13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

kekeliruanku. Mario hampir saja berbuat nekat kepadaku. Untunglah kau datang<br />

Budiman...<br />

”Aku tak curiga sewaktu Mario datang ke rumah. Keluargaku memang sedang<br />

tidak ada di rumah. Karena itu aku cukup terhibur akan kedatangannya. Tak kusangka<br />

ia lalu memojokkanku ke dapur. Aku benar-benar tak menduga. Kukira ia<br />

mencintaiku. Seharusnya aku sadar kalau cinta tidak ditunjukkan dengan kekerasan.”<br />

Luna terdiam. Perlahan ia mulai menitikkan air mata. ”Aku telah salah<br />

memilih, Budiman... Aku terlalu bodoh...”<br />

Budiman mengeluarkan sesuatu dari tas pinggangnya. Ia lalu mengulurkan<br />

sapu tangan berwarna biru muda pada Luna.<br />

”Ini...” ujarnya. ”Usaplah air matamu dulu...”<br />

Luna menerima sapu tangan itu. Ia lalu mengusap air matanya. “Terima kasih<br />

Budiman. Tapi ini kan sapu tanganku? Bagaimana bisa ada padamu?”<br />

Budiman tersenyum. “Itulah alasanku datang ke rumahmu malam ini. Aku<br />

hendak mengembalikan sapu tanganmu yang terjatuh di terminal. Tak kusangka akan<br />

jadi seperti ini.”<br />

Setelah mengusap air matanya, Luna lalu mengamati sapu tangan yang ada di<br />

tangannya itu. Ia tersenyum lalu mencium sapu tangan itu lembut. Budiman yang<br />

melihatnya menjadi heran.<br />

”Aku terselamatkan karena sapu tangan ini, sungguh sangat ironis...” kenang<br />

Luna. ”Ini adalah sapu tangan pemberian Mario. Sepertinya aku tak membutuhkannya<br />

lagi.”<br />

Luna melemparkan sapu tangan itu ke depan. Angin yang bertiup kencang<br />

menerbangkan sapu tangan itu jauh meninggalkan mereka. Sapu tangan itu kemudian<br />

jatuh di atas air dan hanyut.<br />

”Biarlah, biarlah perasaanku kepadanya ikut hanyut. Biarlah derasnya air<br />

melenyapkan perasaanku. Aku sudah tidak membutuhkannya lagi,” tambah Luna lagi.<br />

Budiman tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Luna telah melupakan<br />

Mario. Ia bahkan telah membuang kenangan akan Mario. Ia yakin Luna pasti telah<br />

mengalami hari-hari yang buruk.<br />

”Maaf Budiman,” ujar Luna pada Budiman. ”Tapi aku sudah tak ingin melihat<br />

sapu tangan itu lagi sekarang. Kau bisa mengerti kan?”<br />

439

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!