13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

”Anas Budiman, kenapa kau lakukan ini?” tanya Rusdi lemah. Ia tak<br />

menyangka Budiman telah memaafkan orang jahat sepertinya.<br />

Budiman tak menjawab, ia menangis. Ia menangis liar seperti anak kecil. Air<br />

matanya menetes deras. Rusdi yang mengetahui Budiman menangis hanya terdiam.<br />

Semua yang terjadi malam ini adalah karena ulahnya dulu. Semua yang terjadi pada<br />

anak laki-laki yang menangis di depannya saat ini adalah ulahnya dulu. Sebuah<br />

kejahatan yang tak perlu ia lakukan.<br />

”Aku...aku...” Budiman berkata di sela-sela isak tangisnya. ”Aku hanya... aku<br />

hanya tidak ingin melihat Heru sedih. Aku hanya tidak ingin menghancurkan<br />

kehidupan Heru. Apa jadinya Heru bila ia mendapati ayahnya mati dibunuh oleh<br />

sahabat yang sangat dipercayainya. Ia pasti akan sangat menyesal dan sedih. Itulah...<br />

itulah alasanku kalau kau ingin tahu...<br />

”Biarlah, biarlah cukup apa yang telah Tuhan balas padamu, paman. Cukuplah<br />

penderitaan yang kau alami paman. Cukup sampai di sini, jangan sampai putramu<br />

yang sangat membanggakan dirimu, seorang ayah sekaligus polisi yang baik hati itu<br />

ikut menderita. Jangan.” Dengan berurai air mata, Budiman terus terisak. Wajah Heru<br />

terbayang di kepalanya bersama semua kenangan yang telah tercipta. ”Heru terlalu<br />

baik untuk ini semua, ia tak boleh menderita karenanya. Aku... aku hanya ingin<br />

melihat Heru bahagia, itu saja.<br />

”Semoga kau bisa menerima keputusanku ini, paman. Kau harus mengerti,<br />

kalau selama ini putramu yang baik hati itu selalu membanggakanmu. Kau harus tahu<br />

kalau putramu yang baik hati itu selalu menjadikanmu teladan, kau harus tahu...<br />

Jangan biarkan Heru kecewa. Jangan biarkan Heru menangis, biarkan ia selalu<br />

menganggapmu seorang polisi yang pantas dijadikan teladan.”<br />

”Karena itu...” Budiman menghapus air matanya. ”Karena itu kumohon pada<br />

paman, rahasiakan semua kejadian malam ini. Jangan sampai Heru tahu apa yang<br />

terjadi pada kita malam ini. Ia tidak boleh mengetahuinya.”<br />

”Pasti Man,” sahut Rusdi. ”Sama sepertimu, aku juga tak ingin membuat<br />

putraku itu sedih.”<br />

Budiman berbalik kembali menghadap Rusdi. Kali ini ia tersenyum, sebuah<br />

senyuman bahagia bercampur haru. Sebuah senyuman maaf yang sangat tulus dari<br />

hatinya. ”Dan tolong paman, jangan kau ceritakan mengenai dendam ini. Jangan kau<br />

331

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!