Article Format PDF - Journal | Unair
Article Format PDF - Journal | Unair
Article Format PDF - Journal | Unair
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247<br />
kehidupanya setelah mengalami pasca kejadian seperti musibah yang pernah dialaminya agar<br />
tidak terulang kembali. Oleh karena itu, munculah tradisi “Slametan” yang biasanya<br />
dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa pada umumnya. Slametan arti dalam bahasa<br />
Jawa adalah Slamet, yang berati “ben ora onok opo-opo” bertujuan untuk “selamat” dari<br />
musibah apapun yang akan menimpa seseorang dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.<br />
Sehingga pada saat ini masyarakat Jawa kalau akan melakukan sesuatu yang akan dituju, selalu<br />
melakukan ritual Slametan (Geertz, 1980: 17-18).<br />
Di lain pihak, masyarakat Madura yang dikenal kuat ajaran Islam dalam konteks<br />
religiusitas pola kehidupanya. Namun demikian, terdapat pengakuan bahwa Islam hanya sebagai<br />
ajaran formal yang diyakini dan dipedomani dalam kehiduapan tiap individu yang pada<br />
kenyataannya tidak selalu tampak pada sikap, pendirian dan pola perilaku mereka. Bagi<br />
masyarakat pulau Madura, kepatuhan terhadap ajaran Islam tersebut menjadi sesuatu yang<br />
bersifat wajib serta dilaksanakan dalam keseharian sebagai aturan yang normatif bersifat<br />
mengikat. Oleh karena itu, pengabdian atau pelanggaran yang dilakukan secara sengaja atas<br />
aturan tersebut menyebabkan orang yang melanggar dikenakan sanksi sosial kultural. Dalam<br />
artian yang luas, dapat dinyatakan bahwa jiwa kepatuhan itu dilakukan dalam sepanjang<br />
hidupnya sehingga tidak ada tindakan yang melanggar ketaatan, kepatuhan, kepasrahan dan<br />
tunduk kepada seorang figur.<br />
Ketundukan kepada seorang figur telah tertanam pada jiwa yang patuh dan taat. Figur<br />
tersebut yang biasa umum kita dengar adalah sosok guru, kiyai, ustadz. Fungsi serta peran guru<br />
lebih ditekankan pada konteks moralitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai religius terutama<br />
dalam aspek ketentraman dan keamanan diri dari beban yang akan diderita dialam kehidupan<br />
setelah mati yaitu akhirat. Ketaatan serta kepatuhan secara kultural pada masyarakat pulau<br />
Madura kepada sosok guru, kiyai, ustadz dianggap bermanfaat karena mereka berjasa dalam<br />
memberikan pencerahan dalam pola pikir individu atau para murid untuk memperoleh<br />
kesejahteraan hidup didunia serta keselamatan di akhirat pasca kehidupan dunia. Oleh karena itu,<br />
ketaatan dan ketundukan masyarakat pulau Madura kepada seorang figur guru, kiyai, ustadz<br />
tersebut menjadi penanda ciri khas budaya masyarakat pulau Madura (Wiyata, 2003).<br />
Antro<strong>Unair</strong>DotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 236