Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair Article Format PDF - Journal | Unair

journal.unair.ac.id
from journal.unair.ac.id More from this publisher
05.08.2013 Views

Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247 musyrik serta masuk dalam golongan bid’ah. Menurut mereka, hal-hal seperti itu merupakan sama seperti jaman Jahiliyah yang artinya sama dengan berhala. Melihat fenomena seperti itu, peneliti menyimpulkan bahwa pendapat-pendapat seperti yang diutarakan oleh para agamawan tersebut adalah relatif, sebab kebutuhan-kebutuhan religiuisitas seseorang tidak dapat diukur dengan penafsiran tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aliranya. Di tempat lain, masih banyak ditemukan hal-hal yang mengenai agama kepercayaan dan tidak semudah itu untuk membunuh karakter budaya tinggalan leluhur. Maka dari itu, perlu adanya saling menghormati dan menghargai antara komunitas aliran pemeluk agama agar tidak ada disiintegrasi masalah perspektif antara individu dengan yang lain. Pada dasarnya setiap komunitas mempunyai cara pribadatan sendiri-sendiri. Seperti dikehidupan pada Oreng Manduro, mayoritas warganya dapat membina hubungan dengan baik kepada masyarakat luar. Hal ini dapat dilihat bahwa mereka dapat hidup berdampingan tanpa memandang agama sebagai status sosial. Permasalahan selanjutnya adalah pemeliharaan anjing oleh Oreng Manduro. Menurut para agamawan sekitar tempat tinggal Oreng Manduro, mengatakan bahwa pemeliharaan anjing bagi kaum muslimin itu dilarang. Aliran ajaran Islam dimanapun juga mengatakan hal yang sama, yaitu dilarang keras untuk memelihara anjing apalagi sampai memakanya. Di Madura misalnya, ketika orang Madura melihat anjing di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, orang tersebut akan mengusir atau membunuh anjing tersebut dengan alasan Najiz. Di tempat lain, seperti di Kabupaten Blitar Kecamatan Kademangan Desa Jimbe. Minoritas masyarakat disana banyak yang memelihara Anjing. Pada dasarnya, letak geografis desa Jimbe berdekatan dengan hutan dan perkebunan, padahal mayoritas penduduk desa Jimbe memeluk agama Islam tetapi mereka juga ada yang memelihara anjing. Paling tidak, setiap umat Islam tahu bahwa pemeliharaan anjing itu dilarang oleh agama Islam, namun mengapa masyarakat desa Jimbe dan Oreng Manduro tetap saja memelihara anjing. Alasan mereka untuk memelihara anjing karena kawasan persawahan yang berdekatan dengan hutan untuk menjaga tanaman agar tidak diserang hama babi hutan. Di Jawa Timur, daerah-daerah yang letak geografis sawah yang berdekatan dengan hutan, mayoritas penduduknya banyak yang AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 245

Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247 memelihara anjing meskipun banyak dari mereka yang beragama Islam, tidak hanya pada Oreng Manduro saja. Pemeliharaan anjing dapat memunculkan asumsi masyarakat awam yang mencerminkan identitas sosial. Pada umumnya, individu yang memelihara anjing dianggap sebagai orang beragama non-muslim. Pada masyarakat yang tinggal di kota Jombang yang mayoritas penduduknya beragam Islam, beranggapan umum bahwa orang-orang yang memelihara anjing itu adalah orang Cina yang beragama Kristen. Anjing sebagai simbol yang mencerminkan identitas sosial bagi pemilik anjing yang bertempat tinggal di kota sebagai warga non muslim. Simpulan Oreng Manduro berbeda dengan Madura, sebab mereka mempunyai kebudayaan sendiri yang mencerminkan identitas isosial dari kalangan masyarakat sekitar karena sudah membaur dengan para warga etnis Jawa sehingga tercipta kerukunan antar keduanya. Hal ini menciptakan suatu “local wisdom” Oreng Manduro karena sudah mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa mereka mempunyai kebudayaan sendiri dan lepas dari stereo tip sebagai keturunan masyarakat Madura. Jadi, identitas Oreng Manduro jika diambil dari analisa dan kesimpulan yang saya buat, adalah sejatinya mereka adalah orang Jawa beragama Islam Aboge yang berbahasa Madura Ngoko kasar dan bahasa Jawa Kromo Inggil dan Ngoko. Daftar Pustaka Agus, Bustanuddin. (2006), Agama Dalam Kehidupan Manusia. Pengantar Antropologi Agama. Kanisius, Yogyakarta. Fedyani, Achmad. (2006). Antropologi Kontemporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Geertz, Clifford. (1983). Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Pustaka Jaya. Jakarta. Geertz, Clifford. (1992). Tafsir Kebudayaan. Terjemahan, Kanisius, Yogyakarta. AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 246

Anggola Dewa Permadi,“ Deskripsi Konstruksi Sosial Dalam Membentuk Identitas Simbolik Oreng Manduro” hal. 232-247<br />

memelihara anjing meskipun banyak dari mereka yang beragama Islam, tidak hanya pada Oreng<br />

Manduro saja.<br />

Pemeliharaan anjing dapat memunculkan asumsi masyarakat awam yang mencerminkan<br />

identitas sosial. Pada umumnya, individu yang memelihara anjing dianggap sebagai orang<br />

beragama non-muslim. Pada masyarakat yang tinggal di kota Jombang yang mayoritas<br />

penduduknya beragam Islam, beranggapan umum bahwa orang-orang yang memelihara anjing<br />

itu adalah orang Cina yang beragama Kristen. Anjing sebagai simbol yang mencerminkan<br />

identitas sosial bagi pemilik anjing yang bertempat tinggal di kota sebagai warga non muslim.<br />

Simpulan<br />

Oreng Manduro berbeda dengan Madura, sebab mereka mempunyai kebudayaan sendiri<br />

yang mencerminkan identitas isosial dari kalangan masyarakat sekitar karena sudah membaur<br />

dengan para warga etnis Jawa sehingga tercipta kerukunan antar keduanya. Hal ini menciptakan<br />

suatu “local wisdom” Oreng Manduro karena sudah mendapat pengakuan dari masyarakat<br />

bahwa mereka mempunyai kebudayaan sendiri dan lepas dari stereo tip sebagai keturunan<br />

masyarakat Madura.<br />

Jadi, identitas Oreng Manduro jika diambil dari analisa dan kesimpulan yang saya buat,<br />

adalah sejatinya mereka adalah orang Jawa beragama Islam Aboge yang berbahasa Madura<br />

Ngoko kasar dan bahasa Jawa Kromo Inggil dan Ngoko.<br />

Daftar Pustaka<br />

Agus, Bustanuddin. (2006), Agama Dalam Kehidupan Manusia. Pengantar Antropologi Agama.<br />

Kanisius, Yogyakarta.<br />

Fedyani, Achmad. (2006). Antropologi Kontemporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai<br />

Paradigma.<br />

Geertz, Clifford. (1983). Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Pustaka Jaya.<br />

Jakarta.<br />

Geertz, Clifford. (1992). Tafsir Kebudayaan. Terjemahan, Kanisius, Yogyakarta.<br />

Antro<strong>Unair</strong>DotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 246

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!