13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Iya,” jawab Amanda, “sepertinya kita harus bertemu. Kutunggu kau di<br />

monumen cinta pertamamu besok pagi.”<br />

“Baik, aku akan datang.”<br />

KLIK!<br />

Fathony menjadi bingung. Ia senang akhirnya Amanda akan menjawab<br />

lamarannya. Tapi ia juga takut, takut kalau lamarannya ditolak. Apakah ia harus<br />

melajang seumur hidup?<br />

*<br />

Di depan pohon apel yang cukup besar itu, Amanda tengah menunggu<br />

Fathony. Hari ini, ia akan menjawab lamaran pria yang disukainya itu.<br />

”Sudah lama menunggu, Mand?” akhirnya yang ditunggu datang juga.<br />

”Tidak, aku juga baru datang kok,” balas Amanda.<br />

Keduanya terdiam. Hening. Mereka berdua sama-sama bingung hendak<br />

mengatakan apa.<br />

”Mand, bagaimana keadaan panti asuhan?” tanya Fathony berbasa-basi.<br />

”Baik, semakin hari semakin menyenangkan. Ditambah lagi dengan kehadiran<br />

anak yang ditemukan oleh Intan.”<br />

”Si Heru kecil?” tebak Fathony.<br />

Amanda mengangguk. Lagi-lagi keduanya terdiam. Amanda ingin berbicara,<br />

tetapi ia malu bila harus memulai. Demikian juga Fathony. Akhirnya, Fathony<br />

memberanikan diri.<br />

”Mand, langsung saja ya? Apa jawabanmu terhadap lamaranku waktu itu?”<br />

Amanda terdiam. Ia tak tahu apakah pilihannya ini baik untuknya. Tapi, ia<br />

memang tidak bisa membohongi hatinya.<br />

”Mand, aku menunggu...” Fathony terlihat tak sabar.<br />

”Aku...aku...” Amanda ragu. Ia kemudian mantap menjawab, ”Aku<br />

menerimamu sebagai pendamping hidupku, Ahmad Fathony...”<br />

Bagai disambar petir di siang bolong, serentak seluruh otot tubuh Fathony<br />

menegang. Jantungnya bedetak kencang, saraf-sarafnya bergetaran, suhu tubuhnya<br />

263

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!