14.08.2013 Views

pengaruh pelatihan promosi kesehatan tentang dhf terhadap ...

pengaruh pelatihan promosi kesehatan tentang dhf terhadap ...

pengaruh pelatihan promosi kesehatan tentang dhf terhadap ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PENGARUH PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TENTANG DHF TERHADAP<br />

PENINGKATAN KETERAMPILAN PENYULUHAN KADER KESEHATAN<br />

(ANALYZE THE EFFECT OF HEALTH PROMOTION TRAINING OF DHF ON IMPROVING<br />

COUNSELING SKILLS OF HEALTH SERVICE PROVIDERS)<br />

Sulastyawati *) , Tri Nataliswati 2) , Nurul Hidayah 3)<br />

1,2,3) Program Studi Keperawatan Lawang Poltekkes Kemenkes Malang<br />

Jl. A. Yani No 1 Lawang 65218<br />

*) e-mail: sulas_tyawati@yahoo.co.id<br />

ABSTRAK<br />

Kader <strong>kesehatan</strong> sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat memegang peranan penting<br />

dalam kebenaran informasi yang diterima oleh masyarakat sebagai modal dalam pembentukan<br />

perilakunya terutama di bidang <strong>kesehatan</strong>. Kader <strong>kesehatan</strong> harus mempunyai bekal pengetahuan dan<br />

keterampilan untuk menyampaikan informasi dalam penyuluhan. Tujuan penelitian adalah untuk<br />

menganalisis <strong>pengaruh</strong> <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan keterampilan<br />

penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> di Dusun Sumberrejo Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang dengan<br />

menggunakan the randomized pretest-posttest one group design dengan jumlah responden 20 orang.<br />

Pengambilan sample menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar<br />

observasi dan dianalisis dengan menggunakan uji wilcoxon signed ranks test dengan p < 0,05. Hasil<br />

penelitian didapatkan 73,3% memiliki keterampilan penyuluhan <strong>tentang</strong> DHF yang cukup sebelum<br />

dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong>, 20% adalah kurang dan 6,7% adalah baik. Sedangkan setelah<br />

dilakukan <strong>pelatihan</strong> didapatkan hasil 53,3% memiliki keterampilan penyuluhan yang cukup dan<br />

46,7% memiliki keterampilan penyuluhan yang baik. Setelah dianalisis dengan menggunakan<br />

wilcoxon signed ranks test diadapatkan p = 0,021 yang berarti ada <strong>pengaruh</strong> <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong><br />

<strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan keterampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> di Dusun<br />

Sumberrejo Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang.<br />

Kata kunci: <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong>, keterampilan penyuluhan kader<br />

ABSTRACT<br />

Health service providers as one source of information for the community has an important role in the<br />

accuracy of information received by the community as capital formation, especially in the field of<br />

health behavior. For that, not only the provision of knowledge of health service providers is needed in<br />

the success of an extension, but also the skill of health service providers is to convey information. The<br />

purpose of this study to analyze the effect of health promotion training of DHF on improving


counseling skills of health service providers in the Sumberrejo Sidoluhur Lawang by using the<br />

randomized pretest-posttest one group design. Data were collected using observation sheets and<br />

analyzed using the wilcoxon signed ranks test with α < 0,05. The results showed 73,3% of DHF<br />

counseling skills sufficient prior training of health promotion, 20% less and 6,7% better. While the<br />

results obtained after training 53,3% had adequate counseling skills and 46,7% had good counseling<br />

skills. Using wilcoxon signed ranks test get α = 0,021 which means there is the influence of health<br />

promotion training of DHF on improving counseling skills of health service providers in the<br />

Sumberrejo Sidoluhur Lawang.<br />

Keywords: health promotion training counseling skills, health service providers<br />

LATAR BELAKANG<br />

Dengue haemmorhagic fever (DHF) adalah penyakit febris virus akut ditandai empat<br />

manifestasi klinis utama: demam tinggi, hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat<br />

disertai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Pasien dapat mengalami syok hipovolemi yang<br />

diakibatkan oleh kebocoran plasma dan dapat menjadi fatal. DHF khususnya manifestasi yang lebih<br />

berat seperti DSS (dengue shock syndrome), merupakan penyakit paling infeksi dan dianggap sebagai<br />

penyakit viral-artropod karena tingginya angka kematian yang ditimbulkannya.<br />

Pada 1960-an dan 1970-an kejadian DHF meningkat secara progresif, angka kematian<br />

sejumlah 42.808 dari 1.070.207 kasus dan sebagian besar adalah anak-anak. Sepanjang tahun 1980-<br />

an, di beberapa negara seperti Cina, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam,<br />

DHF banyak menyerang pedesaan. Saat itu, wabah yang luar biasa terjadi di Vietnam (WHO, 1997).<br />

Di Indonesia, insiden DHF selama tahun 1991 dan 1992 adalah berurutan yaitu 11,56 dan 11,45 per<br />

100.000. Sedangkan sampai dengan awal Maret 2007, di dua kabupaten di wilayah Jawa Timur yaitu<br />

Gresik dan Lamongan dilaporkan masing-masing 145 kasus 3 di antaranya meninggal dan 162 kasus<br />

2 di antaranya meninggal (Surya Online, 6 Maret 2007).<br />

DHF merupakan penyakit yang mudah menyebar. Nyamuk Aedes aegepty sebagai vektor<br />

virus dengue telurnya dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama, hidup dekat dengan manusia dan<br />

sering hidup dalam rumah. Bahkan menyukai tempat-tempat yang terang dan bersih (WHO, 1997).<br />

Perilaku manusia yang tepat memegang peranan penting dalam pengendalian nyamuk ini. Perilaku<br />

yang dimaksud salah satunya adalah melakukan 3 M ( menguras, mengubur dan menutup)<br />

(Notoatmodjo, 2005). Bloom menyatakan derajat <strong>kesehatan</strong> masyarakat di<strong>pengaruh</strong>i oleh empat<br />

faktor utama, yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan <strong>kesehatan</strong> dan keturunan (Notoatmodjo, 19 97).<br />

Oleh karena itu, masalah <strong>kesehatan</strong> bukan hanya tanggung jawab dari petugas <strong>kesehatan</strong> saja tetapi<br />

juga membutuhkan peran serta aktif dari masyarakat. Peran serta masyarakat yang dimaksud adalah<br />

perilaku masyarakat di dalam menanggulangi masalah atau program <strong>kesehatan</strong> yang ada di<br />

lingkungannya. Status <strong>kesehatan</strong> individu atau masyarakat sangat di<strong>pengaruh</strong>i oleh perilaku yang<br />

mendukung hidup sehat. Perilaku sehat bagi individu atau masyarakat sangat di<strong>pengaruh</strong>i oleh faktor-


faktor pendorong, pemudah dan penguat. Ketiga faktor tersebut dapat terjadi jika ada upaya atau<br />

intervensi berupa pendidikan atau penyuluhan (<strong>promosi</strong>) <strong>kesehatan</strong>. Untuk itu, masyarakat perlu<br />

mendapat informasi <strong>kesehatan</strong> terkait dengan masalah yang timbul secara benar. Kader <strong>kesehatan</strong><br />

sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat memegang peranan penting dalam kebenaran<br />

informasi yang diterima oleh masyarakat sebagai modal dalam pembentukan perilakunya terutama di<br />

bidang <strong>kesehatan</strong>. Tidak hanya bekal pengetahuan dari kader <strong>kesehatan</strong> saja yang dibutuhkan dalam<br />

keberhasilan suatu penyuluhan, tetapi juga keterampilan dari kader <strong>kesehatan</strong> tersebut untuk<br />

menyampaikan informasi (Suliha et al, 2002).<br />

Salah satu solusi bagi kader <strong>kesehatan</strong>, sebaiknya sebelum ke masyarakat seorang kader<br />

<strong>kesehatan</strong> selain mendapatkan informasi <strong>tentang</strong> masalah-masalah <strong>kesehatan</strong>, perawatan, pencegahan<br />

dan penanggulangan dari petugas <strong>kesehatan</strong>, juga harus mandapatkan informasi <strong>tentang</strong> bagaimana<br />

penyuluhan itu dilakukan supaya informasi yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat.<br />

METODE<br />

Jenis penelitian menggunakan rancangan the randomized pretest-posttest one group design,<br />

tujuannya untuk: 1) mengidentifikasi ketrampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> sebelum dan sesudah<br />

<strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF; 2) menganalisis <strong>pengaruh</strong> <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong><br />

<strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan ketrampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong>.<br />

Sample dalam penelitian ditentukan dengan menggunakan tehnik total sampling dan<br />

diperoleh sebanyak 15 kader dengan karakteristik sample meliputi: kader <strong>kesehatan</strong> yang ada di<br />

wilayah Dusun Sumberejo Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang, berusia minimal 20 tahun, pendidikan<br />

terendah tamat SD dan menjadi kader aktif.<br />

Penelitian dilakukan pada 1-11 Desember 2007 di Dusun Sumberrejo Desa Sidoluhur<br />

Kecamatan Lawang, Malang.<br />

Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi yang digunakan untuk mengukur<br />

keterampilan penyuluhan dari kader <strong>kesehatan</strong> baik sebelum dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong><br />

maupun setelah dilakukan <strong>pelatihan</strong>. Sedangkan untuk pelaksanaan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> yang<br />

dilakukan pada kader <strong>kesehatan</strong> dilakukan dengan sistem modul <strong>tentang</strong> teknik penyuluhan dan<br />

materi DHF.<br />

Penelitian dilaksanakan dalam 4 tahap. Tahap pertama, peneliti mengukur keterampilan<br />

penyuluhan kader <strong>tentang</strong> DHF sebelum dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong>, caranya kader<br />

<strong>kesehatan</strong> diminta melakukan simulasi penyuluhan. Berdasarkan pada macam-macam kegiatan<br />

penyuluh yang tercantum di lembar observasi, peneliti memberikan skor 1 jika dilakukan oleh kader<br />

<strong>kesehatan</strong> dan skor 0 untuk jika tidak dilakukan. Kemudian peneliti menjumlahkan skor yang didapat<br />

oleh masing-masing responden dan dianalisis dengan menggunakan rumus:<br />

N Sp x 100%<br />

Sm


Keterangan: N: hasil yang dinyatakan dengan prosentase. Sp: skor yang diperoleh responden. Sm:<br />

skor tertinggi yang diharapkan<br />

Dengan kriteria sebagai berikut: kriteria baik (81-100%), kriteria cukup (54-72%), kriteria kurang<br />

(27-45%), dan kriteria tidak baik (< 18%).<br />

Tahap kedua, peneliti melakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> dengan sistem modul.<br />

Bersamaan dengan saat modul dibagikan, peneliti memberikan penjelasan sesuai dengan yang tertera<br />

sekaligus memperagakan sebanyak 1 kali. Setelah itu, para kader <strong>kesehatan</strong> diminta mempelajari<br />

sekaligus memraktekkannya di rumah. Tahap ketiga, peneliti mengulangi lagi tahap pertama. Ini<br />

dilakukan 3 hari setelah <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> dilaksanakan. Tahap keempat, dilakukan setelah<br />

kriteria keterampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> sebelum <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> maupun sesudah<br />

<strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> diketahui. Pada tahap ini peneliti melakukan uji statistik menggunakan uji<br />

wilcoxon signed ranks test dengan p < 0,05 dengan bantuan sistem komputerisasi untuk mengetahui<br />

<strong>pengaruh</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan keterampilan penyuluhan kader<br />

<strong>kesehatan</strong>.<br />

Hasil<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan, Dan<br />

Pekerjaan<br />

Tabel 1. Distribusi frekuensi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan kader <strong>kesehatan</strong> di<br />

Dusun Sumberrejo Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang tahun 2007<br />

No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Prosentase (%)<br />

1. Laki-laki 9 60<br />

2. Perempuan 6 40<br />

Jumlah 15 100<br />

No Usia (tahun) Frekuensi (f) Prosentase (%)<br />

1.<br />

2.<br />

≤ 31<br />

>31<br />

Jumlah 15 100<br />

No Tingkat Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%)<br />

1. SD 5 33,3<br />

2. SLTP 5 33,3<br />

3. SLTA 5 33,3<br />

Jumlah 15 100<br />

9<br />

6<br />

60<br />

40


No Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase (%)<br />

1. Tidak Bekerja 5 33,3<br />

2. Petani 5 33,3<br />

3. Suasta & Pedagang 5 33,3<br />

Jumlah 15 100<br />

Dari tabel 1 didapatkan pada distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin sebagian besar<br />

sebanyak 60% adalah laki-laki. Pada distribusi frekuensi berdasarkan usia sebagian besar sebanyak<br />

60% adalah berusia ≤ 31 tahun. Pada distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan sebagian<br />

besar sebanyak masing-masing 33,3% adalah berpendidikan SLTA, SLTP, dan SD. Pada distribusi<br />

frekuensi berdasarkan pekerjaan sebagian besar sebanyak masing-masing 33,3% adalah sebagai petani<br />

dan tidak bekerja dan suasta dan pedagang.<br />

Keterampilan Penyuluhan Kader Kesehatan Sebelum Dan Sesudah Pelatihan Promosi<br />

Kesehatan Tentang DHF<br />

Tabel 2. Keterampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> sebelum dan sesudah <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong><br />

di Dusun Sumberrejo Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang tahun 2007<br />

No Ketrampilan Penyuluhan Sebelum Sesudah<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

Baik<br />

Cukup<br />

Kurang<br />

f % f %<br />

Jumlah 15 100 15 100<br />

Dari tabel 2 didapatkan pada ketrampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> sebelum <strong>pelatihan</strong><br />

<strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF sebagian besar sebanyak 73,3% dengan kategori cukup. Pada<br />

ketrampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> sesudah <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF sebagian<br />

besar sebanyak 53,3% dengan kategori cukup, sedangkan sebanyak 46,7% dengan kategori baik<br />

(kategori ini mengalami peningkatan).<br />

Pengaruh Pelatihan Promosi Kesehatan Tentang DHF Terhadap Peningkatan Keterampilan<br />

Penyuluhan Kader Kesehatan<br />

Tabel 3. Pengaruh <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan keterampilan<br />

penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> di Dusun Sumberrejo Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang tahun 2007<br />

1<br />

11<br />

3<br />

6,7<br />

73,3<br />

20<br />

7<br />

8<br />

0<br />

46,7<br />

53,3<br />

0


Z<br />

Asymp.Sig. (2-tailed)<br />

Sesudah Pelatihan Promosi Kesehatan - Sebelum<br />

Pelatihan Promosi Kesehatan<br />

-2,310<br />

0,021<br />

Dari tabel 3 didapatkan bahwa nilai z hitung = -2,310 dan Asymp. Sig. (nilai p) = 0,021. Hal<br />

ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 yang berarti ada <strong>pengaruh</strong> yang signifikan antara sebelum dan<br />

sesudah <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan ketrampilan kader <strong>kesehatan</strong>.<br />

Pembahasan<br />

Keterampilan Penyuluhan Kader Kesehatan Sebelum Pelatihan Promosi Kesehatan Tentang<br />

DHF<br />

Sesuai tabel 2 diketahui bahwa sebanyak 73,3% responden mempunyai keterampilan<br />

penyuluhan yang cukup sebelum dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF, 20%<br />

responden keterampilannya kurang dan hanya 6,7% yang keterampilan penyuluhannya baik. Hal ini<br />

dimungkinkan karena kader yang dijadikan responden adalah kader yang aktif, sehingga mereka<br />

sudah terbiasa menyampaikan informasi terkait <strong>kesehatan</strong> kepada orang lain. Selain itu, seperti yang<br />

tercantum dalam tabel 1 (distribusi frekuensi kader <strong>kesehatan</strong> berdasarkan tingkat pendidikan) variasi<br />

tingkat pendidikan responden yang sama besarnya yaitu 33,3% untuk tingkat pendidikan SD, SMP<br />

dan SMA. Beragamnya tingkat pendidikan dalam wadah kegiatan yang sama, memungkinkan mereka<br />

untuk saling bertukar informasi, ditunjang dengan usia responden berada dalam rentang usia dewasa<br />

muda pada tabel 1 (distribusi frekuensi kader <strong>kesehatan</strong> berdasarkan usia).<br />

Menurut Notoatmodjo (1997) keterampilan penyuluhan di<strong>pengaruh</strong>i oleh beberapa hal antara<br />

lain: 1) pengalaman, pengalaman belajar akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil suatu<br />

keputusan yang akan mendasari seseorang dalam berperilaku yang merupakan manifestasi dari<br />

keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik (Pro Health, 2009); 2) usia, semakin bertambah usia<br />

seseorang akan membawa perubahan pada aspek fisik dan mentalnya (psikologis) (Wahit, 2007); dan<br />

3) tingkat pendidikan, Wahit (2007) mengatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang<br />

maka akan semakin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi yang ada, yang sedikit<br />

banyak akan mem<strong>pengaruh</strong>i tingkat pengetahuan seseorang tersebut.<br />

Keterampilan Penyuluhan Kader Kesehatan Setelah Pelatihan Promosi Kesehatan Tentang<br />

DHF<br />

Sesuai tabel 2 diketahui bahwa setelah dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF<br />

sebanyak 53,3% responden mempunyai keterampilan penyuluhan yang cukup dan 46,7% mempunyai<br />

keterampilan penyuluhan yang baik. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal antara lain: 1)<br />

karakteristik responden yang seperti tercantum dalam tabel 1 (distribusi frekuensi kader <strong>kesehatan</strong>


erdasarkan usia) dan (distribusi frekuensi kader <strong>kesehatan</strong> berdasarkan tingkat pendidikan) yaitu<br />

<strong>tentang</strong> usia responden yang berada dalam kategori usia dewasa muda dan tingkat pendidikan<br />

responden yang beragam; 2) metode <strong>pelatihan</strong> yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem<br />

modul yang berisikan <strong>tentang</strong> teknik penyuluhan dan materi <strong>tentang</strong> DHF. Pada saat modul dibagikan,<br />

peneliti memberi penjelasan yang terkait dan memberi contoh atau memeragakan penyuluhan<br />

<strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong> DHF sebanyak 1 kali dan kemudian responden diminta untuk berlatih di rumah dan<br />

memeragakannya kembali 3 hari kemudian. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Notoatmodjo<br />

(1997), prinsip pokok <strong>promosi</strong> atau pendidikan <strong>kesehatan</strong> adalah belajar. Di dalam kegiatan belajar<br />

terdapat 3 persoalan pokok, yakni masukan, proses dan keluaran. Dan keberhasilan proses belajar ini<br />

di<strong>pengaruh</strong>i oleh faktor materi (bahan materi), lingkungan, instrumental (perlengkapan belajar, alat<br />

peraga, kemampuan fasilitator dan metode belajar) dan subyek belajar (usia, pengalaman, jenis<br />

kelamin dan status sosial ekonomi) (Effendy, 1998).<br />

Pengaruh Pelatihan Promosi Kesehatan Tentang DHF Terhadap Peningkatan Ketrampilan<br />

Penyuluhan Kader Kesehatan<br />

DHF merupakan fenomena penyakit yang saat ini hampir selalu ditayangkan di media massa,<br />

baik yang terkait dengan gejala, pemberantasan bahkan perawatannya. Nyamuk Aedes aegepty<br />

sebagai vektor virus dengue telurnya dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama, hidup dekat<br />

dengan manusia dan sering hidup dalam rumah. Bahkan menyukai tempat-tempat yang terang dan<br />

bersih (WHO, 1997). Perilaku manusia yang tepat memegang peranan penting dalam pengendalian<br />

nyamuk ini. Perilaku yang dimaksud salah satunya adalah melakukan 3 M (menguras, mengubur dan<br />

menutup) (Notoatmodjo, 2005). Salah satu faktor yang mem<strong>pengaruh</strong>i perilaku masyarakat tersebut<br />

adalah pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).<br />

Meskipun sudah banyak media massa yang menayangkan <strong>tentang</strong> segala sesuatu yang terkait<br />

dengan DHF, tetapi kadang-kadang masyarakat masih membutuhkan penguatan dari orang-orang<br />

yang ada di sekitarnya untuk bisa merubah perilakunya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar<br />

(1995) yang menyatakan bahwa orang lain merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut<br />

mem<strong>pengaruh</strong>i sikap atau perilaku. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan<br />

persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat, seseorang yang tidak ingin dikecewakan atau<br />

seseorang yang berarti khusus, akan banyak mem<strong>pengaruh</strong>i pembentukan sikap <strong>terhadap</strong> sesuatu, dan<br />

kader <strong>kesehatan</strong> merupakan salah satunya.<br />

Kader <strong>kesehatan</strong> merupakan salah satu sumber informasi bagi masyarakat yang memegang<br />

peranan penting dalam kebenaran informasi yang diterima oleh masyarakat sebagai modal dalam<br />

pembentukan perilakunya terutama di bidang <strong>kesehatan</strong> (Suliha et al, 2000). Untuk menunjang<br />

fungsinya tersebut, para kader <strong>kesehatan</strong> biasanya pernah mendapatkan <strong>pelatihan</strong> <strong>tentang</strong> masalah-<br />

masalah <strong>kesehatan</strong> yang lazim terjadi di masyarakat. Walaupun kader <strong>kesehatan</strong> bukanlah tenaga<br />

<strong>kesehatan</strong>, karena mereka tidak secara khusus mempelajari dan mendalami <strong>tentang</strong> <strong>kesehatan</strong>, tetapi


mereka dipercaya oleh masyarakat sebagai orang yang lebih mengerti <strong>tentang</strong> <strong>kesehatan</strong> dan menjadi<br />

penghubung masyarakat dengan petugas <strong>kesehatan</strong>.<br />

Kepercayaan tersebut bisa jadi merupakan motivasi tersendiri bagi para kader <strong>kesehatan</strong><br />

untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya melalui proses belajar, dalam hal ini<br />

melalui <strong>pelatihan</strong>. Pelatihan diasumsikan sebagai belajar sesuai dengan pengertian Oemar (1983)<br />

dalam Sunaryo (2004) yang menyatakan bahwa belajar merupakan bentuk pertumbuhan atau<br />

perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat<br />

pengalaman dan <strong>pelatihan</strong>.<br />

Dalam penelitian ini, <strong>pelatihan</strong> yang diberikan adalah <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>tentang</strong><br />

DHF yang sifatnya hanya memberikan penguatan <strong>terhadap</strong> apa yang sudah dimiliki para kader<br />

<strong>kesehatan</strong>. Terkait dengan materi DHF, sebenarnya bukan barang yang baru karena sudah banyak<br />

media massa yang mengulasnya, dan terkait dengan materi <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> walaupun terkait<br />

dengan prosedur tetapi juga bukanlah barang baru karena para kader tersebut sudah pernah melihat<br />

bahkan melakukannya sendiri. Karena itu, seperti yang tercantum dalam tabel 2, tidaklah<br />

mengherankan jika keterampilan penyuluhan yang dimiliki oleh kader <strong>kesehatan</strong> di Dusun Sumberejo<br />

berada dalam kategori cukup sebanyak 73,3%, dan kategori baik sebanyak 6,7%, meskipun belum<br />

dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong>. Dan setelah dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong><br />

didapatkan sebanyak 53,3% kader <strong>kesehatan</strong> memiliki keterampilan penyuluhan dengan kategori<br />

cukup dan sebanyak 46,7% kader <strong>kesehatan</strong> memiliki ketrampilan penyuluhan dengan kategori baik<br />

(kategori baik ini mengalami peningkatan).<br />

Jika dibandingkan antara keterampilan penyuluhan sebelum dan sesudah <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong><br />

<strong>kesehatan</strong>, tampak peningkatan yang beragam dan bahkan ada yang mengalami penurunan terlihat<br />

pada penyuluhan keterampilan kategori kurang sebesar 20% menjadi 0%. Hal ini disebabkan oleh<br />

latar belakang kader <strong>kesehatan</strong> yang beragam dalam hal: usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan<br />

pekerjaan, seperti yang diungkapkan oleh Notoatmodjo dalam Sunaryo (2004) bahwa kondisi individu<br />

atau subyek belajar secara fisiologis maupun psikologis akan memengaruhi proses belajar. Selain itu,<br />

alat peraga yang digunakan dalam memberikan materi berupa modul memungkinkan pemahaman<br />

yang beragam dari kader <strong>kesehatan</strong>.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) ketrampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> di<br />

Dusun Sumberrejo Desa sidoluhur Kecamatan Lawang sebelum dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong><br />

<strong>kesehatan</strong> dan sesudah dilakukan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> mengalami peningkatan dalam hal<br />

kategori baik dari 6,7% menjadi sebanyak 46,7%; 2) ada <strong>pengaruh</strong> antara <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong><br />

<strong>tentang</strong> DHF <strong>terhadap</strong> peningkatan ketrampilan penyuluhan kader <strong>kesehatan</strong> di Dusun Sumberrejo<br />

Desa Sidoluhur Kecamatan Lawang. Juga terjadi penurunan angka yang diperoleh pada post-test<br />

khususnya kader dengan latar belakang pendidikan.


Saran yang dapat diberikan kepada: 1) instansi yang berwenang terutama Puskesmas sebagai<br />

ujung tombak pemberi pelayanan <strong>kesehatan</strong> kepada masyarakat untuk lebih sering mengadakan<br />

pembinaan dalam hal pengetahuan dan ketrampilan kader <strong>kesehatan</strong> yang ada di wilayah kerjanya,<br />

salah satunya dengan cara <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong>; 2) para peneliti, dibutuhkan penelitian lebih<br />

lanjut <strong>tentang</strong> faktor-faktor yang mem<strong>pengaruh</strong>i keberhasilan <strong>pelatihan</strong> <strong>promosi</strong> <strong>kesehatan</strong> <strong>terhadap</strong><br />

peningkatan ketrampilan kader <strong>kesehatan</strong>.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.<br />

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia. Jakarta: Pustaka Belajar.<br />

Effendy, N. 1998. Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.<br />

Hidayat, A.A. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.<br />

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.<br />

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.<br />

Pro Health. 2009. Pengetahuan Dan Faktor-Faktor Yang Mem<strong>pengaruh</strong>i. http://forbetterhealth.<br />

Wordpress.com. Diakses pada 6 Pebruari 2010.<br />

Sugiyono. 1999. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.<br />

Suliha, et al. 2002. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.<br />

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.<br />

Wahit, I., dkk. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.<br />

WHO. 1997. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!