13.07.2013 Views

Download File

Download File

Download File

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

”Ya, begitulah...” jawab Budiman, ”berkat doa anak-anak.”<br />

Fathur Rozy tersenyum. ”Alhamdulillah...Syukurlah kalau begitu. Memang,<br />

doa anak-anak yatim pasti dikabulkan oleh Allah.”<br />

”Ya, anak-anak yang tak berdosa,” sambung Budiman.<br />

Fathur Rozy lalu menatap temannya lama. ”Man, terus terang aku heran<br />

mendengarmu mengatakan kalau kau merasa menjadi orang jahat.”<br />

”Kenapa kau heran?”<br />

”Ya, setahuku kau adalah orang yang baik. Aku ingat ketika kita duduk di<br />

kelas satu SMA. Saat itu aku adalah anak yang dibenci oleh teman-teman yang lain<br />

karena sikapku yang terkesan ekstrim. Bahkan Tio teman sebangkuku pun ternyata<br />

tidak menyukaiku.<br />

”Saat itu aku putus asa bersekolah di sekolah kita. Tapi, ada kau. Kau yang<br />

selalu membelaku. Kau yang membantuku keluar dari masalah. Aku ingat jelas saat<br />

aku sakit di kelas. Saat itu tidak ada teman yang mau mengantarku ke UKS. Tapi kau<br />

mau. Kau bahkan mengorbankan jam pelajaran Biologi yang saat itu kau senangi<br />

demi mengantarku ke UKS.<br />

”Tapi aku bahkan tidak mau berada di UKS. Aku lalu meminta pulang<br />

kembali ke Pesantren. Kau tahu sendirilah kalau aku tinggal di pesantren. Saat itu kau<br />

terlihat kebingungan mengurus surat izin agar aku pulang. Aku berterima kasih<br />

padamu, walaupun kemudian kau menjawabku dengan kasar. Aku tahu, dibalik sikap<br />

kasarmu itu, kau adalah orang yang baik.<br />

”Saat aku terlambat datang ke sekolah, dan lupa membawa buku, kau<br />

meminjamkan bukumu padaku yang lalu aku bawa pulang. Bodohnya, buku itu lalu<br />

aku hilangkan. Kau begitu marah, tapi kemudian kau mengikhlaskannya. Aku<br />

meminta maaf dan kau memaafkanku.<br />

”Aku juga ingat sewaktu aku akan mudik di bulan Ramadhan. Saat itu aku<br />

berniat menitipkan sepedaku di rumahmu. Mengingat aku tidak tahu rumahmu, kita<br />

pun berjanji bertemu di simpang empat yang katamu tak jauh dari rumahmu. Tapi,<br />

aku tidak datang. Kau telah menungguku hingga empat jam. Bukankah begitu? Dan,<br />

kau tidak marah walaupun sedikit menggerutu,” kisah Fathur Rozy panjang.<br />

”Thur, kau ingat semuanya?” tanya Budiman tak percaya.<br />

130

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!