13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

menemukanmu, dan menolongmu dari mereka. Kau tahu kenapa? Kau tahu kenapa<br />

aku membelamu? Karena aku melihatmu berbeda...”<br />

”Berbeda...” sahut Budiman tak mengerti.<br />

Luna mengangguk. ”Ya, kau berbeda dengan anak-anak lain. Meskipun kau<br />

terlihat lemah dan penakut, tapi aku bisa melihat siapa kau sebenarnya. Kau lebih dari<br />

itu, kau adalah anak yang hebat. Kau baik, kau baik hati, Budiman. Itu yang<br />

membedakanmu dari mereka. Itu pula yang membuatku tertarik padamu. Aku tahu,<br />

kau tak harus menjadi apa yang kutemui waktu itu. Aku tahu, karena kau harus<br />

menjadi Budiman yang hebat.<br />

”Karena itulah aku kemudian membelamu, menolongmu, yang selalu<br />

menolong teman-teman yang lain. Seorang penolong, haruslah memiliki penolong<br />

juga. Maafkan aku karena telah berani menjadi pembelamu...,” lanjut Luna.<br />

”Mungkin... mungkin dari situlah aku menyukaimu. Mungkin... mungkin itulah asal<br />

dari perasaanku ini.”<br />

”Ingatkah kau ketika perpisahan kita dulu?” kenang Luna. ”Kau sempat<br />

menanyakan kepadaku, kenapa aku bersedih. Padahal seharusnya aku senang karena<br />

telah berhasil lulus dari sekolah ini. Kau mau tahu alasannya?” tanya Luna. Ia lalu<br />

menjawabnya sendiri, ”Tak lain dan tak bukan, karena aku akan berpisah denganmu.<br />

Itulah, itulah yang membuatku bersedih saat itu.<br />

”Delapan tahun berlalu semenjak hari perpisahan itu. Kini kita telah dewasa.<br />

Aku bukanlah diriku yang dulu. Kaupun begitu, Budiman. Budiman yang berdiri di<br />

depanku bukanlah Budiman yang aku temui di sekolah ini delapan tahun yang lalu.<br />

Budiman yang sekarang adalah seorang pemberani, yang berani mengungkapkan<br />

perasaannya kepadaku. Budiman yang ada di depanku adalah Budiman yang telah<br />

dewasa.”<br />

”Luna,” sela Budiman. ”Kau tidak bercanda kan?”<br />

Luna menggeleng. “Tidak, aku tidak bercanda. Aku serius, tak pernah seserius<br />

ini. Mungkin hampir selama kau menyimpan perasaanmu itu, selama itu pula aku<br />

memendam perasaan yang sama. Aku tak tahu apakah kau juga memiliki perasaan<br />

yang sama sepertiku. Karena itulah aku selalu diam. Seperti dirimu, aku pun berusaha<br />

melupakanmu hingga kemudian aku bertemu dengan Mario.<br />

453

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!