Download File

”Semoga.” Santi kembali memandangi air sungai di bawahnya. Seekor ikan
pesut timbul dari dalam sungai, kemudian menghilang di antara gelombang. Santi
tersenyum. Ia lalu menoleh ke arah Budiman. ”Man, kau sendiri bagaimana?”
”Maksudmu?” Budiman tak mengerti arah pembicaraan Santi.
”Itu... kau punya kekasih gak?” lanjut Santi. ”Masa’ dari dulu kau selalu
sendiri. Ada kan?”
kekasih.”
”Oh, itu maksudmu?” Budiman akhirnya paham. ”Belum, aku belum punya
”Yang bener nih...” goda Santi.
”Ah, Santi....” Budiman menjadi tidak enak.
”Ayolah Man, masa’ kau tidak pernah jatuh cinta sih? Atau mungkin kau
nggak normal...”
”Hei!” tukas Budiman kesal. ”Jangan sembarangan ngomong ya?”
Santi terkikik melihat tingkah temannya itu. ”Iya...aku cuma bercanda. Gitu
aja marah. Kau benar-benar tidak berubah Man, masih suka panik.”
Budiman.
”Kenapa yang kau ingat hanya hal-hal yang jelek sih dariku?” protes
Santi tertawa mengenang segala kelucuan temannya itu. Sedetik kemudian ia
kembali serius. ”Apa kau benar belum pernah jatuh cinta?”
Budiman mendesah pelan. “Pernah sih. Aku kan juga manusia.”
”Oh, ya? Siapa gadis itu? Apa kau sudah menyatakan perasaanmu?” cerocos
Santi mendengar jawaban Budiman.
”Belum, aku belum menyatakan perasaanku. Sudah begitu lama aku
memendam perasaan ini. Tapi, aku ragu dengan apa yang kurasakan. Dia adalah cinta
pertamaku, yang bahkan tak pernah bisa aku lupakan sampai saat ini.”
”Siapa?”
”Oh...” desah Santi panjang. ”Siapa dia Man?”
”Kau kenal dia kok.”
”Aku....kenal gadis itu?” tanya Santi meyakinkan. Budiman mengangguk.
”Luna,” jawab Budiman pendek.
”Siapa kau bilang? Lu...na?” tampak ekspresi keterkejutan di wajah Santi.
”Ya, Luna. Teman kita itu,” Budiman mengiyakan.
247