13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Budiman mengangguk dan melanjutkan perkataannya. ”Ya, delapan tahun<br />

semenjak perpisahan kita di sekolah ini. Delapan tahun yang begitu lama. Anehnya,<br />

selama itu aku tak pernah bisa melupakannya. Melupakan perasaanku kepadamu...”<br />

Luna terkejut. Ia kini tahu maksud perkataan Budiman. Jadi Budiman...<br />

”Luna,” lanjut Budiman. ”Kita pertama kali bertemu di depan genta tua ini.<br />

Saat itu aku terburu-buru pergi ke kamar kecil dan tak sengaja menabrakmu. Itulah<br />

pertama kalinya aku bertemu denganmu. Itulah pertama kalinya aku melihat<br />

wajahmu. Wajah yang selalu mengganggu pikiranku.<br />

”Luna, kau harus tahu betapa sulitnya aku berusaha melupakanmu. Betapa<br />

sulitnya aku berusaha menenangkan hatiku. Entah kenapa semuanya menjadi sangat<br />

sulit. Apakah karena ini adalah pengalaman pertamaku? Apakah ini yang dinamakan<br />

cinta pertama?<br />

”Jujur, aku selalu mengharapkan bisa bertemu denganmu. Jujur aku selalu<br />

merasa ingin bertemu denganmu. Bukan untuk apa-apa, melainkan hanya untuk<br />

memandang wajahmu, mengingat semua kenangan akan dirimu. Entah apakah aku<br />

sudah gila karenanya, sehingga setiap malam aku selalu memandang rembulan di<br />

langit. Hanyalah itu yang bisa membuatku seolah sedang melihat dirimu.<br />

”Aku tak pernah tahu asal perasaan ini. Aku juga tak pernah berharap jatuh<br />

cinta kepadamu. Tapi itulah yang tidak aku mengerti... kenapa aku harus<br />

menyukaimu?” Budiman bertanya sendiri. ”Apa karena kau sering menolongku dulu<br />

hingga aku menemukan potensiku? Ataukah karena kau sering tersenyum untuk<br />

menghibur hatiku? Atau mungkin juga karena persahabatan kita? Entahlah, aku tak<br />

tahu apa alasannya. Yang pasti perasaan ini tak pernah hilang meskipun kau tak ada di<br />

dekatku lagi.”<br />

”Aneh bukan?” sambung Budiman. ”Apakah ini bisa disebut ambisi atau<br />

obsesi? Oh, aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Perasaan ini telah membelengguku<br />

selama ini. Perasaan yang coba aku bohongi. Perasaan yang coba aku tiadakan.<br />

Perasaan... bahwa aku menyukaimu...<br />

”Kau tahu kenapa aku menangis di bus waktu itu? Waktu itu aku mengatakan<br />

aku teringat akan cinta pertamaku. Ya, sangat-sangat teringat. Bagaimana tidak? Cinta<br />

pertamaku itu tengah berada di sampingku. Di sampingku, dan tertidur di bahuku...”<br />

450

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!