17.08.2013 Views

IS-1.pdf

IS-1.pdf

IS-1.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

1.1 Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

Dalam dasawarsa terakhir, perkembangan olahraga di Indonesia,<br />

terutama di kota Malang sangatlah pesat. Hal ini seperti ditunjukkan oleh<br />

prestasi yang diraih oleh Arema. Semakin besarnya minat masyarakat<br />

terhadap olahraga, terutama sepakbola, merupakan faktor utama tersebut.<br />

Untuk menampung aspirasi tersebut, tentu diperlukan sarana dan<br />

prasarana yang layak agar semuanya dapat berkembang dengan baik.<br />

Stadion Gajayana yang ada sekarang ini dirasa kurang memadai untuk<br />

menampung penonton yang datang ke pertandingan jika Arema<br />

memainkan pertandingan.<br />

Renovasi dari stadion adalah salah satu alternatif untuk dapat<br />

meningkatkan kapasitas dan kualitas stadion yang berstandar internasional<br />

tersebut. Dengan adanya renovasi tersebut, kapasitas Stadion Gajayana<br />

yang semula hanya 17.000 penonton akan ditingkatkan menjadi 34.000<br />

penonton.<br />

Direnovasinya Stadion Gajayana merupakan langkah awal untuk<br />

merealisasikan kawasan Malang Olympic Garden (MOG). Kawasan MOG<br />

adalah kawasan megah di pusat kota Malang yang akan dibangun dengan<br />

fasilitas-fasilitas olahraga lain, seperti kolam renang, lapangan tenis, bola<br />

voly, bola basket dan angkat besi yang semuanya bertaraf internasional.<br />

1


Dalam perencanaan bangunan bertingkat, hal-hal yang perlu<br />

diperhatikan bukan hanya dari segi keindahan (artistik) serta kondisi<br />

strategis yang mendukung, tetapi aspek teknik juga perlu diperhatikan.<br />

Masalah yang timbul kemudian adalah kemampuan bangunan (dalam hal<br />

ini stadion) sebagai satu kesatuan sistem yang kompleks untuk menahan<br />

beban lateral yang timbul, seperti beban gempa dan beban angin di<br />

samping berat sendiri yang didukungnya. Sehingga untuk bangunan<br />

bertingkat idealnya sedapat mungkin elemen-elemen yang membentuknya<br />

ramping tetapi cukup kuat untuk menahan beban-beban yang bekerja.<br />

Dengan demikian pemilihan struktur untuk bangunan bertingkat tidak<br />

hanya berdasar atas pemahaman struktur dalam konteksnya semata tetapi<br />

pemilihannya harus lebih diarahkan pada faktor fungsi, sehingga<br />

keberadaan struktur bangunan yang direncanakan benar-benar mampu<br />

memberikan pelayanan (service) yang diharapkan.<br />

Keadaan-keadaan inilah yang menjadi dasar pengambilan judul<br />

tugas akhir berupa Perencanaan Struktur Pada Tribun Barat Stadion<br />

Gajayana Malang dengan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari<br />

bangku perkuliahan ke dalam praktek perencanaan yang sebenarnya.<br />

1.2 Rumusan Masalah<br />

Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas<br />

adalah hal-hal yang berkaitan dengan :<br />

Bagaimana merencanakan struktur pada tribun barat Stadion Gajayana?<br />

2


1.3 Batasan Masalah<br />

Mengingat kompleksnya permasalahan dalam suatu perencanaan<br />

bangunan dan lebih mengarahkan pembahasan dan memberikan solusi<br />

yang diharapkan dari rumusan masalah, maka perlu adanya batasan<br />

masalah yang jelas, yaitu :<br />

1. Struktur yang direncanakan meliputi konstruksi atap, konstruksi portal<br />

dan konstruksi pondasi.<br />

2. Konstruksi portal terdiri dari struktur pelat, balok induk, kolom dan<br />

tribun penonton.<br />

3. Struktur sekunder yang dihitung adalah balok anak.<br />

4. Portal yang dihitung adalah portal dengan bentang terbesar (Portal I-I).<br />

5. Perencanaan struktur baja menggunakan SNI 03-1729-2002.<br />

6. Perencanaan struktur beton menggunakan SNI 03-2847-2002.<br />

7. Pembebanan gempa menggunakan SNI 03-1726-2002.<br />

8. Peraturan pembebanan menggunakan Peraturan Pembebanan Indonesia<br />

1983.<br />

9. Pembebanan yang ditinjau adalah berat sendiri struktur, beban gempa<br />

dan beban angin pada atap stadion.<br />

10. Dalam penganalisaan struktur dipakai program STAADPro 2004<br />

sebagai program bantu analisa statika.<br />

11. Perencanaan stadion tidak menghitung RAB.<br />

12. Perencanaan stadion tidak menghitung drainase lapangan sepakbola.<br />

3


1.4 Maksud dan Tujuan<br />

Maksud dari perencanaan ini adalah untuk membahas secara teknis<br />

perencanaan struktur atap, struktur portal dan pondasi pada Stadion<br />

Gajayana Malang.<br />

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah :<br />

1. Mengetahui desain struktur baja pada bagian konstruksi atap stadion.<br />

2. Mengetahui desain struktur beton bertulang pada bagian konstruksi<br />

portal dan pondasi pada stadion.<br />

1.5 Sistematika Pembahasan<br />

Dalam penyusunan tugas akhir ini akan memberikan sistematika<br />

pembahasan sesuai dengan yang akan disusun pada bagian berikutnya<br />

yang termuat dalam bab-bab berikut ini.<br />

Di dalam bab I diuraikan tentang berbagai alasan yang melatar<br />

belakangi diambilnya tugas akhir perencanaan struktur Stadion Gajayana<br />

Malang. Selain itu juga menjelaskan rumusan masalah, batasan masalah,<br />

maksud dan tujuan serta sistematika pembahasan.<br />

Pada bab II akan diuraikan tentang dasar-dasar teori dalam<br />

merencanakan suatu struktur, jenis-jenis pembebanan yang digunakan<br />

serta metode dan peraturan-peraturan yang digunakan. Semua itu adalah<br />

landasan dari perencanaan struktur stadion ini.<br />

Perhitungan struktur atap akan diuraikan pada bab III. Perhitungan<br />

tersebut meliputi pembebanan atap dan juga perencanaan konstruksi atap.<br />

4


Pembebanan pada tribun stadion dan hal-hal lain yang berhubungan<br />

dengan pembebanan pada struktur utama secara keseluruhan juga akan<br />

dihitung pada bab ini.<br />

Dalam bab IV akan dibahas mengenai perencanaan pelat lantai.<br />

Perhitungan pelat direncanakan sebagai pelat satu arah (one way slab) dan<br />

pelat dua arah (two way slab) dengan mengacu pada SNI 03-2847-2002.<br />

Kemudian perencanaan struktur sekunder, yang meliputi perencanaan<br />

tangga dan perencanaan balok anak. Sedangkan untuk perhitungan struktur<br />

utama akan meliputi penulangan lentur, geser dan torsi pada balok dan<br />

tribun serta penulangan lentur dan geser pada kolom.<br />

Selanjutnya perencanaan struktur bawah akan diuraikan pada bab<br />

V yang meliputi perencanaan pondasi.<br />

Pada bab VI merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan<br />

saran yang didapat setelah penyusunan tugas akhir ini terselesaikan.<br />

Dan pada bagian akhir akan dilampirkan bahan-bahan pelengkap<br />

tugas akhir seperti gambar rencana, gambar detail, perhitungan statika<br />

dengan STAADPro 2004 dan pelengkap lainnya sehingga nantinya dapat<br />

memperjelas uraian dalam bab-bab sebelumnya.<br />

5


2.1 Tinjauan Umum<br />

BAB II<br />

DASAR-DASAR TEORI<br />

Dalam merencanakan sebuah struktur, hal pertama yang perlu<br />

diperhatikan adalah mengenai pemilihan sifat bahan yang akan digunakan.<br />

Ada bermacam-macam bahan yang dapat digunakan seperti bahan kabel,<br />

baja, dan beton. Bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda<br />

dengan berbagai keuntungan dan kerugian.<br />

Baja sebagai salah satu bahan yang memiliki kekuatan per unit<br />

berat yang tinggi, keseragaman, elastis, permanen, daktil, mudah dipasang<br />

(baik dengan paku, baut, maupun las), kemudahan untuk dipabrikasi<br />

dengan berbagai bentuk profil dan ukuran, dan dapat digunakan kembali<br />

apabila struktur dibongkar. Sedangkan kekurangan yang dimiliki baja<br />

adalah membutuhkan biaya perawatan yang relatif besar akibat sifatnya<br />

yang tidak tahan terhadap korosi, kurang tahan terhadap panas yang tinggi,<br />

mudah mengalami tekuk (bucking) terutama terhadap gaya aksial tekan<br />

dan dapat mengalami kelelahan (fatigue) bila mengalami tegangan yang<br />

bervariasi atau berganti-ganti (stress revesals).<br />

Beton merupakan campuran bahan-bahan agregat halus dan kasar<br />

yaitu pasir, batu pecah atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan<br />

secukupnya semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi<br />

kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Nilai<br />

6


kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, dan beton<br />

merupakan bahan yang bersifat getas. Jika beton diperkuat dengan batang<br />

tulangan baja akan mampu membantu kelemahan beton, terutama terhadap<br />

gaya tarik. Komponen struktur beton ini disebut sebagai beton bertulang.<br />

2.2 Pembebanan<br />

Dalam suatu perencanaan gedung bertingkat sebelum melakukan<br />

perhitungan statika, harus lebih dahulu ditentukan beban-beban yang<br />

bekerja pada struktur tersebut. Dalam standar SNI 03-2847-2002<br />

memberikan pengertian dari beberapa pembebanan, yaitu :<br />

2.2.1 Beban Mati<br />

Beban mati adalah berat sendiri semua bagian dari suatu gedung<br />

yang bersifat tetap, termasuk segala tambahan, penyelesaian mesin-mesin<br />

serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari<br />

gedung tersebut.<br />

2.2.2 Beban Hidup<br />

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian<br />

dan penghunian suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang<br />

berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan/atau beban akibat air<br />

hujan pada atap.<br />

2.2.3 Beban Kerja<br />

Beban kerja adalah beban rencana yang digunakan untuk<br />

memproporsikan komponen struktur.<br />

7


2.2.4 Beban Terfaktor<br />

Beban terfaktor adalah beban kerja yang telah dikalikan dengan<br />

faktor beban yang sesuai.<br />

Pada pasal 11.2 SNI 03-2847-2002 memberikan ketentuan agar<br />

struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua<br />

penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu,<br />

yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor berikut :<br />

a. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama<br />

dengan<br />

U = 1,4 D<br />

Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga<br />

beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan<br />

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)<br />

b. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan<br />

dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W<br />

berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu :<br />

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)<br />

Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban<br />

hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang<br />

paling berbahaya, yaitu :<br />

U = 0,9 D ± 1,6 W<br />

Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L, dan W, kuat<br />

perlu U tidak boleh kurang dari persamaan di atas.<br />

8


c. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa rencana E harus<br />

diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus<br />

diambil sebagai :<br />

atau<br />

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E<br />

U = 0,9 D ± 1,0 E<br />

dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-<br />

2002, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan<br />

gedung.<br />

2.2.5 Beban Angin<br />

Beban angin adalah beban yang bekerja pada gedung yang<br />

disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam perencanaan ini<br />

pengaruh beban angin hanya dihitung untuk perencanaan konstruksi atap,<br />

sedangkan pada konstruksi portal tidak diperhitungkan karena nilainya<br />

lebih kecil daripada beban akibat gempa. Hal ini disebabkan karena tinggi<br />

konstruksi portal stadion kurang dari 40 lantai. Dengan tinggi konstruksi<br />

yang kurang dari 40 lantai, maka beban gempa lebih dominan terjadi<br />

dibandingkan dengan beban angin. Hal ini disebabkan karena dengan<br />

konstruksi bangunan yang semakin tinggi, maka struktur menjadi lebih<br />

lentur dan beban angin menjadi dominan.<br />

2.2.6 Beban Gempa<br />

Beban gempa nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya<br />

probabilitas beban itu bisa dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh<br />

9


tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih<br />

yang terkandung di dalam struktur bangunan tersebut. Menurut SNI 03-<br />

1726-2002, peluang dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu<br />

umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya<br />

disebut gempa rencana (dengan perioda ulang 500 tahun), tingkat<br />

daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan,<br />

sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung secara umum<br />

nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban<br />

akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan<br />

pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat<br />

lebih f1.<br />

2.2.6.1 Arah Pembebanan Gempa<br />

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa<br />

rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh<br />

terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara<br />

keseluruhan.<br />

Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang<br />

sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam<br />

arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus<br />

dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam<br />

arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan<br />

efektifitas hanya 30%.<br />

10


2.2.6.2 Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen<br />

Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap<br />

pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah<br />

masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa<br />

nominal statik ekuivalen.<br />

Apabila kategori gedung memiliki faktor keutamaan I menurut<br />

tabel 2 dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan<br />

sekaligus arah pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa<br />

R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal<br />

statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut<br />

persamaan :<br />

C1 . I<br />

V = . Wt<br />

R<br />

Dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum<br />

respons gempa rencana menurut gambar 2 untuk waktu getar alami<br />

fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban<br />

hidup yang sesuai.<br />

Beban geser dasar nominal V pada persamaan di atas tersebut<br />

harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban<br />

gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa<br />

lantai tingkat ke-i menurut persamaan :<br />

W . z<br />

i i<br />

Fi = . V<br />

n<br />

∑ Wi<br />

. z i<br />

i =<br />

1<br />

11


Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang<br />

sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan<br />

lateral sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas.<br />

Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya<br />

dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V<br />

harus dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang menangkap pada<br />

pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus<br />

dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa<br />

nominal statik ekuivalen.<br />

2.2.6.3 Wilayah Gempa dan Spektrum Respons<br />

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti<br />

ditunjukkan dalam gambar 1, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah<br />

dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan<br />

kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas<br />

percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan<br />

periode ulang 500 tahun.<br />

Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung<br />

dan bangunan, yaitu berupa beban geser dasar nominal statik ekuivalen<br />

pada struktur yang beraturan untuk masing-masing wilayah gempa<br />

ditetapkan spektrum respons gempa rencana C-T seperti ditunjukkan<br />

dalam gambar 2.<br />

12


Gambar 1. Wilayah Gempa Indonesia Dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar Dengan Periode Ulang 500 Tahun<br />

13


Gambar 2. Respons spektrum gempa rencana<br />

14


2.2.6.4 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental<br />

Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu<br />

fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur harus<br />

dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa tempat<br />

struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan :<br />

Ti < ζ . n<br />

Dimana koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 1.<br />

Tabel 1. Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami fundamental<br />

struktur gedung<br />

Wilayah Gempa ζ<br />

2.2.6.5 Waktu Getar Alami Fundamental<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

6<br />

0,20<br />

0,19<br />

0,18<br />

0,17<br />

0,16<br />

0,15<br />

Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam<br />

arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus<br />

Rayleigh sebagai berikut :<br />

T1 =<br />

6,3<br />

n<br />

∑<br />

i = 1<br />

n<br />

g<br />

Wi . di<br />

∑<br />

i = 1<br />

2<br />

Fi . di<br />

15


Dimana Wi adalah berat lantai gedung tingkat ke-i, termasuk juga beban<br />

hidup yang sesuai, Fi adalah beban-beban gempa nominal statik ekuivalen,<br />

‘di’ adalah simpangan horisontal lantai gedung tingkat ke-i dinyatakan<br />

dalam mm dan ‘g’ adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar<br />

9810 mm/det 2 .<br />

2.2.6.6 Gempa Rencana dan Kategori Gedung<br />

Akibat pengaruh gempa rencana, struktur gedung secara<br />

keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di<br />

ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang<br />

500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur<br />

gedung 50 tahun.<br />

Untuk berbagai kategori gedung dan bangunan, bergantung pada<br />

probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung<br />

dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana<br />

terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I menurut<br />

persamaan :<br />

I = I1 . I2<br />

Dimana I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang<br />

gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu<br />

selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor keutamaan untuk<br />

menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur<br />

gedung tersebut. Faktor-faktor keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut<br />

Tabel 2.<br />

16


Tabel 2. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan<br />

Kategori Gedung<br />

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan<br />

dan perkantoran<br />

17<br />

Faktor Keutamaan<br />

I1 I2 I<br />

1,0 1,0 1,0<br />

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6<br />

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,<br />

instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat<br />

penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio<br />

dan televisi<br />

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti<br />

gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun<br />

1,4 1,0 1,4<br />

1,6 1,0 1,6<br />

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5<br />

Catatan :<br />

Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya<br />

diterbitkan sebelum berlakunya SNI 03-1726-2002 maka Faktor Keutamaan<br />

I, dapat dikalikan 80%.<br />

2.2.6.7 Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal<br />

Faktor daktilitas struktur gedung µ adalah rasio antara simpangan<br />

maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat<br />

mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dan simpangan struktur<br />

gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy, yaitu :<br />

1,0 ≤ µ =<br />

δ m ≤ µm<br />

δy<br />

Dari persamaan di atas nilai µ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk<br />

struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan µm adalah nilai


faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur<br />

gedung yang bersangkutan.<br />

Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh<br />

gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, Vc<br />

adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh gempa rencana yang<br />

dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang<br />

keruntuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan<br />

pertama di dalam struktur gedung, maka berlaku hubungan :<br />

Vn =<br />

V y Vc =<br />

f1<br />

R<br />

Dimana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di<br />

dalam struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar 1,6 dan R disebut<br />

faktor reduksi gempa menurut persamaan :<br />

1,6 ≤ R = µ . f1 ≤ Rm<br />

Dari persamaan di atas R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk<br />

struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah<br />

faktor reduksi maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang<br />

bersangkutan.<br />

Dalam tabel 3 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai µ yang<br />

bersangkutan, dengan ketentuan bahwa nilai µ dan R tidak dapat<br />

melampaui nilai maksimumnya. Sedangkan dalam tabel 4 ditetapkan nilai<br />

µm yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem<br />

struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm yang bersangkutan.<br />

18


Tabel 3. Parameter daktilitas struktur gedung<br />

Taraf kinerja struktur gedung µ R<br />

Elastik penuh 1,0 1,6<br />

Daktial parsial<br />

1,5<br />

2,0<br />

2,5<br />

3,0<br />

3,5<br />

4,0<br />

4,5<br />

5,0<br />

2,4<br />

3,2<br />

4,0<br />

4,8<br />

5,6<br />

6,4<br />

7,2<br />

8,0<br />

Daktail penuh 5,3 8,5<br />

Tabel 4. Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum,<br />

faktor tahanan lebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa<br />

jenis sistem dan subsistem struktur gedung<br />

Sistem dan subsistem struktur<br />

bangunan gedung<br />

1. Sistem dinding penumpu (Sistem<br />

struktur yang tidak memiliki<br />

rangka ruang pemikul beban<br />

gravitasi secara lengkap. Dinding<br />

penumpu atau sistem bresing<br />

memikul hampir semua beban<br />

gravitasi. Beban lateral dipikul<br />

dinding geser atau rangka bresing).<br />

2. Sistem rangka gedung (Sistem<br />

struktur yang pada dasarnya<br />

memiliki rangka ruang pemikul<br />

beban gravitasi secara lengkap.<br />

Beban lateral dipikul dinding geser<br />

atau rangka bresing).<br />

3. Sistem rangka pemikul momen<br />

(Sistem struktur yang pada<br />

dasarnya memiliki rangka ruang<br />

pemikul beban gravitasi secara<br />

lengkap. Beban lateral dipikul<br />

rangka pemikul momen terutama<br />

melalui mekanisme lentur)<br />

19<br />

Uraian sistem pemikul beban gempa µ m Rm f<br />

1. Dinding geser beton bertulangan 2,7 4,5 2,8<br />

2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan<br />

bresing tarik<br />

1,8 2,8 2,2<br />

3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban<br />

gravitasi<br />

a. Baja 2,8 4,4 2,2<br />

b. Beton bertulangan (tidak untuk wilayah 5 & 6) 1,8 2,8 2,2<br />

1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8<br />

2. Dinding geser beton bertulangan 3,3 5,5 2,8<br />

3. Rangka bresing biasa<br />

a. Baja 3,6 5,6 2,2<br />

b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2<br />

4. Rangka bresing konsentrik khusus<br />

a. Baja 4,1 6,4 2,2<br />

5. Dinding geser beton bertulangan berangkai daktail 4,0 6,5 2,8<br />

6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 3,6 6,0 2,8<br />

7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8<br />

1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)<br />

a. Baja 5,2 8,5 2,8<br />

b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8<br />

2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM)<br />

(tidak untuk wilayah 5 & 6)<br />

3,3 5,5 2,8<br />

3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)<br />

a. Baja 2,7 4,5 2,8<br />

b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8<br />

4. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK) 4,0 6,5 2,8


Sistem dan subsistem struktur<br />

bangunan gedung<br />

4. Sistem ganda<br />

( Terdiri dari : 1) rangka ruang<br />

yang memikul seluruh beban<br />

gravitasi; 2) pemikul beban lateral<br />

berupa dinding geser atau rangka<br />

bresing dengan rangka pemikul<br />

momen. Rangka pemikul momen<br />

harus direncanakan secara terpisah<br />

mampu memikul sekurangkurangnya<br />

25% dari seluruh beban<br />

lateral; 3) kedua sistem harus<br />

direncanakan untuk memikul<br />

secara bersama-sama seluruh<br />

beban lateral dengan<br />

memperhatikan interaksi/sistem<br />

ganda)<br />

5. Sistem struktur bangunan gedung<br />

kolom kantilever : (Sistem struktur<br />

yang memanfaatkan kolom<br />

kantilever untuk memikul beban<br />

lateral<br />

6. Sistem interaksi dinding geser<br />

dengan rangka<br />

7. Subsistem tunggal (Subsistem<br />

struktur bidang yang membentuk<br />

struktur bangunan gedung secara<br />

keseluruhan)<br />

2.3 Struktur Baja<br />

2.3.1 Batang Tarik<br />

Tabel 4. (lanjutan)<br />

1. Dinding geser<br />

20<br />

Uraian sistem pemikul beban gempa µ m Rm f<br />

a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8<br />

b. Beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />

c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang 4,0 6,5 2,8<br />

2. RBE baja<br />

a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8<br />

b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />

3. Rangka bresing biasa<br />

a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8<br />

b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />

c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang<br />

(tidak untuk wilayah 5 & 6)<br />

4,0 6,5 2,8<br />

d. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang<br />

(tidak untuk wilayah 5 & 6)<br />

2,6 4,2 2,8<br />

4. Rangka bresing konsentrik khusus<br />

a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8<br />

b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8<br />

Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2<br />

Beton bertulang menengah (tidak untuk wilayah 3, 4, 5<br />

dan 6)<br />

3,4 5,5 2,8<br />

1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8<br />

2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 3,8<br />

3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton<br />

pratekan (bergantung pada indeks baja total)<br />

3,3 5,5 2,8<br />

4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh 4,0 6,5 2,8<br />

5. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8<br />

Batang tarik sering dijumpai pada struktur baja sebagai batang<br />

struktural pada rangka jembatan dan atap, serta pada struktur rangka<br />

batang pada sistem pengaku yang terdapat pada gedung bertingkat banyak.<br />

Batang tarik ini digunakan sebagai kontrol terhadap stabilitas batang<br />

diagonal dari pengaku horisontal yang direncanakan. Batang tarik dapat


erbentuk profil tunggal atau profil struktural. SNI 03-1729-2002 pasal<br />

10.1 memberikan persyaratan keamanan untuk batang tarik :<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

dengan φ . Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai<br />

nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga φ dan<br />

Nn di bawah ini :<br />

dan<br />

φ = 0,9<br />

Nn = Ag . fy<br />

φ = 0,75<br />

Nn = Ae . fu<br />

Dimana : Ag = luas penampang bruto (mm 2 )<br />

Ae = luas penampang efektif (mm 2 )<br />

fy = tegangan leleh (MPa)<br />

fu = tegangan tarik putus (MPa)<br />

Sedangkan luas penampang efektif komponen struktur yang<br />

mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut :<br />

Ae = A . U<br />

Dimana : A = luas penampang (mm 2 )<br />

U = faktor reduksi<br />

= 1 – (x / L) ≤ 0,9<br />

21


2.3.2 Batang Tekan (Kolom)<br />

x = eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya<br />

22<br />

tarik, antara titik berat penampang komponen yang<br />

disambung dengan bidang sambungan (mm)<br />

L = panjang sambungan dalam arah gaya tarik, yaitu jarak<br />

antara dua baut yang terjauh pada suatu sambungan atau<br />

panjang las dalam arah gaya tarik (mm)<br />

Kolom adalah sebuah batang tekan yang sangat kecil dibandingkan<br />

dengan panjangnya dan rusak akibat tekukan bila beban bertambah secara<br />

perlahan dengan beban terkecil dari beban yang dibutuhkan untuk<br />

mencapai tegangan lelehnya. Batang-batang ini jarang hanya memikul<br />

gaya aksial tekan saja. Namun bila pembebanan disusun sedemikian rupa<br />

sehingga perlawanana rotasional ujung dapat diabaikan, dan lentur<br />

dianggap dapat diabaikan bila dibandingkan dengan gaya tekan<br />

langsungnya, batang tersebut dapat secara aman didesain sebagai kolom<br />

yang dibebani secara konsentrik.<br />

Persyaratan desain kolom sesuai dengan SNI 03-1729-2002 pasal<br />

9.1 dapat dinyatakan sebagai berikut :<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

Dimana : φn = faktor reduksi kekuatan<br />

Nn = kuat tekan nominal komponen struktur<br />

Nu = gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor


Untuk nilai Nn sesuai dengan SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.2<br />

dihitung dengan :<br />

Nn = Ag . fcr<br />

= Ag . <br />

<br />

Untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1<br />

Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω =<br />

,<br />

,,<br />

Untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25 <br />

Dimana : Ag = luas penampang bruto (mm 2 )<br />

2.3.3 Balok-Kolom<br />

fcr = tegangan kritis penampang (MPa)<br />

fy = tegangan leleh material (MPa)<br />

Hampir semua batang pada struktur memikul momen lentur dan<br />

beban aksial-baik tarik ataupun tekan. Bila salah satu relatif kecil,<br />

pengaruhnya bisa diabaikan. Tetapi dalam banyak hal, kedua pengaruh<br />

tersebut tidak dapat diabaikan dan kelakuan akibat beban gabungan harus<br />

diperhitungkan dalam perencanaan. Batang yang memikul tekanan aksial<br />

dan momen lentur disebut balok-kolom.<br />

kolom adalah :<br />

Persamaan untuk kontrol kekuatan dan stabilitas terhadap balok-<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

≤ 1,0 untuk<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

≤ 1,0 untuk<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

≥ 0,2<br />

< 0,2<br />

23


Dimana : Pu = beban tekan aksial terfaktor<br />

2.3.4 Alas Kolom<br />

Pn = kekuatan tekan nominal<br />

Mux , Muy = momen lentur terfaktor<br />

Mnx , Mny = kekuatan momen nominal untuk lentur<br />

φc = faktor resistensi untuk kuat tekan (0,85)<br />

φb = faktor resistensi untuk kuat lentur (0,90)<br />

Ada dua masalah utama yang perlu diperhatikan dalam<br />

perencanaan alas kolom. Pertama, gaya tekan pada sayap kolom harus<br />

disebar oleh plat alas (base plate) ke media penyanggah sedemikian rupa<br />

hingga tegangan tumpunya masih dalam batas-batas yang diijinkan.<br />

Masalah kedua berkaitan dengan sambungan (atau penjangkaran) pada<br />

alas dan kolom ke pondasi beton. Untuk menganalisis suatu portal,<br />

karakteristik momen-rotasi dari penjangkaran secara keseluruhan,<br />

termasuk plat alas, baut angkur dan pondasi beton, perlu diketahui guna<br />

menentukan derajat pengekangan dan kekakuan perletakan.<br />

2.3.4.1 Alas yang Memikul Beban Aksial<br />

Distribusi tegangan di bawah plat alas dianggap merata dan<br />

proyeksi plat di belakang penampang kritis dianggap bekerja seperti balok<br />

kantilever. Dimensi dan pembebanan plat alas diperlihatkan pada gambar<br />

di bawah ini.<br />

24


maasing-masinng<br />

adalah<br />

M =<br />

=<br />

Sedangkan<br />

teganggan<br />

pada plat<br />

alas adalaah<br />

f =<br />

=<br />

Gambar 33.<br />

Dimensi Plat P Alas Koolom<br />

Untukk<br />

momen leentur<br />

pada kantilever dengan beentang<br />

m dan d n<br />

(pada penam mpang yangg<br />

sejajar baddan<br />

kolom)<br />

(pada penam mpang yangg<br />

sejajar sayyap<br />

kolom)<br />

atau<br />

dimmana<br />

dari duua<br />

harga di atas, harga terbesar yaang<br />

menentuukan.<br />

25


Jika tegangan lentur ijin untuk penampang segi empat pejal adalah<br />

0,75Fy, maka tebal plat yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut :<br />

t yang diperlukan :<br />

f = <br />

≤ 0,75Fy<br />

= <br />

,<br />

atau <br />

,<br />

2.3.4.2 Alas Kolom untuk Menahan Momen<br />

Alas kolom umumnya harus menahan momen di samping tekanan<br />

aksial. Gaya aksial menimbulkan pratekan antara plat alas dan bidang<br />

kontak, yang berupa permukaan dinding atau telapak beton. Ketika momen<br />

bekerja, pratekan pada sisi tarik akibat lentur akan berkurang sehingga<br />

daya tahan terhadap tarik hanya diberikan oleh baut angkur. Pada sisi<br />

tekan, bidang kontak tetap mengalami tekanan. Penjangkaran ini mampu<br />

menjalani deformasi rotasi, yang terutama bergantung pada panjang baut<br />

angkur yang tersedia untuk berubah bentuk secara elastis. Juga,<br />

kelakuannya dipengaruhi oleh ada atau tidaknya pratarik awal pada baut<br />

angkur.<br />

Beberapa metode tersedia untuk merencanakan alas penahan<br />

momen, yang bervariasi tergantung pada besarnya eksentrisitas beban dan<br />

detail penjangkaran yang khusus. Beberapa detail yang sederhana<br />

diperlihatkan pada gambar di bawah ini.<br />

26


gallih<br />

/ kern / jarak 2 dimmensi<br />

dari pusat plat), , rumus teggangan<br />

gabu ungan<br />

yanng<br />

biasa berrlaku.<br />

Jadi, untuk e yan ng kecil,<br />

denngan<br />

M = P<br />

Gaambar<br />

4. Alaas<br />

Kolom un ntuk Menahan<br />

Momen<br />

Bila ekksentrisitas<br />

beban, e = M / P, seddemikian<br />

keecil<br />

hingga tidak<br />

meelampaui<br />

5 dari dimennsi<br />

plat N dalam d arah lentur (yakkni<br />

pada bidang<br />

f =<br />

Pe<br />

S = A r 2 / (N/ /2) = AN / 6<br />

r 2 = N 2 / 12<br />

f =<br />

dimanna<br />

N = dimensi<br />

plat dalam<br />

arah lenntur.<br />

Persammaan<br />

di atas s akan<br />

teppat<br />

untuk e ≤ N / 6 billa<br />

pratarik baut b tidak aada,<br />

dan diaanggap<br />

mem madai<br />

unntuk<br />

tujuan ppraktis<br />

miniimal<br />

sampai i e = N / 2 tanpa<br />

kesalaahan<br />

yang besar.<br />

b<br />

27


2.4 Pelat Beton Bertulang<br />

Pelat adalah elemen horisontal struktur yang mendukung beban<br />

mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke kerangka vertikal dari<br />

sistem struktur yang tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan<br />

dimensi yang lain.<br />

Berdasarkan perbandingan antara bentang yang panjang Ly dan<br />

bentang yang pendek Lx, pelat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :<br />

Ly / Lx ≤ 2 ……….. pelat dua arah<br />

Ly / Lx > 2 ……….. pelat satu arah<br />

Sedangkan tebal pelat minimum dengan balok yang<br />

menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan<br />

sebagai berikut :<br />

a. Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, tebal minimum pelat<br />

tanpa balok interior harus memenuhi ketentuan tabel 5 dan tidak boleh<br />

kurang dari nilai berikut :<br />

(1) untuk pelat tanpa penebalan digunakan tebal pelat ........ 120 mm.<br />

(2) untuk pelat dengan penebalan digunakan tebal pelat …. 100 mm.<br />

b. Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat<br />

minimum harus memenuhi :<br />

h =<br />

⎛ fy<br />

⎞<br />

ln<br />

⎜0,8<br />

+ ⎟<br />

⎝ 1500 ⎠<br />

36 + 5 β (αm<br />

- 0,2)<br />

dan tidak boleh kurang dari 120 mm.<br />

…...................................... (15)<br />

28


c. Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh<br />

kurang dari :<br />

h =<br />

⎛ fy<br />

⎞<br />

ln<br />

⎜0,8<br />

+ ⎟<br />

⎝ 1500 ⎠<br />

…........................................... (16)<br />

36 + 9 β<br />

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.<br />

2.4.1 Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method)<br />

2.4.1.1 Batasan Metode Perencanaan Langsung<br />

Metode perencanaan langsung boleh dipakai apabila sistem pelat<br />

lantai memenuhi batasan-batasan berikut menurut SNI 03-2847-2002 pada<br />

pasal 15.6, yaitu :<br />

1. Minimum ada tiga bentang menerus pada masing-masing arah<br />

tinjauan.<br />

2. Panel pelat berbentuk persegi dengan rasio antara bentang panjang<br />

terhadap lebar diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan dan tidak lebih<br />

dari 2.<br />

3. Panjang bentang bersebelahan pada masing-masing arah tidak boleh<br />

berbeda lebih dari sepertiga bentang yang panjang.<br />

4. Letak pusat kolom dapat menyimpang maksimum 10% dari bentang<br />

pada arah penyimpangan dari sumbu antara garis pusat kolom yang<br />

berurutan.<br />

5. Beban mati yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi saja dan<br />

tersebar merata pada seluruh panel. Beban hidup tidak boleh<br />

melampaui 3 kali beban mati.<br />

29


6. Apabila panel pelat ditumpu oleh balok pada keempat sisinya, syarat<br />

kekakuan relatif balok pada dua arah yang saling tegak lurus adalah :<br />

2,0 ≤ ≤ 5,0<br />

2.4.1.2 Momen Statis Total Terfaktor<br />

SNI 03-2847-2002 pasal 15.6.2).(2) menggunakan simbol Mo<br />

untuk (Wu l2 ln 2 )/8 dan menamakan Mo adalah momen statis total terfaktor.<br />

Pasal tersebut menyatakan “jumlah absolut dari momen terfaktor positif<br />

dan momen terfaktor negatif rata-rata dalam masing-masing arah tidak<br />

boleh kurang dari Mo atau<br />

<br />

+ Mpos ≥ Mo =<br />

<br />

<br />

<br />

dimana : Wu = beban terfaktor per satuan luas<br />

ln = bentang bersih dalam arah mana momen dihitung,<br />

30<br />

diukur dari muka kolom, kepala kolom, konsol pendek<br />

atau dinding. ln tidak boleh kurang dari 0,65 ln (SNI 03-<br />

2847-2002 pasal 15.6.2).(5)<br />

l1 = panjang bentang di dalam arah mana momen<br />

ditentukan, diukur dari pusat ke pusat tumpuan<br />

l2 = panjang bentang transversal, diukur dari pusat ke pusat<br />

tumpuan<br />

2.4.1.3 Perbandingan Kekakuan Relatif dari Balok Memanjang Terhadap<br />

Pelat<br />

Bila balok-balok digunakan sepanjang garis-garis kolom dalam<br />

suatu lantai dua arah, parameter penting yang mempengaruhi perencanaan


adalah ukuran relatif dari balok terhadap tebal pelat. Parameter ini secara<br />

terbalik diukur dengan perbandingan α dari kekakuan lentur Ecb Ib dari<br />

balok terhadap kekakuan lentur Ecs Is dari pelat di dalam penampang<br />

transversal dari portal. Modulus elastisitas yang terpisah, Ecb dan Ecs,<br />

untuk masing-masing balok dan pelat, dimaksudkan untuk kemungkinan<br />

kekuatan balok dan pelat yang berbeda. Momen inersia Ib dan Is adalah<br />

penampang kasar balok dan pelat, sehingga didapatkan persamaan<br />

α = <br />

<br />

Momen inersia dari penampang balok dengan flens terhadap<br />

sumbu pusat dapat ditunjukkan sebagai<br />

Ib = k <br />

<br />

dalam mana nilai k didapat dari persamaan<br />

k = <br />

<br />

dimana : h = tinggi total balok<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

t = tebal total pelat<br />

bE = lebar efektif flens<br />

bw = lebar badan balok<br />

Persamaan di atas menyatakan tetapan tanpa dimensi k di dalam<br />

fungsi dari (bE / bw) dan (t / h). Nilai-nilai cirian dari k disajikan dalam<br />

tabel berikut.<br />

31


Tabel 5. Nilai-nilai k di dalam (bE / bw) dan (t / h)<br />

t / h<br />

2<br />

bE / bw<br />

3 4<br />

0,1 1,222 1,407 1,564<br />

0,2 1,328 1,564 1,744<br />

0,3 1,366 1,605 1,777<br />

0,4 1,372 1,608 1,781<br />

0,5 1,375 1,625 1,825<br />

0,6 1,396 1,694 1,956<br />

0,7 1,454 1,844 1,212<br />

0,8 1,565 2,098 2,621<br />

0,9 1,743 2,477 3,209<br />

1,0 2,000 3,000 4,000<br />

2.4.1.4 Distribusi Momen di Arah Longitudinal<br />

Dalam metode perencanaan langsung, kurva-kurva di arah panjang<br />

bentang tidak perlu dihitung dengan analisis elastis dari portal kaku<br />

ekuivalen terhadap berbagai pola pembebanan, akan tetapi untuk keadaan<br />

yang teratur momen-momen ditentukan secara nominal, dengan<br />

penyesuaian tambahan untuk pengaruh pola pembebanan.<br />

SNI 03-2847-2002 pasal 15.6.3).(2) pada bentang interior, momen<br />

statis total terfaktor Mo harus didistribusikan sebagai berikut :<br />

Momen negatif terfaktor ................................... 0,65<br />

Momen positif terfaktor .................................... 0,35<br />

Sedangkan pada bentang tepi, momen statis total terfaktor Mo harus<br />

didistribusikan sebagai berikut :<br />

32


Momen negatif<br />

terfaktor interior<br />

Momen positif<br />

terfaktor<br />

Momen negatif<br />

terfaktor eksterior<br />

Tabel 6. Faktor Distribusi Momen Mo Bentang Eksterior<br />

33<br />

( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )<br />

tepi eksterior<br />

tidak ditahan<br />

pelat dengan<br />

balok di antara<br />

semua tumpuan<br />

pelat tanpa balok di antara<br />

tumpuan interior<br />

tanpa balok<br />

tepi<br />

dengan balok<br />

tepi<br />

tepi eksterior<br />

ditahan<br />

sepenuhnya<br />

0,75 0,70 0,70 0,70 0,65<br />

0,65 0,57 0,52 0,50 0,35<br />

0,00 0,16 0,26 0,30 0,65<br />

Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 15.6.7), momen statis total<br />

terfaktor boleh dimodifikasi sebesar 10 persen asalkan momen statis total<br />

terfaktor Mo untuk suatu panel dalam arah yang ditinjau tidak kurang dari<br />

yang disyaratkan, yaitu (Wu l2 ln 2 )/8.<br />

2.4.1.5 Pengaruh Pola Pembebanan Pada Momen Positif<br />

Metode perencanaan langsung sangat peka terhadap perubahan<br />

momen positif lapangan sistem lantai berbentang banyak, apabila tidak<br />

semua bentang secara simultan dibebani. Bila beban bekerja pada bentang<br />

tersebut secara selang-seling perubahan momen negatif di tumpuan<br />

biasanya kecil, sedangkan perubahan momen positif lapangan cukup besar.<br />

Bila perbandingan beban hidup dengan beban mati cukup besar, maka<br />

perubahan momen positif tadi dapat mencapai 50 persen dari yang<br />

diperoleh dengan cara beban didistribusikan secara merata. Pertambahan<br />

momen positif ini dapat mengakibatkan defleksi yang berlebihan dan retak


pada panel interior. Hal ini dapat dikurangi dengan cara memperkaku<br />

kolom.<br />

Ketentuan mengenai pengaruh pola pembebanan bila rasio βa<br />

antara beban mati terhadap beban hidup kurang dari 2. Salah satu<br />

ketentuan berikut harus dipenuhi, yaitu :<br />

1. Jumlah kekakuan lentur kolom di atas dan di bawah pelat harus<br />

sedemikian hingga αc tidak kurang dari αmin yang ditentukan pada<br />

tabel di bawah ini.<br />

2. Bila αc dari kolom di atas dan di bawah pelat kurang dari αmin yang<br />

disyaratkan dalam tabel, maka momen positif terfaktor pada panel<br />

yang didukung kolom tersebut harus dikalikan dengan koefisien δs<br />

dari persamaan berikut :<br />

δs = 1+ β <br />

β <br />

1 <br />

<br />

dimana : βa = rasio dari beban mati terhadap beban hidup per unit luas<br />

αc = perbandingan dari kekakuan kolom terhadap kekakuan<br />

pelat dan balok<br />

= Σ Kc / (Σ Ks + Σ Kb)<br />

αmin = harga yang diberikan tabel di bawah ini<br />

34


Tabel 7. Nilai αmin<br />

β<br />

Rasio dari<br />

l1 / l2 0<br />

Kekakuan relatif balok, α<br />

0,5 1,0 2,0 4,0<br />

2,0 0,5-2,0 0 0 0 0 0<br />

1,0 0,5 0,6 0 0 0 0<br />

0,8 0,7 0 0 0 0<br />

1,0 0,7 0,1 0 0 0<br />

1,25 0,8 0,4 0 0 0<br />

2,0 1,2 0,5 0,2 0 0<br />

0,5 0,5 1,3 0,3 0 0 0<br />

0,8 1,5 0,5 0,2 0 0<br />

1,0 1,6 0,6 0,2 0 0<br />

1,25 1,9 1,0 0,5 0 0<br />

2,0 4,9 1,6 0,8 0,3 0<br />

0,33 0,5 1,8 0,5 0,1 0 0<br />

0,8 2,0 0,9 0,3 0 0<br />

1,0 2,3 0,9 0,4 0 0<br />

1,25 2,8 1,5 0,8 0,2 0<br />

2,0 13,0 2,6 1,2 0,5 0,3<br />

Untuk setengah jalur kolom yang sejajar dengan suatu tepi luar,adalah konservatif<br />

dan diijinkan untuk menggunakan harga αc yang dihitung untuk kolom dalam<br />

yang berdekatan jika ukurannya sama dengan kolom luar.<br />

2.5 Balok Beton Bertulang<br />

2.5.1 Perencanaan Penulangan Lentur Pada Balok Bertulangan Tarik<br />

Suatu balok bentang sederhana yang menerima beban akan<br />

mengalami deformasi lentur di dalam balok tersebut akibat adanya momen<br />

lentur. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan terjadi di<br />

bagian atas penampang balok dan regangan tarik di bagian bawah<br />

penampang. Regangan-regangan tersebut mengakibatkan timbulnya<br />

35


tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan berada<br />

di bagian atas dan tegangan tarik berada pada bagian bawah. Agar<br />

stabilitasnya terjamin, balok sebagai bagian dari sistem yang menahan<br />

lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut. Untuk<br />

memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur,<br />

sifat utama bahwa beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan<br />

menjadi dasar pertimbangan. Dengan cara memperkuat menggunakan<br />

batang tulangan pada daerah dimana tegangan tarik bekerja akan didapat<br />

suatu susunan bahan yang akan memberikan kemampuan untuk melawan<br />

lenturan.<br />

Karena tulangan dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, maka<br />

secara teoritis balok tersebut disebut sebagai balok bertulangan tarik saja.<br />

Walaupun kebutuhan tulangan pada bagian tarik saja, untuk membentuk<br />

kerangka yang stabil pada masing-masing sudut komponen harus<br />

dipasangi tulangan.<br />

Dengan mengambil bentuk persegi panjang, seperti pada gambar<br />

10, insentisitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar 0,85 fc’<br />

dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b<br />

dan sedalam a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus : a = β1 . c.<br />

dimana : c = jarak serat tekan terluar ke garis netral<br />

β1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton<br />

Standar SNI 03-2847-2002 pasal 12.2.7) (3) menetapkan nilai β1<br />

harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan fc’ lebih<br />

36


kecil daripada atau sama dengan 30 MPa. Untuk beton dengan nilai kuat<br />

tekan di atas 30 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap<br />

kelebihan 7 MPa di atas 30 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari<br />

0,65. Dari berbagai hasil penelitian dan pengujian telah terbukti bahwa<br />

hasil perhitungan tegangan persegi empat equivalen tersebut memberikan<br />

hasil yang mendekati terhadap tegangan aktual yang rumit. Sebuah<br />

isometrik hubungan gaya-gaya dalam dapat dilihat pada gambar di bawah<br />

ini. Dengan menggunakan distribusi tegangan bentuk persegi empat<br />

equivalen serta anggapan kuat rencana yang diberlakukan, dapat<br />

ditentukan besarnya kuat lentur ideal Mn dari balok beton bertulang empat<br />

persegi bertulangan tarik saja.<br />

Gambar 5. Analisa Balok Bertulangan Tarik<br />

Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa<br />

sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu<br />

mendukung beban kerja dan masih mempunyai cadangan kekuatan untuk<br />

menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami runtuh.<br />

Apabila penampang balok mengandung jumlah tulangan lebih banyak dari<br />

37


yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, maka<br />

penampang demikian disebut bertulangan lebih (over reinforced).<br />

Berlebihnya tulangan mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah yang<br />

mengakibatkan beton lebih dulu mencapai regangan maksimum 0,003<br />

sebelum tulangan tarik luluh. Apabila balok tersebut dibebani momen<br />

yang lebih besar lagi regangannya semakin lebih besar, sehingga<br />

kemampuan regangan beton terlampaui, maka akan terjadi keruntuhan<br />

dengan beton hancur secara mendadak tanpa diawali gejala tertentu.<br />

Sedangkan apabila suatu penampang memiliki tulangan kurang<br />

dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang<br />

demikian disebut bertulangan kurang (under reinforced). Letak garis netral<br />

akan lebih naik dan tulangan tarik akan mencapai regangan luluhnya lebih<br />

dahulu sebelum beton mencapai regangan maksimum 0,003. Proses<br />

tersebut berlanjut sampai suatu saat daerah tekan tidak mampu menahan<br />

tekan dan hancur sebagai efek sekunder. Cara hancur demikian<br />

dipengaruhi oleh peristiwa meluluhnya tulangan tarik dimana lendutan<br />

balok meningkat tajam sehingga dapat menjadi tanda awal kehancuran.<br />

Analisa penampang balok terlentur dilakukan dengan terlebih<br />

dahulu mengetahui dimensi unsur-unsur penampang balok yang terdiri<br />

dari jumlah dan ukuran tulangan baja dan beton, sedangkan yang dicari<br />

adalah kekuatan balok.<br />

Dalam proses untuk fy dan fc’ tertentu yang harus ditetapkan<br />

adalah dimensi lebar balok, tinggi balok dan luas penampang tulangan.<br />

38


Dari tiga besaran perencanaan tersebut didapatkan banyak sekali<br />

kemungkinan kombinasi antar ketiganya yang dapat memenuhi kebutuhan<br />

kuat momen untuk penggunaan tertentu. Dengan memanfaatkan hubungan<br />

internal yang sudah diketahui, maka dapat dilakukan modifikasi-<br />

modifikasi tertentu agar proses perencanaan dapat lebih disederhanakan.<br />

Rumus kekuatan balok beton bertulang penampang persegi bertulangan<br />

tarik yaitu :<br />

MR = φ . ND . z = φ . NT . z dan MR = φ (0,85 fc’) b. a (d – ½ a)<br />

dimana : a = . <br />

0,85 ' <br />

Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut dapat dilakukan<br />

penyederhanaan dengan cara mengembangkan besaran tertentu sedemikian<br />

hingga dapat disusun dalam bentuk daftar.<br />

ρ = <br />

atau As = ρ b d<br />

dan kemudian ditetapkan nilai ω =<br />

a = . <br />

,<br />

. <br />

, maka :<br />

,<br />

persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke dalam rumus MR, didapat :<br />

MR = φ (0,85 fc’) b <br />

<br />

,<br />

MR = φ . b . d 2 fc’ ω (1 – 0,59 ω)<br />

<br />

, <br />

dari persamaan tersebut didapat bilangan k, sebagai berikut :<br />

k = fc’ ω (1 – 0,59 ω)<br />

Bilangan k disebut sebagai koefisien tahanan yang nilainya tergantung<br />

pada ρ, fc’ dan fy. Tabel A-8 sampai dengan A-37 pada buku Istimawan<br />

39


Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang, memberikan nilai k dalam satuan<br />

MPa untuk setiap nilai ρ dengan berbagai pasangan fc’ dan fy. Dengan<br />

demikian ungkapan secara umum untuk nilai MR menjadi :<br />

MR = φ . b . d 2 k<br />

Dengan demikian ringkasan perencanaan balok bertulangan tarik<br />

adalah sebagai berikut :<br />

a. Mengubah beban atau momen menjadi beban atau momen rencana<br />

dan mungkin termasuk menentukan perkiraan berat sendiri balok yang<br />

belum diketahui dimensinya untuk diperhitungkan sebagai beban mati.<br />

Dimensi balok (tinggi dan lebar balok) terpilih agar memenuhi syarat<br />

dan berupa bilangan bulat.<br />

b. Memilih rasio penulangan yang diperlukan dengan menggunakan<br />

tabel A-4 (buku Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)<br />

untuk menentukan nilai ρ, kecuali bila dimensi balok terlalu kecil atau<br />

memang dikehendaki pengurangan penulangan. Dimana rasio<br />

penulangan (ρ) tersebut harus memenuhi syarat :<br />

ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks<br />

c. Dari tabel A-8 sampai A-37 (buku Istimawan Dipohusodo, Struktur<br />

Beton Bertulang) didapat harga k (koefisien tahanan).<br />

d. Memperkirakan nilai b (lebar balok) dan kemudian menghitung nilai d<br />

(tinggi efektif balok) yang diperlukan dengan rumus :<br />

dperlu = <br />

<br />

40


Apabila rasio d/b memenuhi syarat (1,5-2,2) maka dimensi tersebut<br />

dapat dipakai untuk balok yang direncanakan.<br />

e. Menghitung h (tinggi balok), kemudian menghitung ulang berat balok<br />

dan bandingkan berat balok tersebut dengan berat balok yang sudah<br />

dimasukkan dalam perhitungan.<br />

f. Melakukan revisi hitungan momen rencana Mu dengan menggunakan<br />

hasil hitungan berat sendiri balok yang terakhir.<br />

g. Dengan menggunakan nilai b, k dan nilai Mu yang baru didapat<br />

kemudian dihitung nilai dperlu dan diperiksa apakah rasio d/b<br />

memenuhi syarat.<br />

h. Menghitung As yang diperlukan, dimana Asperlu = ρ . b . d<br />

i. Memilih batang tulangan yang akan digunakan serta memeriksa<br />

apakah batang tulangan dapat dipasang pada balok dalam satu lapis.<br />

j. Menentukan nilai h, bila perlu dengan pembulatan ke atas (dalam cm)<br />

untuk mendapatkan nilai bilangan bulat yang baik. Hal demikian<br />

mungkin akan mengakibatkan tinggi efektif aktual lebih besar<br />

daripada tinggi efektif rencana dan berarti hasil rancangan akan sedikit<br />

konservatif (berada pada keadaan yang lebih aman).<br />

k. Dibuat sketsa hasil rancangan.<br />

2.5.2 Perencanaan Penulangan Lentur Pada Balok Bertulangan Rangkap<br />

Suatu penampang balok dengan kuat bahan tertentu, momen<br />

tahanan maksimumnya dihitung dengan menggunakan nilai k yang sesuai<br />

41


dengan nilai ρmax yang bersangkutan. Nilai k merupakan fungsi dari rasio<br />

penulangan ρ, sedangkan batas ρmax untuk balok bertulangan tarik saja<br />

sebesar 0,75 ρb.<br />

Apabila penampang tersebut dikehendaki untuk menopang beban<br />

yang lebih besar daripada kapasitasnya, sementara pertimbangan teknis<br />

dan arsitektural membatasi dimensi balok, maka diperlukan usaha-usaha<br />

lain untuk memperbesar kuat momen penampang balok yang sudah<br />

tertentu dimensinya tersebut. Apabila hal tersebut yang dihadapi, maka<br />

diperbolehkan penambahan tulangan tarik lebih dari batas nilai ρmax<br />

bersamaan dengan penambahan tulangan di daerah tekan. Hasilnya adalah<br />

balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan tarik dipasang di<br />

daerah tarik dan tulangan tekan di daerah tekan.<br />

Upaya meningkatkan kuat lentur suatu balok dengan penggunaan<br />

tulangan tekan ternyata merupakan cara yang kurang efisien terutama di<br />

tinjau dari segi ekonomi dan pelaksanaannya dibandingkan dengan<br />

manfaat yang didapat. Dengan usaha mempertahankan dimensi balok tetap<br />

kecil pada umumnya akan mengundang masalah lendutan dan perlunya<br />

menambah jumlah tulangan geser pada daerah tumpuan sehingga akan<br />

mempersulit pelaksanaan pemasangannya.<br />

Anggapan-anggapan dasar yang digunakan untuk analisis balok<br />

bertulangan rangkap pada dasarnya hampir sama dengan analisis pada<br />

balok bertulangan tarik saja. Hanya ada satu tambahan anggapan yang<br />

penting ialah bahwa tegangan tulangan baja tekan (fs’) merupakan fungsi<br />

dari regangannya tepat pada titik berat tulangan baja tekan.<br />

42


Dengan dua bahan yang berbeda yang akan menahan gaya tekan<br />

ND yaitu beton dan baja tekan, maka gaya tekan total terbagi menjadi dua<br />

komponen ialah gaya tekan yang ditahan oleh beton ND1 dan yang ditahan<br />

oleh tulangan baja tekan ND2. Selanjutnya di dalam analisis momen<br />

tahanan dalam total dan balok diperhitungkan terdiri dari dua bagian atau<br />

dua kopel momen dalam, yaitu kopel pasangan beton tekan dengan<br />

tulangan baja tarik dan pasangan tulangan baja tekan dengan tambahan<br />

tulangan baja tarik. Kedua kopel momen dalam seperti tergambar pada<br />

gambar di bawah ini, dimana kuat momen total balok bertulangan rangkap<br />

merupakan penjumlahan kedua kopel momen dalam dengan mengabaikan<br />

luas beton tekan yang ditempati oleh tulangan baja tekan.<br />

Gambar 6. Analisa Balok Bertulangan Rangkap<br />

Dengan demikian ringkasan langkah-langkah perencanaan balok<br />

bertulangan rangkap adalah sebagai berikut :<br />

Ukuran penampang balok sudah ditentukan<br />

a. Mengasumsikan bahwa d = h - 100 mm<br />

b. Menghitung momen rencana total Mu.<br />

43


c. Dilakukan pemeriksaan apakah benar-benar perlu balok bertulangan<br />

rangkap. Dari tabel apendiks A diperoleh nilai k maksimum untuk<br />

digunakan menghitung MR balok bertulangan tarik saja.<br />

MR maks = φ . b . d 2 k<br />

d. Apabila MR < Mu, rencanakan balok sebagai balok bertulangan<br />

rangkap, dan apabila MR ≥ Mu, balok direncanakan sebagai balok<br />

bertulangan tarik saja.<br />

Apabila harus direncanakan sebagai balok bertulangan rangkap :<br />

e. Menghitung rasio penulangan pasangan kopel gaya beton tekan dan<br />

tulangan baja tarik, ρ = 0,90 (ρmaks) = 0,90 (0,75 ρb)<br />

Nilai ρ tersebut digunakan untuk mencari harga k pada tabel.<br />

f. Menentukan kapasitas momen dari pasangan kopel gaya beton tekan<br />

dan tulangan baja tarik.<br />

MR1 = φ . b . d 2 k<br />

Menghitung tulangan baja tarik yang diperlukan untuk pasangan kopel<br />

gaya beton tekan dan tulangan baja tarik,<br />

As1perlu = ρ . b . d<br />

g. Menghitung selisih momen, atau momen yang harus ditahan oleh<br />

pasangan gaya tulangan tekan dan tarik tambahan, MR2 = Mu - MR1<br />

h. Dengan berdasarkan pada pasangan kopel gaya tulangan baja tekan<br />

dan tarik tambahan, dihitung gaya tekan pada tulangan yang<br />

diperlukan (asumsikan bahwa d’ = 70 mm).<br />

ND2 = <br />

<br />

44


i. Dengan ND2 = As’ . fs’, menghitung fs’ sedemikian sehingga As’ dapat<br />

ditentukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan letak<br />

garis netral dari pasangan gaya beton tekan dan tulangan baja tarik<br />

kemudian memeriksa regangan εs’ pada tulangan tekan, sedangkan<br />

nilai εy didapat dari tabel.<br />

a = <br />

, <br />

c = <br />

εs’ =<br />

<br />

<br />

<br />

0,003<br />

Apabila εs' ≥ εy, tulangan baja tekan telah meluluh pada momen<br />

ultimit dan fs' = fy, sedangkan apabila εs’ < εy, dihitung fs' = εs' . Es<br />

dan gunakan tegangan tersebut untuk langkah berikutnya.<br />

j. Karena ND2 = As' . fs', maka As'perlu = <br />

<br />

k. Menghitung As2perlu,<br />

As2perlu = <br />

<br />

l. Menghitung jumlah luas tulangan baja tarik total yang diperlukan,<br />

As = As1 + As2<br />

m. Memilih batang tulangan baja tekan As’.<br />

n. Memilih batang tulangan baja tarik As yang dipakai. Memeriksa lebar<br />

balok dan mengusahakan agar tulangan dapat dipasang satu lapis saja.<br />

o. Memeriksa daktual dan bandingkan dengan dteoritis. Apabila daktual sedikit<br />

lebih besar berarti rancangan lebih aman. Apabila daktual lebih kecil<br />

berarti perencanaan kurang aman, dilakukan perencanaan ulang.<br />

p. Membuat sketsa rancangan.<br />

45


2.5.3 Perencanaan Balok T<br />

Dalam merencanakan balok T, pada langkah awal disarankan untuk<br />

memeriksa apakah balok tersebut berperilaku sebagai balok persegi atau<br />

balok T murni. Apabila berlaku sebagai balok persegi, maka prosedur<br />

perencanaan sama dengan yang dilakukan pada perencanaan balok persegi<br />

bertulangan tarik. Sedangkan apabila berlaku sebagai balok T murni<br />

perencanaan dilakukan dengan cara perkiraan yang kemudian diikuti<br />

dengan analisis. Berdasarkan pada bentuknya, umumnya flens<br />

menyediakan daerah tekan lebih dari cukup sehingga blok tegangan tekan<br />

seluruhnya terletak di daerah flens. Sehingga hampir selalu dijumpai<br />

bahwa balok T umumnya direncanakan sebagai balok T persegi.<br />

Perencanaan balok T adalah proses menentukan tebal dan lebar<br />

flens, lebar dan tinggi efektif badan balok, serta luas tulangan tarik. Dalam<br />

perencanaan balok T yang mendukung momen lentur positif, umumnya<br />

sebagian dari kelima bilangan sudah diketahui terlebih dahulu. Penentuan<br />

tebal flens biasanya tidak lepas dari perencanaan struktur pelat, sedangkan<br />

dimensi balok terkait dengan kebutuhan menahan gaya geser dan momen<br />

lentur yang timbul pada dukungan dan di tengah bentang struktur balok<br />

menerus. Sedangkan untuk lebar flens efektif (b), SNI 03-2847-2002<br />

memberikan batasan mengenai lebar tersebut. Keharusan untuk<br />

mempertimbangkan segi pelaksanaan atau hubungan dengan struktur<br />

lainnya juga mempengaruhi penentuan lebar badan balok, misalnya ukuran<br />

kolom ataupun sistem pelaksanaan pembuatan acuan (cetakan).<br />

46


Sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 12.5 ayat 2),<br />

rasio penulangan aktual ditentukan dengan menggunakan lebar badan<br />

balok (bw) dan bukannya lebar flens efektif (b). Ketentuan tersebut berlaku<br />

apabila badan balok dalam keadaan tertarik. Pada umumnya kapasitas<br />

momen tahanan ditentukan oleh luluhnya baja tulangan tarik, karena itu<br />

flens balok T menyediakan daerah tekan yang relatif luas. Maka dari itu,<br />

cukup aman bila dilakukan anggapan bahwa baja tulangan tarik akan<br />

meluluh sebelum beton mencapai regangan tekan batas dan kemudian<br />

hancur. Gaya tarik total NT pada keadaan batas (ultimit) dihitung dengan<br />

menggunakan persamaan sebagai berikut :<br />

NT = As . fy<br />

Untuk proses analisis harus diketahui terlebih dahulu bentuk blok<br />

tegangan tekan. Seperti halnya pada analisis balok persegi, gaya tekan<br />

total ND harus seimbang dan sama dengan gaya tarik total NT. Bentuk blok<br />

tegangan tekan harus sesuai dengan luasan daerah beton tekan. Dengan<br />

demikian terdapat dua kemungkinan keadaan yang akan terjadi, blok<br />

tegangan tekan seluruhnya masuk di dalam daerah flens, atau meliputi<br />

seluruh daerah flens ditambah sebagian lagi masuk di badan balok.<br />

Berdasarkan dua kemungkinan tersebut ditetapkan dua terminologi<br />

analisis, ialah balok T persegi dan balok T murni. Perbedaan antara<br />

keduanya di samping perbedaan bentuk blok tegangannya adalah bahwa<br />

pada balok T persegi dengan lebar flens efektif b dilakukan analisis dengan<br />

cara sama seperti balok persegi dengan lebar b (lebar flens), dengan<br />

47


mengabaikan daerah beton tertarik, sementara untuk balok T murni<br />

dilaksanakan dengan memperhitungkan blok tegangan tekan mencakup<br />

daerah kerja berbentuk huruf T seperti tergambar di bawah ini.<br />

Gambar 7. Analisa Balok T<br />

Dari segenap uraian di atas dapat diringkas langkah-langkah atau<br />

ikhtisar perencanaan balok T sebagai berikut :<br />

a. Menghitung momen rencana, Mu<br />

b. Menetapkan tinggi efektif, d<br />

c. Menetapkan lebar flens efektif menggunakan ketentuan SNI 03-2847-<br />

2002 pasal 10.10.<br />

d. Menghitung momen tahanan MR dengan anggapan bahwa seluruh<br />

daerah flens efektif untuk tekan.<br />

MR = φ (0,85 fc’) b . hf (d – ½ hf)<br />

e. Apabila MR > Mu, balok akan berperilaku sebagai balok T persegi<br />

dengan lebar b, dan apabila MR < Mu, balok berperilaku sebagai balok<br />

T murni.<br />

48


Apabila dihitung sebagai balok T persegi langkah selanjutnya adalah :<br />

f. Merencanakan sebagai balok T persegi dengan nilai b dan d yang<br />

sudah diketahui, selanjutnya menghitung kperlu,<br />

kperlu = <br />

<br />

g. Dari tabel Apendiks A menentukan nilai ρ berdasarkan nilai kperlu<br />

yang didapat.<br />

h. Menghitung Asperlu = ρ b d<br />

i. Pilih batang tulangan baja tarik dan periksa lebar balok. Periksalah<br />

daktual dibandingkan dengan d yang ditetapkan. Bila daktual melebihi d<br />

yang dihitung (dteoritis) berarti rancangan agak konservatif (pada posisi<br />

aman). Apabila daktual kurang dari dteoritis, berarti rancangan tidak aman<br />

dan kemungkinan perencanaan harus diulang.<br />

j. Memeriksa ρmin,<br />

ρmin = ,<br />

<br />

dan ρaktual = <br />

<br />

Dimana ρaktual harus lebih besar dari ρmin. Apabila tidak maka harus<br />

dirancang ulang.<br />

k. Pemeriksaan persyaratan daktilitas menggunakan ungkapan As(maks)<br />

dari tabel 3-1, dimana As(maks) harus lebih besar dari Asaktual.<br />

l. Membuat sketsa rancangan.<br />

Apabila dihitung sebagai balok T murni, langkah penyelesaiannya adalah :<br />

f. Menentukan z = d – ½ hf<br />

g. Menghitung As yang diperlukan berdasarkan hasil dari langkah f,<br />

As = <br />

<br />

49


h.<br />

i.<br />

j.<br />

Memilih bbatang<br />

tulanngan<br />

tarik dan d periksa lebar balokk.<br />

Menentukkan<br />

tinggi eefektif<br />

aktua al (daktual), ddan<br />

lakukan analisis bal lok.<br />

Membuatt<br />

sketsa ranccangan.<br />

2.5.4 Koontrol<br />

Kuat<br />

Torsi (Puuntir)<br />

Gaya<br />

torsi terjaddi<br />

pada wak ktu suatu koomponen<br />

sttruktur<br />

mem mikul<br />

bebban<br />

gaya seedemikian<br />

hingga terp puntir terhaddap<br />

sumbu memanjan ngnya.<br />

Paada<br />

struktur bangunan jjuga<br />

terdap pat komponeen-komponnen<br />

struktur yang<br />

meengalami<br />

gaaya<br />

puntir aatau<br />

torsi da an seringkalli<br />

timbul beersamaan<br />

de engan<br />

lenntur<br />

dan geeser.<br />

Contohh<br />

yang pal ling mudah adalah ballok<br />

anak se eperti<br />

tammpak<br />

pada gambar 8. Balok indu uk B1 teranngkai<br />

sebaggai<br />

satu kes satuan<br />

ranngka<br />

monollit<br />

dengan bbalok<br />

anak BA1 seperrti<br />

tampak ppada<br />

gamba ar 8a.<br />

Paada<br />

gambar 8b tampak bahwa seb bagai akibatt<br />

sifat kekakkuannya<br />

ter rsebut<br />

timmbul<br />

momeen<br />

di temppat<br />

dukunga an balok aanak<br />

BA1<br />

meengakibatkaan<br />

gaya punntir<br />

terhadap p balok induuk.<br />

Gammbar<br />

8. Torsi i pada Balok<br />

50<br />

dan mome en ini


Pada ppenampang<br />

persegi, teg gangan geseer<br />

torsi makksimum<br />

vt te erjadi<br />

padda<br />

titik tenggah<br />

dari sissi<br />

yang pan njang dan arrah<br />

kerjanyya<br />

sejajar de engan<br />

sissi<br />

tersebut seperti<br />

tamppak<br />

pada gam mbar 9. Nillai<br />

vt meruppakan<br />

fungs si dari<br />

perrbandingan<br />

sisi panjanng<br />

y terhadap p sisi pendeek<br />

x, dan terrsusun<br />

hubu ungan<br />

sebbagai<br />

berikuut<br />

:<br />

vt =<br />

Gambar 99.<br />

Distribusii<br />

Tegangan Torsi T pada Peenampang<br />

Balok<br />

Gaya<br />

geser torsi<br />

akan timbu ul di permuukaan<br />

batanng<br />

terpuntir<br />

dan<br />

cennderung<br />

meenyebabkann<br />

terjadinya retak tarik diagonal saama<br />

seperti yang<br />

diaakibatkan<br />

ooleh<br />

gaya ggeser<br />

lentu ur, akan tettapi<br />

gaya ggeser<br />

torsi akan<br />

bekkerja<br />

padaa<br />

arah yaang<br />

berlaw wanan untuuk<br />

sisi peenampang<br />

berrhadapan.<br />

KKarena<br />

padda<br />

umumnya<br />

gaya geser<br />

dan torssi<br />

muncul secara s<br />

tarrik<br />

diagonaal<br />

pada satuu<br />

sisi perm mukaan penaampang<br />

baatang<br />

merup pakan<br />

pennjumlahan<br />

dari keduaanya.<br />

Apab bila demikiaan<br />

halnya, dan lebih- -lebih<br />

51<br />

yang<br />

berrsamaan<br />

attau<br />

bahkan berinteraks si satu samma<br />

lain, tinjjauan<br />

efek gaya


apaabila<br />

kuat ttarik<br />

beton terlampaui i maka akann<br />

dapat diliihat<br />

bahwa pada<br />

perrmukaan<br />

teerjadi<br />

retak beton yang<br />

kurang leebih<br />

membbentuk<br />

sudu ut 45 o<br />

terrhadap<br />

summbu<br />

batang<br />

Deengan<br />

demmikian,<br />

dipeerlukan<br />

ba atang tulanngan<br />

baja<br />

meelintang<br />

teerhadap<br />

araah<br />

retakan n sedemikiaan<br />

sehinggga<br />

mengha alangi<br />

ballok<br />

terpuntiir.<br />

Gaambar<br />

10. Poola<br />

Runtuh BBalok<br />

Akibat t Kombinasi Gaya Geser dan Torsi<br />

Dalamm<br />

merencanaakan<br />

tulang gan torsi, paada<br />

SNI 03- 2847-2002 pasal<br />

13.6<br />

diberikaan<br />

ketentuaan<br />

dimana<br />

betton<br />

bertulanng<br />

atau pennampang<br />

per rsegi atau ddengan<br />

flenss<br />

yang mene erima<br />

bebban<br />

kombinnasi<br />

geser ddan<br />

torsi, da an pengaruhh<br />

torsi haruss<br />

diperhitun ngkan<br />

terrsebut<br />

melammpaui<br />

φ[(1/20√fy’)Σx<br />

2 y]. y Sedangkkan<br />

untuk sstruktur<br />

stat tis tak<br />

tenntu<br />

dimana terjadi pengurangan<br />

momen m torsii<br />

pada kommponennya<br />

akibat a<br />

terj rjadi redistrribusi<br />

gayaa-gaya<br />

dala am, nilai TTu<br />

dapat dikkurangi<br />

me enjadi<br />

φ[( (1/3√fy’)Σ1/ /3x 2 y].<br />

komponen n struktur<br />

padda<br />

arah meemanjang<br />

bbalok<br />

dan letaknya diisebar<br />

meraata<br />

di seke eliling<br />

ditetapkan<br />

tersebut, liihat<br />

gamba ar 10.<br />

untuk dipa asang<br />

kerruntuhan<br />

leebih<br />

lanjut. Tulangan torsi pada balok umuumnya<br />

dipa asang<br />

untuk kommponen<br />

str ruktur<br />

berrsama<br />

geseer<br />

dan lentuur<br />

apabila momen terrfaktor<br />

Tu pada komp ponen<br />

52


Untuk ringkasan atau ikhtisar langkah-langkah perencanaan<br />

penulangan torsi pada umumnya dilakukan dengan urutan sebagai berikut :<br />

a. Tentukan apakah momen torsi berupa torsi keseimbangan atau<br />

keserasian.<br />

b. Tentukan penampang kritis, umumnya berjarak d dari muka tumpuan.<br />

Hitung momen torsi rencana Tu.<br />

Apabila Tu < φ [(1/24√fc’)Σx 2 y], efek torsi boleh diabaikan.<br />

c. Menghitung kuat torsi nominal Tc badan beton sederhana sebagai<br />

berikut :<br />

Tc =<br />

<br />

∑ <br />

, <br />

<br />

<br />

<br />

Dimana Ct = <br />

∑ <br />

Apabila komponen struktur mengalami gaya tarik aksial cukup besar,<br />

tulangan torsi harus direncanakan untuk memikul momen torsi total,<br />

dan nilai Tc dikalikan dengan<br />

1 0,30 <br />

<br />

<br />

Dimana Nu bernilai negatif untuk tarik.<br />

d. Diperiksa apakah Tu > φ Tc. Apabila tidak, efek torsi boleh diabaikan.<br />

Apabila Tu > φ Tc, hitunglah Ts, yaitu momen torsi yang harus ditahan<br />

oleh tulangan, dengan batasan sebagai berikut :<br />

Untuk torsi keseimbangan : Ts = Tn – Tc dan,<br />

Untuk torsi keserasian : Ts = (1/3√fy’)Σ1/3x 2 y – Tc, dipakai yang<br />

terkecil.<br />

53


e. Nilai Tn tidak kurang dari Tu / φ, dan apabila Ts > 4 Tc penampang<br />

harus diperbesar.<br />

f. Pilihlah tulangan sengkang tertutup sebagai tulangan melintang dan<br />

gunakan diameter minimum D10. Apabila jarak spasi sengkang s,<br />

hitunglah luas sengkang untuk torsi setiap satuan jarak lengan dengan<br />

menggunakan persamaan sebagai berikut :<br />

<br />

=<br />

<br />

<br />

g. Hitung penulangan geser yang diperlukan untuk Av tiap satuan jarak di<br />

dalam penampang melintang, dengan Vu adalah gaya geser luar<br />

rencana pada penampang kritis, sedangkan Vc adalah kuat geser<br />

nominal badan beton, dan Vs adalah gaya geser yang harus dipikul<br />

oleh sengkang :<br />

<br />

<br />

= <br />

<br />

Dimana Vs = Vn – Vc,<br />

Vc =<br />

<br />

<br />

, <br />

<br />

Nilai Vn tidak boleh kurang dari Vu / φ<br />

h. Hitunglah luas tulangan memanjang Al yang diperlukan untuk torsi<br />

dimana :<br />

Al = 2 <br />

Al = <br />

<br />

<br />

, <br />

<br />

<br />

<br />

<br />

2 <br />

Digunakan mana yang lebih besar, dan apabila dihitung dengan<br />

menggunakan persamaan yang kedua tidak boleh melebihi :<br />

<br />

54


Al = <br />

, <br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

i. Rencanakan tulangan dan buat sketsa rancangan.<br />

2.5.5 Penulangan Geser<br />

Dalam membahas balok terlentur hendaknya mempertimbangkan<br />

pula bahwa pada saat yang sama balok juga menahan gaya geser akibat<br />

lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya<br />

tegangan-tegangan tarik tambahan di tempat-tempat tertentu pada<br />

komponen struktur terlentur. Untuk komponen struktur beton bertulang,<br />

apabila gaya geser yang bekerja sedemikian besar hingga di luar<br />

kemampuan beton untuk menahannya, perlu memasang baja tulangan<br />

untuk menahan gaya geser tersebut.<br />

Tegangan geser dan lentur akan timbul di sepanjang komponen<br />

struktur dimana bekerja gaya geser dan momen lentur, dan penampang<br />

komponen mengalami tegangan-tegangan tersebut pada tempat-tempat<br />

selain di garis netral dan serat tepi penampang. Komposisi tegangan-<br />

tegangan tersebut di suatu tempat akan membentuk keseimbangan<br />

tegangan geser dan tegangan normal maksimum dalam satu bidang yang<br />

membentuk sudut kemiringan terhadap sumbu balok.<br />

Dasar pemikiran perencanaan penulangan geser adalah usaha<br />

menyediakan sejumlah tulangan untuk menahan gaya tarik arah tegak<br />

lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikian rupa sehingga mampu<br />

mencegah bukaan retak lebih lanjut.<br />

55


Perencanaan geser untuk komponen-komponen struktur terlentur<br />

didasarkan pada anggapan bahwa beton menahan sebagian dari gaya geser,<br />

sedangkan kelebihannya atau kekuatan geser di atas kemampuan beton<br />

untuk menahannya dilimpahkan kepada tulangan geser. Cara umum yang<br />

dilaksanakan dan lebih sering dipakai untuk penulangan geser adalah<br />

dengan pemasangan sengkang.<br />

Untuk komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja,<br />

persamaan 13.3.1) SNI 03-2847-2002 memberikan kapasitas kemampuan<br />

beton (tanpa penulangan geser) untuk menahan gaya geser adalah Vc.<br />

Vc = <br />

. <br />

Di dalam peraturan juga dinyatakan bahwa meskipun secara<br />

teoritis tidak perlu penulangan geser apabila Vu < φ Vc, akan tetapi<br />

peraturan mengharuskan untuk selalu menyediakan tulangan geser<br />

minimum untuk struktur yang mengalami lenturan kecuali pada pelat,<br />

balok beton rusuk, balok yang tingginya kurang dari 250 mm dan pada<br />

tempat dimana nilai Vu < ½ φ Vc.<br />

2.6 Kolom Beton Bertulang<br />

2.6.1 Persyaratan Detail Penulangan Kolom<br />

Pembatasan jumlah tulangan balok agar penampang berlaku daktail<br />

dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk kolom agak sukar karena<br />

beban aksial lebih dominan sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari.<br />

Jumlah luas tulangan pokok memanjang kolom dibatasi dengan rasio<br />

penulangan ρg antara 0,01 sampai dengan 0,08. Penulangan yang lazim<br />

56


dilakukan antara 1,5%-3% dari luas penampang kolom. Khusus untuk<br />

struktur bangunan berlantai banyak, kadang-kadang penulangan kolom<br />

dapat mencapai 4%, namun disarankan penulangan tidak melebihi 4% agar<br />

tulangan tidak berdesakan terutama pada titik pertemuan balok, pelat dan<br />

kolom.<br />

Gambar 11. Analisa Kolom<br />

Kolom sebagai bagian dari struktur bangunan, selain berfungsi<br />

menyangga beban aksial dan tekan vertikal juga berfungsi menahan<br />

kombinasi beban aksial dan momen lentur, sehingga kegagalan kolom<br />

merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Oleh karena<br />

itu, perencanaan kolom harus diperhitungkan secara cermat dengan<br />

memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada komponen struktur<br />

lainnya.<br />

Sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 12.9.2), penulangan pokok<br />

memanjang kolom berpengikat spiral minimal terdiri dari 6 batang,<br />

sedangkan untuk kolom berpengikat sengkang bentuk segi empat atau<br />

lingkaran terdiri dari 4 batang, dan untuk kolom dengan pengikat<br />

sengkang berbentuk segitiga minimal terdiri dari 3 batang tulangan. Dan<br />

57


pada pasal 9.6.3) menetapkan bahwa jarak bersih antara batang tulangan<br />

pokok memanjang kolom berpengikat sengkang atau spiral tidak boleh<br />

kurang dari 1,5db atau 40 mm. Persyaratan detail penulangan spiral pasal<br />

9.10.4) dimana diameter minimum batang adalah D10 dan umumnya tidak<br />

menggunakan tulangan lebih besar dari batang D16.<br />

2.6.2 Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Kecil<br />

Perencanaan kolom beton bertulang pada hakekatnya menentukan<br />

dimensi serta ukuran-ukuran, baik beton maupun tulangan baja. Sejak dari<br />

menentukan ukuran dan bentuk penampang kolom, menghitung kebutuhan<br />

penulangannya, sampai dengan memilih tulangan gesernya, sehingga<br />

didapat ukuran dan jarak spasi yang tepat.<br />

Karena Pu ≤ φ Pn(maks) maka dapat disusun ungkapan Agperlu<br />

berdasarkan pada kuat kolom Pu dan rasio penulangan ρg sebagai berikut :<br />

Untuk kolom dengan pengikat sengkang,<br />

Agperlu =<br />

<br />

, , <br />

Untuk kolom dengan pengikat spiral,<br />

Agperlu =<br />

<br />

, , <br />

2.6.3 Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Besar<br />

Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, diagram interaksi<br />

terutama diperuntukkan sebagai alat bantu analisis, sedangkan untuk<br />

proses perencanaan kolom dengan beban eksentris diagram tersebut<br />

digunakan untuk pendekatan dengan cara coba-coba.<br />

58


Keseimbangan gaya-gaya, ΣH = 0, pada penampang kolom pendek<br />

dengan beban aksial kolom eksentrisitas besar adalah :<br />

Pn = 0,85 fc’ b a + As’ fs’ – As fs<br />

Apabila penulangan tekan dan tarik simetris, As = As’, dan keduanya<br />

sudah mencapai luluh, maka didapatkan :<br />

Pn = 0,85 fc’ b a<br />

Keseimbangan momen terhadap pusat plastis atau titik berat geometris,<br />

dimana jarak eksentrisitas e ditentukan, Σ (momen) = 0, menghasilkan<br />

persamaan sebagai berikut :<br />

Pn = 0,85 fc’ b d 1 <br />

1 <br />

<br />

2 1 <br />

<br />

2.6.4 Struktur Kolom Langsing (Kolom Panjang)<br />

SNI 03-2847-2002 menggolongkan komponen struktur tekan<br />

menjadi dua, yaitu komponen struktur kolom pendek dan langsing.<br />

Semakin langsing atau semakin mudah suatu komponen struktur tekan<br />

melentur akan mengalami fenomena tekuk. Untuk mencegah tekuk yang<br />

tidak dikehendaki, diperlukan evaluasi terhadap reduksi kekuatan yang<br />

harus diberikan dalam perhitungan struktur kolom. Suatu kolom dikatakan<br />

langsing apabila dimensi atau ukuran penampang lintangnya kecil<br />

dibandingkan dengan tinggi bebasnya (tinggi yang tidak ditopangnya).<br />

Tingkat kelangsingan suatu struktur kolom diungkapkan sebagai<br />

rasio kelangsingan,<br />

<br />

<br />

59


dimana : k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan<br />

lu = panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang<br />

r = jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang<br />

60<br />

komponen struktur tekan = / ; ditetapkan 0,30 h<br />

dimana h ukuran dimensi kolom persegi pada arah<br />

bekerjanya momen; atau 0,25D, dimana D adalah<br />

diameter kolom bulat (SNI 03-2847-2002 pasal 12.11.2)<br />

Untuk memperhitungkan momen rencana yang diperbesar akibat<br />

dari kelangsingan, sudah tentu harus dilakukan pemeriksaan terlebih<br />

dahulu untuk menentukan apakah kelangsingan suatu komponen struktur<br />

tekan harus diperhitungkan atau dapat diabaikan. SNI 03-2847-2002 pasal<br />

12.12.2) memberikan ketentuan bahwa untuk komponen struktur tekan<br />

dengan pengaku lateral, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila rasio<br />

kelangsingan memenuhi :<br />

<br />

<br />

34 12 <br />

<br />

dimana M1b dan M2b adalah momen-momen ujung terfaktor pada kolom<br />

yang posisinya berlawanan. Momen-momen tersebut terjadi akibat beban<br />

yang tidak menimbulkan goyangan ke samping yang besar, dihitung<br />

dengan analisis struktur elastis. Momen M2b adalah momen ujung terfaktor<br />

yang lebih besar dan selalu positif. Sedangkan momen M1b bernilai negatif<br />

apabila komponen kolom terlentur dalam lengkungan ganda, dan positif<br />

apabila terlentur dalam lengkungan tunggal. Untuk komponen struktur<br />

tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak disokong untuk tertahan ke arah<br />

samping, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi :


22<br />

Panjang efektif k lu diperlakukan sebagai panjang modifikasi<br />

kolom untuk memperhitungkan efek tahanan ujung yang bukan sendi.<br />

Faktor panjang efektif tahanan ujung k bervariasi antara nilai 0,50-2,0<br />

tergantung kondisinya, untuk keadaan tipikal adalah sebagai nilai-nilai<br />

berikut ini :<br />

Kedua ujung sendi, tidak tergerak lateral k = 1,0<br />

Kedua ujung jepit k = 0,50<br />

Satu ujung jepit, ujung lain bebas k = 2,0<br />

Kedua ujung jepit, ada gerak lateral k = 1,0<br />

Untuk kolom yang merupakan komponen rangka yang dikenal<br />

sebagai portal balok-kolom, tahanan ujungnya terletak di antara kondisi<br />

sendi dan jepit dengan nilai k di antara 0,75-0,90. Untuk kolom kaku<br />

tertahan pelat lantai, nilai k berkisar di antara 0,95-1,0.<br />

2.7 Pondasi Tiang Pancang<br />

Tiang pancang adalah bagian dari konstruksi yang berfungsi untuk<br />

memindahkan beban struktural di atasnya melalui lapisan tanah lembek ke<br />

lapisan tanah yang lebih keras. Tiang pancang umumnya lebih mahal<br />

dibanding dengan pondasi telapak, sehingga penyelidikan tanah yang<br />

seksama diperlukan agar dapat diketahui pemakaian tiang pancang yang<br />

benar-benar dibutuhkan. Untuk mendesain tiang pancang, yang diperlukan<br />

adalah :<br />

a. data tentang tanah<br />

61


. daya dukung single pile dan group pile<br />

c. analisa point bearing pile (tumpuan ujung) dan friction bearing pile<br />

(tumpuan geser) karena dapat menyebabkan beban tambahan<br />

Menurut Sardjono (Pondasi Tiang Pancang 1987 ; 8), jenis-jenis<br />

tiang pancang dapat dibedakan berdasarkan :<br />

1. Cara pemindahan beban<br />

a. pondasi tiang tahanan ujung (point bearing pile)<br />

b. pondasi tiang hambatan lekat (friction bearing pile)<br />

2. Bahan yang digunakan<br />

a. pondasi tiang pancang yang terbuat dari kayu<br />

b. pondasi tiang pancang yang terbuat dari beton<br />

c. pondasi tiang pancang yang terbuat dari baja<br />

d. pondasi tiang komposit<br />

3. Cara memasukkan tiang ke dalam tanah<br />

a. displacement pile<br />

b. non displacement pile<br />

Tiang pancang dari bahan beton pracetak yang menggunakan<br />

penguatan biasa, dibuat untuk tegangan-tegangan lentur selama waktu<br />

pengambilan (pick up) dan pengangkutan ke tempat proyek, untuk<br />

momen-momen lentur dari beban-beban lateral, serta untuk menyediakan<br />

tahanan yang mencukupi terhadap beban vertikal dan terhadap setiap gaya<br />

tegangan yang timbul (atau yang dikembangkan) selama pemancangan.<br />

Titik pengambilan harus ditandai dengan jelas karena momen-momen<br />

lentur sangat tergantung pada tempat titik tersebut. Gambar berikut<br />

62


meenggambarkkan<br />

momeen-momen<br />

sellama<br />

waktuu<br />

pengambiilan<br />

tiang pancang p yanng<br />

tergantuung<br />

pada te empat<br />

titiik<br />

pengambbilan.<br />

meengakibatkaan<br />

kepatahan<br />

pada tiang g pancang. Dalam setiap<br />

pemanca angan<br />

dihharuskan<br />

seemua<br />

bahann<br />

tiang panc cang masuk ke dalam ttanah<br />

dan te ersisa<br />

± 440<br />

cm di ataas<br />

permukaaan<br />

tanah.<br />

2.7.1 Ennd<br />

Bearing Pile<br />

lentur khuusus<br />

yang<br />

Gambar 12.<br />

Pengangka atan tiang paancang<br />

Dalamm<br />

proses peemancangan<br />

n, posisi tiiang<br />

pancaang<br />

harus selalu s<br />

Tiang pancang yaang<br />

tertahan n pada ujunngnya.<br />

Tianng<br />

pancang yang<br />

dihhitung<br />

berrdasarkan<br />

ppada<br />

tahan nan ujung<br />

63<br />

dikemban ngkan<br />

dikkontrol<br />

terhhadap<br />

kemiiringan<br />

seti iap satu mmeter<br />

dan kkemiringan<br />

yang<br />

diij ijinkan tidaak<br />

boleh leebih<br />

dari 1,25%.<br />

Jikaa<br />

lebih darii<br />

nilai itu dapat<br />

(end beaaring<br />

pile) ) ini


dipancangkan sampai pada lapisan tanah keras, yang mampu memikul<br />

beban yang diterima oleh tiang pancang tersebut.<br />

2.7.1.1 Daya Dukung Tiang Pancang End Bearing Pile<br />

Daya dukung tiang pancang end bearing pile pada dasarnya ada<br />

dua macam, yaitu :<br />

1. Daya dukung berdasarkan kekuatan bahan<br />

Daya dukung yang diijinkan berdasarkan kekuatan bahan adalah :<br />

Ptiang = τbahan . Atiang<br />

dimana : Ptiang = daya dukung yang diijinkan pada tiang pancang (kg)<br />

Atiang = luas penampang tiang pancang (cm 2 )<br />

τbahan = tegangan ijin beton (kg/cm 2 )<br />

2. Daya dukung berdasarkan kekuatan tanah<br />

a. berdasarkan konus<br />

Qtiang = <br />

<br />

dimana : Qtiang = daya dukung tiang yang diijinkan (kg)<br />

3 = angka keamanan<br />

Atiang = luas penampang tiang (cm 2 )<br />

P = nilai konus dari hasil sondir (kg/cm 2 )<br />

Nilai konus yang dipakai untuk menentukan daya dukung tiang<br />

ini sebaiknya diambil rata-rata dari nilai konus pada kedalaman<br />

4D di atas ujung bawah tiang atau 4D di bawah ujung bawah<br />

tiang, dimana D adalah diameter tiang.<br />

64


. dengan perumusan Terzaghi<br />

Qtiang = <br />

<br />

dimana : Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang (kg)<br />

3 = angka keamanan<br />

Atiang = luas penampang tiang (cm 2 )<br />

q = daya dukung keseimbangan tanah (kg/cm 2 )<br />

2.7.1.2 Daya Dukung Tanah Pondasi Tiang Pancang End Bearing Pile<br />

Dari teori De Beer, nilai qc (tekanan konus) dapat untuk<br />

menghitung kemampuan tanah di ujung pondasi tiang dengan rumus :<br />

P = <br />

<br />

P = <br />

<br />

dimana : qc = tekanan konus<br />

2.7.2 Friction Pile<br />

A = luas penampang tiang<br />

; untuk tanah non cohesive<br />

; untuk tanah cohesive<br />

Of = jumlah hambatan pelekat<br />

U = keliling tiang<br />

2 & 3 = angka keamanan<br />

Bila lapisan tanah keras letaknya sangat dalam, maka pembuatan<br />

dan pemancangan tiang sampai lapisan tanah keras sangat sukar<br />

dilaksanakan, maka dalam hal ini kita pergunakan tiang pancang yang<br />

daya dukungnya berdasarkan pelekatan antara tiang dengan tanah (cleef).<br />

65


2.7.2.1 Daaya<br />

Dukungg<br />

Tiang Paancang<br />

Fric ction Pile<br />

1.<br />

dimmana<br />

: Qtiaang<br />

= daya ddukung<br />

tiang<br />

pancang ( (kg)<br />

2.<br />

Berdasarkkan<br />

hasil soondir<br />

(cleef)<br />

Qtiang =<br />

O = kelilinng<br />

tiang pan ncang (cm)<br />

L = panjanng<br />

tiang yan ng masuk daalam<br />

tanah ( (cm)<br />

5 = angka keamanan<br />

Berdasarkkan<br />

teoritis dengan rum musan :<br />

Qtiang =<br />

= c . Nc . A + k . c . O . I<br />

dimmana<br />

: Qtiaang<br />

= daya ddukung<br />

tiang<br />

pancang<br />

A = luas peenampang<br />

tiang t pancanng<br />

O = kelilinng<br />

tiang<br />

c = kekuattan<br />

geser ta anah<br />

NNc<br />

= faktor daya dukun ng<br />

k = nilai<br />

perbanding gan antara<br />

kekuattan<br />

geser ta anah φ, lihatt<br />

gambar di bawah ini.<br />

Gambar 133.<br />

Nilai k me enurut Tomlinson<br />

66<br />

gaya peelekatan<br />

de engan


pondasi<br />

dangkkal<br />

akan meendekati<br />

nil lai menurut Terzaghi, ssedangkan<br />

untuk u<br />

pondasi<br />

dalamm<br />

akan menddekati<br />

nilai menurut MMayerhof.<br />

denngan<br />

tepat, karena itu kita pergun nakan cara perkiraan ddan<br />

diambil<br />

dari<br />

graafik<br />

yang<br />

Sedangkan<br />

hargaa<br />

Nc diambi il dari grafiik<br />

Skemptoon<br />

untuk po ondasi<br />

di atas tanah lempung ppada<br />

gamb bar di bawaah<br />

ini. Hargga<br />

Nc ini untuk u<br />

Dalamm<br />

hal ini N<br />

perrcobaan<br />

di llapangan.<br />

Jadi dii<br />

sini bebann<br />

yang akan dipikul tianng<br />

adalah :<br />

N <<br />

Gammbar<br />

14. Nillai<br />

Nc menur rut Skemptonn<br />

bila φ = 0<br />

2.7.3 Ennd<br />

Bearing Pile dan Friction<br />

Pile e<br />

Jika kkita<br />

memanccang<br />

tiang sampai ke ttanah<br />

kerass<br />

melalui la apisan<br />

lemmpung,<br />

maaka<br />

untuk<br />

dibuat oleh<br />

Tomlinson<br />

berdasaarkan<br />

hasill<br />

penelitian n dan<br />

< Qtiang<br />

maaupun<br />

cleef f (friction pile).<br />

Nc diambil<br />

9. Untuk nnilai<br />

k ini sulit ditent tukan<br />

menghitun ng daya ddukung<br />

tianng<br />

di sini<br />

meemperhitunggkan<br />

baik berdasarkan n pada tahhanan<br />

ujungg<br />

(end bea aring)<br />

67<br />

kita


2.7.3.1 Daya Dukung Tiang Pancang End Bearing Pile dan Friction Pile<br />

1. Terhadap kekuatan bahan tiang<br />

Ptiang = σbahan . Atiang<br />

dimana : Ptiang = kekuatan yang diijinkan pada tiang pancang (kg)<br />

σbahan = tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm 2 )<br />

Atiang = luas penampang tiang pancang (cm 2 )<br />

2. Terhadap kekuatan tanah<br />

a. Beban sementara<br />

Qtiang = <br />

<br />

b. Beban tetap / statis<br />

Qtiang = <br />

<br />

c. Beban dinamis<br />

Qtiang = <br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

dimana : Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang pancang (kg)<br />

P = nilai konus dari hasil sondir (kg/cm 2 )<br />

O = keliling tiang pancang (cm)<br />

I = panjang tiang pancang yang masuk ke dalam tanah (cm)<br />

c = harga sleef rata-rata (kg/cm 2 )<br />

Sedangkan beban yang akan dipikul tiang adalah :<br />

N ≤ Ptiang<br />

N ≤ Qtiang<br />

68


2.7.4 Tiaang<br />

Pancanng<br />

Kelomppok<br />

(Pile Gr roup)<br />

yanng<br />

berdiri<br />

Pada kkeadaan<br />

sebbenarnya<br />

ja arang sekali<br />

kita dapatti<br />

tiang pan ncang<br />

pondasi<br />

tiang pancang keelompok<br />

(g group pile). Di atas grooup<br />

pile bias sanya<br />

kellompok<br />

tianng<br />

tersebut.<br />

sendiri (siingle<br />

pile). . Akan tettapi<br />

sering<br />

2.7.4.1 Jarak<br />

Antar Tiang Dalaam<br />

Kelomp pok<br />

Berdassarkan<br />

padaa<br />

perhitunga an daya dukkung<br />

tanah oleh Dirjen n Bina<br />

Maarga<br />

Departtemen<br />

PU, ddiisyaratkan<br />

n :<br />

S < 2,5 D<br />

S < 3,0 D<br />

Gambbar<br />

15. Jarak k antar tiangg<br />

dimmana<br />

: S = jarak mmasing-mas<br />

sing tiang dalam<br />

kelommpok<br />

(spacin ng)<br />

D = diameter<br />

tiang<br />

Biasannya<br />

di sini disyaratka an pula jaraak<br />

antara ddua<br />

tiang dalam<br />

d<br />

kellompok<br />

tianng,<br />

minimumm<br />

0,6 m dan n maksimumm<br />

2,00 m.<br />

kita mend dapati<br />

kitta<br />

letakkan suatu konsstruksi<br />

yaitu u poer (foooting)<br />

yang mempersat tukan<br />

69


2.7.4.2 Peerhitungan<br />

Pembagiann<br />

Tekanan Pada Keloompok<br />

Tianng<br />

Pancang g<br />

1.<br />

dimmana<br />

: N = beban yang diteri ima oleh tiapp-tiap<br />

tiangg<br />

pancang<br />

2.<br />

Kelompokk<br />

tiang panccang<br />

yang menerima m bbeban<br />

normaal<br />

sentris<br />

GGambar<br />

16. Distribusi be eban normal vertikal<br />

N =<br />

ΣVV<br />

= resultaan<br />

gaya-gay ya normal yaang<br />

bekerjaa<br />

secara sent tris<br />

ηη<br />

= banyakknya<br />

tiang pancang p<br />

Kelompokk<br />

tiang panccang<br />

yang menerima m bbeban<br />

normaal<br />

eksentris<br />

GGambar<br />

17. DDistribusi<br />

beban<br />

normal eeksentris<br />

70


yanng<br />

letaknyaa<br />

terjauh adaalah<br />

:<br />

dimmana<br />

: Pmaax<br />

= beban maksimum m yang diteriima<br />

tiang pancang<br />

3.<br />

Secaraa<br />

umum bebban<br />

maksim mum yang dditerima<br />

oleeh<br />

tiang pan ncang<br />

Pmax =<br />

=<br />

ΣVV<br />

= jumlahh<br />

total beba an-beban verrtikal/normal<br />

Xm<br />

= Pv + Pm<br />

ηη<br />

= banyakknya<br />

tiang pancang p<br />

max = absis mmaksimum<br />

atau jarak terjauh tianng<br />

ke pusat berat<br />

M = momeen<br />

yang bekerja<br />

pada keelompok<br />

tiaang<br />

tersebut t<br />

ηηy<br />

= banyakk<br />

tiang dal lam satu bbaris<br />

dalamm<br />

arah sumb bu Y<br />

Σxx<br />

2 = jumlahh<br />

kuadrat<br />

Kelompokk<br />

tiang yanng<br />

menerim ma beban nnormal<br />

senttris<br />

dan momen<br />

yang bekeerja<br />

pada duua<br />

arah<br />

kelommpok<br />

tiang (g group pile)<br />

(tegakk<br />

lurus bidan ng momen)<br />

kelommpok<br />

tiang<br />

jarak tiaang-tiang<br />

kke<br />

pusat<br />

Gambar 18. Distribuusi<br />

beban normal<br />

sentris dan momen yang bekerjaa<br />

pada dua arah<br />

71<br />

berat


Pmax =<br />

∑ <br />

. <br />

∑ . <br />

∑ dimana : Pmax = beban maksimum yang diterima tiang pancang<br />

ΣV = jumlah total beban-beban vertikal/normal<br />

η = banyaknya tiang pancang<br />

Xmax = absis maksimum atau jarak terjauh tiang ke pusat berat<br />

kelompok tiang (group pile)<br />

Ymax = ordinat maksimum atau jarak terjauh tiang ke pusat<br />

berat kelompok tiang (group pile)<br />

Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus<br />

sumbu X<br />

My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus<br />

sumbu Y<br />

ηx = banyak tiang pancang dalam satu baris dalam arah<br />

sumbu X (tegak lurus bidang momen)<br />

ηy = banyak tiang pancang dalam satu baris dalam arah<br />

sumbu Y (tegak lurus bidang momen)<br />

Σx 2 = jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang<br />

Σy 2 = jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang<br />

2.7.4.3 Daya Dukung Kelompok Tiang (Group Pile)<br />

Dalam menentukan daya dukung kelompok tiang tidak cukup<br />

hanya dengan meninjau daya dukung satu tiang yang berdiri sendiri (single<br />

pile) dikalikan dengan banyaknya tiang dalam kelompok tersebut, sebab<br />

72


daya dukung kelompok tiang (group pile) belum tentu sama dengan daya<br />

dukung satu tiang (single pile) dikalikan dengan jumlah tiang.<br />

Qpg = n . Qs<br />

dimana : Qpg = daya dukung kelompok tiang (group pile)<br />

Qs = daya dukung tiang yang berdiri sendiri (single pile)<br />

n = banyaknya tiang pancang<br />

Guna mendapatkan daya dukung tiang kelompok, dapat diperoleh<br />

dengan mengalikan masing-masing tiang pancang dengan suatu efisiensi<br />

group. Efisien sebuah tiang kelompok terhadap jumlah kapasitas masing-<br />

masing tiang pancang :<br />

Eg = 1 <br />

<br />

<br />

<br />

. <br />

dimana : Eg = faktor efisiensi group<br />

m = jumlah baris pada kelompok tiang<br />

n = jumlah tiang dalam satu baris<br />

θ = arc tan <br />

(derajat)<br />

D = diameter tiang<br />

S = jarak tiang ke tiang (as ke as)<br />

Apabila diinginkan efisiensi mendekati 100%, maka jarak tiang ke<br />

tiang harus memenuhi persamaan sebagai berikut :<br />

S ≥<br />

, . . <br />

<br />

Pondasi tiang pancang dinyatakan aman apabila Pmax < Qpg<br />

73


3.1 Data Geometrik Struktur<br />

3.2 Data Perencanaan<br />

BAB III<br />

PERENCANAAN STRUKTUR ATAP<br />

74<br />

43252.57<br />

Bentang struktur atap : 43,25 m<br />

Jarak antar struktur atap : 6,00 m<br />

Sudut kemiringan atap : 7,82 o<br />

Profil struktur atap : besi siku, pipa baja dan besi beton<br />

Mutu baja : BJ 37<br />

Penutup atap : Lysaght Spandek<br />

Berat jenis penutup atap : 5,29 kg/m 2<br />

Dimensi penutup atap : 700 x 2100 x 0,48 mm<br />

700 x 1800 x 0,48 mm<br />

Jarak antar gording : menyesuaikan dengan rangka atap<br />

Jumlah gording : 29 buah<br />

Profil gording : baja CNP (Canal C)<br />

(satuan dalam mm)


3.3 Dimensi Rangka Atap<br />

( satuan dalam mm )<br />

Gambar 19. Dimensi Rangka Atap<br />

75


76<br />

Tabel 8. Dimensi Rangka Atap<br />

No. Nama Batang Panjang Batang Σ Batang Σ Panjang Batang<br />

1 Horisontal Atas<br />

1586.40<br />

1021.59<br />

1545.34<br />

1027.08<br />

1024.67<br />

1395.20<br />

1051.59<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

3<br />

2<br />

16<br />

2<br />

2<br />

5<br />

1<br />

4759.20<br />

2043.18<br />

24725.44<br />

2054.16<br />

2049.34<br />

6976.00<br />

1051.59<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

2 Horisontal Bawah<br />

1571.64<br />

1012.08<br />

1021.59<br />

1545.34<br />

1027.08<br />

1024.67<br />

1039.51<br />

1415.40<br />

1066.82<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

3<br />

1<br />

1<br />

16<br />

2<br />

1<br />

1<br />

5<br />

1<br />

4714.92<br />

1012.08<br />

1021.59<br />

24725.44<br />

2054.16<br />

1024.67<br />

1039.51<br />

7077.00<br />

1066.82<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

3 Vertikal<br />

710.38<br />

926.31<br />

1142.24<br />

1358.17<br />

1497.23<br />

1412.92<br />

1298.12<br />

1183.32<br />

1068.52<br />

953.73<br />

838.93<br />

752.40<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

21<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

710.38<br />

926.31<br />

1142.24<br />

1358.17<br />

31441.83<br />

1412.92<br />

1298.12<br />

1183.32<br />

1068.52<br />

953.73<br />

838.93<br />

752.40<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

4 Diagonal<br />

1824.31<br />

1942.87<br />

2077.18<br />

1693.80<br />

1923.98<br />

1999.98<br />

2293.39<br />

1696.46<br />

1927.49<br />

1695.29<br />

1925.95<br />

2116.50<br />

2030.94<br />

1948.40<br />

1869.27<br />

1793.99<br />

1431.72<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

5<br />

11<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1<br />

1824.31<br />

1942.87<br />

2077.18<br />

1693.80<br />

1923.98<br />

9999.90<br />

25227.29<br />

1696.46<br />

1927.49<br />

1695.29<br />

1925.95<br />

2116.50<br />

2030.94<br />

1948.40<br />

1869.27<br />

1793.99<br />

1431.72<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

mm<br />

Jumlah 125 193607.30 mm


3.4 Pembebanan<br />

3.4.1 Beban Mati<br />

Berat sendiri rangka atap (dicoba menggunakan baja ⎦ ⎣ 100.100.10)<br />

= (panjang rangka batang . berat baja ⎦ ⎣)<br />

= (193,61 . (2 . 15,1)) = 5847,02 kg<br />

Berat gording (dicoba menggunakan baja Canal [ 150.50.20.3,2)<br />

= (Σ gording . jarak antar struktur atap . berat baja Canal [)<br />

= (29 . 6 . 6,76) = 1176,24 kg<br />

Berat besi beton (dicoba menggunakan D22 mm)<br />

= (panjang besi beton . berat besi beton)<br />

= ((10,761 + 30,082) . 2,984) = 121,88 kg<br />

Berat pipa baja (ditaksir) = 100,00 kg<br />

Berat ikatan angin dan trekstang (diambil 20 % berat gording)<br />

= 20 % . 1176,24 = 235,25 kg<br />

Berat sambungan rangka atap (diambil 30 % berat rangka atap)<br />

= 30 % . 5847,02 = 1754,11 kg<br />

Berat penutup atap<br />

= (jarak antar struktur atap . panjang rangka atap . berat atap)<br />

= (6 . 43,66 . 5,29) = 1385,77 kg<br />

Beban total<br />

= 5847,02 + 1176,24 + 121,88 + 100 + 235,25 + 1754,11 + 1385,77<br />

= 10620,27 kg<br />

77


3.4.2 Beban Hidup<br />

3.4.2.1 Beban Air Hujan<br />

Beban air hujan = (40 – 0,8 . α) kg/m 2<br />

= (40 – 0,8 . 7,82°) kg/m 2<br />

= 33,744 kg/m 2<br />

Dalam SNI 03-1727-1989, beban air hujan tidak perlu diambil lebih besar<br />

dari 20 kg/m 2 , sehingga beban air hujan yang diperhitungkan adalah<br />

3.4.2.2 Beban Pekerja<br />

= (beban air maks . luas penutup atap)<br />

= (20 . 6 . 43,66)<br />

= 5239,2 kg<br />

Menurut SNI 03-1727-1989, beban terpusat berasal dari seorang pekerja<br />

atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar 100 kg.<br />

3.4.3 Beban Angin<br />

Beban angin yang akan dipergunakan dalam perencanaan ini adalah beban<br />

angin terbesar yang diperhitungkan dari dua peraturan, yaitu :<br />

1. Menurut SNI 03-1727-1989<br />

Tekanan angin (A) : 25 kg/m 2<br />

Koefisien angin : 1,2 atau - 1,2 (untuk 0° < α < 10°)<br />

Koefisien angin yang diambil di atas adalah koefisien angin untuk<br />

bidang atap miring sepihak tanpa dinding, sehingga beban angin yang<br />

diperhitungkan adalah<br />

78


= 1,2 . 25 = 30 kg/m 2 atau<br />

= - 1,2 . 25 = - 30 kg/m 2<br />

2. Menurut Kode Bangunan Nasional (NBC = National Building Code)<br />

Tinggi rata-rata = 24,08 + (5,90/2)<br />

= 27,03 m<br />

Tekanan angin (A) = 1,25 kPa<br />

= 127,5 kg/m 2<br />

Dari dua perhitungan di atas diambil tekanan angin (A) yang<br />

diperhitungkan sebesar 127,5 kg/m 2 dan akan digunakan untuk<br />

perencanaan berikutnya.<br />

3.4.4 Beban Titik Pada Simpul<br />

Dari beban-beban di atas, akan dijadikan beban titik pada tiap simpul<br />

rangka atap dimana disesuaikan dengan jenis beban yang bekerja. Skema<br />

pembebanan seperti pada gambar di bawah ini.<br />

79


P9<br />

P8<br />

P7<br />

P6<br />

9<br />

8<br />

P4<br />

7<br />

P3<br />

6<br />

P2<br />

5<br />

P1<br />

P16<br />

4<br />

P15<br />

3<br />

P14<br />

2<br />

P13<br />

1<br />

16<br />

P12<br />

15<br />

P11<br />

14<br />

P10<br />

13<br />

P24<br />

12<br />

P23<br />

11<br />

P22<br />

10<br />

P21<br />

24<br />

9<br />

P20<br />

23<br />

P19<br />

22<br />

P18<br />

21<br />

20<br />

P32<br />

19<br />

P31<br />

18<br />

P30<br />

17<br />

P29<br />

16<br />

32<br />

P28<br />

31<br />

P27<br />

30<br />

P26<br />

29<br />

28<br />

27<br />

26<br />

25<br />

24<br />

Gambar 20. Skema Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Mati dan Beban Hidup<br />

80


At9<br />

At8<br />

At7<br />

At6<br />

9<br />

8<br />

At4<br />

7<br />

At3<br />

6<br />

At2<br />

5<br />

At1<br />

At16<br />

4<br />

At15<br />

3<br />

At14<br />

2<br />

At13<br />

1<br />

16<br />

At12<br />

15<br />

At11<br />

14<br />

At10<br />

13<br />

At24<br />

12<br />

At23<br />

11<br />

At22<br />

10<br />

At21<br />

24<br />

9<br />

At20<br />

23<br />

At19<br />

22<br />

At18<br />

21<br />

20<br />

At32<br />

19<br />

At31<br />

18<br />

At30<br />

17<br />

At29<br />

16<br />

32<br />

At28<br />

31<br />

At27<br />

30<br />

At26<br />

29<br />

28<br />

27<br />

26<br />

25<br />

24<br />

Gambar 21. Skema Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Tekan<br />

81


Ah9<br />

Ah8<br />

Ah7<br />

Ah6<br />

9<br />

8<br />

Ah4<br />

7<br />

Ah3<br />

6<br />

Ah2<br />

5<br />

Ah1<br />

Ah16<br />

4<br />

Ah15<br />

3<br />

Ah14<br />

2<br />

Ah13<br />

1<br />

16<br />

Ah12<br />

15<br />

Ah11<br />

14<br />

Ah10<br />

13<br />

Ah24<br />

12<br />

Ah23<br />

11<br />

Ah22<br />

10<br />

Ah21<br />

24<br />

9<br />

Ah20<br />

23<br />

Ah19<br />

22<br />

Ah18<br />

21<br />

20<br />

Ah32<br />

19<br />

Ah31<br />

18<br />

Ah30<br />

17<br />

Ah29<br />

16<br />

32<br />

Ah28<br />

31<br />

Ah27<br />

30<br />

Ah26<br />

29<br />

28<br />

27<br />

26<br />

25<br />

24<br />

Gambar 22. Skema Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Hisap<br />

82


no.<br />

simpul<br />

Tabel 9. Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Mati dan Beban Hidup<br />

rangka<br />

atap<br />

gording<br />

besi<br />

beton<br />

pipa<br />

baja<br />

83<br />

Beban Mati Beban Hidup<br />

ikatan<br />

angin &<br />

trekstang<br />

samb.<br />

rangka<br />

atap<br />

penutup<br />

atap<br />

total<br />

Beban<br />

Mati<br />

air<br />

hujan<br />

Pekerja<br />

(kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)<br />

1 94.31 40.56 32.11 8.11 28.29 22.35 225.73 84.50 100<br />

2 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

3 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

4 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />

5 100 100.00<br />

6 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />

7 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

8 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

9 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

10 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

11 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

12 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

13 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

14 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

15 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

16 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />

17 0.00<br />

18 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />

19 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

20 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

21 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

22 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

23 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

24 282.92 40.56 89.77 8.11 84.88 67.05 573.29 253.51 100<br />

25 0.00<br />

26 282.92 40.56 8.11 84.88 67.05 483.52 253.51 100<br />

27 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

28 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

29 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

30 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

31 188.61 40.56 8.11 56.58 44.70 338.57 169.01 100<br />

32 94.31 40.56 8.11 28.29 22.35 193.62 84.50 100<br />

5847.0 1176.2 121.9 100 235.3 1754.1 1385.8 10620.3 5239.2 2900.0


No.<br />

Simpul<br />

Tabel 10. Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Tekan (At)<br />

Panjang<br />

Rangka<br />

1/2<br />

Panjang<br />

Rangka<br />

Panjang<br />

Bentang<br />

Akibat<br />

Beban<br />

Angin<br />

Jarak<br />

Antar<br />

Struktur<br />

Atap<br />

Beban<br />

Angin<br />

Beban<br />

Angin<br />

Tekan<br />

(At)<br />

84<br />

At cosα At sinα<br />

(m) (m) (m) (m) (kg/m 2 ) (kg) (kg) (kg)<br />

a b c D e f g = d . e . f h = g.cos7,82 i = g.sin7,82<br />

1 0.7932 6.00 127.5 606.798 601.1550 82.5618<br />

1.5864 0.7932<br />

2 1.5864 1213.596 1202.3101 165.1236<br />

1.5864 0.7932<br />

3 1.5864 1213.596 1202.3101 165.1236<br />

1.5864 0.7932<br />

4 1.8148 1388.322 1375.4112 188.8970<br />

1.0216 0.5108<br />

5 0 0.0000 0.0000<br />

1.0216 0.5108<br />

6 1.79425 1372.60125 1359.8366 186.7580<br />

1.5453 0.77265<br />

7 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

8 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

9 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

10 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

11 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

12 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

13 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

14 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

15 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

16 1.79975 1376.80875 1364.0050 187.3305<br />

1.0271 0.51355<br />

17 0 0.0000 0.0000<br />

1.0271 0.51355<br />

18 1.79975 1376.80875 1364.0050 187.3305<br />

1.5453 0.77265


19 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

20 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

21 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

22 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

23 1.5453 1182.1545 1171.1609 160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

24 1.79735 1374.97275 1362.1861 187.0807<br />

1.0247 0.51235<br />

25 0 0.0000 0.0000<br />

1.0247 0.51235<br />

26 1.7223 1317.5595 1305.3067 179.2690<br />

1.3952 0.6976<br />

27 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

28 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

29 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

30 1.3952 1067.328 1057.4023 145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

31 1.2234 935.901 927.1975 127.3400<br />

1.0516 0.5258<br />

32 0.5258 402.237 398.4964 54.7289<br />

85


No.<br />

Simpul<br />

Tabel 11. Pembebanan Rangka Atap Akibat Beban Angin Hisap (Ah)<br />

Panjang<br />

Rangka<br />

1/2<br />

Panjang<br />

Rangka<br />

Panjang<br />

Bentang<br />

Akibat<br />

Beban<br />

Angin<br />

Jarak<br />

Antar<br />

Struktur<br />

Atap<br />

Beban<br />

Angin<br />

Beban<br />

Angin<br />

Hisap<br />

(Ah)<br />

86<br />

Ah cosα Ah sinα<br />

(m) (m) (m) (m) (kg/m 2 ) (kg) (kg) (kg)<br />

a b c D e f g = d . e . f h = g.cos7,82 i = g.sin7,82<br />

1 0.7932 6.00 ‐127.5 ‐606.798 ‐601.1550 ‐82.5618<br />

1.5864 0.7932<br />

2 1.5864 ‐1213.596 ‐1202.3101 ‐165.1236<br />

1.5864 0.7932<br />

3 1.5864 ‐1213.596 ‐1202.3101 ‐165.1236<br />

1.5864 0.7932<br />

4 1.8148 ‐1388.322 ‐1375.4112 ‐188.8970<br />

1.0216 0.5108<br />

5 0 0.0000 0.0000<br />

1.0216 0.5108<br />

6 1.79425 ‐1372.6013 ‐1359.8366 ‐186.7580<br />

1.5453 0.77265<br />

7 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

8 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

9 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

10 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

11 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

12 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

13 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

14 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

15 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

16 1.79975 ‐1376.8088 ‐1364.0050 ‐187.3305<br />

1.0271 0.51355<br />

17 0 0.0000 0.0000<br />

1.0271 0.51355<br />

18 1.79975 ‐1376.8088 ‐1364.0050 ‐187.3305<br />

1.5453 0.77265


19 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

20 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

21 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

22 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

23 1.5453 ‐1182.1545 ‐1171.1609 ‐160.8456<br />

1.5453 0.77265<br />

24 1.79735 ‐1374.9728 ‐1362.1861 ‐187.0807<br />

1.0247 0.51235<br />

25 0 0.0000 0.0000<br />

1.0247 0.51235<br />

26 1.7223 ‐1317.5595 ‐1305.3067 ‐179.2690<br />

1.3952 0.6976<br />

27 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

28 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

29 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

30 1.3952 ‐1067.328 ‐1057.4023 ‐145.2221<br />

1.3952 0.6976<br />

31 1.2234 ‐935.901 ‐927.1975 ‐127.3400<br />

1.0516 0.5258<br />

32 0.5258 ‐402.237 ‐398.4964 ‐54.7289<br />

87


15<br />

16<br />

14<br />

15<br />

13<br />

14<br />

12<br />

109<br />

77<br />

13<br />

11<br />

108<br />

76<br />

12<br />

10<br />

107<br />

75<br />

11<br />

9<br />

10<br />

48<br />

106<br />

8<br />

46<br />

74<br />

9<br />

47<br />

105<br />

7<br />

45<br />

73<br />

8<br />

46<br />

104<br />

6<br />

44<br />

72<br />

7<br />

45<br />

103<br />

5<br />

6<br />

4<br />

43<br />

71<br />

44<br />

102<br />

43<br />

42<br />

41<br />

5<br />

2<br />

4<br />

1<br />

3<br />

2<br />

63 64 65 66 67<br />

95 96 97 98<br />

3<br />

42<br />

70<br />

101<br />

41<br />

69<br />

100<br />

40<br />

68<br />

99<br />

39<br />

1<br />

40<br />

38<br />

39<br />

37<br />

38<br />

32 33 34 35 36<br />

33 34 35 36 37<br />

31<br />

32<br />

30<br />

94<br />

125<br />

31<br />

29<br />

93<br />

30<br />

28<br />

124<br />

29<br />

27<br />

64<br />

92<br />

62<br />

28<br />

26<br />

63<br />

123<br />

91<br />

27<br />

25<br />

61<br />

122<br />

26<br />

24<br />

62<br />

90<br />

25<br />

23<br />

60<br />

121<br />

89<br />

24<br />

22<br />

61<br />

59<br />

120<br />

88<br />

23<br />

21<br />

60<br />

119<br />

87<br />

22<br />

20<br />

58<br />

118<br />

86<br />

21<br />

19<br />

59<br />

117<br />

57<br />

85<br />

116<br />

20<br />

18<br />

58<br />

84<br />

19<br />

17<br />

56<br />

115<br />

57<br />

18<br />

16<br />

55<br />

83<br />

56<br />

114<br />

54<br />

82<br />

17<br />

16<br />

55<br />

113<br />

53<br />

81<br />

54<br />

112<br />

52<br />

80<br />

111<br />

53<br />

79<br />

51<br />

110<br />

78<br />

52<br />

50<br />

51<br />

49<br />

50<br />

48<br />

49<br />

47<br />

48<br />

Gambar 23. Penomeran Titik Simpul dan Batang Pada Rangka Atap<br />

88


3.4.5 Kombinasi Beban<br />

Agar desain perencanaan struktur atap tersebut dapat memikul beban<br />

maksimal dan mempunyai kuat rencana ≥ kuat perlu, maka perhitungan<br />

statika yang akan dilakukan harus dihitung berdasarkan kombinasi<br />

pembebanan yang terjadi. Kombinasi pembebanan yang digunakan dalam<br />

perencanaan ini menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 adalah<br />

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 R<br />

Dimana : U = kuat perlu<br />

D = beban mati<br />

L = beban hidup (beban pekerja)<br />

W = beban angin (baik angin hisap dan angin tekan)<br />

R = beban air hujan<br />

3.5 Perhitungan Statika<br />

Untuk menyelesaikan perhitungan statika rangka batang struktur atap ini,<br />

digunakan bantuan aplikasi komputer StaadPro 2004.<br />

89


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 90<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

1 ‐150.18 ‐47.816 ‐73.987 ‐892.308 892.308 ‐1690 1160<br />

2 354.601 98.368 178.818 995.005 ‐995.005 2210 ‐978.709<br />

3 198.321 50.401 101.318 530.477 ‐530.477 1190 ‐509.718<br />

4 ‐880.323 ‐240.815 ‐444.891 ‐3010 3010 ‐6340 3300<br />

5 ‐880.325 ‐240.816 ‐444.892 ‐3010 3010 ‐6340 3300<br />

6 388.472 109.074 195.527 1200 ‐1200 2600 ‐1250<br />

7 388.472 109.074 195.527 1360 ‐1360 2860 ‐1510<br />

8 470.628 138.575 235.054 1540 ‐1540 3280 ‐1640<br />

9 470.628 138.575 235.053 1700 ‐1700 3540 ‐1900<br />

10 ‐845.011 ‐244.777 ‐423.182 ‐3050 3050 ‐6350 3410<br />

11 ‐845.011 ‐244.777 ‐423.182 ‐2890 2890 ‐6090 3150<br />

12 1050 332.676 519.826 3050 ‐3050 6730 ‐3020<br />

13 1050 332.676 519.826 3210 ‐3210 6990 ‐3280<br />

14 1550 497.281 765.078 4220 ‐4220 9490 ‐4000<br />

15 1550 497.281 765.078 4380 ‐4380 9750 ‐4260<br />

16 766.936 307.964 359.728 1240 ‐1240 3400 ‐581.048<br />

17 766.934 307.963 359.728 1240 ‐1240 3400 ‐581.047<br />

18 919.584 304.624 449.669 2210 ‐2210 5160 ‐1900<br />

19 650.145 196.374 323.308 2100 ‐2100 4490 ‐2210


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 91<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

20 31.239 ‐15.096 22.499 754.061 ‐754.061 1240 ‐1170<br />

21 ‐937.071 ‐329.764 ‐452.73 ‐1820 1820 ‐4590 1230<br />

22 ‐2250 ‐747.659 ‐1100 ‐5620 5620 ‐13000 4990<br />

23 ‐3920 ‐1270 ‐1930 ‐10700 10700 ‐24000 10100<br />

24 ‐7390 ‐2410 ‐3630 ‐22400 22400 ‐48900 22700<br />

25 ‐7390 ‐2410 ‐3630 ‐22400 22400 ‐48900 22700<br />

26 ‐6110 ‐2050 ‐2980 ‐18400 18400 ‐40300 18500<br />

27 ‐4630 ‐1590 ‐2250 ‐13700 13700 ‐30200 13700<br />

28 ‐3250 ‐1150 ‐1570 ‐9430 9430 ‐20900 9240<br />

29 ‐2020 ‐751.27 ‐965.86 ‐5660 5660 ‐12700 5400<br />

30 ‐992.02 ‐402.838 ‐464.027 ‐2610 2610 ‐6000 2350<br />

31 ‐242.701 ‐125.349 ‐105.92 ‐564.18 564.18 1370 433.138<br />

32 ‐500.083 ‐144.823 ‐250.452 ‐1700 1700 ‐3600 1860<br />

33 ‐345.257 ‐97.302 ‐173.674 ‐1080 1080 ‐2330 1130<br />

34 152.14 50.831 74.274 764.799 ‐764.799 1490 ‐953.142<br />

35 152.14 50.831 74.274 764.799 ‐764.799 1490 ‐953.142<br />

36 333.993 104.197 165.151 883.825 ‐883.825 2000 ‐826.557<br />

37 333.992 104.196 165.151 883.824 ‐883.824 2000 ‐826.556<br />

38 ‐447.075 ‐131.735 ‐223.263 ‐1590 1590 ‐3330 1770


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 92<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

39 ‐447.075 ‐131.735 ‐223.263 ‐1590 1590 ‐3330 1770<br />

40 169.684 45.196 86.1 858.199 ‐858.199 1660 ‐1080<br />

41 169.685 45.196 86.101 858.201 ‐858.201 1660 ‐1080<br />

42 717.875 227.732 353.895 1660 ‐1660 3930 ‐1400<br />

43 717.875 227.732 353.896 1660 ‐1660 3930 ‐1400<br />

44 ‐481.784 ‐143.288 ‐240.22 ‐1640 1640 ‐3470 1790<br />

45 ‐481.783 ‐143.288 ‐240.22 ‐1640 1640 ‐3470 1790<br />

46 ‐283.665 ‐101.46 ‐136.582 ‐25.465 25.465 ‐550.894 ‐469.405<br />

47 ‐283.665 ‐101.46 ‐136.582 ‐25.465 25.465 ‐550.894 ‐469.405<br />

48 2160 694.368 1060 6080 ‐6080 13500 ‐5920<br />

49 2430 802.619 1190 6350 ‐6350 14500 ‐5860<br />

50 3040 1010 1490 7860 ‐7860 18000 ‐7160<br />

51 4010 1330 1960 10600 ‐10600 24100 ‐9820<br />

52 5330 1750 2610 14600 ‐14600 32700 ‐13800<br />

53 7000 2270 3440 19800 ‐19800 44000 ‐19200<br />

54 9010 2890 4430 26200 ‐26200 57800 ‐26000<br />

55 9010 2890 4430 26200 ‐26200 57800 ‐26000<br />

56 6200 2080 3030 17900 ‐17900 39600 ‐17500<br />

57 4700 1610 2280 13300 ‐13300 29600 ‐12900


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 93<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

58 3300 1170 1590 9080 ‐9080 20400 ‐8600<br />

59 2050 762.149 979.847 5410 ‐5410 12400 ‐4940<br />

60 1010 408.671 470.745 2460 ‐2460 5790 ‐2080<br />

61 246.215 127.164 107.454 516.306 ‐516.306 1300 ‐349.74<br />

62<br />

63 ‐294.752 ‐85.36 ‐147.618 ‐1000 1000 ‐2120 1090<br />

64 112.527 34.538 55.803 454.489 ‐454.489 924.655 ‐529.71<br />

65 429.825 128.009 214.264 1590 ‐1590 3300 ‐1800<br />

66<br />

67 99.988 ‐0.003 ‐0.006 ‐0.039 0.039 119.917 120.043<br />

68 0.002 0.001 0.001 0.006 ‐0.006 0.014 ‐0.006<br />

69 338.572 100.001 169.011 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />

70 0.004 0.001 0.002 0.014 ‐0.014 0.029 ‐0.016<br />

71 338.566 99.999 169.008 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />

72 ‐0.003 ‐0.001 ‐0.001 ‐0.013 0.013 ‐0.026 0.017<br />

73 338.572 100.001 169.011 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />

74 ‐0.007 ‐0.002 ‐0.003 ‐0.015 0.015 ‐0.036 0.013<br />

75 338.56 99.997 169.005 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />

76 ‐0.003 ‐0.001 ‐0.002 ‐0.01 0.01 ‐0.022 0.011


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 94<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

77 338.58 100.003 169.015 1190 ‐1190 2500 ‐1320<br />

78<br />

79 ‐0.012 ‐0.005 ‐0.005 ‐0.019 0.019 ‐0.051 0.009<br />

80 261.03 104.874 122.416 263.48 ‐263.48 900.886 57.749<br />

81 599.624 204.881 291.438 1460 ‐1460 3400 ‐1260<br />

82 938.191 304.88 460.447 2650 ‐2650 5900 ‐2580<br />

83 1280 404.885 629.464 3840 ‐3840 8400 ‐3900<br />

84 1620 504.866 798.446 5040 ‐5040 10900 ‐5220<br />

85 1950 604.899 967.505 6230 ‐6230 13400 ‐6530<br />

86 ‐0.084 ‐0.027 ‐0.041 ‐0.244 0.244 ‐0.539 0.242<br />

87 0.139 0.045 0.068 0.421 ‐0.421 0.921 ‐0.427<br />

88 ‐1380 ‐431.414 ‐684.122 ‐4210 4210 ‐9170 4300<br />

89 ‐1170 ‐369.522 ‐575.548 ‐3510 3510 ‐7670 3550<br />

90 ‐941.756 ‐305.379 ‐462.386 ‐2770 2770 6100 2760<br />

91 ‐704.343 ‐238.18 ‐343.042 ‐1990 1990 ‐4440 1930<br />

92 ‐450.569 ‐166.855 ‐215.331 ‐1150 1150 ‐2660 1030<br />

93 ‐173.651 ‐89.687 ‐75.785 ‐364.141 364.141 ‐918.587 246.666<br />

94<br />

95 580.484 168.107 290.719 1980 ‐1980 4180 ‐2160


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 95<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

96 ‐191.398 ‐58.746 ‐94.915 ‐773.044 773.044 ‐1570 900.988<br />

97 ‐657.384 ‐195.78 ‐327.7 ‐2440 2440 ‐5050 2750<br />

98 955.954 234.922 490.652 3100 ‐3100 6590 ‐3340<br />

99 1330 339.613 676.13 4090 ‐4090 8810 ‐4270<br />

100 ‐731.555 ‐219.46 ‐364.223 ‐2400 2400 ‐5120 2560<br />

101 320.26 98.477 158.768 923.382 ‐923.382 2040 ‐915.239<br />

102 172.968 47.7 87.305 788.678 ‐788.678 1560 ‐962.971<br />

103 ‐716.961 ‐207.877 ‐359 ‐2730 2730 ‐5620 3120<br />

104 1080 314.853 538.82 3980 ‐3980 8240 ‐4490<br />

105 1670 505.087 829.2 5200 ‐5200 11200 ‐5390<br />

106 ‐1000 ‐306.87 ‐497.323 ‐2940 2940 ‐6460 2940<br />

107 630.914 198.731 311.428 1540 ‐1540 3580 ‐1350<br />

108 ‐97.924 ‐39.722 ‐45.815 250.107 ‐250.107 220.032 ‐580.309<br />

109 ‐406.32 ‐107.627 ‐206.347 ‐2110 2110 ‐4080 2680<br />

110 848.417 192.919 439.879 3140 ‐3140 6450 ‐3590<br />

111 286.454 ‐6.268 168.78 1450 ‐1450 2740 ‐1900<br />

112 ‐399.873 ‐160.653 ‐187.532 ‐403.713 403.713 ‐1380 ‐88.325<br />

113 ‐918.484 ‐313.831 ‐446.415 ‐2230 2230 ‐5210 1930<br />

114 ‐1440 ‐466.998 ‐705.286 ‐4060 4060 ‐9040 3950


Batang<br />

Tabel 12. Gaya Batang Akibat Kombinasi Pembebanan 96<br />

BEBAN (kg)<br />

MATI HIDUP<br />

AIR HUJAN ANGIN TEKAN (At) ANGIN H<strong>IS</strong>AP (Ah)<br />

COMBO + At COMBO + Ah<br />

Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan<br />

115 ‐1960 ‐620.174 ‐964.169 ‐5890 5890 ‐12900 5970<br />

116 ‐2470 ‐773.352 ‐1220 ‐7710 7710 ‐16700 7990<br />

117 ‐2990 ‐926.533 ‐1480 ‐9540 9540 ‐20500 10000<br />

118 ‐2680 ‐792.597 ‐1340 ‐7910 7910 ‐17300 7980<br />

119 2400 683.555 1210 7130 ‐7130 15600 ‐7240<br />

120 2260 703.341 1120 6870 ‐6870 15000 ‐7020<br />

121 2000 634.209 987.81 6020 ‐6020 13200 ‐6100<br />

122 1720 556.84 843.131 5050 ‐5050 11100 ‐5040<br />

123 1380 466.826 672.352 3900 ‐3900 8700 ‐3780<br />

124 963.504 356.806 460.467 2460 ‐2460 5680 ‐2200<br />

125 330.432 170.66 144.208 692.906 ‐692.906 1750 ‐469.368<br />

Catatan<br />

Kesepakatan tanda : ( ‐ ) adalah tarik<br />

( + ) adalah tekan


3.6 Perencanaan Profil Struktur Atap<br />

Dari perhitungan statika rangka batang struktur atap,didapatkan dua jenis<br />

gaya aksial terbesar, yaitu :<br />

Gaya tarik maksimum (Pmaks) = 48900 kg pada batang 24 & 25<br />

Gaya tekan maksimum (Pmaks) = 57800 kg pada batang 54 & 55<br />

3.6.1 Perencanaan Profil Batang Tarik<br />

No rangka : 24<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 48.900 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 102,47 cm<br />

Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />

X<br />

Y<br />

Y<br />

Persyaratan keamanan batang tarik<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

t<br />

X<br />

diameter (D) : 165,2 mm<br />

tebal (t) : 6,0 mm<br />

berat (W) : 23,6 kg/m<br />

luas (A) : 30,01 cm 2<br />

momen inersia (I) : 952 cm 4<br />

jari-jari girasi (r) : 5,63 cm<br />

dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />

φ = 0,9<br />

Nn = Ag . fy<br />

= 30,01 . 2400<br />

= 72.024 kg<br />

φ . Nn = 0,9 . 72024 = 64.821,6 kg<br />

97


dan<br />

X<br />

φ = 0,75<br />

Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />

= 30,01 . 3700 = 30,01 . 1<br />

= 111.037 kg = 30,01 cm 2<br />

φ . Nn = 0,75 . 111037 = 83.277,75 kg<br />

jadi,<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

48900 ≤ 64821,6 kg AMAN<br />

3.6.2 Perencanaan Profil Batang Tekan<br />

No rangka : 54<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 57.800 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 154,53 cm<br />

Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />

Y<br />

Y<br />

t<br />

Persyaratan keamanan batang tekan<br />

• Persyaratan Kekuatan<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

X<br />

diameter (D) : 165,2 mm<br />

tebal (t) : 6,0 mm<br />

berat (W) : 23,6 kg/m<br />

luas (A) : 30,01 cm 2<br />

momen inersia (I) : 952 cm 4<br />

jari-jari girasi (i) : 5,63 cm<br />

98


dimana,<br />

φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

= 27,45<br />

λg = <br />

, . <br />

= <br />

λc = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

, . <br />

, . <br />

karena λc < 0,25, maka<br />

jadi,<br />

ω = 1<br />

fcr = <br />

<br />

= <br />

<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />

= 0,247<br />

= 111,072<br />

= 2400 kg/cm2<br />

57800 ≤ 0,85 . 30,01 . 2400<br />

57800 ≤ 61220,4 kg AMAN<br />

• Perbandingan Kelangsingan<br />

dimana,<br />

λ < λr<br />

99


jadi,<br />

X<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

<br />

λr = <br />

<br />

= <br />

<br />

= 91,67<br />

λ < λr<br />

Y<br />

Y<br />

t<br />

(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />

= 27,53<br />

(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />

(nilai fy dalam MPa)<br />

27,53 < 91,67 AMAN<br />

3.6.3 Perencanaan Profil Batang Vertikal (Batang Tekan)<br />

No rangka : 85<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 13.400 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 149,72 cm<br />

Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />

Persyaratan keamanan batang tekan<br />

• Persyaratan Kekuatan<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

X<br />

diameter (D) : 101,6 mm<br />

tebal (t) : 4,0 mm<br />

berat (W) : 9,63 kg/m<br />

luas (A) : 12,26 cm 2<br />

momen inersia (I) : 146 cm 4<br />

jari-jari girasi (i) : 3,45 cm<br />

100


dimana,<br />

φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

= 43,40<br />

λg = <br />

, . <br />

= <br />

λc = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

, . <br />

, . <br />

= 0,391<br />

karena 0,25 < λc < 1,2 maka<br />

jadi,<br />

ω =<br />

=<br />

,<br />

, , <br />

,<br />

, – , . ,<br />

= 1,069<br />

fcr = <br />

<br />

= <br />

,<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />

= 111,072<br />

= 2245,09 kg/cm2<br />

13400 ≤ 0,85 . 12,26 . 2245,09<br />

13400 ≤ 23396,1 kg AMAN<br />

101


• Perbandingan Kelangsingan<br />

dimana,<br />

jadi,<br />

X<br />

λ < λr<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

<br />

λr = <br />

<br />

= <br />

<br />

= 91,67<br />

λ < λr<br />

Y<br />

Y<br />

t<br />

(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />

= 25,4<br />

(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />

(nilai fy dalam MPa)<br />

25,4 < 91,67 AMAN<br />

3.6.4 Perencanaan Profil Batang Diagonal (Batang Tarik)<br />

No rangka : 117<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 20.500 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 229,34 cm<br />

Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />

X<br />

diameter (D) : 101,6 mm<br />

tebal (t) : 4,0 mm<br />

berat (W) : 9,63 kg/m<br />

luas (A) : 12,26 cm 2<br />

momen inersia (I) : 146 cm 4<br />

jari-jari girasi (r) : 3,45 cm<br />

102


Persyaratan keamanan batang tarik<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />

φ = 0,9<br />

Nn = Ag . fy<br />

= 12,26 . 2400<br />

= 29.424 kg<br />

φ . Nn = 0,9 . 29424 = 26.481,6 kg<br />

dan<br />

φ = 0,75<br />

Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />

= 12,26 . 3700 = 12,26 . 1<br />

= 45.362 kg = 12,26 cm 2<br />

φ . Nn = 0,75 . 45362 = 34.021, 5 kg<br />

jadi,<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

20500 ≤ 26.481,6 kg AMAN<br />

103


3.6.5 Perencanaan Sambungan Las Rangka Atap<br />

85<br />

53 54<br />

104<br />

Sambungan las yang akan digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu<br />

sambungan las sudut dan sambungan las tumpul penetrasi penuh.<br />

3.6.5.1 Perencanaan Sambungan Las Sudut<br />

Persyaratan tebal minimum las sudut, tw<br />

jika,<br />

maka,<br />

t ≤ 7 mm (tebal bagian tertebal dari profil baja)<br />

tw = 3 mm (tabel 13.5-1 SNI 03-1729-2002)<br />

Persyaratan kuat las sudut (per satuan panjang las)<br />

dimana,<br />

Ru ≤ φ . Rnw<br />

Ru =<br />

<br />

<br />

= <br />

,<br />

= 41,98 kg/mm<br />

digunakan las elektroda E70XX, fuw = 485 MPa = 48,5 kg/mm 2<br />

φ . Rnw = 0,75 . tt . (0,6 . fuw) tt = 1,5 1,5 <br />

= 0,75 . 2,12 . (0,6 . 48,5) = 2,12 mm<br />

= 46,269 kg/mm


jadi,<br />

Ru ≤ φ . Rnw<br />

41,98 ≤ 46,269 kg/mm AMAN<br />

3.6.5.2 Perencanaan Sambungan Las Tumpul Penetrasi Penuh<br />

54 55<br />

Persyaratan tebal las tumpul, tt<br />

tt = 4 mm yang digunakan<br />

Persyaratan kuat las tumpul (per satuan panjang las)<br />

dimana,<br />

Ru ≤ φy . Rnw<br />

Ru =<br />

<br />

<br />

= <br />

,<br />

= 111,37 kg/mm<br />

digunakan las elektroda E70XX, fyw = 395 MPa = 39,5 kg/mm 2<br />

φy . Rnw = 0,9 . tt . fyw<br />

jadi,<br />

= 0,9 . 4 . 39,5<br />

= 142,2 kg/mm<br />

Ru ≤ φy . Rnw<br />

111,37 ≤ 142,2 kg/mm AMAN<br />

105


3.6.6 Perencanaan Profil Batang Tarik<br />

3.6.6.1 Pada Titik Tumpuan 1<br />

Gaya Batang yang Terjadi<br />

Perhitungan Gaya Batang T<br />

1<br />

1<br />

T<br />

T<br />

1<br />

T<br />

106<br />

Dari reaksi tumpuan yang terjadi (perhitungan statika dengan<br />

StaadPro 2004) pada titik tumpuan 1, bisa didapat gaya batang T<br />

dengan menggunakan metode kesetimbangan titik buhul.<br />

tan α = <br />

<br />

tan α = 1,801<br />

α = 60,96 0<br />

cos 60,96 0 = <br />

<br />

R = 3728,73 kg<br />

ΣH = 0<br />

- R . cos 60,96 + T . cos 68,57 = 0<br />

- 3728,73 . cos 60,96 + T . cos 68,57 = 0<br />

T = 4953,96 kg<br />

(tarik)


ΣV = 0<br />

R . sin 60,96 + T . sin 68,57 = 0<br />

3728,73 . sin 60,96 + T . sin 68,57 = 0<br />

107<br />

T = - 3502,08 kg<br />

(tekan)<br />

Gaya batang T yang didapat akan digunakan untuk merencanakan<br />

dimensi dari batang tersebut.<br />

Perencanaan Profil Batang Tarik<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 4953,96 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 1085,54 cm<br />

Digunakan steel rod deform BJTD30<br />

diameter (D) : 16,00 mm<br />

berat (W) : 1,58 kg/m<br />

luas (A) : 2,011 cm 2<br />

Persyaratan keamanan batang tarik<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />

φ = 0,9<br />

Nn = Ag . fy<br />

= 2,011 . 2940<br />

= 5912,34 kg<br />

φ . Nn = 0,9 . 5912,34 = 5321,11 kg<br />

dan<br />

φ = 0,75


T<br />

Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />

24<br />

= 2,011 . 4800 = 2,011 . 1<br />

= 9652,80 kg = 2,011 cm 2<br />

φ . Nn = 0,75 . 9652,80 = 7239,6 kg<br />

jadi,<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

4953,96 ≤ 5321,11 kg AMAN<br />

3.6.6.2 Pada Titik Tumpuan 24<br />

Gaya Batang yang Terjadi<br />

Perhitungan Gaya Batang T<br />

T<br />

24<br />

108<br />

Dari reaksi tumpuan yang terjadi (perhitungan statika dengan<br />

StaadPro 2004) pada titik tumpuan 24, bisa didapat gaya batang T<br />

dengan menggunakan metode kesetimbangan titik buhul.<br />

tan α = <br />

<br />

tan α = 1,241<br />

α = 51,14 0<br />

cos 51,14 0 = <br />

<br />

R = 17213,36 kg


T<br />

24<br />

ΣH = 0<br />

- T . cos 18,52 + R . cos 51,14 = 0<br />

- T . cos 18,52 + 17213,36 . cos 51,14 = 0<br />

109<br />

T = 11389,85 kg<br />

ΣV = 0<br />

T . sin 18,52 - R . sin 51,14 = 0<br />

T . sin 18,52 – 17213,36 . sin 51,14 = 0<br />

(tarik)<br />

T = 42198,42 kg<br />

(tarik)<br />

Gaya batang T yang didapat akan digunakan untuk merencanakan<br />

dimensi dari batang tersebut.<br />

Perencanaan Profil Batang Tarik<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 42198,42 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 2982,06 cm<br />

Digunakan steel rod deform BJTD40<br />

diameter (D) : 40,00 mm<br />

berat (W) : 9,87 kg/m<br />

luas (A) : 12,565 cm 2<br />

Persyaratan keamanan batang tarik<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

dimana nilai φ . Nn diambil dari nilai terendah dari :<br />

φ = 0,9


Nn = Ag . fy<br />

= 12,565 . 3920<br />

= 49254,80 kg<br />

φ . Nn = 0,9 . 49254,80 = 44329,32 kg<br />

dan<br />

φ = 0,75<br />

Nn = Ae . fu Ae = A . U<br />

= 12,565 . 5590 = 12,565 . 1<br />

= 70238,40 kg = 12,565 cm 2<br />

φ . Nn = 0,75 . 70238,4 = 52678,80 kg<br />

jadi,<br />

Nu ≤ φ . Nn<br />

42198,42 ≤ 44329,32 kg AMAN<br />

3.6.6.3 Pada Batang Penyangga<br />

Perhitungan Gaya Batang T<br />

T1 T<br />

T24<br />

110<br />

Dari gaya batang tarik yang terjadi (perhitungan statika dengan<br />

StaadPro 2004) pada batang penyangga, bisa didapat gaya batang T<br />

dengan menggunakan metode kesetimbangan titik buhul.


X<br />

Y<br />

Y<br />

t<br />

X<br />

ΣH = 0<br />

- T1 . cos 68,57 - T . cos 79,302 + T24 . cos 18,52 = 0<br />

- 4953,96 . cos 68,57 - T . cos 79,302 + 42198,42 . cos 18,52 = 0<br />

T . cos 79,302 = 38201,08<br />

111<br />

T = 205799,75 kg<br />

ΣV = 0<br />

- T1 . sin 68,57 + T . sin 79,302 – T24 . sin 18,52 = 0<br />

- 4953,96 . sin 68,57 + T . sin 79,302 – 42198,42 . sin 18,52 = 0<br />

(tekan)<br />

T . sin 79,302 = 18015,19<br />

T = 18333,84 kg<br />

(tekan)<br />

Gaya batang T yang didapat akan digunakan untuk merencanakan<br />

dimensi dari batang tersebut.<br />

Perencanaan Profil Batang<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 205799,75 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 948,26 cm<br />

Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />

diameter (D) : 165,2 mm<br />

tebal (t) : 7,0 mm<br />

berat (W) : 27,3 kg/m<br />

luas (A) : 34,79 cm 2<br />

momen inersia (I) : 1090 cm 4<br />

jari-jari girasi (i) : 5,60 cm


Persyaratan keamanan batang tekan<br />

• Persyaratan Kekuatan<br />

dimana,<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

λg = <br />

, . <br />

= <br />

λc = <br />

<br />

= 169,33<br />

, . <br />

, . <br />

= ,<br />

,<br />

karena λc ≥ 1,2 maka<br />

jadi,<br />

ω = 1,25 . λc 2<br />

= 1,25 . 1,50 2<br />

= 2,81<br />

fcr = <br />

<br />

= <br />

,<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />

= 111,072<br />

= 1,50<br />

= 1032,03 kg/cm2<br />

205799,75 ≤ 0,85 . 34,79 . 1032,03<br />

205799,75 > 30518,68 kg TIDAK AMAN<br />

112


T1 T1<br />

113<br />

karena dimensi yang direncanakan tidak aman untuk digunakan, maka<br />

dicoba dimensi yang lebih besar dan dengan membagi gaya kepada 2<br />

batang penyangga.<br />

Perhitungan Gaya Batang T<br />

tan α = <br />

,<br />

tan α = 0,137<br />

α = 7,779 0<br />

ΣH = 0<br />

ΣV = 0<br />

- T + 2 . T1 . cos 7,779 = 0<br />

- 205799,75 + 2 . T1 cos 7,779 = 0<br />

T = 103855,6 kg<br />

(tekan)


Perencanaan Profil Batang<br />

Gaya batang maks (Pmaks) : 103855,60 kg<br />

Panjang Tekuk (Lk) : 1108,18 cm<br />

Dicoba menggunakan profil pipa circular hollow sections<br />

X<br />

Y<br />

Persyaratan keamanan batang tekan<br />

• Persyaratan Kekuatan<br />

dimana,<br />

Y<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

t<br />

X<br />

diameter (D) : 267,4 mm<br />

tebal (t) : 9,0 mm<br />

berat (W) : 57,4 kg/m<br />

luas (A) : 73,06 cm 2<br />

momen inersia (I) : 6110 cm 4<br />

jari-jari girasi (i) : 9,14 cm<br />

φ = 0,85 (SNI 03-1729-2002 tabel 6.4-2)<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

λg = <br />

, . <br />

= <br />

λc = <br />

<br />

= ,<br />

,<br />

= 121,25<br />

, . <br />

, . <br />

= 1,092<br />

= 111,072<br />

114


karena 0,25 < λc < 1,2 maka<br />

jadi,<br />

ω =<br />

=<br />

,<br />

,, . <br />

,<br />

,, . ,<br />

= 1,647<br />

fcr = <br />

<br />

Nu ≤ φn . Nn<br />

= <br />

,<br />

Nu ≤ φn . Ag . fcr<br />

= 1760,78 kg/cm2<br />

103855,60 ≤ 0,85 . 73,06 . 1760,78<br />

103855,60 ≤ 109346,20 kg AMAN<br />

• Perbandingan Kelangsingan<br />

dimana,<br />

jadi,<br />

λ < λr<br />

λ = <br />

<br />

= ,<br />

<br />

λr = <br />

<br />

= <br />

<br />

= 75,86<br />

λ < λr<br />

(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />

= 29,4<br />

(SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1)<br />

(nilai fy dalam MPa)<br />

29,4 < 75,86 AMAN<br />

115


Perencanaan Sambungan Las Tumpul Penetrasi Penuh<br />

Persyaratan tebal las tumpul, tt<br />

tt = 4 mm<br />

tt = 8 mm yang digunakan<br />

Persyaratan kuat las tumpul (per satuan panjang las)<br />

dimana,<br />

Ru ≤ φy . Rnw<br />

Ru =<br />

<br />

<br />

= ,<br />

. <br />

= 259,64 kg/mm<br />

digunakan las elektroda E70XX, fyw = 395 MPa = 39,5 kg/mm 2<br />

φy . Rnw = 0,9 . tt . fyw<br />

jadi,<br />

= 0,9 . 8 . 39,5<br />

= 284,40 kg/mm<br />

Ru ≤ φy . Rnw<br />

259,64 ≤ 284,40 kg/mm AMAN<br />

116


Perencanaan Pelat Landas (Base Plate) Batang Penopang<br />

Gaya yang ditahan oleh pelat landas<br />

d<br />

b<br />

0,80 b<br />

n n<br />

B<br />

t<br />

fp<br />

m<br />

0,95 d N<br />

Luas pelat yang diperlukan<br />

A1 =<br />

<br />

, . . <br />

= ,<br />

, . , . <br />

Menentukan dimensi pelat<br />

m<br />

= 336,27 cm2<br />

∆ = 0,50 (0,95 . d – 0,80 . b)<br />

= 0,50 (0,95 . 26,74 – 0,80 . 26,74)<br />

= 2,006 cm<br />

N = + ∆<br />

= √336,27 + 2,006<br />

= 20,344 cm<br />

digunakan N = 30 cm<br />

P = T . sin 82,221 0<br />

= 103855,6 . sin 82,221<br />

= 102899,87 kg<br />

P = T . cos 82,221 0<br />

= 103855,6 . cos 82,221<br />

= 14057,11 kg<br />

117


B = <br />

<br />

= ,<br />

<br />

digunakan B = 30 cm<br />

= 11,21 cm<br />

Menentukan nilai m dan n<br />

m =<br />

n =<br />

, . ,<br />

<br />

, . ,<br />

<br />

= 2,30 cm<br />

= 4,30 cm<br />

Menentukan tebal pelat yang diperlukan<br />

tp = (m atau n) <br />

= 4,30 <br />

= 1,27 cm<br />

digunakan tp = 14 cm<br />

. <br />

, . . . <br />

. ,<br />

, . . . <br />

Perencanaan Baut Angker dan Panjang Penjangkaran<br />

Luas baut yang diperlukan<br />

digunakan baut A307 dengan Fu = 60 ksi = 41,37 kg/mm 2<br />

Ag =<br />

=<br />

<br />

, . . <br />

,<br />

, . , . ,<br />

= 604,07 mm 2 = 6,0407 cm 2<br />

jika digunakan 2 buah baut, maka Ag perlu = ½ . 6,0407<br />

= 3,0204 cm 2<br />

digunakan baut diameter <br />

inch (2,22 cm), Ag = 3,871 cm 2<br />

118


Luas permukaan yang diperlukan<br />

Apsf =<br />

<br />

. .√ <br />

= ,<br />

. , .√<br />

Panjang penjangkaran<br />

= 2705,29 mm 2 = 27,0529 cm 2<br />

L = <br />

,<br />

= ,<br />

,<br />

= 2,94 cm<br />

syarat panjang penjangkaran minimal adalah 12 . d = 12 . 2,22<br />

= 26,64 cm<br />

jadi digunakan panjang penjangkaran minimal, yaitu 26,64 cm.<br />

Perencanaan Sambungan Las Sudut<br />

Persyaratan tebal minimum las sudut, tw<br />

jika,<br />

maka,<br />

t = 9 mm (tebal bagian tertebal dari profil baja)<br />

tw = 4 mm (tabel 13.5-1 SNI 03-1729-2002)<br />

tw = 9 mm yang digunakan<br />

119


Persyaratan kuat las sudut (per satuan panjang las)<br />

dimana,<br />

Ru ≤ φ . Rnw<br />

Ru =<br />

<br />

<br />

= ,<br />

,<br />

= 123,63 kg/mm<br />

digunakan las elektroda E70XX, fuw = 485 MPa = 48,5 kg/mm 2<br />

φ . Rnw = 0,75 . tt . (0,6 . fuw) tt = 4,5 4,5 <br />

jadi,<br />

= 0,75 . 5,66 . (0,6 . 48,5) = 6,36 mm<br />

= 138,81 kg/mm<br />

Ru ≤ φ . Rnw<br />

123,63 ≤ 138,81 kg/mm AMAN<br />

3.7 Perhitungan Gording<br />

3.7.1 Data Perencanaan Gording<br />

Jarak antar struktur atap : 6,00 m<br />

Sudut kemiringan atap : 7,82 o<br />

Penutup atap : Lysaght Spandek<br />

Berat jenis penutup atap : 5,29 kg/m 2<br />

Jarak antar gording (maks) : 158,6 cm<br />

Profil gording : CNP (Canal C) 150.50.20.3,2<br />

120


3.7.2 Pembebanan Gording<br />

Peninjauan searah sumbu y - y<br />

q<br />

berat sendiri gording : 6,76 . cos 7,82 0 = 6,697 kg/m<br />

M1 : <br />

. 6,697 . (6,00)2 = 30,14 kgm<br />

berat sendiri atap : 1,586 . 5,29 . cos 7,82 0 = 8,312 kg/m<br />

M2 : <br />

. 8,312 . (6,00)2 = 37,40 kgm<br />

beban angin : 1,586 . 0,4 . 25 = 15,86 kg/m<br />

beban hidup (P = 100 kg)<br />

Kombinasi Muatan<br />

M3 : <br />

. 15,86 . (6,00)2 = 71,37 kgm<br />

M4 : <br />

. 100 . cos 7,820 . 6,00 = 148,61 kgm<br />

M1 + M2 + M3 : 30,14 + 37,40 + 71,37 = 138,91 kgm<br />

M1 + M2 + M4 : 30,14 + 37,40 + 148,61 = 216,15 kgm<br />

Peninjauan searah sumbu x - x<br />

berat sendiri gording : 6,76 . sin 7,82 0 = 0,920 kg/m<br />

M1 : <br />

. 0,920 . (6,00)2 = 4,140 kgm<br />

berat sendiri atap : 1,586 . 5,29 . sin 7,82 0 = 1,142 kg/m<br />

M2 : <br />

. 1,142 . (6,00)2 = 5,139 kgm<br />

121


eban hidup (P = 100 kg)<br />

Kombinasi Muatan<br />

3.7.3 Kontrol Tegangan<br />

M5 : <br />

. 100 . sin 7,820 . 6,00 = 20,41 kgm<br />

M1 + M2 + M5 : 4,140 + 5,139 + 20,41 = 29,69 kgm<br />

dipakai gording C 150.50.20.3,2, maka<br />

syarat<br />

Ix = 280 cm 4 ix = 5,71 cm<br />

Iy = 28,3 cm 4 iy = 1,81 cm<br />

Wx = 37,4 cm 3 A = 8,61 cm 2<br />

Wy = 8,19 cm 3 berat (w) = 6,76 kg/m<br />

σ = <br />

<br />

<br />

<br />

<br />

= <br />

,<br />

σ < σbaja<br />

<br />

,<br />

= 940,46 kg/cm2<br />

940,46 < 2400 kg/cm 2 AMAN<br />

3.7.4 Kontrol Lendutan<br />

122<br />

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 6.4.3, lendutan maksimal yang boleh<br />

terjadi adalah<br />

f ' = <br />

<br />

. = . = 2,50 cm<br />

<br />

Lendutan yang terjadi<br />

qy = 0,920 + 1,142 + 0 = 2,062 kg/m<br />

qx = 6,697 + 8,312 + 15,86 = 30,869 kg/m


syarat<br />

Py = 100 . sin 7,82 0 = 13,606 kg<br />

Px = 100 . cos 7,82 0 = 99,070 kg<br />

fx =<br />

= . , . <br />

fy =<br />

= . , . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . <br />

. . ,<br />

f = <br />

. , . <br />

. . <br />

. , . <br />

. . ,<br />

= 1,644 1,615 = 2,30 cm<br />

f < f '<br />

2,30 < 2,50 cm AMAN<br />

= 1,644 cm<br />

= 1,615 cm<br />

123<br />

Jadi dimensi gording C 150.50.20.3,2 yang direncanakan memenuhi syarat<br />

untuk dipergunakan sebagai gording.<br />

3.7.5 Perhitungan Trackstang


qty = qy . jarak trestang . jumlah trekstang<br />

= 2,062 . 2,00 . 28 = 115,472 kg<br />

Pty = Py . jumlah trekstang<br />

= 13,606 . 28 = 380,968 kg<br />

+<br />

= 496,440 kg<br />

Nn = Ag . fy<br />

496,440 = Ag . 2400<br />

Ag = 0,207 cm 2<br />

. ,<br />

d = <br />

<br />

= 0,51 cm<br />

Jadi digunakan trekstang praktis φ 10 mm<br />

3.7.6 Perhitungan Ikatan Angin (Wind Bracing)<br />

124<br />

Perhitungan ikatan angin yang dilakukan adalah ikatan angin dengan<br />

bentang terbesar.


eban angin = (6 . 8,941) . 127,5 kg/m 2<br />

= 6839,865 kg<br />

125<br />

beban angin tersebut ditahan oleh 1 pasang ikatan angin (2 buah) sehingga<br />

1 buah ikatan angin memikul gaya :<br />

Nn = Ag . fy<br />

3419,933 = Ag . 2400<br />

Ag = 1,425 cm 2<br />

. ,<br />

d = <br />

<br />

= 1,35 cm<br />

Jadi digunakan ikatan angin φ 14 mm<br />

3.8 Kontrol Berat Rangka Atap<br />

Berat batang horisontal<br />

= ½ . 6839,865 kg = 3419,933 kg<br />

= (panjang rangka batang horisontal . berat profil pipa)<br />

= (87,395 . 23,6) = 2062,522 kg<br />

Berat batang vertikal<br />

= (panjang rangka batang vertikal . berat profil pipa)<br />

= (43,087 . 9,63) = 414,928 kg<br />

Berat batang diagonal<br />

= (panjang rangka batang diagonal . berat profil pipa)<br />

= (63,125 . 9,63) = 607,894 kg


Berat total<br />

Syarat :<br />

= 2062,522 + 414,928 + 607,894<br />

= 3085,344 kg<br />

berat rangka atap < berat rangka atap taksiran<br />

3085,344 < 5847,02 kg AMAN<br />

126

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!