Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair Article Format PDF - Journal | Unair

journal.unair.ac.id
from journal.unair.ac.id More from this publisher
05.08.2013 Views

Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247 Kerangka Pemikiran Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan keberbagai penjuru dunia. Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergerak serta bergesernya unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ketempat yang lain saja, tetapi faktor utama sebagai proses pendorong bergesernya unsur kebudayaan dibawa oleh tiap individu dari suatu kebudayaan dan harus dapat diterima oleh individu-individu dari kebudayaan yang lain. Difusi kebudayaan dimaknai sebagai proses penyebaran suatu kebudayaan yang disebabkan adanya mobilisasi atau migrasinya manusia. Proses migrasi dari suatu tempat ketempat lain akan menyebarkan budaya yang dibawa. Hal ini akan nampak jelas, kalau perpindahan manusia itu dari kelompok atau secara besar- besaran akan mengalami suatu perubahan yang baru dikemudian hari (Koentjaraningrat, 1987:110). Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mempertimbangkan kesesuaian antara obyek yang diteliti serta studi ilmu yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hasil analisis identitas Oreng Manduro yang berada di Desa Manduro Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Dengan metode ini diharapkan temuan-temuan empiris dapat dideskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas dan akurat. Salah satu pendekatan dari metode kualitatif yang tepat digunakan pada penelitian ini adalah etnometodologi yang menghasilkan karya etnografi. Pendekatan kualitatif diharapkan dapat lebih banyak mempelajari fenomena-fenomena soial dan budaya yang terdapat pada pendukungnya. Peneliti dapat memahami dan mendeskripsikannya sehingga penelitian yang bersifat eksplorasi ini dapat mengetahui emik subyek penelitianya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang dianjurkan oleh Koentjaraningrat, yaitu: Pengumpulan fakta, Penentuan ciri-ciri umum dan Verifikasi. AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 237

Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian skripsi saya terletak di desa Manduro Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Manduro adalah nama salah satu desa yang berada di wilayah Jombang sebelah utara yang dekat dengan posisi selatan Kabupaten Lamongan. Jika ditinjau dalam sejarahnya, menurut masyarakat setempat, kata Manduro mempunyai arti yang diartikan dalam bahasa Jawa adalah “ mblabare madune tawon gong” yang diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “melubernya madu dari tawon gong”. Madu yang harum aroma dan baunya serta manis rasanya berasal dari hasil produksi tawon gong orang Jawa mengatakan atau lebah yang jenisnya besar, menurut keterangan Rakib (56 tahun) Kata Manduro telah diambil dari kisah cerita pewayangan dari Prabu Baladewa dari kerajaan Manduro. Secara Historis, pemberian nama Manduro untuk desa tersebut acuannya adalah para masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah itu mayoritas berbahasa Madura. Kata Manduro memang mirip-mirip dengan kata Madura namun berbeda. Manduro diberi nama dan diresmikan menjadi nama desa pada tahun 1933 kurang lebihnya. Pemberian nama tersebut merupakan hasil kreasi oleh perangkat desa yang bernama Carik Wahyo, menurut keterangan Warito (57 tahun). Desa Manduro mempunyai empat wilayah dibagi-bagi menjadi dusun, yaitu Dusun Mato’an, Dusun Guwo, Dusun Dander dan Dusun Gesing. Tiap-tiap dusun tersebut mempunyai makna dan simbol dari nama dusunnya, seperti: Dusun Mato’an diartikan dalam bahasa Jawa yaitu “ngematno barang sing ketok kasunyatane” dalam bahasa Indonesia, yakni “Lihatlah yang ada pada pada diri kita sesuai dengan kenyataanya”. Makna kehidupan yang tersirat terkandung dalam kata Mato’an adalah menuntun manusia agar bisa menerima kenyataan hidupnya meskipun mereka dalam keadaan apapun baik rendah maupun tinggi, disarankan untuk melihat, mencermati, menghayati lika-liku kehidupan yang dialaminya serta hidup apa adanya sesuai kemampuanya juga kenyataanya, menurut Jamilun (40 tahun). Guwo memiliki makna dalam bahasa Jawa yaitu “Gunggungono barang seng wes digowo” dalam bahasa Indonesia adalah “ gunakan yang ada pada dirimu”. Artinya, manusia diharuskan AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 238

Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247<br />

Gambaran Umum Lokasi Penelitian<br />

Lokasi penelitian skripsi saya terletak di desa Manduro Kecamatan Kabuh Kabupaten<br />

Jombang. Manduro adalah nama salah satu desa yang berada di wilayah Jombang sebelah utara<br />

yang dekat dengan posisi selatan Kabupaten Lamongan. Jika ditinjau dalam sejarahnya, menurut<br />

masyarakat setempat, kata Manduro mempunyai arti yang diartikan dalam bahasa Jawa adalah “<br />

mblabare madune tawon gong” yang diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “melubernya<br />

madu dari tawon gong”. Madu yang harum aroma dan baunya serta manis rasanya berasal dari<br />

hasil produksi tawon gong orang Jawa mengatakan atau lebah yang jenisnya besar, menurut<br />

keterangan Rakib (56 tahun)<br />

Kata Manduro telah diambil dari kisah cerita pewayangan dari Prabu Baladewa dari<br />

kerajaan Manduro. Secara Historis, pemberian nama Manduro untuk desa tersebut acuannya<br />

adalah para masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah itu mayoritas berbahasa Madura. Kata<br />

Manduro memang mirip-mirip dengan kata Madura namun berbeda. Manduro diberi nama dan<br />

diresmikan menjadi nama desa pada tahun 1933 kurang lebihnya. Pemberian nama tersebut<br />

merupakan hasil kreasi oleh perangkat desa yang bernama Carik Wahyo, menurut keterangan<br />

Warito (57 tahun).<br />

Desa Manduro mempunyai empat wilayah dibagi-bagi menjadi dusun, yaitu Dusun<br />

Mato’an, Dusun Guwo, Dusun Dander dan Dusun Gesing. Tiap-tiap dusun tersebut mempunyai<br />

makna dan simbol dari nama dusunnya, seperti:<br />

Dusun Mato’an diartikan dalam bahasa Jawa yaitu “ngematno barang sing ketok<br />

kasunyatane” dalam bahasa Indonesia, yakni “Lihatlah yang ada pada pada diri kita sesuai<br />

dengan kenyataanya”. Makna kehidupan yang tersirat terkandung dalam kata Mato’an adalah<br />

menuntun manusia agar bisa menerima kenyataan hidupnya meskipun mereka dalam keadaan<br />

apapun baik rendah maupun tinggi, disarankan untuk melihat, mencermati, menghayati lika-liku<br />

kehidupan yang dialaminya serta hidup apa adanya sesuai kemampuanya juga kenyataanya,<br />

menurut Jamilun (40 tahun).<br />

Guwo memiliki makna dalam bahasa Jawa yaitu “Gunggungono barang seng wes digowo”<br />

dalam bahasa Indonesia adalah “ gunakan yang ada pada dirimu”. Artinya, manusia diharuskan<br />

Antro<strong>Unair</strong>DotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 238

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!