13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

”Eh, bukan. Maksudku Budiman, Anas Budiman,” ralat Rusdi kemudian.<br />

Entah kenapa Rusdi seakan melihat sosok Junadi, temannya itu dalam diri Budiman.<br />

Budiman tersenyum. Ia lalu melangkah menuju ke kamarnya, meninggalkan<br />

Rusdi sendiri di ruang tamu.<br />

Selepas kepergian Budiman, Rusdi kembali memandang keluar jendela. Ia tak<br />

melihat lagi tetes-tetes air hujan di luar. Rupanya hujan deras telah berhenti. Hujan<br />

deras telah berhenti, demikian juga dengan semua dendam yang ada. Rusdi<br />

tersenyum. Ia tak pernah merasa selega ini sebelumnya Ia tak pernah merasa setenang<br />

ini sebelumnya. Kini, tak ada gunanya menyesali diri. Kini, yang harus ia lakukan<br />

hanya menatap masa depan dengan lebih baik.<br />

”Jun, kau harus bangga pada putramu itu. Ia benar-benar baik, sama seperti<br />

dirimu. Ia mewarisi semua kebaikanmu. Aku yakin, suatu hari nanti ia akan melebihi<br />

dirimu. Aku yakin...” Rusdi berkata sendiri. Pandangannya terarah pada langit malam<br />

di luar jendela. Samar-samar ia melihat bayangan wajah Junadi, sahabatnya itu di<br />

langit yang berbintang malam itu. Wajah sahabatnya yang tersenyum, penuh<br />

ketulusan.<br />

Sementara di kamarnya, Budiman berbaring di tempat tidur dengan pandangan<br />

menatap langit-langit kamar. Akhirnya, ia berhasil memenangkan hatinya. Akhirnya,<br />

ia berhasil menuntaskan dendamnya. Bukan dengan cara yang dibisikkan oleh setan-<br />

setan dalam aliran darahnya itu, melainkan dengan cara yang pernah dilakukan oleh<br />

ayahnya dulu. Ia tersenyum bahagia. Tak lama ia pun tertidur pulas.<br />

Budiman bermimpi. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan ayahnya. Tidak,<br />

bukan hanya ayahnya, melainkan juga ibunya. Kedua orang tuanya itu tersenyum<br />

pada dirinya. Mereka terlihat sangat bahagia.<br />

Budiman tersenyum dalam tidurnya. Ia tahu dendamnya telah berakhir. Ia tahu<br />

telah mengambil keputusan yang tepat. Ia tahu inilah akhirnya. Inilah akhir dari<br />

dilema... dilema antara maaf dan benci.<br />

***<br />

333

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!