05.08.2013 Views

Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Riza Diah A.K, Pramesti Pradna P<br />

Berdasarkan pengamatan Deputi Kesra daerah yang lebih maju. Tanpa adanya<br />

Sekertariat Kabinet Republik Indonesia dalam kemampuan untuk bertahan dengan kondisi sulit<br />

laporannya tentang masalah dan tantangan pokok tersebut, mengajar bisa menjadi hal yang berat<br />

pembangunan bidang pendidikan tahun 2011, dan memicu stress pada guru. Hal ini ditunjukkan<br />

diketahui bahwa masalah pendidikan di Indonesia dengan tingginya tingkat burnout pada guru dan<br />

meliputi belum terlayaninya sebagian anak oleh hilangnya antusiasme dalam mengajar<br />

sistem pendidikan, putus sekolah, meningkatnya (Jarzabkowski, 2003). Oleh karena itu, Moriarty,<br />

angka partisipasi jenjang perguruan tinggi namun Danaher, dan Danaher (dalam Jarzabkowski,<br />

belum sepenuhnya mampu menghasilkan lulusan 2003) menjelaskan bahwa guru yang mengajar di<br />

dengan kualitas dan kompetensi yang sesuai sekolah terpencil dengan tingkat beban yang<br />

dengan kebutuhan pembangunan, serta proporsi tinggi memerlukan kemampuan resiliensi agar<br />

guru yang memenuhi kualitas akademik dan mampu bertahan dalam kondisi yang sulit.<br />

persebaran guru yang belum merata (Setkab, 2011). Howard dan Jhonson (2002) juga mengulas<br />

Terkait dengan kurang meratanya bahwa stress pada guru bisa timbul dari<br />

persebaran guru, sebenarnya sudah ada upaya dari lingkungan kerja yang buruk dan tidak<br />

pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut, mendukung proses belajar mengajar seperti<br />

namun demikian upaya ini tampaknya masih minimnya sarana prasarana dan isolasi geografis.<br />

kurang optimal. Hal ini dapat dipahami karena Untuk mengatasi hal tersebut guru harus<br />

kondisi geografis Indonesia yang ternyata masih mempunyai kemampuan untuk menghadapi<br />

menjadi salah satu penghambat ketercapaian masalah yang dihadapi. Kemampuan guru untuk<br />

akses dan pemerataan pendidikan (Ibrahim, 2011). bertahan dari stress ini disebut juga dengan<br />

Hasil temuan PGRI daerah Sumatera Utara yang resiliensi. Kuiper (2012) merujuk resiliensi sebagai<br />

dipublikasikan dalam Mandailingonline, 20 bagian dari psikologi positif yang mengarahkan<br />

Oktober 2011, menunjukkan adanya kelebihan individu untuk memaknai kembali kualitas hidup<br />

guru sebanyak 500 ribu orang. Tapi kondisi itu dan mengarahkannya pada gaya hidup yang positif<br />

hanya terjadi di daerah perkotaan saja, sedangkan agar individu menjadi lebih resilien dalam<br />

di daerah terpencil dan pedesaan justru menghadapi stress dan trauma yang menimpa.<br />

sebaliknya. Menurut Patterson dan Kelleher (2005),<br />

Fakta yang ditemukan di lapangan resiliensi adalah sebuah konstruksi dasar yang<br />

menunjukkan bahwa banyak para guru yang memberikan kekuatan untuk menolong school<br />

enggan mengajar di daerah terpencil dengan leader bangkit dan berkembang dari kesulitanberagam<br />

alasan. Hasil penelitian yang dilakukan kesulitan. School leader bukan hanya<br />

oleh Berg (2006) menemukan bahwa salah satu dimaksudkan pada pemimpin atau kepala sekolah<br />

faktor yang menyebabkan keengganan para guru namun juga guru dan semua elemen pendidik<br />

untuk mengajar di daerah terpencil adalah letak dalam suatu sekolah. Efek resiliensi guru amatlah<br />

sekolah yang sulit dijangkau. Alasan berikutnya besar, sebab dengan adanya kemampuan bertahan<br />

adalah minimnya fasilitas dan hiburan. Di tersebut akan membawa perubahan pada<br />

Indonesia, pada umumnya guru yang mengajar di lingkungan sekolah, dan bahkan memberi<br />

daerah terpencil tidak betah dikarenakan fasilitas dampak pada siswa, yang tidak akan mungkin<br />

yang tidak memadai. Selain jauh dari pusat terjadi tanpa pengaruh guru (Wasley, 1991 dalam<br />

keramaian, fasilitas tempat tinggal guru juga tidak Abbott 2004).<br />

dipenuhi oleh pemerintah. Akibatnya banyak guru Resiliensi terbagi menjadi tiga dimensi;<br />

yang merasa tidak nyaman dan mengajukan (1) dimensi interpretasi adalah bagaimana<br />

pindah ke sekolah yang berada di perkotaan individu akan menginterpretasikan masalah yang<br />

(Anonim, 2011). mereka hadapi. Interpretasi merupakan faktor<br />

Keterbatasan sarana prasarana, sulitnya penting dalam memprediksikan level resiliensi<br />

medan, rendahnya SDM siswa, serta kurangnya individu dalam menghadapi kesulitan, sebab<br />

penghargaan kepada para guru yang mengajar b agaimana seorang individu m emilih<br />

menjadikan tantangan tersendiri bagi para guru di menginterpretasikan kesulitan yang muncul<br />

sekolah terpencil yang tidak dirasakan oleh guru di kepadanya akan membentuk pola pandang<br />

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan<br />

Vol.1.No.,02 Juni 2012<br />

2

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!