13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

”Tak kuduga, Mario bangsat itu adalah pintu pertemuan kita. Tak kuduga bila<br />

kau kemudian datang menghampiriku. Menghampiriku dan menyatakan perasaanmu.<br />

Kau harus tahu Budiman, aku telah menunggu lama untuk saat ini. Saat ketika kau<br />

menyatakan perasaanmu itu.<br />

”Awalnya, aku yang berniat untuk menyatakan perasaanku terlebih dahulu,<br />

mengingat aku tak tahan lagi memendam cintaku ini. Ditambah lagi, beberapa hari ini<br />

telah kuketahui bagaimana perasaanmu kepadaku yang sebenarnya. Jadi, aku sudah<br />

tahu kalau kau mencintaiku sebelum hari ini.”<br />

”Be...benarkah?” Budiman terperangah. Perkataan Luna benar-benar jujur.<br />

Apa yang dikatakan Luna terdengar apa adanya. Dan... bagaimana Luna tahu perasaan<br />

dirinya? ”Ba... bagaimana kau bisa tahu?”<br />

”Ya,” jawab Luna. ”Santi, teman kita dulu itu menceritakannya kepadaku.<br />

Katanya, kau menceritakan kepadanya perihal perasaanmu kepadaku. Dari situlah aku<br />

kemudian yakin akan menyatakan perasaanku. Tak peduli bagaimana reaksimu, yang<br />

terpenting aku dapat melegakan perasaanku ini. Tapi ternyata, ternyata kau yang<br />

memulai dulu. Kau melaksanakan kewajibanmu dengan baik. Kau... Anas Budiman,<br />

lelaki yang selalu terbayang dalam ingatanku.”<br />

”Sudahlah, tak perlu berlarut-larut lagi,” lanjut Luna seraya mengusap air mata<br />

yang mulai jatuh menitik di pipinya. ”Aku akan langsung menjawab, kalau aku... aku<br />

juga cinta padamu....”<br />

Luna berhenti bicara. Suasana kembali hening. Luna memandang Budiman<br />

lekat, demikian pula sebaliknya. Budiman pun memandang Luna lekat, seolah tak<br />

ingin berpisah darinya. Keduanya pun berpandangan lama.<br />

Tiba-tiba saja Luna berlari menyongsong Budiman. Gadis itu langsung<br />

mendekap tubuh Budiman. Budiman terkejut. Dekapan erat Luna membuat lengan<br />

kirinya terasa sakit. Lengannya memang belum sembuh benar. Tapi ketika ia<br />

menyadari Luna menangis dalam dekapannya itu, ia lalu mencoba menahan sakitnya.<br />

”Budiman...” isak Luna. ”Kenapa kau tega kepadaku? Kenapa kau tega<br />

membuatku menunggu selama ini?” Luna terus terisak. Suaranya terdengar bergetar.<br />

Budiman sengaja tak menjawab. Ia ingin Luna menumpahkan segala<br />

kekesalannya saat ini.<br />

454

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!