13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

”Percuma kau memujiku,” akhirnya Budiman bersuara, ”bagaimanapun aku<br />

sudah kalah. Aku telah kalah.” Budiman terlihat menyesali diri. Dengan tertatih ia<br />

mencoba berdiri, namun ia hanya berhasil duduk.<br />

“Maafkan aku Budiman, aku kehilangan kendali akan diriku,” kata Ridwan<br />

sedih melihat keadaan Budiman. ”Kau membuatku menjadi terlalu bersemangat.”<br />

Budiman diam tak menjawab. Ia merasa sangat sedih karena telah terkalahkan.<br />

Berarti ia tidak dapat mengembalikan teman baiknya itu.<br />

diri Budiman.<br />

”Aku yang harusnya meminta maaf,” ujar Budiman.<br />

”Untuk apa?” Ridwan tak mengerti. Ia merasa tidak melihat kesalahan pada<br />

”Karena aku telah gagal mengembalikanmu ke jalan yang benar. Aku telah<br />

gagal!” Budiman menangis tersedu-sedu. Perasaannya sangat kalut.<br />

Budiman.<br />

Melihat hal itu, raut wajah Ridwan berubah sedih. Ia lalu merunduk mendekati<br />

”Man, bukan salahmu,” ujarnya datar, ”ini murni salahku. Akulah yang<br />

bersalah telah membuat diriku seperti ini. Aku yang pantas disalahkan.”<br />

Budiman memandang wajah sedih Ridwan dengan cepat. Ia terheran<br />

mendengar pengakuan temannya itu. Kenapa temannya itu sekarang mengatakan hal<br />

yang sangat berlawanan?<br />

”Sungguh, aku tak pernah bermaksud seperti ini, tetapi memang jalan inilah<br />

yang harus kuambil,” ujar Ridwan lagi. ”Mungkin sekarang kau tak mengerti, tetapi<br />

suatu hari nanti kau pasti akan mengerti.”<br />

”Tapi...” Budiman terisak, ”kau tidak boleh menjadi seperti ini...”<br />

Ridwan tersenyum sedih. ”Biarlah Man, biarkan aku seperti ini.<br />

Bagaimanapun, aku punya jalanku sendiri,” ujarnya pelan. ”Setiap orang memiliki<br />

dua pilihan, baik atau jahat. Dan inilah yang aku pilih.”<br />

”Terserah kau...tapi kau tak pantas jadi jahat....” Budiman berkata pasrah. Ia<br />

tak mengerti jalan pikiran temannya itu. Ia lalu mengusap air matanya. ”Berarti aku<br />

harus membayar hutang itu...” ingatnya pada perjanjian mereka.<br />

”Tidak,” sahut Ridwan. ”Cukup kau merasakan kesakitan karena serangan-<br />

seranganku tadi. Itu sudah cukup.”<br />

”Maksudmu?”<br />

226

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!