05.08.2013 Views

Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau<br />

dari Tingkat Self-Efficacy pada Anak Usia Sekolah Dasar di<br />

Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud<br />

Fima Herdwiyanti A.<br />

Drs. Sudaryono, SU<br />

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga<br />

Abstract.<br />

The purpose of this study was to determine whether there is a difference disaster preparedness<br />

based on self-efficacy level of primary school age children in disaster areas. This study used two<br />

scales as the primary data collection tool. Disaster preparedness scale developed by the author<br />

based on eight dimensions of disaster preparedness proposed by Sutton & Tierney (2006) and set<br />

of General Self-Efficacy scale developed by Schwarzer & Jerusalem (1979). Disaster preparedness<br />

scale a total of 27 aitem comprising 18 aitem favorable and 9 aitem unfavorable. While GSE scale<br />

consisted of 10 aitem favorable divided into three dimensions, namely magnitude, generality and<br />

strength. Reliability testing of disaster preparedness scale conducted on 50 subjects and<br />

demonstrate the value of Cronbach's α 0.881 whereas GSE scale Cronbach's α value 0.643. The<br />

population of this study were 109 people, but as many as 7 people not included in the category of<br />

high self-efficacy and low self-efficacy that were not included the subject of this study. Analysis<br />

of the data using statistical analysis techniques of non-parametric Mann-Whitney U test with<br />

SPSS v.16 for Windows. The results of hypothesis testing showed that there is a difference between<br />

the self-efficacy of high and low self-efficacy groups in disaster preparedness. Great significance<br />

level of 0.000 is less than 0.05 so the difference is statistically significant. Value calculated effect<br />

size obtained was 0.036, so it can be said that the difference is caused minor.<br />

Keywords : disaster preparedness, self-efficacy<br />

Bibliography, 50 (1980-2012).<br />

Abstrak.<br />

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesiapsiagaan<br />

menghadapi bencana ditinjau dari tingkat self-efficacy anak usia sekolah dasar di daerah<br />

bencana. Penelitian ini menggunakan dua skala sebagai alat pengumpul data utama. Skala<br />

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana yang disusun oleh peneliti didasarkan pada 8 dimensi<br />

kesiapsiagaan menghadapi bencana yang dikemukakan oleh Sutton & Tierney (2006) dan satu<br />

set alat ukur self-efficacy yang disusun oleh Schwarzer & Jerusalem (1979). Alat ukur<br />

kesiapsiagaan menghadapi bencana sebanyak 27 aitem yang terdiri dari 18 aitem favorable dan 9<br />

aitem unfavorable. Sedangkan alat ukur self-efficacy terdiri dari 10 aitem favorable yang terbagi<br />

dalam 3 dimensi, yaitu Magnitude, Generality dan Strength. Pengujian reliabilitas alat ukur<br />

kesiapsiagaan menghadapi bencana dilakukan pada 50 orang subyek uji coba dan menunjukkan<br />

nilai Cronbach α sebesar 0,881 sedangkan alat ukur self-efficacy bernilai Cronbach α sebesar<br />

0,643. Jumlah populasi penelitian sebanyak 109 orang namun sebanyak 7 orang tidak termasuk<br />

Korespondensi: Fima Herdwiyanti A. Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial Fakultas Psikologi Universitas Airlangga,<br />

Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286 Email: fima1006@gmail.com |sdynwwtim@yahoo.com<br />

01<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013


Fima Herdwiyanti A., Drs. Sudaryono, SU<br />

dalam kategori self-efficacy tinggi maupun self-efficacy rendah sehingga tidak diikutkan<br />

menjadi subjek penelitian ini. Analisis data menggunakan teknik analisis statistik nonparametrik<br />

Mann-Whitney U test dengan bantuan program SPSS v.16 for Windows. Hasil<br />

pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok self-efficacy<br />

tinggi dan kelompok self-efficacy rendah dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana. Besar taraf<br />

signifikansi 0,000 yaitu lebih kecil dari 0,05 sehingga perbedaan yang ada signifikan secara<br />

statistik. Nilai hasil perhitungan effect size yang didapatkan adalah 0.036 sehingga dapat<br />

dikatakan bahwa perbedaan yang ditimbulkan kecil.<br />

Kata Kunci : Kesiapsiagaan menghadapi bencana, self-efficacy<br />

PENDAHULUAN<br />

yang terbatas untuk mengontrol atau<br />

mempersiapkan diri ketika merasa takut sehingga<br />

Indonesia merupakan wilayah yang paling sangat bergantung pada pihak-pihak di luar<br />

rawan terhadap bencana di kawasan Asia Tenggara dirinya supaya dapat pulih kembali dari bencana<br />

terkait dengan kondisi geografis, geologis, (Hilyard, dkk., 2011; Sulistyaningsih, 2011).<br />

hidrologis dan demografis yang memungkinkan Kerentananan anak-anak terhadap bencana<br />

terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh dipicu oleh faktor keterbatasan pemahaman<br />

faktor alam, faktor non alam maupun faktor tentang risiko-risiko disekeliling mereka, yang<br />

manusia (Pusat Penanggulangan Krisis Depkes RI, berakibat tidak adanya kesiapsiagaan dalam<br />

2008). Kewaspadaan sangatlah penting mengingat<br />

fakta bahwa jumlah korban jiwa dan kehilangan<br />

materi yang tidak sedikit di setiap kejadian<br />

bencana. Ini memperlihatkan masih lemahnya<br />

kesiapan menghadapi bencana di Indonesia<br />

(Rinaldi, 2009). Kesiapsiagaan menghadapi<br />

bencana sendiri didefinisikan sebagai tindakan<br />

yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan<br />

hidup saat terjadi bencana. Seperti tindakan<br />

protektif selama gempa bumi, tumpahan material<br />

berbahaya, atau serangan teroris. Kesiapsiagaan<br />

juga mencakup tindakan yang dirancang untuk<br />

meningkatkan kemampuan untuk melakukan<br />

tindakan darurat guna melindungi property dari<br />

kerusakan dan kekacauan akibat bencana. Serta<br />

kemampuan untuk terlibat dalam kegiatan<br />

restorasi dan pemulihan awal pasca bencana<br />

(Sutton & Tierney, 2006). Daerah rawan bencana<br />

yang menjadi konteks dalam penelitian ini<br />

merupakan kawasan rawan bencana II Gunung<br />

Kelud di Kabupaten Blitar. Kawasan ini<br />

merupakan daerah yang dinilai paling rawan jika<br />

Gunung Kelud meletus karena diperkirakan akan<br />

terkena langsung luapan lahar serta material<br />

vulkanik baik awan panas, batu dan abu (Ratusan<br />

Ribu Warga Blitar di Daerah Rawan Letusan<br />

Gunung Kelud, 2007).<br />

Fokus kajian pada penelitian ini adalah anak<br />

usia sekolah dasar. Anak termasuk dalam<br />

kelompok paling rentan dalam situasi bencana.<br />

Mereka memiliki kemampuan dan sumberdaya<br />

menghadapi bencana (“Ayo Siaga Bencana”, 2005).<br />

Berdasarkan data yang didapat oleh peneliti<br />

setiap tahun diperkirakan sekitar 66 juta anak di<br />

seluruh dunia terkena dampak bencana. Lebih<br />

dari 300.000 penduduk terkena dampak peristiwa<br />

Merapi 2010, sekitar 100.000 diantaranya adalah<br />

anak-anak. Sementara itu, jutaan anak yang<br />

selamat dari bencana, baik bencana alam dan<br />

bencana yang disebabkan oleh manusia,<br />

kehilangan rumah dan orang yang mereka cintai.<br />

Mereka juga menderita luka-luka, mengalami<br />

kekerasan, dan mengalami trauma psikologis (“66<br />

Juta Anak Dunia Terkena Dampak Bencana”, 2011).<br />

Di Indonesia ribuan anak menjadi korban<br />

bencana. Sepertiga dari 200.000 korban<br />

meninggal tsunami Aceh 2010 adalah anak-anak<br />

(Andina, 2010).<br />

Tingkat risiko bencana selain ditentukan oleh<br />

potensi bencana juga ditentukan oleh upaya<br />

mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi<br />

bencana. Sebagai negara yang berada di daerah<br />

rawan bencana, Indonesia tentunya harus<br />

melakukan peningkatan upaya mitigasi dan<br />

kesiapsiagaan untuk meminimalkan dampak<br />

bencana (The 4th Learning From Japan<br />

Symposium, 2012). Oleh karena itu menjadi<br />

menarik dan penting untuk melakukan kajian<br />

penelitian tentang kerentanan, upaya mitigasi dan<br />

kesiapsiagaan di Indonesia. Penelitian yang<br />

dilakukan oleh Spittal dkk., (2005 dalam Rinaldi,<br />

2009) mengenai bias optimistik dalam kaitannya<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013<br />

02


Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau Dari Tingkat Self-Efficacy<br />

Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud<br />

d e n g a n ke s i a p a n m e n g h a d a p i ge m p a karena itu individu dengan self-efficacy tinggi<br />

menunjukkan hasil bahwa sikap optimis merasa bahwa mereka memiliki kemampuan<br />

masyarakat dalam menghadapi gempa bumi dapat untuk mencegah kerusakan dan menjadi mandiri<br />

memberikan keyakinan dalam menghadapi jika terjadi bencana melalui persiapan dan usaha<br />

bencana yang akan datang. Hal ini sesuai dengan mereka sendiri (GNS Science Report, 2011).<br />

konsep self-efficacy dari Bandura bahwa individu Kepercayaan masyarakat terhadap efikasi<br />

mempunyai keyakinan dan kemampuan untuk mereka mempengaruhi kesiagaan terhadap<br />

bertindak atau mengendalikan situasi jika terjadi potensi ancaman dan bagaimana mereka<br />

bencana (Major, 1999 dalam Rinaldi, 2009). Self- mempersepsi dan proses kognitif. Self-efficacy<br />

efficacy juga mempengaruhi jumlah dan kualitas mengelola stressor yang kuat dan mempengaruhi<br />

dari action plans, dan jumlah dari usaha serta tidak hanya bagaimana ancaman diartikan tetapi<br />

keuletan yang diberikan dalam perilaku juga sejauh mana mereka mengatasinya. Semakin<br />

pengurangan resiko (Paton, 2003). kuat rasa self-efficacy, semakin individu berani<br />

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh dalam menghadapi situasi problematik yang<br />

Miller, dkk tentang kerentanan komunitas mengembangkan stres (Benight & Bandura, 2004).<br />

terhadap konsekuensi bahaya vulkanis Oleh karena itu peneliti ingin mencoba<br />

menyatakan bahwa self-eff icac y dapat meneliti tentang perbedaan kesiapsiagaanan<br />

berpengaruh terhadap berkurangnya kerentanan menghadapi bencana gunung meletus ditinjau<br />

terhadap efek bahaya vulkanis secara langsung dan dari self-efficacy pada anak usia sekolah dasar di<br />

tidak langsung (Miller, dkk., 1999). Level self- daerah dampak bencana. Anak bergantung pada<br />

efficacy nantinya akan mempengaruhi pemilihan orang dewasa untuk berbagai bentuk<br />

aktifitas individu berdasar pemikiran mereka perlindungan dan dukungan terutama dalam<br />

berdasarkan rasa optimis atau pesimis terhadap bencana atau situasi darurat. Peristiwa bencana<br />

kemampuan mereka untuk bertahan menghadapi menimbulkan serangkaian tantangan bagi anak<br />

suatu tantangan atau situasi yang tidak terkontrol kecil. Mereka berada pada resiko yang lebih besar<br />

(Zulkosky, 2009; Scholz, dkk., 2002). Self-efficacy untuk mengembangkan kesulitan kognitif,<br />

telah terbukti terlibat sebagai pendahulu adopsi perilaku dan emosi serta cedera fisik yang juga<br />

penyesuaian dan resiliensi dalam konteks bencana mengurangi dan menunda proses perkembangan<br />

alam (Bishop, dkk., 2000; Duval & Mullis, 1999; mereka secara keseluruhan dan berdampak<br />

Hurnan & McClure, 1997; Lindell & Whitney, 2000; negatif terhadap kehidupan mereka di masa<br />

Paton, dkk., 2001 dalam Paton, 2003). Self-efficacy depan. Anak usia 5-12 tahun mungkin<br />

juga meningkatkan kemungkinan bahwa resiliensi menunjukkan reaksi yang ditandai dengan<br />

individu akan dipertahankan dari waktu ke waktu ketakutan dan kecemasan, meningkatkan<br />

(Duval & Mullis, 1999; Lindell & Whitney, 2000; permusuhan dengan saudara, keluhan somatik,<br />

Paton, Johnston & Houghton, 2001 dalam Paton, dan gangguan tidur, permasalahan dengan<br />

dkk., 2005). prestasi sekolah, penarikan sosial, apatis, dan<br />

Bencana alam sering dipersepsikan sebagai pemeragaan lewat bermain, PTSD, dan<br />

sesuatu yang tidak terkontrol. Self-efficacy telah kecemasan. Mengetahui apa yang harus dilakukan<br />

diidentifikasi memiliki pengaruh signifikan ketika bencana datang adalah adalah<br />

terhadap perilaku ketika berhadapan dengan perlindungan terbaik kita begitu juga untuk anakmasalah<br />

yang dipersepsi kurang terkontrol (Godin anak. Menyiapkan mereka untuk menghadapi<br />

& Kok, 1996 dalam Paton, 2003). Individu bencana adalah hal yang penting (Andina, 2010).<br />

cenderung tidak bertindak jika mereka Sehingga perlu untuk ditanamkan self-efficacy<br />

menganggap dirinya tidak memiliki kompetensi dalam menghadapi bencana agar mereka bisa<br />

untuk bertindak (self-efficacy rendah) (Paton, menjadi lebih siap akan datangnya bencana yang<br />

dkk., 2000). Individu yang memiliki tingkat self- tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi.<br />

efficacy lebih tinggi cenderung lebih siap untuk<br />

menghadapai bencana (Bishop, 2000; Duval & Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana<br />

Mullis, 1999; Lindell & Whitney, 2000; Paton, dkk.,<br />

2000). Karena self-efficacy meningkatkan jumlah Kesiapan biasanya dipandang sebagai sesuatu<br />

rencana yang dikembangkan oleh individu dan yang terdiri dari aktifitas yang bertujuan<br />

ketekunan mereka dalam menerapkannya. Oleh meningkatkan aktifitas respon dan kemampuan<br />

03<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013


coping (Sutton & Tierney, 2006). Delapan dimensi diinginkan, mengerahkan segala usaha untuk<br />

kesiapan menghadapi bencana menurut Sutton mencapai tujuan yang diinginkan, berpikir secara<br />

dan Tierney (2006) meliputi pengetahuan strategis, tidak terpuruk dalam kegagalan terlalu<br />

bencana, manajemen arah dan koordinasi dari lama karena mudah bangkit kembali, serta<br />

operasi keadaan darurat, kesepakatan formal dan mampu mengatasi serta mengendalikan stress<br />

informal, sumber daya pendukung, perlindungan yang dialami.<br />

keselamatan hidup, perlindungan harta benda, Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini<br />

menyesuaikan diri dengan keadaan darurat dan adalah kesiapsiagaan menghadapi bencana<br />

pemulihan, terakhir mengidentifikasi dengan (disaster preparedness). Kesiapan anak dalam<br />

cepat aktivitas pemulihan. menghadapi bencana adalah sejauh mana anak<br />

dapat tanggap dalam merespon bencana dengan<br />

Self-Efficacy tepat dan efektif. Hal ini diukur melalui kuesioner<br />

yang terlebih dahulu ditentukan oleh peneliti<br />

Self-efficacy merupakan faktor person dengan menggunakan indikator-indikator dalam<br />

(kognitif) yang ditekankan oleh Bandura, yaitu kuesioner antara lain mampu melindungi diri dan<br />

keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi m e n g h i n d a r i r e s i k o b a h a y a , m a m p u<br />

dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengidentifikasi bahaya, resiko, kerentanan dan<br />

mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh dampak bencana yang ada di lingkungan sekitar,<br />

besar terhadap perilaku. Efikasi diri berarti memiliki informasi, pengetahuan dan<br />

percaya “bahwa seseorang dapat mengorganisir kemampuan untuk merespon kejadian bencana,<br />

dan menjalankan pelajaran yang diberikan dari bertindak tepat guna untuk mencegah<br />

perilaku yang disyaratkan untuk berhadapan kehilangan/kerugian atau kerusakan harta benda,<br />

dengan situasi prospektif”. Individu dengan dan mengembangkan kemampuan untuk<br />

ekspektasi self-efficacy yang tinggi dalam mempertahankan diri sendiri selama bencana.<br />

beberapa situasi menjadi percaya diri dapat Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas<br />

menguasainya (Bandura, 1980 dalam Cloninger, VI sekolah dasar yang berjumlah 102 siswa.<br />

2004). Sumber -sumber self-efficacy menurut Pe n g u m p u l a n d a t a d i l a k u k a n d e n g a n<br />

Bandura (1997 dalam Feist & Feist, 2006) meliputi menggunakan kuesioner yang terdiri dari skala<br />

mastery experiences, social modeling, social kesiapsiagaan menghadapi bencana dan GSE.<br />

persuation, dan psysical and emotional states. Skala kesiapsiagaan menghadapi bencana disusun<br />

Sedangkan dimensi self-efficacy dari Bandura sendiri oleh peneliti dengan berdasarkan kepada<br />

(1977 dalam O'Sullivan & Strauser, 2008) adalah delapan dimensi kesiapsiagaan menghadapi<br />

magnitude, generality, dan strength. bencana yang dikemukakan oleh Sutton dan<br />

Tierney. Sedangkan skala GSE yang digunakan<br />

METODE PENELITIAN<br />

dalam penelitian ini merupakan skala yang<br />

disusun oleh Mattias Jerusalem dan Ralf<br />

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self- Schwarzer pada tahun 1979. Analisis data dalam<br />

efficacy, yang kemudian dibedakan menjadi selfpenelitian ini diperoleh dengan teknik statistik<br />

efficacy tinggi dan self-efficacy rendah. Bandura non parametric Mann-Whitney U test.<br />

(1977 dalam Sullivan & Strauser, 2010)<br />

mengemukakan dimensi-dimensi self-efficacy<br />

yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran<br />

HASIL PENELITIAN<br />

terhadap self-efficacy individu yaitu level<br />

kesulitan (Magnitude), tingkat generalisasi<br />

Tabel Hasil Uji Hipotesis<br />

Test Statistics<br />

(Generality), dan tingkat kekuatan (Strength).<br />

Berdasarkan dimensi- dimensi tersebut dapat<br />

diketahui bahwa karakteristik individu dengan<br />

self-efficacy yang tinggi adalah memandang suatu<br />

tugas yang sulit adalah tantangan yang harus<br />

ditaklukan, mempunyai tujuan yang menantang,<br />

memiliki minat yang besar dan menjaga<br />

komitmen untuk mencapai tujuan yang<br />

a<br />

Mann-Whitney U<br />

Total DP<br />

761.500<br />

Wilcoxon W 2192.500<br />

Z<br />

Asymp. Sig. (2-tailed)<br />

a. Grouping Variable: SE<br />

-3.600<br />

.000<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013<br />

Fima Herdwiyanti A., Drs. Sudaryono, SU<br />

04


Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau Dari Tingkat Self-Efficacy<br />

Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud<br />

Mengetahui signifikansi dapat dilihat melalui datang. Sedangkan subyek dalam penelitian ini<br />

nilai pada kolom signifikansi 2 arah (2 tailed). Nilai mengaku belum pernah mengalami peristiwa<br />

signifikansi pada tabel di atas adalah 0.000 yang bencana alam sebelumnya. Variabel demografis<br />

berarti kurang dari 0.05 sehingga hasilnya adalah seperti umur, pendapatan, status kesehatan, dan<br />

signifikan. Ada perbedaan pada skor kesiapsiagaan status kelumpuhan juga dapat mempengaruhi<br />

dari subyek dengan SE rendah dan SE tinggi. Hasil self-efficacy. Individu dengan penghasilan buruk,<br />

uji hipotesis dengan menggunakan besar nilai pendidikan rendah, status kesehatan yang buruk,<br />

signifikansi saja masih belum cukup, karena bisa dan adanya disabilitas menghasilkan skor lebih<br />

jadi ada perbedaan yang signifikan dikarenakan rendah dalam pengukuran sefl-esteem dan selffaktor<br />

kebetulan. Oleh karena itu, perlu dikuatkan efficacy (O'Sullivan & Strauser, 2008).<br />

juga dengan besarnya effect size atau besarnya Pengalaman personal secara langsung juga<br />

perbedaan antara dua kelompok (Pallant, 2007). dapat mempengaruhi perilaku kesiapan. Seperti<br />

Hasil perhitungan menunjukkan nilai sebesar yang diterangkan oleh Johnston, dkk., (1999)<br />

0,036 maka menurut kategorisasi Cohen (1988 bahwa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku<br />

dalam Pallant, 2011) nilai 0,036 termasuk kategori kesiapan antara lain adalah pengalaman personal<br />

kecil. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbedaan secara langsung (pentingnya kesadaran; dorongan<br />

antara kedua kelompok tersebut kecil. Dari hasil untuk mencari informasi), bias norma, dan bias<br />

analisis di atas dapat dikatakan bahwa hasil Mann- optimistik. Pengalaman secara langsung terhadap<br />

Whitney U Test menunjukkan perbedaan bencana di masa lalu dapat menstimulasi<br />

signifikan pada level kesiapsiagaan dari subyek dorongan untuk mencari informasi mengenai<br />

dengan self-efficacy rendah (Md = 93, n = 53) dan peristiwa tersebut.<br />

subyek dengan self-efficacy tinggi (Md = 1.06, n = Pe n e l i t i a n Pa to n ( 2 0 0 5 ) m e n ge n a i<br />

49), U = 761.5, z = -3.6, p = .000, r = .036. kesiapsiagaan menghadapi bencana yang ditinjau<br />

dari perspektif kognisi sosial menerangkan bahwa<br />

PEMBAHASAN<br />

persiapan dikonseptualisasikan sebagai tiga fase<br />

yang terpisah namun saling berkaitan, yaitu faktor<br />

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui yang memotivasi individu untuk siap,<br />

apakah ada perbedaan kesiapsiagaan menghadapi pembentukan intensi, dan berakhir pada<br />

bencana ditinjau dari tingkat self-efficacy tinggi keputusan untuk siap. Dituliskan dalam Paton<br />

dan tingkat self-efficacy rendah. Berdasarkan dari (2003) bahwa variabel kognisi sosial yang meliputi<br />

hasil uji asumsi yang telah dilakukan peneliti, problem focused coping, self-efficacy, dan sense of<br />

diketahui bahwa data yang diperoleh memiliki community dapat memprediksi kesiapan dan<br />

distribusi tidak normal namun homogen. resiliensi terhadap bahaya alam. Sehingga, dapat<br />

Sehingga perhitungan analisis statistik inferensial dikatakan bahwa self-efficacy tidak berdiri sendiri<br />

harus menggunakan teknik non-parametrik. Hasil sebagai faktor yang dapat mempengaruhi perilaku<br />

analisis Mann-Whitney U test yang dilakukan kesiapa menghadapi bencana.<br />

peneliti dengan menggunakan bantuan SPSS v16.0 Pemaparan di atas mungkin dapat menjelaskan<br />

for windows menunjukkan adanya perbedaan yang<br />

kecil terkait kesiapsiagaan menghadapi bencana<br />

antara siswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan<br />

rendah.<br />

Jumlah subyek dengan self-efficacy rendah<br />

lebih banyak dibanding subyek dengan self-<br />

efficacy tinggi. Hal ini bisa dipahami sebagai peran<br />

dari salah satu sumber self-efficacy yaitu mastery<br />

experience. Dimana individu akan memiliki self-<br />

efficacy tinggi apabila ia mempunyai pengalaman<br />

menguasai suatu prestasi di masa lalu. Dikuatkan<br />

dengan pendapat Spittal (2005 dalam Rinaldi,<br />

2009) bahwa sikap optimis masyarakat dalam<br />

menghadapi bencana dapat memberikan<br />

keyakinan untuk menghadapi bencana yang akan<br />

mengapa bisa terdapat perbedaan level self-<br />

efficacy pada subyek penelitian ini. Selain itu,<br />

adanya perbedaan yang kecil kemungkinan juga<br />

dipengaruhi oleh salah satu sumber self-efficacy<br />

yaitu mastery experience. Mengingat bahwa<br />

subyek penelitian ternyata mengaku belum<br />

pernah mengalami bencana sebelumnya. Level<br />

self-efficacy ini pula yang nantinya akan<br />

mempengaruhi pemilihan aktifitas individu<br />

berdasar pemikiran mereka terhadap rasa optimis<br />

atau pesimis dengan kemampuan mereka untuk<br />

bertahan menghadapi suatu tantangan atau<br />

situasi yang tidak terkontrol (Zulkosky, 2009;<br />

Scholz, dkk., 2002). Sehingga dapat dipahami<br />

penyebab adanya perbedaan yang kecil dalam hal<br />

05<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013


kesiapsiagaan menghadapi bencana pada siswa<br />

dengan self-efficacy rendah dan siswa dengan selfefficacy<br />

tinggi adalah dikarenakan berbagai<br />

faktor-faktor dapat yang mempengaruhi level selfefficacy<br />

dan kesiapsiagaan menghadapi bencana<br />

itu sendiri.<br />

SIMPULAN<br />

Berdasarkan hasil penelitian serta analisa data<br />

yang telah dilakukan, maka peneliti mendapatkan<br />

sebuah kesimpulan bahwa terdapat perbedaan<br />

kesiapsiagaan menghadapi bencana ditinjau dari<br />

tingkat self-efficacy pada anak usia sekolah dasar<br />

di daerah dampak bencana dengan effect size yang<br />

kecil.<br />

SARAN<br />

Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi<br />

referensi bagi pihak sekolah atau lembaga terkait<br />

untuk menyusun program training/pelatihan<br />

yang bertujuan untuk dapat meningkatkan selfefficacy<br />

pada diri siswa sebagai penunjang<br />

peningkatan kesiapsiagaan menghadapi bencana<br />

berupa materi pelatihan yang dapat membantu<br />

siswa usia sekolah dasar agar memiliki tingkat selfefficacy<br />

tinggi.<br />

Penelitian ini masih mengalami berbagai<br />

kendala dan kekurangan dalam berbagai hal.<br />

Peneliti berharap apabila nantinya ada peneliti<br />

lain yang ingin melakukan kembali penelitian ini,<br />

maka sebaiknya menyempurnakan metode yang<br />

telah digunakan penulis atau menambahkan<br />

variabel lain yang nantinya dapat memperkaya<br />

penelitian tersebut.<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013<br />

Fima Herdwiyanti A., Drs. Sudaryono, SU<br />

06


Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau Dari Tingkat Self-Efficacy<br />

Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud<br />

PUSTAKA ACUAN<br />

th<br />

Andina, S. (2010). Disaster Preparedness Education for Young Children. 5 Annual International<br />

Workshop & Expo on Sumatra Tsunami Disaster & Recovery.<br />

Benight, C., & Bandura, A. (2004). Social Cognitive Theory of Posttraumatic Recovery: The Role of<br />

Perceived Self-Efficacy. Behavioral research and therapy 42 (2004) 1129-1148.<br />

Cloninger, S.C. (2004). Theories of Personality: Understanding Person, Fourth Edition. New Jersey:<br />

Pearson Prentice Hall.<br />

Feist, J.,& Feist, G.J. (2006). Theories of Personality (sixth edition). New York: McGraw-Hill.<br />

GNS Science Report. (2011). Building Community Resilience to Disasters: A Practical Guide for The<br />

Emergency Management Sector.<br />

Jhonston, D.M., Bebbington, M.S., Lai, C., Houghton, B.F., & Paton, D. (1999). Volcanic Hazard<br />

Perceptions: Comparative Shifts in Knowledge and Risk. Disaster Prevention and Management,Vol.<br />

8 Iss: 2 pp. 118-126.<br />

Miller, M., Paton, D., Johnston, D. (1999). Community Vulnerability to Volcanic Hazard Consequences.<br />

Disaster Prevention and Management, Vol. 8 Iss: 4pp. 255-260.<br />

O' Sullivan, D.,& Strauser, D.R. (2008). Operationalizing Self-Efficacy, Related Social Cognitive Variable,<br />

and Moderating Effects: Implication for Rehabilitation Research and Practice. Rehabilitation<br />

Counseling Bulletin Volume 52 Number 4 July 2009 251-258.<br />

Pallant, J.F. (2007). SPSS Survival Manual: a Step by Step Guide to Data Analysis Using SPSS. NSW: Allen &<br />

Unwin.<br />

th<br />

Pallant, J.F. (2011). SPSS Survival Manual: a Step by Step Guide to Data Analysis Using SPSS 4 edition.<br />

NSW: Allen & Unwin.<br />

Paton, D., Smith, L., Jhonston, D. (2000). Volcanic Hazards: Risk Perception and Preparedness. New<br />

Zealand <strong>Journal</strong> of Psychology Vol. 29 No.2 Desember 2000.<br />

Paton, D. (2003). Disaster Preparedness: A Social-Cognitive Perspective. Disaster Prevention and<br />

Management, vol. 12, pp. 210-216.<br />

Paton, D., Smith, L., Johnston, D. (2005). When Good Intentions Turn Bad: Promoting Natural Hazard<br />

Preparedness. The Australian <strong>Journal</strong> of Emergency Management, Vol. 20 No 1.February 2005.<br />

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Penyusunan<br />

Peta Jalur Evakuasi Bidang Kesehatan Pada Bencana Gunung Api. Jakarta.<br />

th<br />

Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. (2012). The 4 Learning From Japan Symposium<br />

2 0 1 2 . D i a k s e s p a d a t a n g g a l 1 9 J u n i 2 0 1 2 1 4 : 5 8 d a r i<br />

http://www.puskrispsiui.or.id/index.php?option=com_k2&view=itemlist&task=user&id=62<br />

Rinaldi. (2009). Kesiapan Menghadapi Bencana Pada Masyarakat Indonesia. Universitas Negeri Padang.<br />

Jurnal Penelitian Psikologi No. 1. Volume 14, Juni 2009.<br />

Scholz, U., Dona, B.G., Sud, S.,& Schwarzer, Ralf. (2002). Is General Self-Efficacy a Universal Construct?*<br />

Psychometric Finding from 25 Countries. European <strong>Journal</strong> of Psychological Assessment, Vol. 18,<br />

Issue 3, pp. 242-251.<br />

Sulistyaningsih, W. (2011). Pemulihan Anak Pasca Bencana: Pelibatan Komunitas untuk Hasil Intervensi<br />

yang Efektif. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.<br />

Sutton, J.,& Tierney, K. (2006). Disaster Preparedness: Concepts, Guidance, and Research. Institute of<br />

Behavioral Science University of Colorado.<br />

Zulkosky, K. (2009). Self-Efficacy: A Concept Analysis. Nursing Forum Volume 44, No. 2, April-June 2009.<br />

<strong>Journal</strong> Compilation, Wiley Periodical, Inc.<br />

Ayo siaga bencana (2005). Palang Merah Indonesia [on-line]. Diakses pada tanggal 9 April 2012 dari<br />

http://www.pmi.or.id/ina/program/?act=detail&id_sub=51<br />

Ratusan Ribu Warga Blitar di Daerah Rawan Letusan Gunung Kelud (2007). Diakses pada tanggal 21<br />

Juni 2012 dari http://www.merdeka.com/pernik/ratusan-ribu-warga-blitar-di-daerah-rawanletusan-gunung-kelud-ngopfwo.html<br />

07<br />

JURNAL Psikologi Kepribadian dan Sosial<br />

Volume 2 , No. 01, Februari 2013

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!