13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

meninggal karena sihir hitam yang aku kirimkan kepadanya, sebelum ia pergi ke<br />

pulau Jawa.”<br />

”Paman....”<br />

Air mata jatuh menetes di pipi Rusdi. Perlahan lelaki itu terisak. ”Itu benar<br />

Man, akulah yang telah mengirim sihir hitam yang telah membuat ayahmu meninggal.<br />

Akulah yang telah membunuh ayahmu yang baik hati itu...”<br />

Budiman berdiri terpaku di hadapan Rusdi. Ia tidak tahu harus berkata apa.<br />

Berarti benar yang selama ini ia dengar. Benar apa yang diceritakan oleh kakaknya,<br />

benar yang dikatakan dukun laknat itu. Ayahnya meninggal karena sihir hitam yang<br />

dikirim oleh Rusdi, ayah teman lamanya itu.<br />

”Maaf... maafkan aku Budiman,” sesal Rusdi. ”Aku telah melakukan sebuah<br />

kesalahan, sebuah kesalahan yang tak termaafkan. Sebuah dosa yang selama ini<br />

menghantuiku...”<br />

Budiman menjadi gelap mata. Pisau yang sedari tadi ia pegang di balik<br />

tubuhnya terjatuh ke lantai. Tiba-tiba ia melangkah tepat di depan Rusdi. Ia langsung<br />

mencengkeram kerah pakaian Rusdi dengan kedua tangannya dan mengangkatnya<br />

dari kursi roda.<br />

”Aku sudah tahu paman, aku sudah tahu itu. Aku sudah tahu kalau ayahku<br />

bukan meninggal karena penyakit. Aku sudah tahu itu. Orang-orang juga sudah tahu,<br />

kalau ayahku meninggal karena sihir bangsat itu. Kau tak perlu berterus terang<br />

mengenai itu. Hanya saja, satu yang tidak aku mengerti dari kematian ayahku....<br />

”KENAPA?” bentaknya kasar. Suaranya menggelegar laksana suara petir<br />

malam itu. Ia menatap mata Rusdi dengan penuh kebencian, sementara Rusdi terlihat<br />

pasrah. ”Kenapa kau bunuh ayahku? KENAPA?!?!”<br />

”Aku...aku...” Rusdi tergagap. Lelaki itu tak menyangka Budiman akan<br />

bereaksi seperti itu.<br />

Budiman semakin marah. Ia lalu menghempaskan tubuh lemah Rusdi ke kursi<br />

roda dengan keras. Kursi roda dengan Rusdi di atasnya itu bergerak sedikit ke<br />

belakang.<br />

Budiman berbalik dan melangkah menjauh dari Rusdi. Ia berhenti pada jarak<br />

yang tidak terlalu jauh dari Rusdi di ruang tamu itu. Ia mulai meitikkan air mata.<br />

”Man, sungguh aku meminta maaf padamu. Sungguh aku merasa bersalah...”<br />

323

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!