13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

”Lalu kemana perginya belanga itu?” tanya Budiman penasaran.<br />

”Entahlah Nas, paman tidak tahu. Sepertinya belanga itu menjelma menjadi<br />

Enggang dan kemudian pergi jauh meninggalkan gua itu. Kami semua sangat terkejut<br />

sekaligus menyesal dengan apa yang telah terjadi. Kami pikir kami telah mengganggu<br />

arwah penunggu hutan sehingga mereka marah. Buktinya, tangan Soni terbakar.<br />

Karena itulah ayahmu kemudian menuliskan suatu peringatan pada selembar kertas<br />

dan meninggalkannya di gua itu. Ya...berharap agar kejadian yang dialami teman<br />

kami Soni itu tak terjadi lagi.”<br />

”Kertas?” Budiman semakin terkejut. Jadi... ”Terus sekarang dimana teman<br />

paman bernama Soni itu?”<br />

”Paman tidak tahu dimana ia sekarang. Tapi saat terakhir kali bertemu<br />

dengannya, ia mengatakan akan pergi ke pulau Jawa untuk mengadu nasib. Siapa tahu<br />

ia menjadi orang hebat di sana.”<br />

”Begitu ya?” Budiman tampak mengerti. Ia mengerti sekarang apa yang<br />

sebenarnya terjadi di gua yang didatanginya bersama Gunawan malam itu. Ia juga<br />

mengerti alasan kemana hilangnya belanga suci itu. Bahkan, ia tahu siapa yang<br />

menulis kertas misterius di dalam peti. Semuanya cocok, semua yang diceritakan<br />

Nurali benar-benar tepat bila dibandingkan dengan ceritanya. Sekarang semua<br />

pertanyaannya waktu itu terjawab, termasuk ketika ia melihat seekor burung berwarna<br />

keemasan di langit malam itu. Yang tak ia duga, ternyata dirinya mengulangi apa<br />

yang dulu pernah dilakukan oleh ayahnya. Ia tak menyangka kalau ternyata<br />

ayahnyalah yang menulis peringatan misterius itu. Peringatan yang memang harus<br />

diperhatikan.<br />

”Nas... Anas...” panggil Nurali. Nelayan itu tampak mengibaskan tangannya di<br />

depan wajah Budiman. Budiman pun segera tersadar.<br />

”Iya paman?”<br />

”Kamu kenapa? Kok bengong seperti itu?”<br />

”Ah, tidak. Aku hanya...” Budiman bingung mau menjawab apa. Ia tak ingin<br />

Nurali mengetahui kalau ia juga datang ke gua itu. ”Hanya ingin bilang lukisan ini<br />

bagus...” jawab Budiman mengarang.<br />

kan?”<br />

”Masa’ sih?” Nurali tak percaya dengan pujian Budiman. ”Kau tidak bercanda<br />

399

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!