan di atas tersebut<br />
harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban<br />
gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa<br />
lantai tingkat ke-i menurut persamaan :<br />
W . z<br />
i i<br />
Fi = . V<br />
n<br />
∑ Wi<br />
. z i<br />
i =<br />
1<br />
11
Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang<br />
sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan<br />
lateral sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas.<br />
Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya<br />
dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V<br />
harus dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang menangkap pada<br />
pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus<br />
dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa<br />
nominal statik ekuivalen.<br />
2.2.6.3 Wilayah Gempa dan Spektrum Respons<br />
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti<br />
ditunjukkan dalam gambar 1, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah<br />
dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan<br />
kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas<br />
percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan<br />
periode ulang 500 tahun.<br />
Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung<br />
dan bangunan, yaitu berupa beban geser dasar nominal statik ekuivalen<br />
pada struktur yang beraturan untuk masing-masing wilayah gempa<br />
ditetapkan spektrum respons gempa rencana C-T seperti ditunjukkan<br />
dalam gambar 2.<br />
12
Gambar 1. Wilayah Gempa Indonesia Dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar Dengan Periode Ulang 500 Tahun<br />
13
Gambar 2. Respons spektrum gempa rencana<br />
14
2.2.6.4 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental<br />
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu<br />
fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur harus<br />
dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa tempat<br />
struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan :<br />
Ti < ζ . n<br />
Dimana koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 1.<br />
Tabel 1. Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami fundamental<br />
struktur gedung<br />
Wilayah Gempa ζ<br />
2.2.6.5 Waktu Getar Alami Fundamental<br />
1<br />
2<br />
3<br />
4<br />
5<br />
6<br />
0,20<br />
0,19<br />
0,18<br />
0,17<br />
0,16<br />
0,15<br />
Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam<br />
arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus<br />
Rayleigh sebagai berikut :<br />
T1 =<br />
6,3<br />
n<br />
∑<br />
i = 1<br />
n<br />
g<br />
Wi . di<br />
∑<br />
i = 1<br />
2<br />
Fi . di<br />
15
Dimana Wi adalah berat lantai gedung tingkat ke-i, termasuk juga beban<br />
hidup yang sesuai, Fi adalah beban-beban gempa nominal statik ekuivalen,<br />
‘di’ adalah simpangan horisontal lantai gedung tingkat ke-i dinyatakan<br />
dalam mm dan ‘g’ adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar<br />
9810 mm/det 2 .<br />
2.2.6.6 Gempa Rencana dan Kategori Gedung<br />
Akibat pengaruh gempa rencana, struktur gedung secara<br />
keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di<br />
ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang<br />
500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur<br />
gedung 50 tahun.<br />
Untuk berbagai kategori gedung dan bangunan, bergantung pada<br />
probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung<br />
dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana<br />
terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I menurut<br />
persamaan :<br />
I = I1 . I2<br />
Dimana I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang<br />
gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu<br />
selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor keutamaan untuk<br />
menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur<br />
gedung tersebut. Faktor-faktor keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut<br />
Tabel 2.<br />
16
Tabel 2. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan<br />
Kategori Gedung<br />
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan<br />
dan perkantoran<br />
17<br />
Faktor Keutamaan<br />
I1 I2 I<br />
1,0 1,0 1,0<br />
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6<br />
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,<br />
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat<br />
penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio<br />
dan televisi<br />
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti<br />
gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun<br />
1,4 1,0 1,4<br />
1,6 1,0 1,6<br />
Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5<br />
Catatan :<br />
Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya<br />
diterbitkan sebelum berlakunya SNI 03-1726-2002 maka Faktor Keutamaan<br />
I, dapat dikalikan 80%.<br />
2.2.6.7 Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal<br />
Faktor daktilitas struktur gedung µ adalah rasio antara simpangan<br />
maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat<br />
mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dan simpangan struktur<br />
gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy, yaitu :<br />
1,0 ≤ µ =<br />
δ m ≤ µm<br />
δy<br />
Dari persamaan di atas nilai µ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk<br />
struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan µm adalah nilai
faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur<br />
gedung yang bersangkutan.<br />
Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh<br />
gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, Vc<br />
adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh gempa rencana yang<br />
dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang<br />
keruntuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan<br />
pertama di dalam struktur gedung, maka berlaku hubungan :<br />
Vn =<br />
V y Vc =<br />
f1<br />
R<br />
Dimana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di<br />
dalam struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar 1,6 dan R disebut<br />
faktor reduksi gempa menurut persamaan :<br />
1,6 ≤ R = µ . f1 ≤ Rm<br />
Dari persamaan di atas R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk<br />
struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah<br />
faktor reduksi maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang<br />
bersangkutan.<br />
Dalam tabel 3 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai µ yang<br />
bersangkutan, dengan ketentuan bahwa nilai µ dan R tidak dapat<br />
melampaui nilai maksimumnya. Sedangkan dalam tabel 4 ditetapkan nilai<br />
µm yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem<br />
struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm yang bersangkutan.<br />
18
Tabel 3. Parameter daktilitas struktur gedung<br />
Taraf kinerja struktur gedung µ R<br />
Elastik penuh 1,0 1,6<br />
Daktial parsial<br />
1,5<br />
2,0<br />
2,5<br />
3,0<br />
3,5<br />
4,0<br />
4,5<br />
5,0<br />
2,4<br />
3,2<br />
4,0<br />
4,8<br />
5,6<br />
6,4<br />
7,2<br />
8,0<br />
Daktail penuh 5,3 8,5<br />
Tabel 4. Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum,<br />
faktor tahanan lebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa<br />
jenis sistem dan subsistem struktur gedung<br />
Sistem dan subsistem struktur<br />
bangunan gedung<br />
1. Sistem dinding penumpu (Sistem<br />
struktur yang tidak memiliki<br />
rangka ruang pemikul beban<br />
gravitasi secara lengkap. Dinding<br />
penumpu atau sistem bresing<br />
memikul hampir semua beban<br />
gravitasi. Beban lateral dipikul<br />
dinding geser atau rangka bresing).<br />
2. Sistem rangka gedung (Sistem<br />
struktur yang pada dasarnya<br />
memiliki rangka ruang pemikul<br />
beban gravitasi secara lengkap.<br />
Beban lateral dipikul dinding geser<br />
atau rangka bresing).<br />
3. Sistem rangka pemikul momen<br />
(Sistem struktur yang pada<br />
dasarnya memiliki rangka ruang<br />
pemikul beban gravitasi secara<br />
lengkap. Beban lateral dipikul<br />
rangka pemikul momen terutama<br />
melalui mekanisme lentur)<br />
19<br />
Uraian sistem pemikul beban gempa µ m Rm f<br />
1. Dinding geser beton bertulangan 2,7 4,5 2,8<br />
2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan<br />
bresing tarik<br />
1,8 2,8 2,2<br />
3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban<br />
gravitasi<br />
a. Baja 2,8 4,4 2,2<br />
b. Beton bertulangan (tidak untuk wilayah 5 & 6) 1,8 2,8 2,2<br />
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8<br />
2. Dinding geser beton bertulangan 3,3 5,5 2,8<br />
3. Rangka bresing biasa<br />
a. Baja 3,6 5,6 2,2<br />
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2<br />
4. Rangka bresing konsentrik khusus<br />
a. Baja 4,1 6,4 2,2<br />
5. Dinding geser beton bertulangan berangkai daktail 4,0 6,5 2,8<br />
6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 3,6 6,0 2,8<br />
7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8<br />
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)<br />
a. Baja 5,2 8,5 2,8<br />
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8<br />
2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM)<br />
(tidak untuk wilayah 5 & 6)<br />
3,3 5,5 2,8<br />
3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)<br />
a. Baja 2,7 4,5 2,8<br />
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8<br />
4. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK) 4,0 6,5 2,8
Sistem dan subsistem struktur<br />
bangunan gedung<br />
4. Sistem ganda<br />
( Terdiri dari : 1) rangka ruang<br />
yang memikul seluruh beban<br />
gravitasi; 2) pemikul beban lateral<br />
berupa dinding geser atau rangka<br />
bresing dengan rangka pemikul<br />
momen. Rangka pemikul momen<br />
harus direncanakan secara terpisah<br />
mampu memikul sekurangkurangnya<br />
25% dari seluruh beban<br />
lateral; 3) kedua sistem harus<br />
direncanakan untuk memikul<br />
secara bersama-sama seluruh<br />
beban lateral dengan<br />
memperhatikan interaksi/sistem<br />
ganda)<br />
5. Sistem struktur bangunan gedung<br />
kolom kantilever : (Sistem struktur<br />
yang memanfaatkan kolom<br />
kantilever untuk memikul beban<br />
lateral<br />
6. Sistem interaksi dinding geser<br />
dengan rangka<br />
7. Subsistem tunggal (Subsistem<br />
struktur bidang yang membentuk<br />
struktur bangunan gedung secara<br />
keseluruhan)<br />
2.3 Struktur Baja<br />
2.3.1 Batang Tarik<br />
Tabel 4. (lanjutan)<br />
1. Dinding geser<br />
20<br />
Uraian sistem pemikul beban gempa µ m Rm f<br />
a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8<br />
b. Beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />
c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang 4,0 6,5 2,8<br />
2. RBE baja<br />
a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8<br />
b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />
3. Rangka bresing biasa<br />
a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8<br />
b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang<br />
(tidak untuk wilayah 5 & 6)<br />
4,0 6,5 2,8<br />
d. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang<br />
(tidak untuk wilayah 5 & 6)<br />
2,6 4,2 2,8<br />
4. Rangka bresing konsentrik khusus<br />
a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8<br />
b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />
Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2<br />
Beton bertulang menengah (tidak untuk wilayah 3, 4, 5<br />
dan 6)<br />
3,4 5,5 2,8<br />
1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8<br />
2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 3,8<br />
3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton<br />
pratekan (bergantung pada indeks baja total)<br />
3,3 5,5 2,8<br />
4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh 4,0 6,5 2,8<br />
5. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8<br />
Batang tarik sering dijumpai pada struktur baja sebagai batang<br />
struktural pada rangka jembatan dan atap, serta pada struktur rangka<br />
batang pada sistem pengaku yang terdapat pada gedung bertingkat banyak.<br />
Batang tarik ini digunakan sebagai kontrol terhadap stabilitas batang<br />
diagonal dari pengaku horisontal yang direncanakan. Batang tarik dapat
erbentuk profil tunggal atau profil struktural. SNI 03-1729-2002 pasal<br />
10.1 memberikan persyaratan keamanan untuk batang tarik :<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
dengan φ . Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai<br />
nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga φ dan<br />
Nn di bawah ini :<br />
dan<br />
φ = 0,9<br />
Nn = Ag . fy<br />
φ = 0,75<br />
Nn = Ae . fu<br />
Dimana : Ag = luas penampang bruto (mm 2 )<br />
Ae = luas penampang efektif (mm 2 )<br />
fy = tegangan leleh (MPa)<br />
fu = tegangan tarik putus (MPa)<br />
Sedangkan luas penampang efektif komponen struktur yang<br />
mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut :<br />
Ae = A . U<br />
Dimana : A = luas penampang (mm 2 )<br />
U = faktor reduksi<br />
= 1 – (x / L) ≤ 0,9<br />
21
2.3.2 Batang Tekan (Kolom)<br />
x = eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya<br />
22<br />
tarik, antara titik berat penampang komponen yang<br />
disambung dengan bidang sambungan (mm)<br />
L = panjang sambungan dalam arah gaya tarik, yaitu jarak<br />
antara dua baut yang terjauh pada suatu sambungan atau<br />
panjang las dalam arah gaya tarik (mm)<br />
Kolom adalah sebuah batang tekan yang sangat kecil dibandingkan<br />
dengan panjangnya dan rusak akibat tekukan bila beban bertambah secara<br />
perlahan dengan beban terkecil dari beban yang dibutuhkan untuk<br />
mencapai tegangan lelehnya. Batang-batang ini jarang hanya memikul<br />
gaya aksial tekan saja. Namun bila pembebanan disusun sedemikian rupa<br />
sehingga perlawanana rotasional ujung dapat diabaikan, dan lentur<br />
dianggap dapat diabaikan bila dibandingkan dengan gaya tekan<br />
langsungnya, batang tersebut dapat secara aman didesain sebagai kolom<br />
yang dibebani secara konsentrik.<br />
Persyaratan desain kolom sesuai dengan SNI 03-1729-2002 pasal<br />
9.1 dapat dinyatakan sebagai berikut :<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
Dimana : φn = faktor reduksi kekuatan<br />
Nn = kuat tekan nominal komponen struktur<br />
Nu = gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor
Untuk nilai Nn sesuai dengan SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.2<br />
dihitung dengan :<br />
Nn = Ag . fcr<br />
= Ag . <br />
<br />
Untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1<br />
Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω =<br />
,<br />
,,<br />
Untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25 <br />
Dimana : Ag = luas penampang bruto (mm 2 )<br />
2.3.3 Balok-Kolom<br />
fcr = tegangan kritis penampang (MPa)<br />
fy = tegangan leleh material (MPa)<br />
Hampir semua batang pada struktur memikul momen lentur dan<br />
beban aksial-baik tarik ataupun tekan. Bila salah satu relatif kecil,<br />
pengaruhnya bisa diabaikan. Tetapi dalam banyak hal, kedua pengaruh<br />
tersebut tidak dapat diabaikan dan kelakuan akibat beban gabungan harus<br />
diperhitungkan dalam perencanaan. Batang yang memikul tekanan aksial<br />
dan momen lentur disebut balok-kolom.<br />
kolom adalah :<br />
Persamaan untuk kontrol kekuatan dan stabilitas terhadap balok-<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
≤ 1,0 untuk<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
≤ 1,0 untuk<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
≥ 0,2<br />
< 0,2<br />
23
Dimana : Pu = beban tekan aksial terfaktor<br />
2.3.4 Alas Kolom<br />
Pn = kekuatan tekan nominal<br />
Mux , Muy = momen lentur terfaktor<br />
Mnx , Mny = kekuatan momen nominal untuk lentur<br />
φc = faktor resistensi untuk kuat tekan (0,85)<br />
φb = faktor resistensi untuk kuat lentur (0,90)<br />
Ada dua masalah utama yang perlu diperhatikan dalam<br />
perencanaan alas kolom. Pertama, gaya tekan pada sayap kolom harus<br />
disebar oleh plat alas (base plate) ke media penyanggah sedemikian rupa<br />
hingga tegangan tumpunya masih dalam batas-batas yang diijinkan.<br />
Masalah kedua berkaitan dengan sambungan (atau penjangkaran) pada<br />
alas dan kolom ke pondasi beton. Untuk menganalisis suatu portal,<br />
karakteristik momen-rotasi dari penjangkaran secara keseluruhan,<br />
termasuk plat alas, baut angkur dan pondasi beton, perlu diketahui guna<br />
menentukan derajat pengekangan dan kekakuan perletakan.<br />
2.3.4.1 Alas yang Memikul Beban Aksial<br />
Distribusi tegangan di bawah plat alas dianggap merata dan<br />
proyeksi plat di belakang penampang kritis dianggap bekerja seperti balok<br />
kantilever. Dimensi dan pembebanan plat alas diperlihatkan pada gambar<br />
di bawah ini.<br />
24
maasing-masinng<br />
adalah<br />
M =<br />
=<br />
Sedangkan<br />
teganggan<br />
pada plat<br />
alas adalaah<br />
f =<br />
=<br />
Gambar 33.<br />
Dimensi Plat P Alas Koolom<br />
Untukk<br />
momen leentur<br />
pada kantilever dengan beentang<br />
m dan d n<br />
(pada penam mpang yangg<br />
sejajar baddan<br />
kolom)<br />
(pada penam mpang yangg<br />
sejajar sayyap<br />
kolom)<br />
atau<br />
dimmana<br />
dari duua<br />
harga di atas, harga terbesar yaang<br />
menentuukan.<br />
25
Jika tegangan lentur ijin untuk penampang segi empat pejal adalah<br />
0,75Fy, maka tebal plat yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut :<br />
t yang diperlukan :<br />
f = <br />
≤ 0,75Fy<br />
= <br />
,<br />
atau <br />
,<br />
2.3.4.2 Alas Kolom untuk Menahan Momen<br />
Alas kolom umumnya harus menahan momen di samping tekanan<br />
aksial. Gaya aksial menimbulkan pratekan antara plat alas dan bidang<br />
kontak, yang berupa permukaan dinding atau telapak beton. Ketika momen<br />
bekerja, pratekan pada sisi tarik akibat lentur akan berkurang sehingga<br />
daya tahan terhadap tarik hanya diberikan oleh baut angkur. Pada sisi<br />
tekan, bidang kontak tetap mengalami tekanan. Penjangkaran ini mampu<br />
menjalani deformasi rotasi, yang terutama bergantung pada panjang baut<br />
angkur yang tersedia untuk berubah bentuk secara elastis. Juga,<br />
kelakuannya dipengaruhi oleh ada atau tidaknya pratarik awal pada baut<br />
angkur.<br />
Beberapa metode tersedia untuk merencanakan alas penahan<br />
momen, yang bervariasi tergantung pada besarnya eksentrisitas beban dan<br />
detail penjangkaran yang khusus. Beberapa detail yang sederhana<br />
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.<br />
26
gallih<br />
/ kern / jarak 2 dimmensi<br />
dari pusat plat), , rumus teggangan<br />
gabu ungan<br />
yanng<br />
biasa berrlaku.<br />
Jadi, untuk e yan ng kecil,<br />
denngan<br />
M = P<br />
Gaambar<br />
4. Alaas<br />
Kolom un ntuk Menahan<br />
Momen<br />
Bila ekksentrisitas<br />
beban, e = M / P, seddemikian<br />
keecil<br />
hingga tidak<br />
meelampaui<br />
5 dari dimennsi<br />
plat N dalam d arah lentur (yakkni<br />
pada bidang<br />
f =<br />
Pe<br />
S = A r 2 / (N/ /2) = AN / 6<br />
r 2 = N 2 / 12<br />
f =<br />
dimanna<br />
N = dimensi<br />
plat dalam<br />
arah lenntur.<br />
Persammaan<br />
di atas s akan<br />
teppat<br />
untuk e ≤ N / 6 billa<br />
pratarik baut b tidak aada,<br />
dan diaanggap<br />
mem madai<br />
unntuk<br />
tujuan ppraktis<br />
miniimal<br />
sampai i e = N / 2 tanpa<br />
kesalaahan<br />
yang besar.<br />
b<br />
27
2.4 Pelat Beton Bertulang<br />
Pelat adalah elemen horisontal struktur yang mendukung beban<br />
mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke kerangka vertikal dari<br />
sistem struktur yang tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan<br />
dimensi yang lain.<br />
Berdasarkan perbandingan antara bentang yang panjang Ly dan<br />
bentang yang pendek Lx, pelat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :<br />
Ly / Lx ≤ 2 ……….. pelat dua arah<br />
Ly / Lx > 2 ……….. pelat satu arah<br />
Sedangkan tebal pelat minimum dengan balok yang<br />
menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan<br />
sebagai berikut :<br />
a. Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, tebal minimum pelat<br />
tanpa balok interior harus memenuhi ketentuan tabel 5 dan tidak boleh<br />
kurang dari nilai berikut :<br />
(1) untuk pelat tanpa penebalan digunakan tebal pelat ........ 120 mm.<br />
(2) untuk pelat dengan penebalan digunakan tebal pelat …. 100 mm.<br />
b. Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat<br />
minimum harus memenuhi :<br />
h =<br />
⎛ fy<br />
⎞<br />
ln<br />
⎜0,8<br />
+ ⎟<br />
⎝ 1500 ⎠<br />
36 + 5 β (αm<br />
- 0,2)<br />
dan tidak boleh kurang dari 120 mm.<br />
…...................................... (15)<br />
28
c. Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh<br />
kurang dari :<br />
h =<br />
⎛ fy<br />
⎞<br />
ln<br />
⎜0,8<br />
+ ⎟<br />
⎝ 1500 ⎠<br />
…........................................... (16)<br />
36 + 9 β<br />
dan tidak boleh kurang dari 90 mm.<br />
2.4.1 Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method)<br />
2.4.1.1 Batasan Metode Perencanaan Langsung<br />
Metode perencanaan langsung boleh dipakai apabila sistem pelat<br />
lantai memenuhi batasan-batasan berikut menurut SNI 03-2847-2002 pada<br />
pasal 15.6, yaitu :<br />
1. Minimum ada tiga bentang menerus pada masing-masing arah<br />
tinjauan.<br />
2. Panel pelat berbentuk persegi dengan rasio antara bentang panjang<br />
terhadap lebar diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan dan tidak lebih<br />
dari 2.<br />
3. Panjang bentang bersebelahan pada masing-masing arah tidak boleh<br />
berbeda lebih dari sepertiga bentang yang panjang.<br />
4. Letak pusat kolom dapat menyimpang maksimum 10% dari bentang<br />
pada arah penyimpangan dari sumbu antara garis pusat kolom yang<br />
berurutan.<br />
5. Beban mati yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi saja dan<br />
tersebar merata pada seluruh panel. Beban hidup tidak boleh<br />
melampaui 3 kali beban mati.<br />
29
6. Apabila panel pelat ditumpu oleh balok pada keempat sisinya, syarat<br />
kekakuan relatif balok pada dua arah yang saling tegak lurus adalah :<br />
2,0 ≤ ≤ 5,0<br />
2.4.1.2 Momen Statis Total Terfaktor<br />
SNI 03-2847-2002 pasal 15.6.2).(2) menggunakan simbol Mo<br />
untuk (Wu l2 ln 2 )/8 dan menamakan Mo adalah momen statis total terfaktor.<br />
Pasal tersebut menyatakan “jumlah absolut dari momen terfaktor positif<br />
dan momen terfaktor negatif rata-rata dalam masing-masing arah tidak<br />
boleh kurang dari Mo atau<br />
<br />
+ Mpos ≥ Mo =<br />
<br />
<br />
<br />
dimana : Wu = beban terfaktor per satuan luas<br />
ln = bentang bersih dalam arah mana momen dihitung,<br />
30<br />
diukur dari muka kolom, kepala kolom, konsol pendek<br />
atau dinding. ln tidak boleh kurang dari 0,65 ln (SNI 03-<br />
2847-2002 pasal 15.6.2).(5)<br />
l1 = panjang bentang di dalam arah mana momen<br />
ditentukan, diukur dari pusat ke pusat tumpuan<br />
l2 = panjang bentang transversal, diukur dari pusat ke pusat<br />
tumpuan<br />
2.4.1.3 Perbandingan Kekakuan Relatif dari Balok Memanjang Terhadap<br />
Pelat<br />
Bila balok-balok digunakan sepanjang garis-garis kolom dalam<br />
suatu lantai dua arah, parameter penting yang mempengaruhi perencanaan
adalah ukuran relatif dari balok terhadap tebal pelat. Parameter ini secara<br />
terbalik diukur dengan perbandingan α dari kekakuan lentur Ecb Ib dari<br />
balok terhadap kekakuan lentur Ecs Is dari pelat di dalam penampang<br />
transversal dari portal. Modulus elastisitas yang terpisah, Ecb dan Ecs,<br />
untuk masing-masing balok dan pelat, dimaksudkan untuk kemungkinan<br />
kekuatan balok dan pelat yang berbeda. Momen inersia Ib dan Is adalah<br />
penampang kasar balok dan pelat, sehingga didapatkan persamaan<br />
α = <br />
<br />
Momen inersia dari penampang balok dengan flens terhadap<br />
sumbu pusat dapat ditunjukkan sebagai<br />
Ib = k <br />
<br />
dalam mana nilai k didapat dari persamaan<br />
k = <br />
<br />
dimana : h = tinggi total balok<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
t = tebal total pelat<br />
bE = lebar efektif flens<br />
bw = lebar badan balok<br />
Persamaan di atas menyatakan tetapan tanpa dimensi k di dalam<br />
fungsi dari (bE / bw) dan (t / h). Nilai-nilai cirian dari k disajikan dalam<br />
tabel berikut.<br />
31
Tabel 5. Nilai-nilai k di dalam (bE / bw) dan (t / h)<br />
t / h<br />
2<br />
bE / bw<br />
3 4<br />
0,1 1,222 1,407 1,564<br />
0,2 1,328 1,564 1,744<br />
0,3 1,366 1,605 1,777<br />
0,4 1,372 1,608 1,781<br />
0,5 1,375 1,625 1,825<br />
0,6 1,396 1,694 1,956<br />
0,7 1,454 1,844 1,212<br />
0,8 1,565 2,098 2,621<br />
0,9 1,743 2,477 3,209<br />
1,0 2,000 3,000 4,000<br />
2.4.1.4 Distribusi Momen di Arah Longitudinal<br />
Dalam metode perencanaan langsung, kurva-kurva di arah panjang<br />
bentang tidak perlu dihitung dengan analisis elastis dari portal kaku<br />
ekuivalen terhadap berbagai pola pembebanan, akan tetapi untuk keadaan<br />
yang teratur momen-momen ditentukan secara nominal, dengan<br />
penyesuaian tambahan untuk pengaruh pola pembebanan.<br />
SNI 03-2847-2002 pasal 15.6.3).(2) pada bentang interior, momen<br />
statis total terfaktor Mo harus didistribusikan sebagai berikut :<br />
Momen negatif terfaktor ................................... 0,65<br />
Momen positif terfaktor .................................... 0,35<br />
Sedangkan pada bentang tepi, momen statis total terfaktor Mo harus<br />
didistribusikan sebagai berikut :<br />
32
Momen negatif<br />
terfaktor interior<br />
Momen positif<br />
terfaktor<br />
Momen negatif<br />
terfaktor eksterior<br />
Tabel 6. Faktor Distribusi Momen Mo Bentang Eksterior<br />
33<br />
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )<br />
tepi eksterior<br />
tidak ditahan<br />
pelat dengan<br />
balok di antara<br />
semua tumpuan<br />
pelat tanpa balok di antara<br />
tumpuan interior<br />
tanpa balok<br />
tepi<br />
dengan balok<br />
tepi<br />
tepi eksterior<br />
ditahan<br />
sepenuhnya<br />
0,75 0,70 0,70 0,70 0,65<br />
0,65 0,57 0,52 0,50 0,35<br />
0,00 0,16 0,26 0,30 0,65<br />
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 15.6.7), momen statis total<br />
terfaktor boleh dimodifikasi sebesar 10 persen asalkan momen statis total<br />
terfaktor Mo untuk suatu panel dalam arah yang ditinjau tidak kurang dari<br />
yang disyaratkan, yaitu (Wu l2 ln 2 )/8.<br />
2.4.1.5 Pengaruh Pola Pembebanan Pada Momen Positif<br />
Metode perencanaan langsung sangat peka terhadap perubahan<br />
momen positif lapangan sistem lantai berbentang banyak, apabila tidak<br />
semua bentang secara simultan dibebani. Bila beban bekerja pada bentang<br />
tersebut secara selang-seling perubahan momen negatif di tumpuan<br />
biasanya kecil, sedangkan perubahan momen positif lapangan cukup besar.<br />
Bila perbandingan beban hidup dengan beban mati cukup besar, maka<br />
perubahan momen positif tadi dapat mencapai 50 persen dari yang<br />
diperoleh dengan cara beban didistribusikan secara merata. Pertambahan<br />
momen positif ini dapat mengakibatkan defleksi yang berlebihan dan retak
pada panel interior. Hal ini dapat dikurangi dengan cara memperkaku<br />
kolom.<br />
Ketentuan mengenai pengaruh pola pembebanan bila rasio βa<br />
antara beban mati terhadap beban hidup kurang dari 2. Salah satu<br />
ketentuan berikut harus dipenuhi, yaitu :<br />
1. Jumlah kekakuan lentur kolom di atas dan di bawah pelat harus<br />
sedemikian hingga αc tidak kurang dari αmin yang ditentukan pada<br />
tabel di bawah ini.<br />
2. Bila αc dari kolom di atas dan di bawah pelat kurang dari αmin yang<br />
disyaratkan dalam tabel, maka momen positif terfaktor pada panel<br />
yang didukung kolom tersebut harus dikalikan dengan koefisien δs<br />
dari persamaan berikut :<br />
δs = 1+ β <br />
β <br />
1 <br />
<br />
dimana : βa = rasio dari beban mati terhadap beban hidup per unit luas<br />
αc = perbandingan dari kekakuan kolom terhadap kekakuan<br />
pelat dan balok<br />
= Σ Kc / (Σ Ks + Σ Kb)<br />
αmin = harga yang diberikan tabel di bawah ini<br />
34
Tabel 7. Nilai αmin<br />
β<br />
Rasio dari<br />
l1 / l2 0<br />
Kekakuan relatif balok, α<br />
0,5 1,0 2,0 4,0<br />
2,0 0,5-2,0 0 0 0 0 0<br />
1,0 0,5 0,6 0 0 0 0<br />
0,8 0,7 0 0 0 0<br />
1,0 0,7 0,1 0 0 0<br />
1,25 0,8 0,4 0 0 0<br />
2,0 1,2 0,5 0,2 0 0<br />
0,5 0,5 1,3 0,3 0 0 0<br />
0,8 1,5 0,5 0,2 0 0<br />
1,0 1,6 0,6 0,2 0 0<br />
1,25 1,9 1,0 0,5 0 0<br />
2,0 4,9 1,6 0,8 0,3 0<br />
0,33 0,5 1,8 0,5 0,1 0 0<br />
0,8 2,0 0,9 0,3 0 0<br />
1,0 2,3 0,9 0,4 0 0<br />
1,25 2,8 1,5 0,8 0,2 0<br />
2,0 13,0 2,6 1,2 0,5 0,3<br />
Untuk setengah jalur kolom yang sejajar dengan suatu tepi luar,adalah konservatif<br />
dan diijinkan untuk menggunakan harga αc yang dihitung untuk kolom dalam<br />
yang berdekatan jika ukurannya sama dengan kolom luar.<br />
2.5 Balok Beton Bertulang<br />
2.5.1 Perencanaan Penulangan Lentur Pada Balok Bertulangan Tarik<br />
Suatu balok bentang sederhana yang menerima beban akan<br />
mengalami deformasi lentur di dalam balok tersebut akibat adanya momen<br />
lentur. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan terjadi di<br />
bagian atas penampang balok dan regangan tarik di bagian bawah<br />
penampang. Regangan-regangan tersebut mengakibatkan timbulnya<br />
35
tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan berada<br />
di bagian atas dan tegangan tarik berada pada bagian bawah. Agar<br />
stabilitasnya terjamin, balok sebagai bagian dari sistem yang menahan<br />
lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut. Untuk<br />
memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur,<br />
sifat utama bahwa beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan<br />
menjadi dasar pertimbangan. Dengan cara memperkuat menggunakan<br />
batang tulangan pada daerah dimana tegangan tarik bekerja akan didapat<br />
suatu susunan bahan yang akan memberikan kemampuan untuk melawan<br />
lenturan.<br />
Karena tulangan dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, maka<br />
secara teoritis balok tersebut disebut sebagai balok bertulangan tarik saja.<br />
Walaupun kebutuhan tulangan pada bagian tarik saja, untuk membentuk<br />
kerangka yang stabil pada masing-masing sudut komponen harus<br />
dipasangi tulangan.<br />
Dengan mengambil bentuk persegi panjang, seperti pada gambar<br />
10, insentisitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar 0,85 fc’<br />
dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b<br />
dan sedalam a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus : a = β1 . c.<br />
dimana : c = jarak serat tekan terluar ke garis netral<br />
β1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton<br />
Standar SNI 03-2847-2002 pasal 12.2.7) (3) menetapkan nilai β1<br />
harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan fc’ lebih<br />
36
kecil daripada atau sama dengan 30 MPa. Untuk beton dengan nilai kuat<br />
tekan di atas 30 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap<br />
kelebihan 7 MPa di atas 30 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari<br />
0,65. Dari berbagai hasil penelitian dan pengujian telah terbukti bahwa<br />
hasil perhitungan tegangan persegi empat equivalen tersebut memberikan<br />
hasil yang mendekati terhadap tegangan aktual yang rumit. Sebuah<br />
isometrik hubungan gaya-gaya dalam dapat dilihat pada gambar di bawah<br />
ini. Dengan menggunakan distribusi tegangan bentuk persegi empat<br />
equivalen serta anggapan kuat rencana yang diberlakukan, dapat<br />
ditentukan besarnya kuat lentur ideal Mn dari balok beton bertulang empat<br />
persegi bertulangan tarik saja.<br />
Gambar 5. Analisa Balok Bertulangan Tarik<br />
Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa<br />
sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu<br />
mendukung beban kerja dan masih mempunyai cadangan kekuatan untuk<br />
menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami runtuh.<br />
Apabila penampang balok mengandung jumlah tulangan lebih banyak dari<br />
37
yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, maka<br />
penampang demikian disebut bertulangan lebih (over reinforced).<br />
Berlebihnya tulangan mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah yang<br />
mengakibatkan beton lebih dulu mencapai regangan maksimum 0,003<br />
sebelum tulangan tarik luluh. Apabila balok tersebut dibebani momen<br />
yang lebih besar lagi regangannya semakin lebih besar, sehingga<br />
kemampuan regangan beton terlampaui, maka akan terjadi keruntuhan<br />
dengan beton hancur secara mendadak tanpa diawali gejala tertentu.<br />
Sedangkan apabila suatu penampang memiliki tulangan kurang<br />
dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang<br />
demikian disebut bertulangan kurang (under reinforced). Letak garis netral<br />
akan lebih naik dan tulangan tarik akan mencapai regangan luluhnya lebih<br />
dahulu sebelum beton mencapai regangan maksimum 0,003. Proses<br />
tersebut berlanjut sampai suatu saat daerah tekan tidak mampu menahan<br />
tekan dan hancur sebagai efek sekunder. Cara hancur demikian<br />
dipengaruhi oleh peristiwa meluluhnya tulangan tarik dimana lendutan<br />
balok meningkat tajam sehingga dapat menjadi tanda awal kehancuran.<br />
Analisa penampang balok terlentur dilakukan dengan terlebih<br />
dahulu mengetahui dimensi unsur-unsur penampang balok yang terdiri<br />
dari jumlah dan ukuran tulangan baja dan beton, sedangkan yang dicari<br />
adalah kekuatan balok.<br />
Dalam proses untuk fy dan fc’ tertentu yang harus ditetapkan<br />
adalah dimensi lebar balok, tinggi balok dan luas penampang tulangan.<br />
38
Dari tiga besaran perencanaan tersebut didapatkan banyak sekali<br />
kemungkinan kombinasi antar ketiganya yang dapat memenuhi kebutuhan<br />
kuat momen untuk penggunaan tertentu. Dengan memanfaatkan hubungan<br />
internal yang sudah diketahui, maka dapat dilakukan modifikasi-<br />
modifikasi tertentu agar proses perencanaan dapat lebih disederhanakan.<br />
Rumus kekuatan balok beton bertulang penampang persegi bertulangan<br />
tarik yaitu :<br />
MR = φ . ND . z = φ . NT . z dan MR = φ (0,85 fc’) b. a (d – ½ a)<br />
dimana : a = . <br />
0,85 ' <br />
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut dapat dilakukan<br />
penyederhanaan dengan cara mengembangkan besaran tertentu sedemikian<br />
hingga dapat disusun dalam bentuk daftar.<br />
ρ = <br />
atau As = ρ b d<br />
dan kemudian ditetapkan nilai ω =<br />
a = . <br />
,<br />
. <br />
, maka :<br />
,<br />
persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke dalam rumus MR, didapat :<br />
MR = φ (0,85 fc’) b <br />
<br />
,<br />
MR = φ . b . d 2 fc’ ω (1 – 0,59 ω)<br />
<br />
, <br />
dari persamaan tersebut didapat bilangan k, sebagai berikut :<br />
k = fc’ ω (1 – 0,59 ω)<br />
Bilangan k disebut sebagai koefisien tahanan yang nilainya tergantung<br />
pada ρ, fc’ dan fy. Tabel A-8 sampai dengan A-37 pada buku Istimawan<br />
39
Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang, memberikan nilai k dalam satuan<br />
MPa untuk setiap nilai ρ dengan berbagai pasangan fc’ dan fy. Dengan<br />
demikian ungkapan secara umum untuk nilai MR menjadi :<br />
MR = φ . b . d 2 k<br />
Dengan demikian ringkasan perencanaan balok bertulangan tarik<br />
adalah sebagai berikut :<br />
a. Mengubah beban atau momen menjadi beban atau momen rencana<br />
dan mungkin termasuk menentukan perkiraan berat sendiri balok yang<br />
belum diketahui dimensinya untuk diperhitungkan sebagai beban mati.<br />
Dimensi balok (tinggi dan lebar balok) terpilih agar memenuhi syarat<br />
dan berupa bilangan bulat.<br />
b. Memilih rasio penulangan yang diperlukan dengan menggunakan<br />
tabel A-4 (buku Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)<br />
untuk menentukan nilai ρ, kecuali bila dimensi balok terlalu kecil atau<br />
memang dikehendaki pengurangan penulangan. Dimana rasio<br />
penulangan (ρ) tersebut harus memenuhi syarat :<br />
ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks<br />
c. Dari tabel A-8 sampai A-37 (buku Istimawan Dipohusodo, Struktur<br />
Beton Bertulang) didapat harga k (koefisien tahanan).<br />
d. Memperkirakan nilai b (lebar balok) dan kemudian menghitung nilai d<br />
(tinggi efektif balok) yang diperlukan dengan rumus :<br />
dperlu = <br />
<br />
40
Apabila rasio d/b memenuhi syarat (1,5-2,2) maka dimensi tersebut<br />
dapat dipakai untuk balok yang direncanakan.<br />
e. Menghitung h (tinggi balok), kemudian menghitung ulang berat balok<br />
dan bandingkan berat balok tersebut dengan berat balok yang sudah<br />
dimasukkan dalam perhitungan.<br />
f. Melakukan revisi hitungan momen rencana Mu dengan menggunakan<br />
hasil hitungan berat sendiri balok yang terakhir.<br />
g. Dengan menggunakan nilai b, k dan nilai Mu yang baru didapat<br />
kemudian dihitung nilai dperlu dan diperiksa apakah rasio d/b<br />
memenuhi syarat.<br />
h. Menghitung As yang diperlukan, dimana Asperlu = ρ . b . d<br />
i. Memilih batang tulangan yang akan digunakan serta memeriksa<br />
apakah batang tulangan dapat dipasang pada balok dalam satu lapis.<br />
j. Menentukan nilai h, bila perlu dengan pembulatan ke atas (dalam cm)<br />
untuk mendapatkan nilai bilangan bulat yang baik. Hal demikian<br />
mungkin akan mengakibatkan tinggi efektif aktual lebih besar<br />
daripada tinggi efektif rencana dan berarti hasil rancangan akan sedikit<br />
konservatif (berada pada keadaan yang lebih aman).<br />
k. Dibuat sketsa hasil rancangan.<br />
2.5.2 Perencanaan Penulangan Lentur Pada Balok Bertulangan Rangkap<br />
Suatu penampang balok dengan kuat bahan tertentu, momen<br />
tahanan maksimumnya dihitung dengan menggunakan nilai k yang sesuai<br />
41
dengan nilai ρmax yang bersangkutan. Nilai k merupakan fungsi dari rasio<br />
penulangan ρ, sedangkan batas ρmax untuk balok bertulangan tarik saja<br />
sebesar 0,75 ρb.<br />
Apabila penampang tersebut dikehendaki untuk menopang beban<br />
yang lebih besar daripada kapasitasnya, sementara pertimbangan teknis<br />
dan arsitektural membatasi dimensi balok, maka diperlukan usaha-usaha<br />
lain untuk memperbesar kuat momen penampang balok yang sudah<br />
tertentu dimensinya tersebut. Apabila hal tersebut yang dihadapi, maka<br />
diperbolehkan penambahan tulangan tarik lebih dari batas nilai ρmax<br />
bersamaan dengan penambahan tulangan di daerah tekan. Hasilnya adalah<br />
balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan tarik dipasang di<br />
daerah tarik dan tulangan tekan di daerah tekan.<br />
Upaya meningkatkan kuat lentur suatu balok dengan penggunaan<br />
tulangan tekan ternyata merupakan cara yang kurang efisien terutama di<br />
tinjau dari segi ekonomi dan pelaksanaannya dibandingkan dengan<br />
manfaat yang didapat. Dengan usaha mempertahankan dimensi balok tetap<br />
kecil pada umumnya akan mengundang masalah lendutan dan perlunya<br />
menambah jumlah tulangan geser pada daerah tumpuan sehingga akan<br />
mempersulit pelaksanaan pemasangannya.<br />
Anggapan-anggapan dasar yang digunakan untuk analisis balok<br />
bertulangan rangkap pada dasarnya hampir sama dengan analisis pada<br />
balok bertulangan tarik saja. Hanya ada satu tambahan anggapan yang<br />
penting ialah bahwa tegangan tulangan baja tekan (fs’) merupakan fungsi<br />
dari regangannya tepat pada titik berat tulangan baja tekan.<br />
42
Dengan dua bahan yang berbeda yang akan menahan gaya tekan<br />
ND yaitu beton dan baja tekan, maka gaya tekan total terbagi menjadi dua<br />
komponen ialah gaya tekan yang ditahan oleh beton ND1 dan yang ditahan<br />
oleh tulangan baja tekan ND2. Selanjutnya di dalam analisis momen<br />
tahanan dalam total dan balok diperhitungkan terdiri dari dua bagian atau<br />
dua kopel momen dalam, yaitu kopel pasangan beton tekan dengan<br />
tulangan baja tarik dan pasangan tulangan baja tekan dengan tambahan<br />
tulangan baja tarik. Kedua kopel momen dalam seperti tergambar pada<br />
gambar di bawah ini, dimana kuat momen total balok bertulangan rangkap<br />
merupakan penjumlahan kedua kopel momen dalam dengan mengabaikan<br />
luas beton tekan yang ditempati oleh tulangan baja tekan.<br />
Gambar 6. Analisa Balok Bertulangan Rangkap<br />
Dengan demikian ringkasan langkah-langkah perencanaan balok<br />
bertulangan rangkap adalah sebagai berikut :<br />
Ukuran penampang balok sudah ditentukan<br />
a. Mengasumsikan bahwa d = h - 100 mm<br />
b. Menghitung momen rencana total Mu.<br />
43
c. Dilakukan pemeriksaan apakah benar-benar perlu balok bertulangan<br />
rangkap. Dari tabel apendiks A diperoleh nilai k maksimum untuk<br />
digunakan menghitung MR balok bertulangan tarik saja.<br />
MR maks = φ . b . d 2 k<br />
d. Apabila MR < Mu, rencanakan balok sebagai balok bertulangan<br />
rangkap, dan apabila MR ≥ Mu, balok direncanakan sebagai balok<br />
bertulangan tarik saja.<br />
Apabila harus direncanakan sebagai balok bertulangan rangkap :<br />
e. Menghitung rasio penulangan pasangan kopel gaya beton tekan dan<br />
tulangan baja tarik, ρ = 0,90 (ρmaks) = 0,90 (0,75 ρb)<br />
Nilai ρ tersebut digunakan untuk mencari harga k pada tabel.<br />
f. Menentukan kapasitas momen dari pasangan kopel gaya beton tekan<br />
dan tulangan baja tarik.<br />
MR1 = φ . b . d 2 k<br />
Menghitung tulangan baja tarik yang diperlukan untuk pasangan kopel<br />
gaya beton tekan dan tulangan baja tarik,<br />
As1perlu = ρ . b . d<br />
g. Menghitung selisih momen, atau momen yang harus ditahan oleh<br />
pasangan gaya tulangan tekan dan tarik tambahan, MR2 = Mu - MR1<br />
h. Dengan berdasarkan pada pasangan kopel gaya tulangan baja tekan<br />
dan tarik tambahan, dihitung gaya tekan pada tulangan yang<br />
diperlukan (asumsikan bahwa d’ = 70 mm).<br />
ND2 = <br />
<br />
44
i. Dengan ND2 = As’ . fs’, menghitung fs’ sedemikian sehingga As’ dapat<br />
ditentukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan letak<br />
garis netral dari pasangan gaya beton tekan dan tulangan baja tarik<br />
kemudian memeriksa regangan εs’ pada tulangan tekan, sedangkan<br />
nilai εy didapat dari tabel.<br />
a = <br />
, <br />
c = <br />
εs’ =<br />
<br />
<br />
<br />
0,003<br />
Apabila εs' ≥ εy, tulangan baja tekan telah meluluh pada momen<br />
ultimit dan fs' = fy, sedangkan apabila εs’ < εy, dihitung fs' = εs' . Es<br />
dan gunakan tegangan tersebut untuk langkah berikutnya.<br />
j. Karena ND2 = As' . fs', maka As'perlu = <br />
<br />
k. Menghitung As2perlu,<br />
As2perlu = <br />
<br />
l. Menghitung jumlah luas tulangan baja tarik total yang diperlukan,<br />
As = As1 + As2<br />
m. Memilih batang tulangan baja tekan As’.<br />
n. Memilih batang tulangan baja tarik As yang dipakai. Memeriksa lebar<br />
balok dan mengusahakan agar tulangan dapat dipasang satu lapis saja.<br />
o. Memeriksa daktual dan bandingkan dengan dteoritis. Apabila daktual sedikit<br />
lebih besar berarti rancangan lebih aman. Apabila daktual lebih kecil<br />
berarti perencanaan kurang aman, dilakukan perencanaan ulang.<br />
p. Membuat sketsa rancangan.<br />
45
2.5.3 Perencanaan Balok T<br />
Dalam merencanakan balok T, pada langkah awal disarankan untuk<br />
memeriksa apakah balok tersebut berperilaku sebagai balok persegi atau<br />
balok T murni. Apabila berlaku sebagai balok persegi, maka prosedur<br />
perencanaan sama dengan yang dilakukan pada perencanaan balok persegi<br />
bertulangan tarik. Sedangkan apabila berlaku sebagai balok T murni<br />
perencanaan dilakukan dengan cara perkiraan yang kemudian diikuti<br />
dengan analisis. Berdasarkan pada bentuknya, umumnya flens<br />
menyediakan daerah tekan lebih dari cukup sehingga blok tegangan tekan<br />
seluruhnya terletak di daerah flens. Sehingga hampir selalu dijumpai<br />
bahwa balok T umumnya direncanakan sebagai balok T persegi.<br />
Perencanaan balok T adalah proses menentukan tebal dan lebar<br />
flens, lebar dan tinggi efektif badan balok, serta luas tulangan tarik. Dalam<br />
perencanaan balok T yang mendukung momen lentur positif, umumnya<br />
sebagian dari kelima bilangan sudah diketahui terlebih dahulu. Penentuan<br />
tebal flens biasanya tidak lepas dari perencanaan struktur pelat, sedangkan<br />
dimensi balok terkait dengan kebutuhan menahan gaya geser dan momen<br />
lentur yang timbul pada dukungan dan di tengah bentang struktur balok<br />
menerus. Sedangkan untuk lebar flens efektif (b), SNI 03-2847-2002<br />
memberikan batasan mengenai lebar tersebut. Keharusan untuk<br />
mempertimbangkan segi pelaksanaan atau hubungan dengan struktur<br />
lainnya juga mempengaruhi penentuan lebar badan balok, misalnya ukuran<br />
kolom ataupun sistem pelaksanaan pembuatan acuan (cetakan).<br />
46
Sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 12.5 ayat 2),<br />
rasio penulangan aktual ditentukan dengan menggunakan lebar badan<br />
balok (bw) dan bukannya lebar flens efektif (b). Ketentuan tersebut berlaku<br />
apabila badan balok dalam keadaan tertarik. Pada umumnya kapasitas<br />
momen tahanan ditentukan oleh luluhnya baja tulangan tarik, karena itu<br />
flens balok T menyediakan daerah tekan yang relatif luas. Maka dari itu,<br />
cukup aman bila dilakukan anggapan bahwa baja tulangan tarik akan<br />
meluluh sebelum beton mencapai regangan tekan batas dan kemudian<br />
hancur. Gaya tarik total NT pada keadaan batas (ultimit) dihitung dengan<br />
menggunakan persamaan sebagai berikut :<br />
NT = As . fy<br />
Untuk proses analisis harus diketahui terlebih dahulu bentuk blok<br />
tegangan tekan. Seperti halnya pada analisis balok persegi, gaya tekan<br />
total ND harus seimbang dan sama dengan gaya tarik total NT. Bentuk blok<br />
tegangan tekan harus sesuai dengan luasan daerah beton tekan. Dengan<br />
demikian terdapat dua kemungkinan keadaan yang akan terjadi, blok<br />
tegangan tekan seluruhnya masuk di dalam daerah flens, atau meliputi<br />
seluruh daerah flens ditambah sebagian lagi masuk di badan balok.<br />
Berdasarkan dua kemungkinan tersebut ditetapkan dua terminologi<br />
analisis, ialah balok T persegi dan balok T murni. Perbedaan antara<br />
keduanya di samping perbedaan bentuk blok tegangannya adalah bahwa<br />
pada balok T persegi dengan lebar flens efektif b dilakukan analisis dengan<br />
cara sama seperti balok persegi dengan lebar b (lebar flens), dengan<br />
47
mengabaikan daerah beton tertarik, sementara untuk balok T murni<br />
dilaksanakan dengan memperhitungkan blok tegangan tekan mencakup<br />
daerah kerja berbentuk huruf T seperti tergambar di bawah ini.<br />
Gambar 7. Analisa Balok T<br />
Dari segenap uraian di atas dapat diringkas langkah-langkah atau<br />
ikhtisar perencanaan balok T sebagai berikut :<br />
a. Menghitung momen rencana, Mu<br />
b. Menetapkan tinggi efektif, d<br />
c. Menetapkan lebar flens efektif menggunakan ketentuan SNI 03-2847-<br />
2002 pasal 10.10.<br />
d. Menghitung momen tahanan MR dengan anggapan bahwa seluruh<br />
daerah flens efektif untuk tekan.<br />
MR = φ (0,85 fc’) b . hf (d – ½ hf)<br />
e. Apabila MR > Mu, balok akan berperilaku sebagai balok T persegi<br />
dengan lebar b, dan apabila MR < Mu, balok berperilaku sebagai balok<br />
T murni.<br />
48
Apabila dihitung sebagai balok T persegi langkah selanjutnya adalah :<br />
f. Merencanakan sebagai balok T persegi dengan nilai b dan d yang<br />
sudah diketahui, selanjutnya menghitung kperlu,<br />
kperlu = <br />
<br />
g. Dari tabel Apendiks A menentukan nilai ρ berdasarkan nilai kperlu<br />
yang didapat.<br />
h. Menghitung Asperlu = ρ b d<br />
i. Pilih batang tulangan baja tarik dan periksa lebar balok. Periksalah<br />
daktual dibandingkan dengan d yang ditetapkan. Bila daktual melebihi d<br />
yang dihitung (dteoritis) berarti rancangan agak konservatif (pada posisi<br />
aman). Apabila daktual kurang dari dteoritis, berarti rancangan tidak aman<br />
dan kemungkinan perencanaan harus diulang.<br />
j. Memeriksa ρmin,<br />
ρmin = ,<br />
<br />
dan ρaktual = <br />
<br />
Dimana ρaktual harus lebih besar dari ρmin. Apabila tidak maka harus<br />
dirancang ulang.<br />
k. Pemeriksaan persyaratan daktilitas menggunakan ungkapan As(maks)<br />
dari tabel 3-1, dimana As(maks) harus lebih besar dari Asaktual.<br />
l. Membuat sketsa rancangan.<br />
Apabila dihitung sebagai balok T murni, langkah penyelesaiannya adalah :<br />
f. Menentukan z = d – ½ hf<br />
g. Menghitung As yang diperlukan berdasarkan hasil dari langkah f,<br />
As = <br />
<br />
49
h.<br />
i.<br />
j.<br />
Memilih bbatang<br />
tulanngan<br />
tarik dan d periksa lebar balokk.<br />
Menentukkan<br />
tinggi eefektif<br />
aktua al (daktual), ddan<br />
lakukan analisis bal lok.<br />
Membuatt<br />
sketsa ranccangan.<br />
2.5.4 Koontrol<br />
Kuat<br />
Torsi (Puuntir)<br />
Gaya<br />
torsi terjaddi<br />
pada wak ktu suatu koomponen<br />
sttruktur<br />
mem mikul<br />
bebban<br />
gaya seedemikian<br />
hingga terp puntir terhaddap<br />
sumbu memanjan ngnya.<br />
Paada<br />
struktur bangunan jjuga<br />
terdap pat komponeen-komponnen<br />
struktur yang<br />
meengalami<br />
gaaya<br />
puntir aatau<br />
torsi da an seringkalli<br />
timbul beersamaan<br />
de engan<br />
lenntur<br />
dan geeser.<br />
Contohh<br />
yang pal ling mudah adalah ballok<br />
anak se eperti<br />
tammpak<br />
pada gambar 8. Balok indu uk B1 teranngkai<br />
sebaggai<br />
satu kes satuan<br />
ranngka<br />
monollit<br />
dengan bbalok<br />
anak BA1 seperrti<br />
tampak ppada<br />
gamba ar 8a.<br />
Paada<br />
gambar 8b tampak bahwa seb bagai akibatt<br />
sifat kekakkuannya<br />
ter rsebut<br />
timmbul<br />
momeen<br />
di temppat<br />
dukunga an balok aanak<br />
BA1<br />
meengakibatkaan<br />
gaya punntir<br />
terhadap p balok induuk.<br />
Gammbar<br />
8. Torsi i pada Balok<br />
50<br />
dan mome en ini
Pada ppenampang<br />
persegi, teg gangan geseer<br />
torsi makksimum<br />
vt te erjadi<br />
padda<br />
titik tenggah<br />
dari sissi<br />
yang pan njang dan arrah<br />
kerjanyya<br />
sejajar de engan<br />
sissi<br />
tersebut seperti<br />
tamppak<br />
pada gam mbar 9. Nillai<br />
vt meruppakan<br />
fungs si dari<br />
perrbandingan<br />
sisi panjanng<br />
y terhadap p sisi pendeek<br />
x, dan terrsusun<br />
hubu ungan<br />
sebbagai<br />
berikuut<br />
:<br />
vt =<br />
Gambar 99.<br />
Distribusii<br />
Tegangan Torsi T pada Peenampang<br />
Balok<br />
Gaya<br />
geser torsi<br />
akan timbu ul di permuukaan<br />
batanng<br />
terpuntir<br />
dan<br />
cennderung<br />
meenyebabkann<br />
terjadinya retak tarik diagonal saama<br />
seperti yang<br />
diaakibatkan<br />
ooleh<br />
gaya ggeser<br />
lentu ur, akan tettapi<br />
gaya ggeser<br />
torsi akan<br />
bekkerja<br />
padaa<br />
arah yaang<br />
berlaw wanan untuuk<br />
sisi peenampang<br />
berrhadapan.<br />
KKarena<br />
padda<br />
umumnya<br />
gaya geser<br />
dan torssi<br />
muncul secara s<br />
tarrik<br />
diagonaal<br />
pada satuu<br />
sisi perm mukaan penaampang<br />
baatang<br />
merup pakan<br />
pennjumlahan<br />
dari keduaanya.<br />
Apab bila demikiaan<br />
halnya, dan lebih- -lebih<br />
51<br />
yang<br />
berrsamaan<br />
attau<br />
bahkan berinteraks si satu samma<br />
lain, tinjjauan<br />
efek gaya
apaabila<br />
kuat ttarik<br />
beton terlampaui i maka akann<br />
dapat diliihat<br />
bahwa pada<br />
perrmukaan<br />
teerjadi<br />
retak beton yang<br />
kurang leebih<br />
membbentuk<br />
sudu ut 45 o<br />
terrhadap<br />
summbu<br />
batang<br />
Deengan<br />
demmikian,<br />
dipeerlukan<br />
ba atang tulanngan<br />
baja<br />
meelintang<br />
teerhadap<br />
araah<br />
retakan n sedemikiaan<br />
sehinggga<br />
mengha alangi<br />
ballok<br />
terpuntiir.<br />
Gaambar<br />
10. Poola<br />
Runtuh BBalok<br />
Akibat t Kombinasi Gaya Geser dan Torsi<br />
Dalamm<br />
merencanaakan<br />
tulang gan torsi, paada<br />
SNI 03- 2847-2002 pasal<br />
13.6<br />
diberikaan<br />
ketentuaan<br />
dimana<br />
betton<br />
bertulanng<br />
atau pennampang<br />
per rsegi atau ddengan<br />
flenss<br />
yang mene erima<br />
bebban<br />
kombinnasi<br />
geser ddan<br />
torsi, da an pengaruhh<br />
torsi haruss<br />
diperhitun ngkan<br />
terrsebut<br />
melammpaui<br />
φ[(1/20√fy’)Σx<br />
2 y]. y Sedangkkan<br />
untuk sstruktur<br />
stat tis tak<br />
tenntu<br />
dimana terjadi pengurangan<br />
momen m torsii<br />
pada kommponennya<br />
akibat a<br />
terj rjadi redistrribusi<br />
gayaa-gaya<br />
dala am, nilai TTu<br />
dapat dikkurangi<br />
me enjadi<br />
φ[( (1/3√fy’)Σ1/ /3x 2 y].<br />
komponen n struktur<br />
padda<br />
arah meemanjang<br />
bbalok<br />
dan letaknya diisebar<br />
meraata<br />
di seke eliling<br />
ditetapkan<br />
tersebut, liihat<br />
gamba ar 10.<br />
untuk dipa asang<br />
kerruntuhan<br />
leebih<br />
lanjut. Tulangan torsi pada balok umuumnya<br />
dipa asang<br />
untuk kommponen<br />
str ruktur<br />
berrsama<br />
geseer<br />
dan lentuur<br />
apabila momen terrfaktor<br />
Tu pada komp ponen<br />
52
Untuk ringkasan atau ikhtisar langkah-langkah perencanaan<br />
penulangan torsi pada umumnya dilakukan dengan urutan sebagai berikut :<br />
a. Tentukan apakah momen torsi berupa torsi keseimbangan atau<br />
keserasian.<br />
b. Tentukan penampang kritis, umumnya berjarak d dari muka tumpuan.<br />
Hitung momen torsi rencana Tu.<br />
Apabila Tu < φ [(1/24√fc’)Σx 2 y], efek torsi boleh diabaikan.<br />
c. Menghitung kuat torsi nominal Tc badan beton sederhana sebagai<br />
berikut :<br />
Tc =<br />
<br />
∑ <br />
, <br />
<br />
<br />
<br />
Dimana Ct = <br />
∑ <br />
Apabila komponen struktur mengalami gaya tarik aksial cukup besar,<br />
tulangan torsi harus direncanakan untuk memikul momen torsi total,<br />
dan nilai Tc dikalikan dengan<br />
1 0,30 <br />
<br />
<br />
Dimana Nu bernilai negatif untuk tarik.<br />
d. Diperiksa apakah Tu > φ Tc. Apabila tidak, efek torsi boleh diabaikan.<br />
Apabila Tu > φ Tc, hitunglah Ts, yaitu momen torsi yang harus ditahan<br />
oleh tulangan, dengan batasan sebagai berikut :<br />
Untuk torsi keseimbangan : Ts = Tn – Tc dan,<br />
Untuk torsi keserasian : Ts = (1/3√fy’)Σ1/3x 2 y – Tc, dipakai yang<br />
terkecil.<br />
53
e. Nilai Tn tidak kurang dari Tu / φ, dan apabila Ts > 4 Tc penampang<br />
harus diperbesar.<br />
f. Pilihlah tulangan sengkang tertutup sebagai tulangan melintang dan<br />
gunakan diameter minimum D10. Apabila jarak spasi sengkang s,<br />
hitunglah luas sengkang untuk torsi setiap satuan jarak lengan dengan<br />
menggunakan persamaan sebagai berikut :<br />
<br />
=<br />
<br />
<br />
g. Hitung penulangan geser yang diperlukan untuk Av tiap satuan jarak di<br />
dalam penampang melintang, dengan Vu adalah gaya geser luar<br />
rencana pada penampang kritis, sedangkan Vc adalah kuat geser<br />
nominal badan beton, dan Vs adalah gaya geser yang harus dipikul<br />
oleh sengkang :<br />
<br />
<br />
= <br />
<br />
Dimana Vs = Vn – Vc,<br />
Vc =<br />
<br />
<br />
, <br />
<br />
Nilai Vn tidak boleh kurang dari Vu / φ<br />
h. Hitunglah luas tulangan memanjang Al yang diperlukan untuk torsi<br />
dimana :<br />
Al = 2 <br />
Al = <br />
<br />
<br />
, <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
2 <br />
Digunakan mana yang lebih besar, dan apabila dihitung dengan<br />
menggunakan persamaan yang kedua tidak boleh melebihi :<br />
<br />
54
Al = <br />
, <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
i. Rencanakan tulangan dan buat sketsa rancangan.<br />
2.5.5 Penulangan Geser<br />
Dalam membahas balok terlentur hendaknya mempertimbangkan<br />
pula bahwa pada saat yang sama balok juga menahan gaya geser akibat<br />
lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya<br />
tegangan-tegangan tarik tambahan di tempat-tempat tertentu pada<br />
komponen struktur terlentur. Untuk komponen struktur beton bertulang,<br />
apabila gaya geser yang bekerja sedemikian besar hingga di luar<br />
kemampuan beton untuk menahannya, perlu memasang baja tulangan<br />
untuk menahan gaya geser tersebut.<br />
Tegangan geser dan lentur akan timbul di sepanjang komponen<br />
struktur dimana bekerja gaya geser dan momen lentur, dan penampang<br />
komponen mengalami tegangan-tegangan tersebut pada tempat-tempat<br />
selain di garis netral dan serat tepi penampang. Komposisi tegangan-<br />
tegangan tersebut di suatu tempat akan membentuk keseimbangan<br />
tegangan geser dan tegangan normal maksimum dalam satu bidang yang<br />
membentuk sudut kemiringan terhadap sumbu balok.<br />
Dasar pemikiran perencanaan penulangan geser adalah usaha<br />
menyediakan sejumlah tulangan untuk menahan gaya tarik arah tegak<br />
lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikian rupa sehingga mampu<br />
mencegah bukaan retak lebih lanjut.<br />
55
Perencanaan geser untuk komponen-komponen struktur terlentur<br />
didasarkan pada anggapan bahwa beton menahan sebagian dari gaya geser,<br />
sedangkan kelebihannya atau kekuatan geser di atas kemampuan beton<br />
untuk menahannya dilimpahkan kepada tulangan geser. Cara umum yang<br />
dilaksanakan dan lebih sering dipakai untuk penulangan geser adalah<br />
dengan pemasangan sengkang.<br />
Untuk komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja,<br />
persamaan 13.3.1) SNI 03-2847-2002 memberikan kapasitas kemampuan<br />
beton (tanpa penulangan geser) untuk menahan gaya geser adalah Vc.<br />
Vc = <br />
. <br />
Di dalam peraturan juga dinyatakan bahwa meskipun secara<br />
teoritis tidak perlu penulangan geser apabila Vu < φ Vc, akan tetapi<br />
peraturan mengharuskan untuk selalu menyediakan tulangan geser<br />
minimum untuk struktur yang mengalami lenturan kecuali pada pelat,<br />
balok beton rusuk, balok yang tingginya kurang dari 250 mm dan pada<br />
tempat dimana nilai Vu < ½ φ Vc.<br />
2.6 Kolom Beton Bertulang<br />
2.6.1 Persyaratan Detail Penulangan Kolom<br />
Pembatasan jumlah tulangan balok agar penampang berlaku daktail<br />
dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk kolom agak sukar karena<br />
beban aksial lebih dominan sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari.<br />
Jumlah luas tulangan pokok memanjang kolom dibatasi dengan rasio<br />
penulangan ρg antara 0,01 sampai dengan 0,08. Penulangan yang lazim<br />
56
dilakukan antara 1,5%-3% dari luas penampang kolom. Khusus untuk<br />
struktur bangunan berlantai banyak, kadang-kadang penulangan kolom<br />
dapat mencapai 4%, namun disarankan penulangan tidak melebihi 4% agar<br />
tulangan tidak berdesakan terutama pada titik pertemuan balok, pelat dan<br />
kolom.<br />
Gambar 11. Analisa Kolom<br />
Kolom sebagai bagian dari struktur bangunan, selain berfungsi<br />
menyangga beban aksial dan tekan vertikal juga berfungsi menahan<br />
kombinasi beban aksial dan momen lentur, sehingga kegagalan kolom<br />
merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Oleh karena<br />
itu, perencanaan kolom harus diperhitungkan secara cermat dengan<br />
memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada komponen struktur<br />
lainnya.<br />
Sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 12.9.2), penulangan pokok<br />
memanjang kolom berpengikat spiral minimal terdiri dari 6 batang,<br />
sedangkan untuk kolom berpengikat sengkang bentuk segi empat atau<br />
lingkaran terdiri dari 4 batang, dan untuk kolom dengan pengikat<br />
sengkang berbentuk segitiga minimal terdiri dari 3 batang tulangan. Dan<br />
57
pada pasal 9.6.3) menetapkan bahwa jarak bersih antara batang tulangan<br />
pokok memanjang kolom berpengikat sengkang atau spiral tidak boleh<br />
kurang dari 1,5db atau 40 mm. Persyaratan detail penulangan spiral pasal<br />
9.10.4) dimana diameter minimum batang adalah D10 dan umumnya tidak<br />
menggunakan tulangan lebih besar dari batang D16.<br />
2.6.2 Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Kecil<br />
Perencanaan kolom beton bertulang pada hakekatnya menentukan<br />
dimensi serta ukuran-ukuran, baik beton maupun tulangan baja. Sejak dari<br />
menentukan ukuran dan bentuk penampang kolom, menghitung kebutuhan<br />
penulangannya, sampai dengan memilih tulangan gesernya, sehingga<br />
didapat ukuran dan jarak spasi yang tepat.<br />
Karena Pu ≤ φ Pn(maks) maka dapat disusun ungkapan Agperlu<br />
berdasarkan pada kuat kolom Pu dan rasio penulangan ρg sebagai berikut :<br />
Untuk kolom dengan pengikat sengkang,<br />
Agperlu =<br />
<br />
, , <br />
Untuk kolom dengan pengikat spiral,<br />
Agperlu =<br />
<br />
, , <br />
2.6.3 Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Besar<br />
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, diagram interaksi<br />
terutama diperuntukkan sebagai alat bantu analisis, sedangkan untuk<br />
proses perencanaan kolom dengan beban eksentris diagram tersebut<br />
digunakan untuk pendekatan dengan cara coba-coba.<br />
58
Keseimbangan gaya-gaya, ΣH = 0, pada penampang kolom pendek<br />
dengan beban aksial kolom eksentrisitas besar adalah :<br />
Pn = 0,85 fc’ b a + As’ fs’ – As fs<br />
Apabila penulangan tekan dan tarik simetris, As = As’, dan keduanya<br />
sudah mencapai luluh, maka didapatkan :<br />
Pn = 0,85 fc’ b a<br />
Keseimbangan momen terhadap pusat plastis atau titik berat geometris,<br />
dimana jarak eksentrisitas e ditentukan, Σ (momen) = 0, menghasilkan<br />
persamaan sebagai berikut :<br />
Pn = 0,85 fc’ b d 1 <br />
1 <br />
<br />
2 1 <br />
<br />
2.6.4 Struktur Kolom Langsing (Kolom Panjang)<br />
SNI 03-2847-2002 menggolongkan komponen struktur tekan<br />
menjadi dua, yaitu komponen struktur kolom pendek dan langsing.<br />
Semakin langsing atau semakin mudah suatu komponen struktur tekan<br />
melentur akan mengalami fenomena tekuk. Untuk mencegah tekuk yang<br />
tidak dikehendaki, diperlukan evaluasi terhadap reduksi kekuatan yang<br />
harus diberikan dalam perhitungan struktur kolom. Suatu kolom dikatakan<br />
langsing apabila dimensi atau ukuran penampang lintangnya kecil<br />
dibandingkan dengan tinggi bebasnya (tinggi yang tidak ditopangnya).<br />
Tingkat kelangsingan suatu struktur kolom diungkapkan sebagai<br />
rasio kelangsingan,<br />
<br />
<br />
59
dimana : k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan<br />
lu = panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang<br />
r = jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang<br />
60<br />
komponen struktur tekan = / ; ditetapkan 0,30 h<br />
dimana h ukuran dimensi kolom persegi pada arah<br />
bekerjanya momen; atau 0,25D, dimana D adalah<br />
diameter kolom bulat (SNI 03-2847-2002 pasal 12.11.2)<br />
Untuk memperhitungkan momen rencana yang diperbesar akibat<br />
dari kelangsingan, sudah tentu harus dilakukan pemeriksaan terlebih<br />
dahulu untuk menentukan apakah kelangsingan suatu komponen struktur<br />
tekan harus diperhitungkan atau dapat diabaikan. SNI 03-2847-2002 pasal<br />
12.12.2) memberikan ketentuan bahwa untuk komponen struktur tekan<br />
dengan pengaku lateral, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila rasio<br />
kelangsingan memenuhi :<br />
<br />
<br />
34 12 <br />
<br />
dimana M1b dan M2b adalah momen-momen ujung terfaktor pada kolom<br />
yang posisinya berlawanan. Momen-momen tersebut terjadi akibat beban<br />
yang tidak menimbulkan goyangan ke samping yang besar, dihitung<br />
dengan analisis struktur elastis. Momen M2b adalah momen ujung terfaktor<br />
yang lebih besar dan selalu positif. Sedangkan momen M1b bernilai negatif<br />
apabila komponen kolom terlentur dalam lengkungan ganda, dan positif<br />
apabila terlentur dalam lengkungan tunggal. Untuk komponen struktur<br />
tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak disokong untuk tertahan ke arah<br />
samping, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi :
22<br />
Panjang efektif k lu diperlakukan sebagai panjang modifikasi<br />
kolom untuk memperhitungkan efek tahanan ujung yang bukan sendi.<br />
Faktor panjang efektif tahanan ujung k bervariasi antara nilai 0,50-2,0<br />
tergantung kondisinya, untuk keadaan tipikal adalah sebagai nilai-nilai<br />
berikut ini :<br />
Kedua ujung sendi, tidak tergerak lateral k = 1,0<br />
Kedua ujung jepit k = 0,50<br />
Satu ujung jepit, ujung lain bebas k = 2,0<br />
Kedua ujung jepit, ada gerak lateral k = 1,0<br />
Untuk kolom yang merupakan komponen rangka yang dikenal<br />
sebagai portal balok-kolom, tahanan ujungnya terletak di antara kondisi<br />
sendi dan jepit dengan nilai k di antara 0,75-0,90. Untuk kolom kaku<br />
tertahan pelat lantai, nilai k berkisar di antara 0,95-1,0.<br />
2.7 Pondasi Tiang Pancang<br />
Tiang pancang adalah bagian dari konstruksi yang berfungsi untuk<br />
memindahkan beban struktural di atasnya melalui lapisan tanah lembek ke<br />
lapisan tanah yang lebih keras. Tiang pancang umumnya lebih mahal<br />
dibanding dengan pondasi telapak, sehingga penyelidikan tanah yang<br />
seksama diperlukan agar dapat diketahui pemakaian tiang pancang yang<br />
benar-benar dibutuhkan. Untuk mendesain tiang pancang, yang diperlukan<br />
adalah :<br />
a. data tentang tanah<br />
61
. daya dukung single pile dan group pile<br />
c. analisa point bearing pile (tumpuan ujung) dan friction bearing pile<br />
(tumpuan geser) karena dapat menyebabkan beban tambahan<br />
Menurut Sardjono (Pondasi Tiang Pancang 1987 ; 8), jenis-jenis<br />
tiang pancang dapat dibedakan berdasarkan :<br />
1. Cara pemindahan beban<br />
a. pondasi tiang tahanan ujung (point bearing pile)<br />
b. pondasi tiang hambatan lekat (friction bearing pile)<br />
2. Bahan yang digunakan<br />
a. pondasi tiang pancang yang terbuat dari kayu<br />
b. pondasi tiang pancang yang terbuat dari beton<br />
c. pondasi tiang pancang yang terbuat dari baja<br />
d. pondasi tiang komposit<br />
3. Cara memasukkan tiang ke dalam tanah<br />
a. displacement pile<br />
b. non displacement pile<br />
Tiang pancang dari bahan beton pracetak yang menggunakan<br />
penguatan biasa, dibuat untuk tegangan-tegangan lentur selama waktu<br />
pengambilan (pick up) dan pengangkutan ke tempat proyek, untuk<br />
momen-momen lentur dari beban-beban lateral, serta untuk menyediakan<br />
tahanan yang mencukupi terhadap beban vertikal dan terhadap setiap gaya<br />
tegangan yang timbul (atau yang dikembangkan) selama pemancangan.<br />
Titik pengambilan harus ditandai dengan jelas karena momen-momen<br />
lentur sangat tergantung pada tempat titik tersebut. Gambar berikut<br />
62
meenggambarkkan<br />
momeen-momen<br />
sellama<br />
waktuu<br />
pengambiilan<br />
tiang pancang p yanng<br />
tergantuung<br />
pada te empat<br />
titiik<br />
pengambbilan.<br />
meengakibatkaan<br />
kepatahan<br />
pada tiang g pancang. Dalam setiap<br />
pemanca angan<br />
dihharuskan<br />
seemua<br />
bahann<br />
tiang panc cang masuk ke dalam ttanah<br />
dan te ersisa<br />
± 440<br />
cm di ataas<br />
permukaaan<br />
tanah.<br />
2.7.1 Ennd<br />
Bearing Pile<br />
lentur khuusus<br />
yang<br />
Gambar 12.<br />
Pengangka atan tiang paancang<br />
Dalamm<br />
proses peemancangan<br />
n, posisi tiiang<br />
pancaang<br />
harus selalu s<br />
Tiang pancang yaang<br />
tertahan n pada ujunngnya.<br />
Tianng<br />
pancang yang<br />
dihhitung<br />
berrdasarkan<br />
ppada<br />
tahan nan ujung<br />
63<br />
dikemban ngkan<br />
dikkontrol<br />
terhhadap<br />
kemiiringan<br />
seti iap satu mmeter<br />
dan kkemiringan<br />
yang<br />
diij ijinkan tidaak<br />
boleh leebih<br />
dari 1,25%.<br />
Jikaa<br />
lebih darii<br />
nilai itu dapat<br />
(end beaaring<br />
pile) ) ini
dipancangkan sampai pada lapisan tanah keras, yang mampu memikul<br />
beban yang diterima oleh tiang pancang tersebut.<br />
2.7.1.1 Daya Dukung Tiang Pancang End Bearing Pile<br />
Daya dukung tiang pancang end bearing pile pada dasarnya ada<br />
dua macam, yaitu :<br />
1. Daya dukung berdasarkan kekuatan bahan<br />
Daya dukung yang diijinkan berdasarkan kekuatan bahan adalah :<br />
Ptiang = τbahan . Atiang<br />
dimana : Ptiang = daya dukung yang diijinkan pada tiang pancang (kg)<br />
Atiang = luas penampang tiang pancang (cm 2 )<br />
τbahan = tegangan ijin beton (kg/cm 2 )<br />
2. Daya dukung berdasarkan kekuatan tanah<br />
a. berdasarkan konus<br />
Qtiang = <br />
<br />
dimana : Qtiang = daya dukung tiang yang diijinkan (kg)<br />
3 = angka keamanan<br />
Atiang = luas penampang tiang (cm 2 )<br />
P = nilai konus dari hasil sondir (kg/cm 2 )<br />
Nilai konus yang dipakai untuk menentukan daya dukung tiang<br />
ini sebaiknya diambil rata-rata dari nilai konus pada kedalaman<br />
4D di atas ujung bawah tiang atau 4D di bawah ujung bawah<br />
tiang, dimana D adalah diameter tiang.<br />
64
. dengan perumusan Terzaghi<br />
Qtiang = <br />
<br />
dimana : Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang (kg)<br />
3 = angka keamanan<br />
Atiang = luas penampang tiang (cm 2 )<br />
q = daya dukung keseimbangan tanah (kg/cm 2 )<br />
2.7.1.2 Daya Dukung Tanah Pondasi Tiang Pancang End Bearing Pile<br />
Dari teori De Beer, nilai qc (tekanan konus) dapat untuk<br />
menghitung kemampuan tanah di ujung pondasi tiang dengan rumus :<br />
P = <br />
<br />
P = <br />
<br />
dimana : qc = tekanan konus<br />
2.7.2 Friction Pile<br />
A = luas penampang tiang<br />
; untuk tanah non cohesive<br />
; untuk tanah cohesive<br />
Of = jumlah hambatan pelekat<br />
U = keliling tiang<br />
2 & 3 = angka keamanan<br />
Bila lapisan tanah keras letaknya sangat dalam, maka pembuatan<br />
dan pemancangan tiang sampai lapisan tanah keras sangat sukar<br />
dilaksanakan, maka dalam hal ini kita pergunakan tiang pancang yang<br />
daya dukungnya berdasarkan pelekatan antara tiang dengan tanah (cleef).<br />
65
2.7.2.1 Daaya<br />
Dukungg<br />
Tiang Paancang<br />
Fric ction Pile<br />
1.<br />
dimmana<br />
: Qtiaang<br />
= daya ddukung<br />
tiang<br />
pancang ( (kg)<br />
2.<br />
Berdasarkkan<br />
hasil soondir<br />
(cleef)<br />
Qtiang =<br />
O = kelilinng<br />
tiang pan ncang (cm)<br />
L = panjanng<br />
tiang yan ng masuk daalam<br />
tanah ( (cm)<br />
5 = angka keamanan<br />
Berdasarkkan<br />
teoritis dengan rum musan :<br />
Qtiang =<br />
= c . Nc . A + k . c . O . I<br />
dimmana<br />
: Qtiaang<br />
= daya ddukung<br />
tiang<br />
pancang<br />
A = luas peenampang<br />
tiang t pancanng<br />
O = kelilinng<br />
tiang<br />
c = kekuattan<br />
geser ta anah<br />
NNc<br />
= faktor daya dukun ng<br />
k = nilai<br />
perbanding gan antara<br />
kekuattan<br />
geser ta anah φ, lihatt<br />
gambar di bawah ini.<br />
Gambar 133.<br />
Nilai k me enurut Tomlinson<br />
66<br />
gaya peelekatan<br />
de engan
pondasi<br />
dangkkal<br />
akan meendekati<br />
nil lai menurut Terzaghi, ssedangkan<br />
untuk u<br />
pondasi<br />
dalamm<br />
akan menddekati<br />
nilai menurut MMayerhof.<br />
denngan<br />
tepat, karena itu kita pergun nakan cara perkiraan ddan<br />
diambil<br />
dari<br />
graafik<br />
yang<br />
Sedangkan<br />
hargaa<br />
Nc diambi il dari grafiik<br />
Skemptoon<br />
untuk po ondasi<br />
di atas tanah lempung ppada<br />
gamb bar di bawaah<br />
ini. Hargga<br />
Nc ini untuk u<br />
Dalamm<br />
hal ini N<br />
perrcobaan<br />
di llapangan.<br />
Jadi dii<br />
sini bebann<br />
yang akan dipikul tianng<br />
adalah :<br />
N <<br />
Gammbar<br />
14. Nillai<br />
Nc menur rut Skemptonn<br />
bila φ = 0<br />
2.7.3 Ennd<br />
Bearing Pile dan Friction<br />
Pile e<br />
Jika kkita<br />
memanccang<br />
tiang sampai ke ttanah<br />
kerass<br />
melalui la apisan<br />
lemmpung,<br />
maaka<br />
untuk<br />
dibuat oleh<br />
Tomlinson<br />
berdasaarkan<br />
hasill<br />
penelitian n dan<br />
< Qtiang<br />
maaupun<br />
cleef f (friction pile).<br />
Nc diambil<br />
9. Untuk nnilai<br />
k ini sulit ditent tukan<br />
menghitun ng daya ddukung<br />
tianng<br />
di sini<br />
meemperhitunggkan<br />
baik berdasarkan n pada tahhanan<br />
ujungg<br />
(end bea aring)<br />
67<br />
kita
2.7.3.1 Daya Dukung Tiang Pancang End Bearing Pile dan Friction Pile<br />
1. Terhadap kekuatan bahan tiang<br />
Ptiang = σbahan . Atiang<br />
dimana : Ptiang = kekuatan yang diijinkan pada tiang pancang (kg)<br />
σbahan = tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm 2 )<br />
Atiang = luas penampang tiang pancang (cm 2 )<br />
2. Terhadap kekuatan tanah<br />
a. Beban sementara<br />
Qtiang = <br />
<br />
b. Beban tetap / statis<br />
Qtiang = <br />
<br />
c. Beban dinamis<br />
Qtiang = <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
dimana : Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang pancang (kg)<br />
P = nilai konus dari hasil sondir (kg/cm 2 )<br />
O = keliling tiang pancang (cm)<br />
I = panjang tiang pancang yang masuk ke dalam tanah (cm)<br />
c = harga sleef rata-rata (kg/cm 2 )<br />
Sedangkan beban yang akan dipikul tiang adalah :<br />
N ≤ Ptiang<br />
N ≤ Qtiang<br />
68
2.7.4 Tiaang<br />
Pancanng<br />
Kelomppok<br />
(Pile Gr roup)<br />
yanng<br />
berdiri<br />
Pada kkeadaan<br />
sebbenarnya<br />
ja arang sekali<br />
kita dapatti<br />
tiang pan ncang<br />
pondasi<br />
tiang pancang keelompok<br />
(g group pile). Di atas grooup<br />
pile bias sanya<br />
kellompok<br />
tianng<br />
tersebut.<br />
sendiri (siingle<br />
pile). . Akan tettapi<br />
sering<br />
2.7.4.1 Jarak<br />
Antar Tiang Dalaam<br />
Kelomp pok<br />
Berdassarkan<br />
padaa<br />
perhitunga an daya dukkung<br />
tanah oleh Dirjen n Bina<br />
Maarga<br />
Departtemen<br />
PU, ddiisyaratkan<br />
n :<br />
S < 2,5 D<br />
S < 3,0 D<br />
Gambbar<br />
15. Jarak k antar tiangg<br />
dimmana<br />
: S = jarak mmasing-mas<br />
sing tiang dalam<br />
kelommpok<br />
(spacin ng)<br />
D = diameter<br />
tiang<br />
Biasannya<br />
di sini disyaratka an pula jaraak<br />
antara ddua<br />
tiang dalam<br />
d<br />
kellompok<br />
tianng,<br />
minimumm<br />
0,6 m dan n maksimumm<br />
2,00 m.<br />
kita mend dapati<br />
kitta<br />
letakkan suatu konsstruksi<br />
yaitu u poer (foooting)<br />
yang mempersat tukan<br />
69
2.7.4.2 Peerhitungan<br />
Pembagiann<br />
Tekanan Pada Keloompok<br />
Tianng<br />
Pancang g<br />
1.<br />
dimmana<br />
: N = beban yang diteri ima oleh tiapp-tiap<br />
tiangg<br />
pancang<br />
2.<br />
Kelompokk<br />
tiang panccang<br />
yang menerima m bbeban<br />
normaal<br />
sentris<br />
GGambar<br />
16. Distribusi be eban normal vertikal<br />
N =<br />
ΣVV<br />
= resultaan<br />
gaya-gay ya normal yaang<br />
bekerjaa<br />
secara sent tris<br />
ηη<br />
= banyakknya<br />
tiang pancang p<br />
Kelompokk<br />
tiang panccang<br />
yang menerima m bbeban<br />
normaal<br />
eksentris<br />
GGambar<br />
17. DDistribusi<br />
beban<br />
normal eeksentris<br />
70
yanng<br />
letaknyaa<br />
terjauh adaalah<br />
:<br />
dimmana<br />
: Pmaax<br />
= beban maksimum m yang diteriima<br />
tiang pancang<br />
3.<br />
Secaraa<br />
umum bebban<br />
maksim mum yang dditerima<br />
oleeh<br />
tiang pan ncang<br />
Pmax =<br />
=<br />
ΣVV<br />
= jumlahh<br />
total beba an-beban verrtikal/normal<br />
Xm<br />
= Pv + Pm<br />
ηη<br />
= banyakknya<br />
tiang pancang p<br />
max = absis mmaksimum<br />
atau jarak terjauh tianng<br />
ke pusat berat<br />
M = momeen<br />
yang bekerja<br />
pada keelompok<br />
tiaang<br />
tersebut t<br />
ηηy<br />
= banyakk<br />
tiang dal lam satu bbaris<br />
dalamm<br />
arah sumb bu Y<br />
Σxx<br />
2 = jumlahh<br />
kuadrat<br />
Kelompokk<br />
tiang yanng<br />
menerim ma beban nnormal<br />
senttris<br />
dan momen<br />
yang bekeerja<br />
pada duua<br />
arah<br />
kelommpok<br />
tiang (g group pile)<br />
(tegakk<br />
lurus bidan ng momen)<br />
kelommpok<br />
tiang<br />
jarak tiaang-tiang<br />
kke<br />
pusat<br />
Gambar 18. Distribuusi<br />
beban normal<br />
sentris dan momen yang bekerjaa<br />
pada dua arah<br />
71<br />
berat
Pmax =<br />
∑ <br />
. <br />
∑ . <br />
∑ dimana : Pmax = beban maksimum yang diterima tiang pancang<br />
ΣV = jumlah total beban-beban vertikal/normal<br />
η = banyaknya tiang pancang<br />
Xmax = absis maksimum atau jarak terjauh tiang ke pusat berat<br />
kelompok tiang (group pile)<br />
Ymax = ordinat maksimum atau jarak terjauh tiang ke pusat<br />
berat kelompok tiang (group pile)<br />
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus<br />
sumbu X<br />
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus<br />
sumbu Y<br />
ηx = banyak tiang pancang dalam satu baris dalam arah<br />
sumbu X (tegak lurus bidang momen)<br />
ηy = banyak tiang pancang dalam satu baris dalam arah<br />
sumbu Y (tegak lurus bidang momen)<br />
Σx 2 = jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang<br />
Σy 2 = jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang<br />
2.7.4.3 Daya Dukung Kelompok Tiang (Group Pile)<br />
Dalam menentukan daya dukung kelompok tiang tidak cukup<br />
hanya dengan meninjau daya dukung satu tiang yang berdiri sendiri (single<br />
pile) dikalikan dengan banyaknya tiang dalam kelompok tersebut, sebab<br />
72
daya dukung kelompok tiang (group pile) belum tentu sama dengan daya<br />
dukung satu tiang (single pile) dikalikan dengan jumlah tiang.<br />
Qpg = n . Qs<br />
dimana : Qpg = daya dukung kelompok tiang (group pile)<br />
Qs = daya dukung tiang yang berdiri sendiri (single pile)<br />
n = banyaknya tiang pancang<br />
Guna mendapatkan daya dukung tiang kelompok, dapat diperoleh<br />
dengan mengalikan masing-masing tiang pancang dengan suatu efisiensi<br />
group. Efisien sebuah tiang kelompok terhadap jumlah kapasitas masing-<br />
masing tiang pancang :<br />
Eg = 1 <br />
<br />
<br />
<br />
. <br />
dimana : Eg = faktor efisiensi group<br />
m = jumlah baris pada kelompok tiang<br />
n = jumlah tiang dalam satu baris<br />
θ = arc tan <br />
(derajat)<br />
D = diameter tiang<br />
S = jarak tiang ke tiang (as ke as)<br />
Apabila diinginkan efisiensi mendekati 100%, maka jarak tiang ke<br />
tiang harus memenuhi persamaan sebagai berikut :<br />
S ≥<br />
, . . <br />
<br />
Pondasi tiang pancang dinyatakan aman apabila Pmax < Qpg<br />
73
3.1 Data Geometrik Struktur<br />
3.2 Data Perencanaan<br />
BAB III<br />
PERENCANAAN STRUKTUR ATAP<br />
74<br />
43252.57<br />
Bentang struktur atap : 43,25 m<br />
Jarak antar struktur atap : 6,00 m<br />
Sudut kemiringan atap : 7,82 o<br />
Profil struktur atap : besi siku, pipa baja dan besi beton<br />
Mutu baja : BJ 37<br />
Penutup atap : Lysaght Spandek<br />
Berat jenis penutup atap : 5,29 kg/m 2<br />
Dimensi penutup atap : 700 x 2100 x 0,48 mm<br />
700 x 1800 x 0,48 mm<br />
Jarak antar gording : menyesuaikan dengan rangka atap<br />
Jumlah gording : 29 buah<br />
Profil gording : baja CNP (Canal C)<br />
(satuan dalam mm)
3.3 Dimensi Rangka Atap<br />
( satuan dalam mm )<br />
Gambar 19. Dimensi Rangka Atap<br />
75
76<br />
Tabel 8. Dimensi Rangka Atap<br />
No. Nama Batang Panjang Batang Σ Batang Σ Panjang Batang<br />
1 Horisontal Atas<br />
1586.40<br />
1021.59<br />
1545.34<br />
1027.08<br />
1024.67<br />
1395.20<br />
1051.59<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
3<br />
2<br />
16<br />
2<br />
2<br />
5<br />
1<br />
4759.20<br />
2043.18<br />
24725.44<br />
2054.16<br />
2049.34<br />
6976.00<br />
1051.59<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
2 Horisontal Bawah<br />
1571.64<br />
1012.08<br />
1021.59<br />
1545.34<br />
1027.08<br />
1024.67<br />
1039.51<br />
1415.40<br />
1066.82<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
3<br />
1<br />
1<br />
16<br />
2<br />
1<br />
1<br />
5<br />
1<br />
4714.92<br />
1012.08<br />
1021.59<br />
24725.44<br />
2054.16<br />
1024.67<br />
1039.51<br />
7077.00<br />
1066.82<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
3 Vertikal<br />
710.38<br />
926.31<br />
1142.24<br />
1358.17<br />
1497.23<br />
1412.92<br />
1298.12<br />
1183.32<br />
1068.52<br />
953.73<br />
838.93<br />
752.40<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
21<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
710.38<br />
926.31<br />
1142.24<br />
1358.17<br />
31441.83<br />
1412.92<br />
1298.12<br />
1183.32<br />
1068.52<br />
953.73<br />
838.93<br />
752.40<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
4 Diagonal<br />
1824.31<br />
1942.87<br />
2077.18<br />
1693.80<br />
1923.98<br />
1999.98<br />
2293.39<br />
1696.46<br />
1927.49<br />
1695.29<br />
1925.95<br />
2116.50<br />
2030.94<br />
1948.40<br />
1869.27<br />
1793.99<br />
1431.72<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
5<br />
11<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1824.31<br />
1942.87<br />
2077.18<br />
1693.80<br />
1923.98<br />
9999.90<br />
25227.29<br />
1696.46<br />
1927.49<br />
1695.29<br />
1925.95<br />
2116.50<br />
2030.94<br />
1948.40<br />
1869.27<br />
1793.99<br />
1431.72<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
mm<br />
Jumlah 125 193607.30 mm
3.4 Pembebanan<br />
3.4.1 Beban Mati<br />
Berat sendiri rangka atap (dicoba menggunakan baja ⎦ ⎣ 100.100.10)<br />
= (panjang rangka batang . berat baja ⎦ ⎣)<br />
= (193,61 . (2 . 15,1)) = 5847,02 kg<br />
Berat gording (dicoba menggunakan baja Canal [ 150.50.20.3,2)<br />
= (Σ gording . jarak antar struktur atap . berat baja Canal [)<br />
= (29 . 6 . 6,76) = 1176,24 kg<br />
Berat besi beton (dicoba menggunakan D22 mm)<br />
= (panjang besi beton . berat besi beton)<br />
= ((10,761 + 30,082) . 2,984) = 121,88 kg<br />
Berat pipa baja (ditaksir) = 100,00 kg<br />
Berat ikatan angin dan trekstang (diambil 20 % berat gording)<br />
= 20 % . 1176,24 = 235,25 kg<br />
Berat sambungan rangka atap (diambil 30 % berat rangka atap)<br />
= 30 % . 5847,02 = 1754,11 kg<br />
Berat penutup atap<br />
= (jarak antar struktur atap . panjang rangka atap . berat atap)<br />
= (6 . 43,66 . 5,29) = 1385,77 kg<br />
Beban total<br />
= 5847,02 + 1176,24 + 121,88 + 100 + 235,25 + 1754,11 + 1385,77<br />
= 10620,27 kg<br />
77
3.4.2 Beban Hidup<br />
3.4.2.1 Beban Air Hujan<br />
Beban air hujan = (40 – 0,8 . α) kg/m 2<br />
= (40 – 0,8 . 7,82°) kg/m 2<br />
= 33,744 kg/m 2<br />
Dalam SNI 03-1727-1989, beban air hujan tidak perlu diambil lebih besar<br />
dari 20 kg/m 2 , sehingga beban air hujan yang diperhitungkan adalah<br />
3.4.2.2 Beban Pekerja<br />
= (beban air maks . luas penutup atap)<br />
= (20 . 6 . 43,66)<br />
= 5239,2 kg<br />
Menurut SNI 03-1727-1989, beban terpusat berasal dari seorang pekerja<br />
atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar 100 kg.<br />
3.4.3 Beban Angin<br />
Beban angin yang akan dipergunakan dalam perencanaan ini adalah beban<br />
angin terbesar yang diperhitungkan dari dua peraturan, yaitu :<br />
1. Menurut SNI 03-1727-1989<br />
Tekanan angin (A) : 25 kg/m 2<br />
Koefisien angin : 1,2 atau - 1,2 (untuk 0° < α < 10°)<br />
Koefisien angin yang diambil di atas adalah koefisien angin untuk<br />
bidang atap miring sepihak tanpa dinding, sehingga beban angin yang<br />
diperhitungkan adalah<br />
78
= 1,2 . 25 = 30 kg/m 2 atau<br />
= - 1,2 . 25 = - 30 kg/m 2<br />
2. Menurut Kode Bangunan Nasional (NBC = National Building Code)<br />
Tinggi rata-rata = 24,08 + (5,90/2)<br />
= 27,03 m<br />
Tekanan angin (A) = 1,25 kPa<br />
= 127,5 kg/m 2<br />
Dari dua perhitungan di atas diambil tekanan angin (A) yang<br />
diperhitungkan sebesar 127,5 kg/m 2 dan akan digunakan untuk<br />
perencanaan berikutnya.<br />
3.4.4 Beban Titik Pada Simpul<br />
Dari beban-beban di atas, akan dijadikan beban titik pada tiap simpul<br />
rangka atap dimana disesuaikan dengan jenis beban yang bekerja. Skema<br />
pembebanan seperti pada gambar di bawah ini.<br />
79
P9<br />
P8<br />
P7<br />
P6<br />
9<br />
8<br />
P4<br />
7<br />
P3<br />
6<br />
P2<br />
5<br />
P1<br />
P16<br />
4<br />
P15<br />
3<br />
P14<br />
2<br />
P13<br />
1<br />
16<br />
P12<br />
15<br />
P11<br />
14<br />
P10<br />
13<br />
P24<br />
12<br />
P23<br />
11<br />
P22<br />
10<br />
P21<br />
24<br />
9<br />
P20<br />
23<br />
P19<br />
22<br />
P18<br />
21<br />
20<br />
P32<br />
19<br />
P31<br />
18<br />
P30<br />
17<br />
P29<br />
16<br />
32<br />
P28<br />
31<br />
P27<br />
30<br />
P26<br />
29<br />
28<br />
27<br />
26<br />
25<br />
24<br />
Gambar 20. Skema Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Mati dan Beban Hidup<br />
80
At9<br />
At8<br />
At7<br />
At6<br />
9<br />
8<br />
At4<br />
7<br />
At3<br />
6<br />
At2<br />
5<br />
At1<br />
At16<br />
4<br />
At15<br />
3<br />
At14<br />
2<br />
At13<br />
1<br />
16<br />
At12<br />
15<br />
At11<br />
14<br />
At10<br />
13<br />
At24<br />
12<br />
At23<br />
11<br />
At22<br />
10<br />
At21<br />
24<br />
9<br />
At20<br />
23<br />
At19<br />
22<br />
At18<br />
21<br />
20<br />
At32<br />
19<br />
At31<br />
18<br />
At30<br />
17<br />
At29<br />
16<br />
32<br />
At28<br />
31<br />
At27<br />
30<br />
At26<br />
29<br />
28<br />
27<br />
26<br />
25<br />
24<br />
Gambar 21. Skema Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Tekan<br />
81
Ah9<br />
Ah8<br />
Ah7<br />
Ah6<br />
9<br />
8<br />
Ah4<br />
7<br />
Ah3<br />
6<br />
Ah2<br />
5<br />
Ah1<br />
Ah16<br />
4<br />
Ah15<br />
3<br />
Ah14<br />
2<br />
Ah13<br />
1<br />
16<br />
Ah12<br />
15<br />
Ah11<br />
14<br />
Ah10<br />
13<br />
Ah24<br />
12<br />
Ah23<br />
11<br />
Ah22<br />
10<br />
Ah21<br />
24<br />
9<br />
Ah20<br />
23<br />
Ah19<br />
22<br />
Ah18<br />
21<br />
20<br />
Ah32<br />
19<br />
Ah31<br />
18<br />
Ah30<br />
17<br />
Ah29<br />
16<br />
32<br />
Ah28<br />
31<br />
Ah27<br />
30<br />
Ah26<br />
29<br />
28<br />
27<br />
26<br />
25<br />
24<br />
Gambar 22. Skema Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Hisap<br />
82
no.<br />
simpul<br />
Tabel 9. Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Mati dan Beban Hidup<br />
rangka<br />
atap<br />
gording<br />
besi<br />
beton<br />
pipa<br />
baja<br />
83<br />
Beban Mati Beban Hidup<br />
ikatan<br />
angin &<br />
trekstang<br />
samb.<br />
rangka<br />
atap<br />
penutup<br />
atap<br />
total<br />
Beban<br />
Mati<br />
air<br />
hujan<br />
Pekerja<br />
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)<br />
1 94.31 40.56 32.11 8.11 28.29 22.35 225.73 84.50 100<br />
2 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
3 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
4 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />
5 100 100.00<br />
6 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />
7 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
8 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
9 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
10 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
11 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
12 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
13 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
14 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
15 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
16 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />
17 0.00<br />
18 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />
19 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
20 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
21 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
22 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
23 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
24 282.92 40.56 89.77 8.11 84.88 67.05 573.29 253.51 100<br />
25 0.00<br />
26 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />
27 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
28 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
29 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
30 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
31 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />
32 94.31 40.56 8.11 28.29 22.35 193.62 84.50 100<br />
5847.0 1176.2 121.9 100 235.3 1754.1 1385.8 10620.3 5239.2 2900.0
No.<br />
Simpul<br />
Tabel 10. Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Tekan (At)<br />
Panjang<br />
Rangka<br />
1/2<br />
Panjang<br />
Rangka<br />
Panjang<br />
Bentang<br />
Akibat<br />
Beban<br />
Angin<br />
Jarak<br />
Antar<br />
Struktur<br />
Atap<br />
Beban<br />
Angin<br />
Beban<br />
Angin<br />
Tekan<br />
(At)<br />
84<br />
At cosα At sinα<br />
(m) (m) (m) (m) (kg/m 2 ) (kg) (kg) (kg)<br />
a b c D e f g = d . e . f h = g.cos7,82 i = g.sin7,82<br />
1 0.7932 6.00 127.5 606.798 601.1550 82.5618<br />
1.5864 0.7932<br />
2 1.5864 1213.596 1202.3101 165.1236<br />
1.5864 0.7932<br />
3 1.5864 1213.596 1202.3101 165.1236<br />
1.5864 0.7932<br />
4 1.8148 1388.322 1375.4112 188.8970<br />
1.0216 0.5108<br />
5 0 0.0000 0.0000<br />
1.0216 0.5108<br />
6 1.79425 1372.60125 1359.8366 186.7580<br />
1.5453 0.77265<br />
7 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
8 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
9 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
10 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
11 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
12 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
13 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
14 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
15 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
16 1.79975 1376.80875 1364.0050 187.3305<br />
1.0271 0.51355<br />
17 0 0.0000 0.0000<br />
1.0271 0.51355<br />
18 1.79975 1376.80875 1364.0050 187.3305<br />
1.5453 0.77265
19 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
20 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
21 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
22 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
23 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
24 1.79735 1374.97275 1362.1861 187.0807<br />
1.0247 0.51235<br />
25 0 0.0000 0.0000<br />
1.0247 0.51235<br />
26 1.7223 1317.5595 1305.3067 179.2690<br />
1.3952 0.6976<br />
27 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
28 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
29 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
30 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
31 1.2234 935.901 927.1975 127.3400<br />
1.0516 0.5258<br />
32 0.5258 402.237 398.4964 54.7289<br />
85
No.<br />
Simpul<br />
Tabel 11. Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Hisap (Ah)<br />
Panjang<br />
Rangka<br />
1/2<br />
Panjang<br />
Rangka<br />
Panjang<br />
Bentang<br />
Akibat<br />
Beban<br />
Angin<br />
Jarak<br />
Antar<br />
Struktur<br />
Atap<br />
Beban<br />
Angin<br />
Beban<br />
Angin<br />
Hisap<br />
(Ah)<br />
86<br />
Ah cosα Ah sinα<br />
(m) (m) (m) (m) (kg/m 2 ) (kg) (kg) (kg)<br />
a b c D e f g = d . e . f h = g.cos7,82 i = g.sin7,82<br />
1 0.7932 6.00 ‐127.5 ‐606.798 ‐601.1550 ‐82.5618<br />
1.5864 0.7932<br />
2 1.5864 ‐1213.596 ‐1202.3101 ‐165.1236<br />
1.5864 0.7932<br />
3 1.5864 ‐1213.596 ‐1202.3101 ‐165.1236<br />
1.5864 0.7932<br />
4 1.8148 ‐1388.322 ‐1375.4112 ‐188.8970<br />
1.0216 0.5108<br />
5 0 0.0000 0.0000<br />
1.0216 0.5108<br />
6 1.79425 ‐1372.6013 ‐1359.8366 ‐186.7580<br />
1.5453 0.77265<br />
7 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
8 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
9 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
10 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
11 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
12 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
13 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
14 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
15 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
16 1.79975 ‐1376.8088 ‐1364.0050 ‐187.3305<br />
1.0271 0.51355<br />
17 0 0.0000 0.0000<br />
1.0271 0.51355<br />
18 1.79975 ‐1376.8088 ‐1364.0050 ‐187.3305<br />
1.5453 0.77265
19 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
20 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
21 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
22 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
23 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />
1.5453 0.77265<br />
24 1.79735 ‐1374.9728 ‐1362.1861 ‐187.0807<br />
1.0247 0.51235<br />
25 0 0.0000 0.0000<br />
1.0247 0.51235<br />
26 1.7223 ‐1317.5595 ‐1305.3067 ‐179.2690<br />
1.3952 0.6976<br />
27 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
28 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
29 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
30 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />
1.3952 0.6976<br />
31 1.2234 ‐935.901 ‐927.1975 ‐127.3400<br />
1.0516 0.5258<br />
32 0.5258 ‐402.237 ‐398.4964 ‐54.7289<br />
87
15<br />
16<br />
14<br />
15<br />
13<br />
14<br />
12<br />
109<br />
77<br />
13<br />
11<br />
108<br />
76<br />
12<br />
10<br />
107<br />
75<br />
11<br />
9<br />
10<br />
48<br />
106<br />
8<br />
46<br />
74<br />
9<br />
47<br />
105<br />
7<br />
45<br />
73<br />
8<br />
46<br />
104<br />
6<br />
44<br />
72<br />
7<br />
45<br />
103<br />
5<br />
6<br />
4<br />
43<br />
71<br />
44<br />
102<br />
43<br />
42<br />
41<br />
5<br />
2<br />
4<br />
1<br />
3<br />
2<br />
63 64 65 66 67<br />
95 96 97 98<br />
3<br />
42<br />
70<br />
101<br />
41<br />
69<br />
100<br />
40<br />
68<br />
99<br />
39<br />
1<br />
40<br />
38<br />
39<br />
37<br />
38<br />
32 33 34 35 36<br />
33 34 35 36 37<br />
31<br />
32<br />
30<br />
94<br />
125<br />
31<br />
29<br />
93<br />
30<br />
28<br />
124<br />
29<br />
27<br />
64<br />
92<br />
62<br />
28<br />
26<br />
63<br />
123<br />
91<br />
27<br />
25<br />
61<br />
122<br />
26<br />
24<br />
62<br />
90<br />
25<br />
23<br />
60<br />
121<br />
89<br />
24<br />
22<br />
61<br />
59<br />
120<br />
88<br />
23<br />
21<br />
60<br />
119<br />
87<br />
22<br />
20<br />
58<br />
118<br />
86<br />
21<br />
19<br />
59<br />
117<br />
57<br />
85<br />
116<br />
20<br />
18<br />
58<br />
84<br />
19<br />
17<br />
56<br />
115<br />
57<br />
18<br />
16<br />
55<br />
83<br />
56<br />
114<br />
54<br />
82<br />
17<br />
16<br />
55<br />
113<br />
53<br />
81<br />
54<br />
112<br />
52<br />
80<br />
111<br />
53<br />
79<br />
51<br />
110<br />
78<br />
52<br />
50<br />
51<br />
49<br />
50<br />
48<br />
49<br />
47<br />
48<br />
Gambar 23. Penomeran Titik Simpul dan Batang Pada Rangka Atap<br />
88
3.4.5 Kombinasi Beban<br />
Agar desain perencanaan struktur atap tersebut dapat memikul beban<br />
maksimal dan mempunyai kuat rencana ≥ kuat perlu, maka perhitungan<br />
statika yang akan dilakukan harus dihitung berdasarkan kombinasi<br />
pembebanan yang terjadi. Kombinasi pembebanan yang digunakan dalam<br />
perencanaan ini menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 adalah<br />
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 R<br />
Dimana : U = kuat perlu<br />
D = beban mati<br />
L = beban hidup (beban pekerja)<br />
W = beban angin (baik angin hisap dan angin tekan)<br />
R = beban air hujan<br />
3.5 Perhitungan Statika<br />
Untuk menyelesaikan perhitungan statika rangka batang struktur atap ini,<br />
digunakan bantuan aplikasi komputer StaadPro 2004.<br />
89
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 90<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
1 ‐150.18 ‐47.816 ‐73.987 ‐892.308 892.308 ‐1690 1160<br />
2 354.601 98.368 178.818 995.005 ‐995.005 2210 ‐978.709<br />
3 198.321 50.401 101.318 530.477 ‐530.477 1190 ‐509.718<br />
4 ‐880.323 ‐240.815 ‐444.891 ‐3010 3010 ‐6340 3300<br />
5 ‐880.325 ‐240.816 ‐444.892 ‐3010 3010 ‐6340 3300<br />
6 388.472 109.074 195.527 1200 ‐1200 2600 ‐1250<br />
7 388.472 109.074 195.527 1360 ‐1360 2860 ‐1510<br />
8 470.628 138.575 235.054 1540 ‐1540 3280 ‐1640<br />
9 470.628 138.575 235.053 1700 ‐1700 3540 ‐1900<br />
10 ‐845.011 ‐244.777 ‐423.182 ‐3050 3050 ‐6350 3410<br />
11 ‐845.011 ‐244.777 ‐423.182 ‐2890 2890 ‐6090 3150<br />
12 1050 332.676 519.826 3050 ‐3050 6730 ‐3020<br />
13 1050 332.676 519.826 3210 ‐3210 6990 ‐3280<br />
14 1550 497.281 765.078 4220 ‐4220 9490 ‐4000<br />
15 1550 497.281 765.078 4380 ‐4380 9750 ‐4260<br />
16 766.936 307.964 359.728 1240 ‐1240 3400 ‐581.048<br />
17 766.934 307.963 359.728 1240 ‐1240 3400 ‐581.047<br />
18 919.584 304.624 449.669 2210 ‐2210 5160 ‐1900<br />
19 650.145 196.374 323.308 2100 ‐2100 4490 ‐2210
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 91<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
20 31.239 ‐15.096 22.499 754.061 ‐754.061 1240 ‐1170<br />
21 ‐937.071 ‐329.764 ‐452.73 ‐1820 1820 ‐4590 1230<br />
22 ‐2250 ‐747.659 ‐1100 ‐5620 5620 ‐13000 4990<br />
23 ‐3920 ‐1270 ‐1930 ‐10700 10700 ‐24000 10100<br />
24 ‐7390 ‐2410 ‐3630 ‐22400 22400 ‐48900 22700<br />
25 ‐7390 ‐2410 ‐3630 ‐22400 22400 ‐48900 22700<br />
26 ‐6110 ‐2050 ‐2980 ‐18400 18400 ‐40300 18500<br />
27 ‐4630 ‐1590 ‐2250 ‐13700 13700 ‐30200 13700<br />
28 ‐3250 ‐1150 ‐1570 ‐9430 9430 ‐20900 9240<br />
29 ‐2020 ‐751.27 ‐965.86 ‐5660 5660 ‐12700 5400<br />
30 ‐992.02 ‐402.838 ‐464.027 ‐2610 2610 ‐6000 2350<br />
31 ‐242.701 ‐125.349 ‐105.92 ‐564.18 564.18 1370 433.138<br />
32 ‐500.083 ‐144.823 ‐250.452 ‐1700 1700 ‐3600 1860<br />
33 ‐345.257 ‐97.302 ‐173.674 ‐1080 1080 ‐2330 1130<br />
34 152.14 50.831 74.274 764.799 ‐764.799 1490 ‐953.142<br />
35 152.14 50.831 74.274 764.799 ‐764.799 1490 ‐953.142<br />
36 333.993 104.197 165.151 883.825 ‐883.825 2000 ‐826.557<br />
37 333.992 104.196 165.151 883.824 ‐883.824 2000 ‐826.556<br />
38 ‐447.075 ‐131.735 ‐223.263 ‐1590 1590 ‐3330 1770
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 92<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
39 ‐447.075 ‐131.735 ‐223.263 ‐1590 1590 ‐3330 1770<br />
40 169.684 45.196 86.1 858.199 ‐858.199 1660 ‐1080<br />
41 169.685 45.196 86.101 858.201 ‐858.201 1660 ‐1080<br />
42 717.875 227.732 353.895 1660 ‐1660 3930 ‐1400<br />
43 717.875 227.732 353.896 1660 ‐1660 3930 ‐1400<br />
44 ‐481.784 ‐143.288 ‐240.22 ‐1640 1640 ‐3470 1790<br />
45 ‐481.783 ‐143.288 ‐240.22 ‐1640 1640 ‐3470 1790<br />
46 ‐283.665 ‐101.46 ‐136.582 ‐25.465 25.465 ‐550.894 ‐469.405<br />
47 ‐283.665 ‐101.46 ‐136.582 ‐25.465 25.465 ‐550.894 ‐469.405<br />
48 2160 694.368 1060 6080 ‐6080 13500 ‐5920<br />
49 2430 802.619 1190 6350 ‐6350 14500 ‐5860<br />
50 3040 1010 1490 7860 ‐7860 18000 ‐7160<br />
51 4010 1330 1960 10600 ‐10600 24100 ‐9820<br />
52 5330 1750 2610 14600 ‐14600 32700 ‐13800<br />
53 7000 2270 3440 19800 ‐19800 44000 ‐19200<br />
54 9010 2890 4430 26200 ‐26200 57800 ‐26000<br />
55 9010 2890 4430 26200 ‐26200 57800 ‐26000<br />
56 6200 2080 3030 17900 ‐17900 39600 ‐17500<br />
57 4700 1610 2280 13300 ‐13300 29600 ‐12900
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 93<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
58 3300 1170 1590 9080 ‐9080 20400 ‐8600<br />
59 2050 762.149 979.847 5410 ‐5410 12400 ‐4940<br />
60 1010 408.671 470.745 2460 ‐2460 5790 ‐2080<br />
61 246.215 127.164 107.454 516.306 ‐516.306 1300 ‐349.74<br />
62<br />
63 ‐294.752 ‐85.36 ‐147.618 ‐1000 1000 ‐2120 1090<br />
64 112.527 34.538 55.803 454.489 ‐454.489 924.655 ‐529.71<br />
65 429.825 128.009 214.264 1590 ‐1590 3300 ‐1800<br />
66<br />
67 99.988 ‐0.003 ‐0.006 ‐0.039 0.039 119.917 120.043<br />
68 0.002 0.001 0.001 0.006 ‐0.006 0.014 ‐0.006<br />
69 338.572 100.001 169.011 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />
70 0.004 0.001 0.002 0.014 ‐0.014 0.029 ‐0.016<br />
71 338.566 99.999 169.008 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />
72 ‐0.003 ‐0.001 ‐0.001 ‐0.013 0.013 ‐0.026 0.017<br />
73 338.572 100.001 169.011 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />
74 ‐0.007 ‐0.002 ‐0.003 ‐0.015 0.015 ‐0.036 0.013<br />
75 338.56 99.997 169.005 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />
76 ‐0.003 ‐0.001 ‐0.002 ‐0.01 0.01 ‐0.022 0.011
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 94<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
77 338.58 100.003 169.015 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />
78<br />
79 ‐0.012 ‐0.005 ‐0.005 ‐0.019 0.019 ‐0.051 0.009<br />
80 261.03 104.874 122.416 263.48 ‐263.48 900.886 57.749<br />
81 599.624 204.881 291.438 1460 ‐1460 3400 ‐1260<br />
82 938.191 304.88 460.447 2650 ‐2650 5900 ‐2580<br />
83 1280 404.885 629.464 3840 ‐3840 8400 ‐3900<br />
84 1620 504.866 798.446 5040 ‐5040 10900 ‐5220<br />
85 1950 604.899 967.505 6230 ‐6230 13400 ‐6530<br />
86 ‐0.084 ‐0.027 ‐0.041 ‐0.244 0.244 ‐0.539 0.242<br />
87 0.139 0.045 0.068 0.421 ‐0.421 0.921 ‐0.427<br />
88 ‐1380 ‐431.414 ‐684.122 ‐4210 4210 ‐9170 4300<br />
89 ‐1170 ‐369.522 ‐575.548 ‐3510 3510 ‐7670 3550<br />
90 ‐941.756 ‐305.379 ‐462.386 ‐2770 2770 6100 2760<br />
91 ‐704.343 ‐238.18 ‐343.042 ‐1990 1990 ‐4440 1930<br />
92 ‐450.569 ‐166.855 ‐215.331 ‐1150 1150 ‐2660 1030<br />
93 ‐173.651 ‐89.687 ‐75.785 ‐364.141 364.141 ‐918.587 246.666<br />
94<br />
95 580.484 168.107 290.719 1980 ‐1980 4180 ‐2160
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 95<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
96 ‐191.398 ‐58.746 ‐94.915 ‐773.044 773.044 ‐1570 900.988<br />
97 ‐657.384 ‐195.78 ‐327.7 ‐2440 2440 ‐5050 2750<br />
98 955.954 234.922 490.652 3100 ‐3100 6590 ‐3340<br />
99 1330 339.613 676.13 4090 ‐4090 8810 ‐4270<br />
100 ‐731.555 ‐219.46 ‐364.223 ‐2400 2400 ‐5120 2560<br />
101 320.26 98.477 158.768 923.382 ‐923.382 2040 ‐915.239<br />
102 172.968 47.7 87.305 788.678 ‐788.678 1560 ‐962.971<br />
103 ‐716.961 ‐207.877 ‐359 ‐2730 2730 ‐5620 3120<br />
104 1080 314.853 538.82 3980 ‐3980 8240 ‐4490<br />
105 1670 505.087 829.2 5200 ‐5200 11200 ‐5390<br />
106 ‐1000 ‐306.87 ‐497.323 ‐2940 2940 ‐6460 2940<br />
107 630.914 198.731 311.428 1540 ‐1540 3580 ‐1350<br />
108 ‐97.924 ‐39.722 ‐45.815 250.107 ‐250.107 220.032 ‐580.309<br />
109 ‐406.32 ‐107.627 ‐206.347 ‐2110 2110 ‐4080 2680<br />
110 848.417 192.919 439.879 3140 ‐3140 6450 ‐3590<br />
111 286.454 ‐6.268 168.78 1450 ‐1450 2740 ‐1900<br />
112 ‐399.873 ‐160.653 ‐187.532 ‐403.713 403.713 ‐1380 ‐88.325<br />
113 ‐918.484 ‐313.831 ‐446.415 ‐2230 2230 ‐5210 1930<br />
114 ‐1440 ‐466.998 ‐705.286 ‐4060 4060 ‐9040 3950
Batang<br />
Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 96<br />
BEBAN (kg)<br />
MATI HIDUP<br />
AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />
COMBO + At COMBO + Ah<br />
Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />
115 ‐1960 ‐620.174 ‐964.169 ‐5890 5890 ‐12900 5970<br />
116 ‐2470 ‐773.352 ‐1220 ‐7710 7710 ‐16700 7990<br />
117 ‐2990 ‐926.533 ‐1480 ‐9540 9540 ‐20500 10000<br />
118 ‐2680 ‐792.597 ‐1340 ‐7910 7910 ‐17300 7980<br />
119 2400 683.555 1210 7130 ‐7130 15600 ‐7240<br />
120 2260 703.341 1120 6870 ‐6870 15000 ‐7020<br />
121 2000 634.209 987.81 6020 ‐6020 13200 ‐6100<br />
122 1720 556.84 843.131 5050 ‐5050 11100 ‐5040<br />
123 1380 466.826 672.352 3900 ‐3900 8700 ‐3780<br />
124 963.504 356.806 460.467 2460 ‐2460 5680 ‐2200<br />
125 330.432 170.66 144.208 692.906 ‐692.906 1750 ‐469.368<br />
Catatan<br />
Kesepakatan tanda : ( ‐ ) adalah tarik<br />
( + ) adalah tekan
3.6 Perencanaan Profil Struktur Atap<br />
Dari perhitungan statika rangka batang struktur atap,didapatkan dua jenis<br />
gaya aksial terbesar, yaitu :<br />
Gaya tarik maksimum (Pmaks) = 48900 kg pada batang 24 & 25<br />
Gaya tekan maksimum (Pmaks) = 57800 kg pada batang 54 & 55<br />
3.6.1 Perencanaan Profil Batang Tarik<br />
No rangka : 24<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 48.900 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 102,47 cm<br />
Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />
X<br />
Y<br />
Y<br />
Persyaratan keamanan batang tarik<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
t<br />
X<br />
diameter (D) : 165,2 mm<br />
tebal (t) : 6,0 mm<br />
berat (W) : 23,6 kg/m<br />
luas (A) : 30,01 cm 2<br />
momen inersia (I) : 952 cm 4<br />
jari-jari girasi (r) : 5,63 cm<br />
dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />
φ = 0,9<br />
Nn = Ag . fy<br />
= 30,01 . 2400<br />
= 72.024 kg<br />
φ . Nn = 0,9 . 72024 = 64.821,6 kg<br />
97
dan<br />
X<br />
φ = 0,75<br />
Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />
= 30,01 . 3700 = 30,01 . 1<br />
= 111.037 kg = 30,01 cm 2<br />
φ . Nn = 0,75 . 111037 = 83.277,75 kg<br />
jadi,<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
48900 ≤ 64821,6 kg AMAN<br />
3.6.2 Perencanaan Profil Batang Tekan<br />
No rangka : 54<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 57.800 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 154,53 cm<br />
Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />
Y<br />
Y<br />
t<br />
Persyaratan keamanan batang tekan<br />
• Persyaratan Kekuatan<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
X<br />
diameter (D) : 165,2 mm<br />
tebal (t) : 6,0 mm<br />
berat (W) : 23,6 kg/m<br />
luas (A) : 30,01 cm 2<br />
momen inersia (I) : 952 cm 4<br />
jari-jari girasi (i) : 5,63 cm<br />
98
dimana,<br />
φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
= 27,45<br />
λg = <br />
, . <br />
= <br />
λc = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
, . <br />
, . <br />
karena λc < 0,25, maka<br />
jadi,<br />
ω = 1<br />
fcr = <br />
<br />
= <br />
<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />
= 0,247<br />
= 111,072<br />
= 2400 kg/cm2<br />
57800 ≤ 0,85 . 30,01 . 2400<br />
57800 ≤ 61220,4 kg AMAN<br />
• Perbandingan Kelangsingan<br />
dimana,<br />
λ < λr<br />
99
jadi,<br />
X<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
<br />
λr = <br />
<br />
= <br />
<br />
= 91,67<br />
λ < λr<br />
Y<br />
Y<br />
t<br />
(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />
= 27,53<br />
(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />
(nilai fy dalam MPa)<br />
27,53 < 91,67 AMAN<br />
3.6.3 Perencanaan Profil Batang Vertikal (Batang Tekan)<br />
No rangka : 85<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 13.400 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 149,72 cm<br />
Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />
Persyaratan keamanan batang tekan<br />
• Persyaratan Kekuatan<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
X<br />
diameter (D) : 101,6 mm<br />
tebal (t) : 4,0 mm<br />
berat (W) : 9,63 kg/m<br />
luas (A) : 12,26 cm 2<br />
momen inersia (I) : 146 cm 4<br />
jari-jari girasi (i) : 3,45 cm<br />
100
dimana,<br />
φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
= 43,40<br />
λg = <br />
, . <br />
= <br />
λc = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
, . <br />
, . <br />
= 0,391<br />
karena 0,25 < λc < 1,2 maka<br />
jadi,<br />
ω =<br />
=<br />
,<br />
, , <br />
,<br />
, – , . ,<br />
= 1,069<br />
fcr = <br />
<br />
= <br />
,<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />
= 111,072<br />
= 2245,09 kg/cm2<br />
13400 ≤ 0,85 . 12,26 . 2245,09<br />
13400 ≤ 23396,1 kg AMAN<br />
101
• Perbandingan Kelangsingan<br />
dimana,<br />
jadi,<br />
X<br />
λ < λr<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
<br />
λr = <br />
<br />
= <br />
<br />
= 91,67<br />
λ < λr<br />
Y<br />
Y<br />
t<br />
(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />
= 25,4<br />
(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />
(nilai fy dalam MPa)<br />
25,4 < 91,67 AMAN<br />
3.6.4 Perencanaan Profil Batang Diagonal (Batang Tarik)<br />
No rangka : 117<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 20.500 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 229,34 cm<br />
Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />
X<br />
diameter (D) : 101,6 mm<br />
tebal (t) : 4,0 mm<br />
berat (W) : 9,63 kg/m<br />
luas (A) : 12,26 cm 2<br />
momen inersia (I) : 146 cm 4<br />
jari-jari girasi (r) : 3,45 cm<br />
102
Persyaratan keamanan batang tarik<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />
φ = 0,9<br />
Nn = Ag . fy<br />
= 12,26 . 2400<br />
= 29.424 kg<br />
φ . Nn = 0,9 . 29424 = 26.481,6 kg<br />
dan<br />
φ = 0,75<br />
Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />
= 12,26 . 3700 = 12,26 . 1<br />
= 45.362 kg = 12,26 cm 2<br />
φ . Nn = 0,75 . 45362 = 34.021, 5 kg<br />
jadi,<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
20500 ≤ 26.481,6 kg AMAN<br />
103
3.6.5 Perencanaan Sambungan Las Rangka Atap<br />
85<br />
53 54<br />
104<br />
Sambungan las yang akan digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu<br />
sambungan las sudut dan sambungan las tumpul penetrasi penuh.<br />
3.6.5.1 Perencanaan Sambungan Las Sudut<br />
Persyaratan tebal minimum las sudut, tw<br />
jika,<br />
maka,<br />
t ≤ 7 mm (tebal bagian tertebal dari profil baja)<br />
tw = 3 mm (tabel 13.5-1 SNI 03-1729-2002)<br />
Persyaratan kuat las sudut (per satuan panjang las)<br />
dimana,<br />
Ru ≤ φ . Rnw<br />
Ru =<br />
<br />
<br />
= <br />
,<br />
= 41,98 kg/mm<br />
digunakan las elektroda E70XX, fuw = 485 MPa = 48,5 kg/mm 2<br />
φ . Rnw = 0,75 . tt . (0,6 . fuw) tt = 1,5 1,5 <br />
= 0,75 . 2,12 . (0,6 . 48,5) = 2,12 mm<br />
= 46,269 kg/mm
jadi,<br />
Ru ≤ φ . Rnw<br />
41,98 ≤ 46,269 kg/mm AMAN<br />
3.6.5.2 Perencanaan Sambungan Las Tumpul Penetrasi Penuh<br />
54 55<br />
Persyaratan tebal las tumpul, tt<br />
tt = 4 mm yang digunakan<br />
Persyaratan kuat las tumpul (per satuan panjang las)<br />
dimana,<br />
Ru ≤ φy . Rnw<br />
Ru =<br />
<br />
<br />
= <br />
,<br />
= 111,37 kg/mm<br />
digunakan las elektroda E70XX, fyw = 395 MPa = 39,5 kg/mm 2<br />
φy . Rnw = 0,9 . tt . fyw<br />
jadi,<br />
= 0,9 . 4 . 39,5<br />
= 142,2 kg/mm<br />
Ru ≤ φy . Rnw<br />
111,37 ≤ 142,2 kg/mm AMAN<br />
105
3.6.6 Perencanaan Profil Batang Tarik<br />
3.6.6.1 Pada Titik Tumpuan 1<br />
Gaya Batang yang Terjadi<br />
Perhitungan Gaya Batang T<br />
1<br />
1<br />
T<br />
T<br />
1<br />
T<br />
106<br />
Dari reaksi tumpuan yang terjadi (perhitungan statika dengan<br />
StaadPro 2004) pada titik tumpuan 1, bisa didapat gaya batang T<br />
dengan menggunakan metode kesetimbangan titik buhul.<br />
tan α = <br />
<br />
tan α = 1,801<br />
α = 60,96 0<br />
cos 60,96 0 = <br />
<br />
R = 3728,73 kg<br />
ΣH = 0<br />
- R . cos 60,96 + T . cos 68,57 = 0<br />
- 3728,73 . cos 60,96 + T . cos 68,57 = 0<br />
T = 4953,96 kg<br />
(tarik)
ΣV = 0<br />
R . sin 60,96 + T . sin 68,57 = 0<br />
3728,73 . sin 60,96 + T . sin 68,57 = 0<br />
107<br />
T = - 3502,08 kg<br />
(tekan)<br />
Gaya batang T yang didapat akan digunakan untuk merencanakan<br />
dimensi dari batang tersebut.<br />
Perencanaan Profil Batang Tarik<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 4953,96 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 1085,54 cm<br />
Digunakan steel rod deform BJTD30<br />
diameter (D) : 16,00 mm<br />
berat (W) : 1,58 kg/m<br />
luas (A) : 2,011 cm 2<br />
Persyaratan keamanan batang tarik<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />
φ = 0,9<br />
Nn = Ag . fy<br />
= 2,011 . 2940<br />
= 5912,34 kg<br />
φ . Nn = 0,9 . 5912,34 = 5321,11 kg<br />
dan<br />
φ = 0,75
T<br />
Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />
24<br />
= 2,011 . 4800 = 2,011 . 1<br />
= 9652,80 kg = 2,011 cm 2<br />
φ . Nn = 0,75 . 9652,80 = 7239,6 kg<br />
jadi,<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
4953,96 ≤ 5321,11 kg AMAN<br />
3.6.6.2 Pada Titik Tumpuan 24<br />
Gaya Batang yang Terjadi<br />
Perhitungan Gaya Batang T<br />
T<br />
24<br />
108<br />
Dari reaksi tumpuan yang terjadi (perhitungan statika dengan<br />
StaadPro 2004) pada titik tumpuan 24, bisa didapat gaya batang T<br />
dengan menggunakan metode kesetimbangan titik buhul.<br />
tan α = <br />
<br />
tan α = 1,241<br />
α = 51,14 0<br />
cos 51,14 0 = <br />
<br />
R = 17213,36 kg
T<br />
24<br />
ΣH = 0<br />
- T . cos 18,52 + R . cos 51,14 = 0<br />
- T . cos 18,52 + 17213,36 . cos 51,14 = 0<br />
109<br />
T = 11389,85 kg<br />
ΣV = 0<br />
T . sin 18,52 - R . sin 51,14 = 0<br />
T . sin 18,52 – 17213,36 . sin 51,14 = 0<br />
(tarik)<br />
T = 42198,42 kg<br />
(tarik)<br />
Gaya batang T yang didapat akan digunakan untuk merencanakan<br />
dimensi dari batang tersebut.<br />
Perencanaan Profil Batang Tarik<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 42198,42 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 2982,06 cm<br />
Digunakan steel rod deform BJTD40<br />
diameter (D) : 40,00 mm<br />
berat (W) : 9,87 kg/m<br />
luas (A) : 12,565 cm 2<br />
Persyaratan keamanan batang tarik<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />
φ = 0,9
Nn = Ag . fy<br />
= 12,565 . 3920<br />
= 49254,80 kg<br />
φ . Nn = 0,9 . 49254,80 = 44329,32 kg<br />
dan<br />
φ = 0,75<br />
Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />
= 12,565 . 5590 = 12,565 . 1<br />
= 70238,40 kg = 12,565 cm 2<br />
φ . Nn = 0,75 . 70238,4 = 52678,80 kg<br />
jadi,<br />
Nu ≤ φ . Nn<br />
42198,42 ≤ 44329,32 kg AMAN<br />
3.6.6.3 Pada Batang Penyangga<br />
Perhitungan Gaya Batang T<br />
T1 T<br />
T24<br />
110<br />
Dari gaya batang tarik yang terjadi (perhitungan statika dengan<br />
StaadPro 2004) pada batang penyangga, bisa didapat gaya batang T<br />
dengan menggunakan metode kesetimbangan titik buhul.
X<br />
Y<br />
Y<br />
t<br />
X<br />
ΣH = 0<br />
- T1 . cos 68,57 - T . cos 79,302 + T24 . cos 18,52 = 0<br />
- 4953,96 . cos 68,57 - T . cos 79,302 + 42198,42 . cos 18,52 = 0<br />
T . cos 79,302 = 38201,08<br />
111<br />
T = 205799,75 kg<br />
ΣV = 0<br />
- T1 . sin 68,57 + T . sin 79,302 – T24 . sin 18,52 = 0<br />
- 4953,96 . sin 68,57 + T . sin 79,302 – 42198,42 . sin 18,52 = 0<br />
(tekan)<br />
T . sin 79,302 = 18015,19<br />
T = 18333,84 kg<br />
(tekan)<br />
Gaya batang T yang didapat akan digunakan untuk merencanakan<br />
dimensi dari batang tersebut.<br />
Perencanaan Profil Batang<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 205799,75 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 948,26 cm<br />
Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />
diameter (D) : 165,2 mm<br />
tebal (t) : 7,0 mm<br />
berat (W) : 27,3 kg/m<br />
luas (A) : 34,79 cm 2<br />
momen inersia (I) : 1090 cm 4<br />
jari-jari girasi (i) : 5,60 cm
Persyaratan keamanan batang tekan<br />
• Persyaratan Kekuatan<br />
dimana,<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
λg = <br />
, . <br />
= <br />
λc = <br />
<br />
= 169,33<br />
, . <br />
, . <br />
= ,<br />
,<br />
karena λc ≥ 1,2 maka<br />
jadi,<br />
ω = 1,25 . λc 2<br />
= 1,25 . 1,50 2<br />
= 2,81<br />
fcr = <br />
<br />
= <br />
,<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />
= 111,072<br />
= 1,50<br />
= 1032,03 kg/cm2<br />
205799,75 ≤ 0,85 . 34,79 . 1032,03<br />
205799,75 > 30518,68 kg TIDAK AMAN<br />
112
T1 T1<br />
113<br />
karena dimensi yang direncanakan tidak aman untuk digunakan, maka<br />
dicoba dimensi yang lebih besar dan dengan membagi gaya kepada 2<br />
batang penyangga.<br />
Perhitungan Gaya Batang T<br />
tan α = <br />
,<br />
tan α = 0,137<br />
α = 7,779 0<br />
ΣH = 0<br />
ΣV = 0<br />
- T + 2 . T1 . cos 7,779 = 0<br />
- 205799,75 + 2 . T1 cos 7,779 = 0<br />
T = 103855,6 kg<br />
(tekan)
Perencanaan Profil Batang<br />
Gaya batang maks (Pmaks) : 103855,60 kg<br />
Panjang Tekuk (Lk) : 1108,18 cm<br />
Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />
X<br />
Y<br />
Persyaratan keamanan batang tekan<br />
• Persyaratan Kekuatan<br />
dimana,<br />
Y<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
t<br />
X<br />
diameter (D) : 267,4 mm<br />
tebal (t) : 9,0 mm<br />
berat (W) : 57,4 kg/m<br />
luas (A) : 73,06 cm 2<br />
momen inersia (I) : 6110 cm 4<br />
jari-jari girasi (i) : 9,14 cm<br />
φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
λg = <br />
, . <br />
= <br />
λc = <br />
<br />
= ,<br />
,<br />
= 121,25<br />
, . <br />
, . <br />
= 1,092<br />
= 111,072<br />
114
karena 0,25 < λc < 1,2 maka<br />
jadi,<br />
ω =<br />
=<br />
,<br />
,, . <br />
,<br />
,, . ,<br />
= 1,647<br />
fcr = <br />
<br />
Nu ≤ φn . Nn<br />
= <br />
,<br />
Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />
= 1760,78 kg/cm2<br />
103855,60 ≤ 0,85 . 73,06 . 1760,78<br />
103855,60 ≤ 109346,20 kg AMAN<br />
• Perbandingan Kelangsingan<br />
dimana,<br />
jadi,<br />
λ < λr<br />
λ = <br />
<br />
= ,<br />
<br />
λr = <br />
<br />
= <br />
<br />
= 75,86<br />
λ < λr<br />
(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />
= 29,4<br />
(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />
(nilai fy dalam MPa)<br />
29,4 < 75,86 AMAN<br />
115
Perencanaan Sambungan Las Tumpul Penetrasi Penuh<br />
Persyaratan tebal las tumpul, tt<br />
tt = 4 mm<br />
tt = 8 mm yang digunakan<br />
Persyaratan kuat las tumpul (per satuan panjang las)<br />
dimana,<br />
Ru ≤ φy . Rnw<br />
Ru =<br />
<br />
<br />
= ,<br />
. <br />
= 259,64 kg/mm<br />
digunakan las elektroda E70XX, fyw = 395 MPa = 39,5 kg/mm 2<br />
φy . Rnw = 0,9 . tt . fyw<br />
jadi,<br />
= 0,9 . 8 . 39,5<br />
= 284,40 kg/mm<br />
Ru ≤ φy . Rnw<br />
259,64 ≤ 284,40 kg/mm AMAN<br />
116
Perencanaan Pelat Landas (Base Plate) Batang Penopang<br />
Gaya yang ditahan oleh pelat landas<br />
d<br />
b<br />
0,80 b<br />
n n<br />
B<br />
t<br />
fp<br />
m<br />
0,95 d N<br />
Luas pelat yang diperlukan<br />
A1 =<br />
<br />
, . . <br />
= ,<br />
, . , . <br />
Menentukan dimensi pelat<br />
m<br />
= 336,27 cm2<br />
∆ = 0,50 (0,95 . d – 0,80 . b)<br />
= 0,50 (0,95 . 26,74 – 0,80 . 26,74)<br />
= 2,006 cm<br />
N = + ∆<br />
= √336,27 + 2,006<br />
= 20,344 cm<br />
digunakan N = 30 cm<br />
P = T . sin 82,221 0<br />
= 103855,6 . sin 82,221<br />
= 102899,87 kg<br />
P = T . cos 82,221 0<br />
= 103855,6 . cos 82,221<br />
= 14057,11 kg<br />
117
B = <br />
<br />
= ,<br />
<br />
digunakan B = 30 cm<br />
= 11,21 cm<br />
Menentukan nilai m dan n<br />
m =<br />
n =<br />
, . ,<br />
<br />
, . ,<br />
<br />
= 2,30 cm<br />
= 4,30 cm<br />
Menentukan tebal pelat yang diperlukan<br />
tp = (m atau n) <br />
= 4,30 <br />
= 1,27 cm<br />
digunakan tp = 14 cm<br />
. <br />
, . . . <br />
. ,<br />
, . . . <br />
Perencanaan Baut Angker dan Panjang Penjangkaran<br />
Luas baut yang diperlukan<br />
digunakan baut A307 dengan Fu = 60 ksi = 41,37 kg/mm 2<br />
Ag =<br />
=<br />
<br />
, . . <br />
,<br />
, . , . ,<br />
= 604,07 mm 2 = 6,0407 cm 2<br />
jika digunakan 2 buah baut, maka Ag perlu = ½ . 6,0407<br />
= 3,0204 cm 2<br />
digunakan baut diameter <br />
inch (2,22 cm), Ag = 3,871 cm 2<br />
118
Luas permukaan yang diperlukan<br />
Apsf =<br />
<br />
. .√ <br />
= ,<br />
. , .√<br />
Panjang penjangkaran<br />
= 2705,29 mm 2 = 27,0529 cm 2<br />
L = <br />
,<br />
= ,<br />
,<br />
= 2,94 cm<br />
syarat panjang penjangkaran minimal adalah 12 . d = 12 . 2,22<br />
= 26,64 cm<br />
jadi digunakan panjang penjangkaran minimal, yaitu 26,64 cm.<br />
Perencanaan Sambungan Las Sudut<br />
Persyaratan tebal minimum las sudut, tw<br />
jika,<br />
maka,<br />
t = 9 mm (tebal bagian tertebal dari profil baja)<br />
tw = 4 mm (tabel 13.5-1 SNI 03-1729-2002)<br />
tw = 9 mm yang digunakan<br />
119
Persyaratan kuat las sudut (per satuan panjang las)<br />
dimana,<br />
Ru ≤ φ . Rnw<br />
Ru =<br />
<br />
<br />
= ,<br />
,<br />
= 123,63 kg/mm<br />
digunakan las elektroda E70XX, fuw = 485 MPa = 48,5 kg/mm 2<br />
φ . Rnw = 0,75 . tt . (0,6 . fuw) tt = 4,5 4,5 <br />
jadi,<br />
= 0,75 . 5,66 . (0,6 . 48,5) = 6,36 mm<br />
= 138,81 kg/mm<br />
Ru ≤ φ . Rnw<br />
123,63 ≤ 138,81 kg/mm AMAN<br />
3.7 Perhitungan Gording<br />
3.7.1 Data Perencanaan Gording<br />
Jarak antar struktur atap : 6,00 m<br />
Sudut kemiringan atap : 7,82 o<br />
Penutup atap : Lysaght Spandek<br />
Berat jenis penutup atap : 5,29 kg/m 2<br />
Jarak antar gording (maks) : 158,6 cm<br />
Profil gording : CNP (Canal C) 150.50.20.3,2<br />
120
3.7.2 Pembebanan Gording<br />
Peninjauan searah sumbu y - y<br />
q<br />
berat sendiri gording : 6,76 . cos 7,82 0 = 6,697 kg/m<br />
M1 : <br />
. 6,697 . (6,00)2 = 30,14 kgm<br />
berat sendiri atap : 1,586 . 5,29 . cos 7,82 0 = 8,312 kg/m<br />
M2 : <br />
. 8,312 . (6,00)2 = 37,40 kgm<br />
beban angin : 1,586 . 0,4 . 25 = 15,86 kg/m<br />
beban hidup (P = 100 kg)<br />
Kombinasi Muatan<br />
M3 : <br />
. 15,86 . (6,00)2 = 71,37 kgm<br />
M4 : <br />
. 100 . cos 7,820 . 6,00 = 148,61 kgm<br />
M1 + M2 + M3 : 30,14 + 37,40 + 71,37 = 138,91 kgm<br />
M1 + M2 + M4 : 30,14 + 37,40 + 148,61 = 216,15 kgm<br />
Peninjauan searah sumbu x - x<br />
berat sendiri gording : 6,76 . sin 7,82 0 = 0,920 kg/m<br />
M1 : <br />
. 0,920 . (6,00)2 = 4,140 kgm<br />
berat sendiri atap : 1,586 . 5,29 . sin 7,82 0 = 1,142 kg/m<br />
M2 : <br />
. 1,142 . (6,00)2 = 5,139 kgm<br />
121
eban hidup (P = 100 kg)<br />
Kombinasi Muatan<br />
3.7.3 Kontrol Tegangan<br />
M5 : <br />
. 100 . sin 7,820 . 6,00 = 20,41 kgm<br />
M1 + M2 + M5 : 4,140 + 5,139 + 20,41 = 29,69 kgm<br />
dipakai gording C 150.50.20.3,2, maka<br />
syarat<br />
Ix = 280 cm 4 ix = 5,71 cm<br />
Iy = 28,3 cm 4 iy = 1,81 cm<br />
Wx = 37,4 cm 3 A = 8,61 cm 2<br />
Wy = 8,19 cm 3 berat (w) = 6,76 kg/m<br />
σ = <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
= <br />
,<br />
σ < σbaja<br />
<br />
,<br />
= 940,46 kg/cm2<br />
940,46 < 2400 kg/cm 2 AMAN<br />
3.7.4 Kontrol Lendutan<br />
122<br />
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 6.4.3, lendutan maksimal yang boleh<br />
terjadi adalah<br />
f ' = <br />
<br />
. = . = 2,50 cm<br />
<br />
Lendutan yang terjadi<br />
qy = 0,920 + 1,142 + 0 = 2,062 kg/m<br />
qx = 6,697 + 8,312 + 15,86 = 30,869 kg/m
syarat<br />
Py = 100 . sin 7,82 0 = 13,606 kg<br />
Px = 100 . cos 7,82 0 = 99,070 kg<br />
fx =<br />
= . , . <br />
fy =<br />
= . , . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . <br />
. . ,<br />
f = <br />
. , . <br />
. . <br />
. , . <br />
. . ,<br />
= 1,644 1,615 = 2,30 cm<br />
f < f '<br />
2,30 < 2,50 cm AMAN<br />
= 1,644 cm<br />
= 1,615 cm<br />
123<br />
Jadi dimensi gording C 150.50.20.3,2 yang direncanakan memenuhi syarat<br />
untuk dipergunakan sebagai gording.<br />
3.7.5 Perhitungan Trackstang
qty = qy . jarak trestang . jumlah trekstang<br />
= 2,062 . 2,00 . 28 = 115,472 kg<br />
Pty = Py . jumlah trekstang<br />
= 13,606 . 28 = 380,968 kg<br />
+<br />
= 496,440 kg<br />
Nn = Ag . fy<br />
496,440 = Ag . 2400<br />
Ag = 0,207 cm 2<br />
. ,<br />
d = <br />
<br />
= 0,51 cm<br />
Jadi digunakan trekstang praktis φ 10 mm<br />
3.7.6 Perhitungan Ikatan Angin (Wind Bracing)<br />
124<br />
Perhitungan ikatan angin yang dilakukan adalah ikatan angin dengan<br />
bentang terbesar.
eban angin = (6 . 8,941) . 127,5 kg/m 2<br />
= 6839,865 kg<br />
125<br />
beban angin tersebut ditahan oleh 1 pasang ikatan angin (2 buah) sehingga<br />
1 buah ikatan angin memikul gaya :<br />
Nn = Ag . fy<br />
3419,933 = Ag . 2400<br />
Ag = 1,425 cm 2<br />
. ,<br />
d = <br />
<br />
= 1,35 cm<br />
Jadi digunakan ikatan angin φ 14 mm<br />
3.8 Kontrol Berat Rangka Atap<br />
Berat batang horisontal<br />
= ½ . 6839,865 kg = 3419,933 kg<br />
= (panjang rangka batang horisontal . berat profil pipa)<br />
= (87,395 . 23,6) = 2062,522 kg<br />
Berat batang vertikal<br />
= (panjang rangka batang vertikal . berat profil pipa)<br />
= (43,087 . 9,63) = 414,928 kg<br />
Berat batang diagonal<br />
= (panjang rangka batang diagonal . berat profil pipa)<br />
= (63,125 . 9,63) = 607,894 kg
Berat total<br />
Syarat :<br />
= 2062,522 + 414,928 + 607,894<br />
= 3085,344 kg<br />
berat rangka atap < berat rangka atap taksiran<br />
3085,344 < 5847,02 kg AMAN<br />
126