PENJUALAN JILID 3 Untuk SMK - Bursa Open Source
PENJUALAN JILID 3 Untuk SMK - Bursa Open Source
PENJUALAN JILID 3 Untuk SMK - Bursa Open Source
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
dalam toko, konsumen seperti ini akan memulai ”perburuan” mencari<br />
barang-barang yang ia butuhkan dengan berjalan dari lorong ke lorong<br />
secara teratur. Jika pada saat itu mereka membutuhkan barang-barang<br />
untuk keperluan mandi dan cuci (toiletries) hampir dapat dipastikan mereka<br />
akan menyelesaikan perburuan atas barang-barang tersebut terlebih dahulu<br />
baru kemudian beralih untuk mencari barang-barang keperluan lainnya,<br />
sangat jarang terjadi seorang konsumen melakukan perburuannya secara<br />
acak kecuali si konsumen memang tidak mengidentifi kasikan terlebih<br />
dahulu barang-barang apa saja yang ia butuhkan. Biasanya konsumen<br />
seperti ini tidak memiliki kebiasaan belanja bulanan.<br />
Berdasarkan kecenderungan di atas, para peritel dapat menyiasati<br />
displaynya tidak hanya dengan mengatur penempatan barang berdasarkan<br />
grouping (pengelompokan barang) melainkan juga memajangnya secara<br />
runtut (berurut). <strong>Untuk</strong> contoh kasus, display produk-produk toiletries, peritel<br />
dapat melakukannya dengan mulai memajang produk-produk pasta gigi<br />
pada rak/gondola pertama. Kemudian produk-produk sabun mandi pada<br />
rak kedua di sebelahnya. Dilanjutkan lagi dengan memajang produk-produk<br />
perawatan rambut atau sampo pada rak ketiga dan seterusnya, begitu juga<br />
saat mendisplay produk-produk konsumsi seperti mi instant. Jika mengacu<br />
pada logika konsumen, peritel sebaiknya memajang produk mi instantnya<br />
berdekatan dengan saos, sambal atau kecap, hal ini dikaitkan dengan<br />
kecenderungan konsumen saat mengonsumsi mi instant yang biasanya<br />
dilengkapi dengan saos, sambal dan kecap, saat memajang produk-produk<br />
kategori breakfast (sarapan pagi) seperti roti, selai, keju dan sereal, para<br />
peritel pun dapat memajang produk-produk tersebut dalam satu rak atau<br />
paling tidak berdekatan satu sama lain, kemudian tempatkan pula produkproduk<br />
seperti gula, teh, kopi termasuk SKM (susu kental manis) pada<br />
rak-rak tersebut karena produk-produk ini biasanya juga dikonsumsi oleh<br />
konsumen pada saat sarapan pagi.<br />
Masih banyak contoh-contoh siasat lain yang dapat diterapkan para<br />
peritel sehubungan dengan bagaimana beradaptasi dengan kecenderungankecenderungan<br />
konsumen ini, contoh lagi, apa yang selama ini dikenal<br />
dengan istilah “customer eye level” atau level pandangan mata konsumen.<br />
Level pandangan mata konsumen (pengunjung) saat berada di depan rak<br />
display biasanya tertuju pada salah satu shelve (daun rak) yang berada<br />
pada tingkat tertentu, basanya shelve yang tingginya antara pinggang dan<br />
dada pengunjung, tak heran jika banyak peritel yang jeli menyiasatinya<br />
dengan memajang barang-barang bermargin gemuk (high profi t) pada<br />
shelve tersebut.<br />
Display yang mengacu dengan logika-logika konsumen tidak hanya<br />
melahirkan nilai tambah (kemudahan) yang dirasakan langsung oleh<br />
konsumen atau pengunjung toko tetapi juga membantu para peritel dalam<br />
hal pengaturan display secara keseluruhan, misal, dalam mensiasati display<br />
produk-produk impulse agar lebih efektif.<br />
619