13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

itu begitu saja. Aku tak bisa membiarkan pembunuh itu hidup tenang sampai<br />

kapanpun. Sampai kapanpun! Pembunuh itu harus menerima ganjaran yang setimpal<br />

dengan penderitaan kami.<br />

”Yang tak pernah kusangka, ternyata pembunuh itu adalah ayah dari teman<br />

lamaku. Pembunuh itu ternyata ayah dari seorang teman yang sangat baik kepadaku.<br />

Teman yang sangat aku hormati. Tetapi sekarang, aku takkan mempedulikan<br />

hubungan apapun. Bagiku, pembunuh tetaplah pembunuh!”<br />

Budiman berhenti bicara, ia tak sanggup bicara lagi Air mata terus-menerus<br />

bercucuran di pipinya. Air mata kesedihan yang sangat dalam. Air mata yang selama<br />

ini ia pendam.<br />

”Maafkan aku Man,” entah berapa kali kalimat maaf itu terucap dari mulut<br />

Rusdi. Rusdi sangat menyesalkan dirinya. Ia sangat menyesalkan dirinya yang tidak<br />

bisa berbuat apa-apa untuk merubah apa yang telah terjadi. Memang benar,<br />

penyesalan selalu datang terlambat. ”Man, kau harus tahu satu hal. Kau harus tahu<br />

kalau aku benar-benar menyesal. Setelah kepergian kalian waktu itu, aku tak pernah<br />

lagi tidur nyenyak. Aku selalu dihantui mimpi-mimpi buruk. Aku merasa Tuhan pasti<br />

akan membalas perbuatanku cepat atau lambat. Semua itu terbukti.<br />

”Delapan tahun yang lalu istriku meninggal dunia. Aku tahu itulah awal-awal<br />

hukuman untukku. Tiga tahun setelahnya, aku tertembak tepat di kedua kakiku yang<br />

mengakibatkan aku lumpuh seumur hidup. Semua hukuman dan mimpi-mimpi buruk<br />

itu seolah telah menjadi ketetapan dari Tuhan, bahwa manusia durjana sepertiku<br />

memang harus menerima pembalasan. Dan malam ini, semuanya menjadi sempurna.<br />

Aku berhadapan langsung dengan anak laki-laki yang telah kubuat menderita. Anak<br />

laki-laki yang seharusnya tak menerima semua kesedihan itu.<br />

”Sekarang, semua terserah padamu Budiman. Aku telah menyakitimu dengan<br />

sangat selama ini, maka sekarang kau boleh menyakitiku. Bila kau tak bisa<br />

memaafkan kesalahan seorang lumpuh di depanmu ini, kau boleh menumpahkan<br />

darahku. Kau boleh membunuhku. Aku rela bila harus mati di tanganmu. Aku rela<br />

bila nyawaku lepas saat ini. Semuanya, hanya demi mempertanggungjawabkan<br />

perbuatan terkutukku. Bunuh, bunuhlah aku, bila itu bisa membuatmu senang.”<br />

Di sela-sela tangisnya, Budiman tersentak. Lelaki yang telah membuatnya<br />

menderita selama ini menyerah? Lelaki yang telah membunuh ayahnya saat ini tak<br />

328

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!