13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

”Bona dan yang lainnya pasti iri kalau tahu hal ini,” ujar Intan teringat pada<br />

anak-anak panti.<br />

Budiman yang mendengarnya langsung terkikik. Bayangan Bona yang<br />

merengek-rengek terlintas di benaknya. Betapa lucunya, pikirnya.<br />

”Tan, aku boleh bertanya?”<br />

”Tanya saja,” Intan mepersilakan. Ia tak berhenti menghisap es krimnya.<br />

”Kenapa kau bisa begitu baik pada anak-anak itu?” tanya Budiman kemudian.<br />

”Kenapa pula kau mengabdikan hidupmu untuk kepentingan anak-anak itu? Kau<br />

seperti sangat menikmatinya.”<br />

”Oh, itu...” Intan menghentikan hisapannya. Ia lalu memandang ke langit<br />

malam yang gelap tak berbintang. ”Itu, karena aku ingin melihat anak-anak itu<br />

bahagia. Kebahagiaan mereka adalah ketenangan di hatiku. Kakak tahu, awalnya yang<br />

mendasariku adalah perasaan senasib. Ya, kakak tahu sendiri kan siapa aku? Aku<br />

seorang yatim piatu. Ibuku meninggal saat melahirkanku, dan ayahku... ia pergi entah<br />

kemana.<br />

”Tante bilang ayah adalah seorang penjahat, tapi aku tak percaya. Aku yakin<br />

kalau ayahku adalah seorang laki-laki yang baik. Aku yakin ayahku meninggalkanku<br />

karena suatu alasan yang tak bisa dicegah. Ya, aku yakin itu,” tutur Intan sedih.<br />

”Andai Tuhan mengizinkanku untuk bertemu dengannya sebelum kematianku, aku<br />

pasti akan senang. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya, melihat wajahnya, dan<br />

menanyakan kenapa ia meninggalkanku... Karena apapun yang telah ia lakukan<br />

padaku, aku telah memaafkannya.”<br />

Budiman tak mengira Intan sebaik itu. Bahkan, Intan masih mengharapkan<br />

bertemu dengan orang tua yang telah meninggalkannya dulu. Ia juga mau memaafkan<br />

ayahnya yang entah dimana itu. Budiman benar-benar salut pada kebaikan hati gadis<br />

itu.<br />

”Sudahlah Tan,” hibur Budiman, ”kita kan di sini untuk bersenang-senang,<br />

bukannya untuk bersedih. Ayolah, tersenyumlah...”<br />

Intan tersenyum. ”Kau benar kak, tak ada gunanya bersedih... Terima kasih.”<br />

Budiman tersenyum. Sejurus kemudian, matanya menangkap sesuatu pada jari<br />

telunjuk Intan. ”Kenapa jarimu Tan?” tanyanya kemudian.<br />

286

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!