22.06.2013 Views

pemberian ekstrak kelopak bunga rosela menurunkan ...

pemberian ekstrak kelopak bunga rosela menurunkan ...

pemberian ekstrak kelopak bunga rosela menurunkan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

TESIS<br />

PEMBERIAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA<br />

MENURUNKAN MALONDIALDEHID PADA TIKUS<br />

YANG DIBERI MINYAK JELANTAH<br />

TRIJONO SUWANDI<br />

PROGRAM PASCASARJANA<br />

UNIVERSITAS UDAYANA<br />

DENPASAR<br />

2012


TESIS<br />

PEMBERIAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA<br />

MENURUNKAN MALONDIALDEHID PADA TIKUS<br />

YANG DIBERI MINYAK JELANTAH<br />

TRIJONO SUWANDI<br />

NIM 0890761018<br />

PROGRAM MAGISTER<br />

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK<br />

PROGRAM PASCASARJANA<br />

UNIVERSITAS UDAYANA<br />

DENPASAR<br />

2012


TESIS<br />

PEMBERIAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA<br />

MENURUNKAN MALONDIALDEHID PADA TIKUS<br />

YANG DIBERI MINYAK JELANTAH<br />

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister<br />

Pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik<br />

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana<br />

TRIJONO SUWANDI<br />

NIM 0890761018<br />

PROGRAM MAGISTER<br />

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK<br />

PROGRAM PASCASARJANA<br />

UNIVERSITAS UDAYANA<br />

DENPASAR<br />

2012


Pembimbing I<br />

Lembar Pengesahan<br />

TESIS INI TELAH DISETUJUI<br />

PADA TANGGAL 19 Januari 2012<br />

Pembimbing II<br />

Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK<br />

NIP. 194606191976021001 NIP. 194606191976021001<br />

Mengetahui,<br />

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur<br />

Program Pasca Sarjana Program Pascasarjana<br />

Universitas Udayana Universitas Udayana<br />

Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp. S(K)<br />

NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001


Tesis Ini Telah Diuji pada<br />

Tanggal 19 Januari 2012<br />

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor<br />

Universitas Udayana, No. 0144/UN14.4/HK/2012, Tanggal 16 Januri 2012<br />

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila,SpAnd., FAACS<br />

Anggota :<br />

1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK<br />

2. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH<br />

3. Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp.BIOK<br />

4. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., SpAnd


UCAPAN TERIMA KASIH<br />

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan<br />

Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia-Nya tesis yang berjudul “Pemberian<br />

Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi<br />

Minyak Jelantah” dapat diselesaikan.<br />

Tesis ini untuk memenuhi persyaratan tugas akhir pendidikan yang dijalani<br />

penulis untuk memperoleh gelar magister pada Program Magister Program Studi Ilmu<br />

Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pasca Sarjana<br />

Universitas Udayana.<br />

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat,<br />

penghargaan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:<br />

1. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku Ketua Program Sudi<br />

Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana dan selaku pembimbing I yang<br />

telah memberikan banyak dorongan, semangat, bimbingan, dan masukan kepada<br />

penulis selama penyusunan tesis ini.<br />

2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK. selaku pembimbing II yang dengan penuh<br />

perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan masukan<br />

kepada penulis selama penyusunan tesis ini.<br />

3. Prof. Dr. dr, N. Adiputra, MOH. selaku pembimbing akademik dan selaku<br />

penguji yang telah memberikan banyak dorongan, semangat, bimbingan dan<br />

masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.


4. Prof. dr. N. Agus Bagiada, SpBIOK. selaku penguji yang telah memberikan<br />

banyak dorongan, semangat, bimbingan dan masukan kepada penulis selama<br />

penyusunan tesis ini.<br />

5. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And. selaku penguji yang dengan penuh<br />

perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan masukan<br />

selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyusunan tesis<br />

ini.<br />

6. Drs. I Ketut Tunas, M.Si., yang telah memberikan masukan dan saran ilmiah<br />

terutama dalam metode penelitian dan statistik yang sangatlah berguna bagi<br />

penulis dalam menyusun tesis ini.<br />

7. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., selaku kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi<br />

Universitas Gajah Mada dan Bapak Yulianto selaku staf yang telah banyak<br />

membantu dalam menyediakan binatang pecobaan serta fasilitas tempat,<br />

peralatan dan bantuan teknis bagi terlaksananya penelitian di Laboratorium Pusat<br />

Studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.<br />

8. Para dosen pengajar dan staf di Universitas Udayana yang tidak dapat disebutkan<br />

satu persatu, yang selalu memberikan dorongan dan bantuan.<br />

9. Segenap staf administrasi dan teman-teman mahasiswa yang telah membantu<br />

dan memberikan dorongan semangat bagi penulis.<br />

10. Istri yang sangat mengasihi, Endang Setiawati, anak-anak tersayang, William,<br />

Kevin dan Charissa, atas segala doa, dukungan dan pengertiannya selama<br />

penulis menempuh pendidikan.


11. Keluarga tercinta, Papa, Mama dan adik-adik, atas doa, perhatian, semangat<br />

selama penulis menempuh pendidikan.<br />

12. Rekan-rekan sejawat yaitu Eve, Jess, Fifin, Kris, Teguh, Juli, dr. Oka dan rekan-<br />

rekan sejawat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu<br />

memberikan dorongan, semangat, dan saran selama penulis mengikuti program<br />

magister, khususnya dalam penulisan tesis ini.<br />

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah<br />

membantu dalam pelaksanaan dan peyelesaian tesis ini.<br />

Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis pribadi,<br />

bagi program pendidikan Magister Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pasca<br />

Sarjana Universitas Udayana, serta bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.<br />

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna dan masih<br />

banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua<br />

pihak akan menjadi masukan yang sangat diharapkan.<br />

Akhir kata, Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan kasih, berkat,<br />

damai sejahtera dan anugerah-Nya kepada kita semua.<br />

Denpasar, Juli 2011<br />

Penulis<br />

Trijono Suwandi


ABSTRAK<br />

PEMBERIAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA MENURUNKAN<br />

MALONDIALDEHID PADA TIKUS YANG DIBERI MINYAK JELANTAH<br />

Minyak jelantah adalah minyak goreng bekas yang sudah dipakai untuk<br />

menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami perubahan pada<br />

komposisi kimianya. Penggunaaan minyak jelantah dapat terbentuk radikal bebas.<br />

Radikal bebas yang berlebihan menimbulkan stres oksidasi yang memicu proses<br />

peroksidasi lipid, kerusakan oksidatif protein dan mutasi DNA, sehingga dapat<br />

mempercepat terjadinya proses penuaan. Rosela dapat dijadikan sumber antioksidan,<br />

karena mengandung vitamin C, vitamin E, beta karoten, omega 3, dan flavanoid.<br />

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

pada tikus jantan yang diberi minyak jelantah. Penurunan stres oksidasi dapat<br />

diketahui salah satunya dengan mengukur MDA yang merupakan produk akhir dari<br />

peroksidasi lipid.<br />

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan pre test<br />

and post test control group design, yang dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi<br />

Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Penelitian ini menggunakan 18<br />

ekor tikus jantan galur Wistar yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok<br />

kontrol (P0) diberi minyak jelantah dan aquades, kelompok perlakuan 1 (P1) diberi<br />

minyak jelantah dan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 250 mg/kg BB dan kelompok<br />

perlakuan 2 (P2) diberi minyak jelantah dan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 500<br />

mg/kg BB. Perlakuan terhadap ketiga kelompok ini dilakukan selama 14 hari.<br />

Uji perbandingan sesudah diberikan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> antara ketiga<br />

kelompok menggunakan One Way Anova. Rerata kadar MDA kelompok kontrol<br />

adalah 7,790,32, rerata kelompok P1 adalah 5,190,30, dan rerata kelompok P2<br />

adalah 3,410,36. Terjadi penurunan kadar MDA secara bermakna pada ketiga<br />

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> secara<br />

peroral selama 14 hari (p < 0,05).<br />

Disimpulkan bahwa <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 250 mg/kg<br />

BB <strong>menurunkan</strong> malondialdehid sebesar 28,0% pada tikus yang diberi minyak<br />

goreng jelantah dan <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 500 mg/kg BB<br />

<strong>menurunkan</strong> malondialdehid sebesar 50,2%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat<br />

dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis maksimal<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> rosella pada hewan coba dan perlu dilakukan clinical trial.<br />

Kata kunci : <strong>rosela</strong>, malondialdehid, minyak jelantah.


ABSTRACT<br />

ADMINISTRATION OF ROSELLA PETAL FLOWER EXTRACT<br />

DECREASES MALONDIALDEHYDE IN RATS FED WITH WASTE<br />

COOKING OIL<br />

Waste cooking oil is used oil that has been used to fry many kinds of food and<br />

changes in their chemical composition. The use of waste cooking oil, especially<br />

with deep frying method can form free radicals. Excessive free radicals will cause<br />

oxidative stress that triggers the process of lipid peroxidation, oxidative damage of<br />

protein and DNA mutation, which can accelerate the aging process. Lipid<br />

peroxididation products can be measured as MDA levels. Rosella contains vitamin<br />

C, vitamin E, beta carotene, omega 3, and flavonoids, is a natural antioxidant which<br />

can reduce the negative impact of oxidants including free radicals. This research aims<br />

to determine the effect of rosella petal flower extract against MDA in rats fed with<br />

waste cooking oil. Decrease in oxidative stress can be determined by measuring<br />

MDA which is the end product of lipid peroxidation.<br />

This research was an experimental study which applies randomized Pre test and<br />

Post test Control Group design. Research conducted at the Food and Nutrition Centre<br />

of Study Laboratory, Gajah Mada University, Jogjakarta. This research was done on<br />

18 male Wistar strain rats, were divided into three research groups. The first group<br />

was the control group (P0) which were administrated with waste cooking oil and<br />

aquades. The second group was the treatment group 1 (P1) which were administrated<br />

with waste cooking oil and rosella petal flower extract dose of 250 mg/kg. While the<br />

third group was the treatment group 2 (P2) were administrated with waste cooking oil<br />

and rosella petal flower extract dose of 500 mg/kg. The treatment of the three groups<br />

was conducted for 14 days.<br />

The analysis result between the three groups using One Way Anova, comparison<br />

test after roselle petals flower extract administration among the three groups was<br />

MDA level. The average of the control group was 7.79 ± 0.32, the average P1 group<br />

was 5.19 ± 0.30, and the average P2 group was 3,41 ± 0.36. There were significant<br />

differences in MDA levels decreased in all three groups after the treatment rosella<br />

petal flower extract administration orally for 14 days (p


DAFTAR ISI<br />

SAMPUL DALAM............................................................................ i<br />

PRASYARAT GELAR..................................................................... ii<br />

LEMBAR PENGESAHAN............................................................... iii<br />

PENETAPAN PANITIA PENGUJI.................................................. iv<br />

UCAPAN TERIMA KASIH............................................................. v<br />

ABSTRAK......................................................................................... viii<br />

ABSTRACT....................................................................................... ix<br />

DAFTAR ISI...................................................................................... x<br />

DAFTAR TABEL.............................................................................. xv<br />

DAFTAR GAMBAR......................................................................... xvi<br />

DAFTAR SINGKATAN ................................................................... xvii<br />

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................... xviii<br />

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1<br />

1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1<br />

1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 6<br />

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 6<br />

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 6<br />

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................ 8<br />

Hal


2.1. Proses Penuaan ........................................................................... 8<br />

2.2. Radikal Bebas ............................................................................. 9<br />

2.2.1. Definisi Radikal Bebas .......................................................... 9<br />

2.2.2. Sumber Radikal Bebas ........................................................... 10<br />

2.2.3. Sifat Radikal Bebas ................................................................ 11<br />

2.3. Antioksidan ............................................................................ 12<br />

2.3.1. Definisi Antioksidan .............................................................. 12<br />

2.3.2. Jenis Antioksidan ................................................................... 13<br />

2.4. Stres Oksidasi ........................................................................ 14<br />

2.5. Malondialdehid (MDA) ......................................................... 15<br />

2.6. Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) ............................................. 15<br />

2.6.1. Taksonomi ............................................................................. 15<br />

2.6.2. Nama Lain ............................................................................. 16<br />

2.6.3. Karakteristik dan Morfologi ................................................. 17<br />

2.6.4. Kandungan Senyawa Kimia .................................................. 18<br />

2.6.5. Manfaat Rosela ..................................................................... 18<br />

2.6.6. Toksisitas .............................................................................. 20<br />

2.7. Minyak Goreng Jelantah ....................................................... 20<br />

2.8. Dampak Minyak Jelantah terhadap Kesehatan ..................... 23<br />

2.9. Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus L.) ........................... 25<br />

2.9.1. Penggunaan Tikus ................................................................. 25


2.9.2. Pemberian Makanan Dan Minuman ...................................... 26<br />

2.9.3. Pemantauan Keselamatan Tikus ............................................ 27<br />

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 28<br />

3.1. Kerangka Berpikir ................................................................. 28<br />

3.2. Konsep ................................................................................... 29<br />

3.3. Hipotesis ................................................................................ 30<br />

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................... 31<br />

4.1. Rancangan Penelitian ............................................................ 31<br />

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 32<br />

4.3. Subjek Penelitian ................................................................... 33<br />

4.3.1. Subjek Penelitian ................................................................... 33<br />

4.3.2. Kriteria Subjek ....................................................................... 33<br />

4.3.3. Besar Sampel ......................................................................... 33<br />

4.3.4. Teknik Penentuan Sampel ..................................................... 35<br />

4.4. Variabel Penelitian ................................................................ 35<br />

4.4.1. Klasifikasi Variabel Penelitian ............................................. 35<br />

4.4.2. Definisi Operasional Variabel ............................................... 36<br />

4.5. Bahan Penelitian .................................................................... 37<br />

4.6. Alat Penelitian ....................................................................... 38<br />

4.7. Prosedur Penelitian ................................................................ 38<br />

4.7.1. Pengambilan Subjek dan Jumlah Subjek Penelitian ............. 38


4.7.2. Penentuan Dosis .................................................................... 39<br />

4.7.3. Prosedur Kerja ...................................................................... 41<br />

4.7.4. Alur Penelitian ...................................................................... 43<br />

4.8. Analisis Data ......................................................................... 44<br />

BAB V HASIL PENELITIAN.......................................................... 45<br />

5.1. Uji Normalitas Data Kadar MDA........................................... 45<br />

5.2. Uji Homogenitas Varians Kadar MDA Antar Kelompok<br />

Sebelum dan Sesudah Perlakuan............................................ 46<br />

5.3. Kadar MDA............................................................................ 46<br />

5.3.1. Uji Komparabilitas Kadar MDA............................................ 46<br />

5.3.2. Analisis Efek Pemberian Minyak Goreng Jelantah antar<br />

Kelompok............................................................................... 47<br />

5.3.3. Analisis Efek Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela<br />

antar Kelompok ..................................................................... 48<br />

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN............................ 51<br />

6.1. Subjek Penelitian.................................................................... 51<br />

6.2. Pengaruh Ekstrak Kelopak Bunga Rosela terhadap Kadar<br />

MDA Darah............................................................................ 51<br />

BAB VII SIMPULAN dan SARAN.................................................. 56<br />

7.1 Simpulan................................................................................. 56<br />

7.2 Saran....................................................................................... 56


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 57<br />

LAMPIRAN……………………………………………………….. 62


DAFTAR TABEL<br />

Tabel 2.1. Data Biologis Tikus ................................................... 26<br />

Tabel 5.1. Hasil Uji Normalitas Kadar MDA ............................. 45<br />

Tabel 5.2. Homogenitas Kadar MDA antar Kelompok<br />

Perlakuan ................................................................... 46<br />

Tabel 5.3. Rerata Kadar MDA antar Kelompok Sebelum<br />

Diberi Minyak Jelantah .............................................. 46<br />

Tabel 5.4. Rerata Kadar MDA antar Kelompok Sesudah Diberi<br />

Minyak Jelantah (Pre Test) ........................................ 47<br />

Tabel 5.5. Perbedaan Rerata Kadar MDA antar Kelompok<br />

Sesudah Diberikan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela<br />

(Post Test)................................................................... 48<br />

Tabel 5.6 Beda Nyata Terkecil Kadar MDA Sesudah Diberikan<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> Bunga Rosela antar Dua Kelompok.. 49<br />

Hal


DAFTAR GAMBAR<br />

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep ........................................... 30<br />

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian ................................................ 31<br />

Gambar 4.2. Hu<strong>bunga</strong>n Antar Variabel .......................................... 37<br />

Gambar 4.3. Skema Alur Penelitian ............................................... 43<br />

Gambar 5.1. Perbedaan Rerata Kadar MDA pada Kelompok<br />

Kontrol, Kelompok Perlakuan 1 dan Kelompok<br />

Perlakuan 2 ................................................................ 50<br />

Hal


SINGAKATAN<br />

AAM : Anti Aging Medicine<br />

KAP : Kedokteran Anti Penuaan<br />

DAFTAR SINGKATAN<br />

LSD : Least Significance Difference<br />

MDA : Malondialdehid<br />

MUFA : Mono Unsaturated Fatty Acid<br />

PUFA : Poly Unsaturated Fatty Acid<br />

ROS : Reactive Oxygen Species<br />

TBARS : Thiobarbituric Acid Reactive Substance


DAFTAR LAMPIRAN<br />

Lampiran 1. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Laurence &<br />

Bacharach ................................................................... 62<br />

Lampiran 2. Uji Normalitas Data MDA Sebelum dan<br />

Sesudah Perlakuan ..................................................... 63<br />

Lampiran 3. Uji One Way Anova .................................................... 64


1.1. Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

Pada umumnya manusia menginginkan hidup berumur panjang, mempunyai<br />

kualitas hidup yang baik, sehat dan berkualitas serta tidak mau tampak cepat tua.<br />

Untuk mencapai hal tersebut, maka manusia melakukan berbagai upaya untuk<br />

mencegah proses penuaan.<br />

Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh<br />

secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang<br />

serta meningkatnya kelemahan (Bludau, 2010).<br />

Dengan berkembangnya Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau Anti-Aging<br />

Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah<br />

bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan<br />

teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan,<br />

dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang<br />

berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam<br />

keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan<br />

normal yang memang harus terjadi, namun dianggap sama sebagai suatu penyakit,<br />

yang dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula,<br />

sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat menjadi lebih panjang dengan<br />

kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).


Proses penuaan dapat disebabkan oleh banyak hal, dapat disebabkan faktor dari<br />

luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak sehat, polusi<br />

lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari dalam,<br />

salah satunya adalah radikal bebas (Pangkahila, 2007). Ada banyak teori tentang<br />

penuaan, di antaranya adalah teori radikal bebas yang dikemukakan oleh Gerschman<br />

pada tahun 1954 dan kemudian dikembangkan oleh Denham Harman pada tahun<br />

1982. Teori ini menjelaskan bahwa radikal bebas dapat merusak sel-sel dalam tubuh<br />

manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang pada<br />

akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh (Goldman<br />

dan Klantz, 2003).<br />

Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari<br />

dalam tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses<br />

inflamasi, sedangkan yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena<br />

polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari,<br />

makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, minyak goreng jelantah, bahan racun<br />

pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya. Juga dapat dipicu oleh stres atau olah<br />

raga yang berlebihan (Pham-Huy et al., 2008).<br />

Pada penggunaaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan<br />

cara deep frying dapat terbentuk radikal bebas. Yang dimaksud dengan minyak<br />

jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari berbagi jenis minyak goreng,<br />

minyak jelantah ini merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk menggoreng<br />

berbagai jenis makanan dan sudah mengalami perubahan pada komposisi kimianya<br />

(Rukmini, 2007; Lestari, 2010). Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang


menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan<br />

pada suhu yang tinggi (Sartika, 2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang<br />

akan mempercepat terjadinya destruksi minyak akibat meningkatnya kadar peroksida.<br />

Hal tersebut terjadi karena pada saat pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa<br />

degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses ini dapat meningkatkan<br />

kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang bersifat toksik, sehingga<br />

membahayakan bagi tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani, 2009).<br />

Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti protein, asam nukleat dan<br />

lipid. Radikal bebas menimbulkan reaksi rantai, misalnya peroksidasi lipid yang<br />

berdampak merusak komponen membran sel yang mengandung asam lemak tidak<br />

jenuh ganda menjadi senyawa toksis terhadap sel seperti malondialdehid, 9-hidroksi-<br />

noneal, F2-isoprostan, etana dan pentana (Murray et al., 2000). Malondialdehid<br />

(MDA) merupakan salah satu petanda terjadinya kerusakan oksidatif oleh radikal<br />

bebas pada membran sel (Suryohudoyo, 2000).<br />

Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas diperlukan antioksidan.<br />

Penggunaan antioksidan mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan semakin<br />

meningkatnya pemahaman pada masyarakat tentang peranan antioksidan dalam<br />

menghambat penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis,<br />

penyakit kanker dan gejala penuaan (Goldman dan Klantz, 2003; Kuncahyo dan<br />

Sunardi, 2007). Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau<br />

mencegah terjadinya oksidasi. Cara kerja senyawa antioksidan adalah (Utami et al.,<br />

2009):


1. Bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif<br />

yang relatif stabil.<br />

2. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan<br />

elektron yang dimiliki radikal bebas.<br />

3. Menghambat terjadinya reaksi rantai dari pembentukan radikal bebas.<br />

Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat<br />

dijadikan sebagai sumber antioksidan. Di beberapa daerah, masyarakat menggunakan<br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> ini sebagai teh, biasanya disebut dengan teh merah.<br />

Menurut DEPKES RI. <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung vitamin C, vitamin D,<br />

vitamin B1, B2, niacin, riboflavin, betakaroten, zat besi, asam amino, polisakarida,<br />

omega 3, kalsium. Tiap 100 gram <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung vitamin C yang<br />

cukup tinggi, yaitu sekitar 260-280 mg (Maryani dan Kristiana, 2008).<br />

Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kandungan dan manfaat<br />

<strong>rosela</strong>. Pada penelitian yang dilakukan Arellano et al. (2004), didapat kandungan<br />

vitamin A, vitamin C, theaflavins, cathecins. Kandungan theaflavins dan cathecins<br />

membantu menjaga kolesterol dalam darah dengan cara membatasi penyerapan<br />

kolesterol dan meningkatkan pembuangan kolesterol LDL dari hati. Vitamin C<br />

berfungsi dalam menetralisir lemak dalam tubuh, sehingga bermanfaat untuk body<br />

slimming, body firming. Vitamin A dan vitamin C menjaga, mempertahankan dan<br />

meningkatkan kesehatan tubuh serta mencegah penuaan dini dan munculnya katarak.<br />

Vitamin A, vitamin C dan kalsium berguna untuk kesehatan mata, kulit dan tulang<br />

sedangkan serat untuk memperbaiki sistem pencernaan. Pada penelitian lain tentang<br />

efek <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> terhadap kerusakan sel hati tikus, ditemukan senyawa


polifenol (Liu et al., 2002; Lin et al., 2003), dan anthocyanidins (Lazze et al., 2003;<br />

Ojokoh et al., 2006). Amin dan Hamza (2005) yang meneliti efek hepatoprotektif<br />

<strong>rosela</strong> mendapatkan kandungan flavanoid. Flavonoid yang terdapat dalam <strong>kelopak</strong><br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> bermanfaat untuk mencegah kanker, terutama karena radikal bebas,<br />

seperti kanker lambung dan leukemia. Selain itu flavonoid juga mempunyai efek<br />

protektif terhadap penyakit kardiovaskular termasuk hipertensi (Kusmardiyana et al.,<br />

2007).<br />

Jadi <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung antioksidan, asam amino, vitamin,<br />

mineral, dan lain-lain. Kandungan antioksidan <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> antara lain:<br />

vitamin C, vitamin E, beta karoten, omega 3, flavanoid. Antioksidan berperan penting<br />

dalam konsep Ilmu KAP dalam meredam efek buruk dari radikal bebas, salah satu<br />

penyebab proses penuaan (Pangkahila, 2007).<br />

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, penggunaan minyak goreng jelantah<br />

yang banyak terjadi di masyarakat dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas,<br />

sehingga dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang berakibat terjadinya<br />

kerusakan, bahkan kematian sel. Hal ini bisa ditanggulangi dengan pemakaian<br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang mengandung antioksidan.<br />

Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan<br />

untuk membuktikan manfaat dari <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dalam <strong>menurunkan</strong><br />

malondialdehid yang diakibatkan oleh pemakaian minyak goreng jelantah. Oleh<br />

karena itu penulis melakukan penelitian untuk mengetahui apakah <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dapat <strong>menurunkan</strong> malondialdehid (MDA) pada tikus putih


(Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar sehat yang diberi/diinduksi minyak goreng<br />

jelantah.<br />

1.2. Rumusan Masalah<br />

Dari uraian di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah<br />

<strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dapat <strong>menurunkan</strong> MDA pada tikus jantan<br />

(Rattus novergicus L.) galur Wistar yang diberi minyak goreng jelantah?<br />

1.3. Tujuan Penelitian<br />

1. Tujuan Umum<br />

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek <strong>pemberian</strong> antioksidan dalam<br />

<strong>menurunkan</strong> terjadinya kerusakan oksidatif.<br />

2. Tujuan Khusus<br />

Untuk mengetahui <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dapat <strong>menurunkan</strong><br />

MDA pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi minyak goreng jelantah.<br />

1.4. Manfaat Penelitian<br />

1. Manfaat Ilmiah<br />

Memberikan informasi ilmiah mengenai peranan <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong><br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dalam <strong>menurunkan</strong> malondialdehid pada tikus jantan galur Wistar yang<br />

diberi minyak goreng jelantah.<br />

2. Manfaat Praktis


Memberikan informasi bahwa <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

<strong>menurunkan</strong> malondialdehid yang merupakan salah satu hasil dari terjadinya<br />

kerusakan oksidatif, salah satu penyebab penting terjadinya proses penuaan. Selain<br />

itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi<br />

penelitian selanjutnya.


2.1. Proses Penuaan<br />

BAB II<br />

KAJIAN PUSTAKA<br />

Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh<br />

secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang<br />

serta meningkatnya kelemahan (Bludau,2010). Banyak faktor yang mempengaruhi<br />

terjadinya proses penuaan. Faktor-faktor ini terbagi menjadi faktor internal meliputi<br />

radikal bebas, genetik, hormon yang berkurang dan faktor eksternal meliputi pola<br />

hidup tidak sehat, diet tidak sehat, stres, dan polusi lingkungan. Faktor-faktor ini<br />

dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat, sehingga usia harapan hidup<br />

dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).<br />

Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari<br />

berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat<br />

memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan<br />

kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).<br />

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara<br />

lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi<br />

berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, atasi stres, melakukan pemeriksaan<br />

kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi, menggunakan<br />

obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi<br />

berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan<br />

melakukan upaya menghambat proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak


sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar. Yang juga termasuk<br />

hambatan adalah adanya pola hidup yang tidak sehat seperti diet yang tinggi<br />

karbohidrat dan lemak jenuh (Pangkahila, 2007).<br />

Dengan berkembangnya AAM tercipta suatu konsep baru dalam dunia<br />

kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan<br />

ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini,<br />

pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi,<br />

kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk<br />

memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi<br />

suatu keadaan normal yang memang harus terjadi, namun dianggap sama sebagai<br />

penyakit yang dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan<br />

semula, sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas<br />

hidup yang baik (Pangkahila, 2007).<br />

2.2. Radikal Bebas<br />

2.2.1. Definisi Radikal Bebas<br />

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak<br />

berpasangan (unpaired electron) pada bagian terluar orbitnya, sehingga menjadi<br />

komponen yang tidak stabil dan menjadi sangat reaktif. Elektron yang tidak<br />

berpasangan ini, akan berusaha menarik elektron dari molekul lainnya untuk<br />

mendapatkan kembali konfigurasi pasangan elektron, oleh karena itu radikal bebas<br />

sangat reaktif. Sebuah radikal bebas yang berhasil mengambil elektron dari suatu<br />

molekul lain yang stabil, akan menyebabkan molekul tersebut kehilangan satu


elektron dan akibatnya akan berubah menjadi radikal bebas baru. Proses rantai ini<br />

dapat menyebabkan perubahan struktur pada molekul lainnya (Pham-Huy et al.,<br />

2008).<br />

Dalam kepustakaan kedokteran, pengertian radikal bebas sering dibaurkan<br />

dengan oksidan, karena keduanya memiliki sifat-sifat yang mirip. Aktivitas keduanya<br />

sering menghasilkan akibat yang sama, akan tetapi sebenarnya melalui proses yang<br />

berbeda. Keduanya harus dibedakan. Oksidan mempunyai pengertian senyawa<br />

penerima elektron (electron acceptor). Jadi radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak<br />

semua oksidan merupakan radikal bebas (Suryohudoyo, 2000).<br />

2.2.2. Sumber Radikal Bebas<br />

Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh.<br />

Adapun sumber radikal bebas antara lain (Pham-Huy et al., 2008):<br />

1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari<br />

berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses<br />

oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi sel, pada<br />

proses pencernaan dan pada proses metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria,<br />

membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel.<br />

2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari<br />

bermacam-macam proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi<br />

oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya<br />

adalah proses inflamasi dan iskemia.<br />

3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yang didapat dari polutan, seperti asap<br />

rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi,


alkohol, obat, bahan racun, pestisida, minyak goreng jelantah (deep frying) dan<br />

masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh<br />

stres atau olah raga yang berlebihan.<br />

2.2.3. Sifat Radikal Bebas<br />

Radikal bebas memiliki dua sifat, yaitu :<br />

1. Reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron.<br />

2. Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya<br />

atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain.<br />

Namun perlu diingat, bahwa radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap<br />

oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibanding dengan<br />

oksidan yang bukan radikal. Hal ini disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas di atas,<br />

yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal bebas baru, yang<br />

pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru<br />

lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) (Halliwell dan Gutteridge,<br />

2007).<br />

Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel,<br />

melalui terjadinya rangkaian proses sebagai berikut (Halliwell dan Gutteridge,<br />

2007):<br />

1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran<br />

(enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma), sehingga<br />

terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor.<br />

2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang<br />

menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu.


3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak<br />

tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated fatty acid). Hasil peroksidasi<br />

lipid membran oleh radikal bebas, berefek langsung terhadap kerusakan pada<br />

membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, struktur dan fungsi<br />

membran, dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya akan menyebabkan<br />

kematian sel.<br />

Efek biologik peroksidasi lipid membran bergantung antara lain pada populasi<br />

sel yang bersangkutan dan profil asam lemak pada membran fosfolipid. Contoh<br />

membran mitokondria dan mikrosom sensitif terhadap peroksidasi lipid karena<br />

kandungan PUFA pada fosfolipid membran cukup tinggi. Umumnya semua membran<br />

peka terhadap reaksi peroksidasi lipid dalam derajat yang berbeda-beda. Kerusakan<br />

struktur subseluler secara langsung mempengaruhi pengaturan metabolisme. Sebagai<br />

contoh adalah disrupsi membran lisosom menyebabkan pelepasan enzim-enzim<br />

hidrolitik lisosom yang selanjutnya mampu mengakibatkan perusakan intraseluler,<br />

dan memperkuat kemampuan radikal bebas dalam menginduksi kerusakan sel<br />

(Halliwell dan Gutteridge, 2007).<br />

2.3. Antioksidan<br />

2.3.1. Definisi Antioksidan<br />

Kalau radikal bebas adalah penerima elektron (electron acceptor), maka<br />

antioksidan adalah pemberi elektron (electron donor). Antioksidan dapat<br />

didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat menghambat/memperlambat proses<br />

oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen,


pelepasan hidrogen atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah peristiwa alami<br />

yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana, tak terkecuali di dalam tubuh<br />

kita (Halliwell dan Gutteridge, 2007).<br />

Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah senyawa-senyawa pemberi elektron,<br />

tetapi dalam arti biologis pengertian antioksidan lebih luas lagi, yaitu semua senyawa<br />

yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-<br />

protein pengikat logam (Pangkahila, 2007).<br />

2.3.2. Jenis Antioksidan<br />

Berdasarkan dua mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, maka<br />

antioksidan dapat dibagi menjadi dua golongan (Murray et al., 2000), yaitu:<br />

1. Antioksidan pencegah (preventive antioxidants)<br />

Pada dasarnya tujuan antioksidan ini mencegah terjadinya radikal hidroksil, yaitu<br />

radikal yang paling berbahaya. Diperlukan tiga komponen untuk terbentuknya radikal<br />

hidroksil, yaitu logam transisi Fe atau Cu, H2O2 dan ion superoksid. Agar reaksi<br />

Fenton tidak terjadi, maka harus dicegah keberadaan ion Fe 2+ atau Cu 2+ bebas. Untuk<br />

itu berperan beberapa protein penting, yaitu transferin atau feritin (untuk Fe) dan<br />

seruloplasmin atau albumin (untuk Cu).<br />

Penimbunan ion superoksid (O2 - ) dapat dicegah oleh enzim SOD (superoksid<br />

dismutase) dengan mengkatalisis reaksi dismutase ion superoksid:<br />

2O2 - + 2H + H2O2 + O2<br />

Penimbunan H2O2 dapat dicegah melalui aktivitas dua enzim, yaitu katalase<br />

(mengkatalisis reaksi dismutasi H2O2) dan peroksidase.<br />

2. Antioksidan pemutus rantai (chain-breaking antioxidants)


Dalam kelompok ini terdapat vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat),<br />

beta karoten, glutation dan sistein. Vitamin E dan beta karoten bersifat lipofilik,<br />

sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid.<br />

Sedangkan vitamin C, glutation dan sistein bersifat hidrofilik dan berperan dalam<br />

sitosol.<br />

2.4. Stres Oksidasi<br />

Stres oksidasi (oxidative stress) secara terminologi menunjukkan adanya<br />

produksi radikal bebas yang berlebihan melebihi kapasitas perlindungan antioksidan.<br />

Radikal bebas adalah substansi yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak<br />

berpasangan. Radikal bebas yang berasal dari oksigen diklasifikasikan sebagai<br />

Reactive Oxigen Species (ROS), termasuk disini radikal superoksida (O2 - ), radikal<br />

hidroksil (OH + ) dan radikal hidrogen peroksida (H2O2). Enzim yang berperan dalam<br />

peningkatan produksi ion superoksid termasuk rantai transport elektron mitokondria,<br />

NAD(P)H Oxidase, dan Xanthin Oxidase, serta e NOS (Rush et al., 2005).<br />

Di dalam tubuh, ROS secara konstan diproduksi dan dieliminasi, selama sel<br />

masih memiliki pertahanan endogen melawan zat oksidan tersebut. Diduga bahwa<br />

kadar yang rendah ROS berperanan dalam fisiologi signaling antar sel secara normal,<br />

atau penting untuk memelihara homeostasis. Sedangkan produksi ROS yang<br />

berlebihan atau terjadinya kerusakan perlindungan terhadap ROS menimbulkan stres<br />

oksidasi, sehingga mengakibatkan terjadinya beberapa kelainan patologis (Rush et<br />

al., 2005).


Stres oksidasi menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap lemak, protein, dan<br />

DNA. ROS dapat memicu proses peroksidasi terhadap lipid. Peroksida lipid tidak<br />

saja bertanggung jawab atas perusakan makanan, tetapi yang lebih penting adalah<br />

perusakan jaringan tubuh in vivo, sehingga dapat menimbulkan berbagai macam<br />

penyakit, seperti penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan proses penuaan.<br />

Peroksidasi terhadap lipid dalam membran sel akan sangat mengganggu fungsi<br />

membran, menimbulkan kerusakan yang ireversibel terhadap fluiditas dan elastisitas<br />

membran, yang dapat menyebabkan ruptur membran sel (Szocs, 2004). Untuk<br />

mengetahui terjadinya peroksida lipid salah satunya adalah dengan mengukur kadar<br />

MDA (Suryohudoyo, 2000).<br />

2.5. Malondialdehid (MDA)<br />

MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya digunakan<br />

sebagai biomarker biologis untuk menilai stres oksidatif (Suryohudoyo, 2000).<br />

Pada proses peroksidasi lipid, selain MDA terbentuk juga radikal bebas yang lain,<br />

tetapi radikal bebas tersebut mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga sulit<br />

diperiksa dalam laboratorium (Cherubini et al., 2005).<br />

Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan dengan Test thiobarbituric acid-<br />

reactive subtance (TBARS) yang berdasar pemeriksaan reaksi spektrofotometrik<br />

(Konig dan Berg, 2002).<br />

2.6. Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)<br />

2.6.1. Taksonomi


Klasifikasi tanaman <strong>rosela</strong> adalah (Mardiah et al., 2009):<br />

Regnum : Plantae<br />

Superdivisi : Spermatophyta<br />

Divisi : Magnoliophyta<br />

Kelas : Magnoliopsida<br />

Subkelas : Dilleniidae<br />

Ordo : Malvales<br />

Familia : Malvaceae<br />

Genus : Hibiscus L.<br />

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.<br />

2.6.2. Nama Lain<br />

Tanaman <strong>rosela</strong> dapat tumbuh baik di daerah yang beriklim tropis dan yang<br />

beriklim subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli yang sangat luas, terbentang<br />

dari India hingga Malaysia, namun saat ini tanaman <strong>rosela</strong> telah tersebar luas di<br />

daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Karena itu <strong>rosela</strong> mempunyai nama<br />

umum yang berbeda-beda di berbagai daerah (Mardiah et al., 2009).<br />

Tumbuhan Hibiscus sabdariffa Linn ini dalam bahasa Indonesia disebut <strong>rosela</strong>.<br />

Hibiscus sabdariffa Linn di daerah Sunda dikenal dengan nama gamel walanda, di<br />

daerah Ternate dengan nama kasturi rortha, di daerah Jawa Tengah dengan nama<br />

mrambos hijau, di daerah Padang dengan nama asam jarot, di daerah Sumatra Selatan<br />

dengan nama kesew jawe, dan di daerah Muara Enim dikenal dengan nama asam<br />

rejang (Maryani dan Kristiana, 2008; Mardiah et al., 2009).


Di Malaysia, <strong>rosela</strong> dikenal sebagai asam susur, asam paya, atau asam kumbang.<br />

Di Cina dikenal lou shen kui, lou shen hua. Di Thailand dikenal sebagai kachieb<br />

priew. Di Belanda dikenal Zuring, dan di Sinegal dikenal sebagai bisap. Di Inggris<br />

dikenal dengan roselle, rozelle, sorrel, sour-sour, queensland jelly plant, jelly okra,<br />

lemon bush dan florida cranberry. Di Afrika Utara dikenal karkade atau carcade.<br />

Nama carcade inilah yang dipakai sebagai nama dagang <strong>rosela</strong>, baik dalam dunia<br />

pengobatan maupun sebagai bahan makanan di benua Eropa (Mardiah et al., 2009).<br />

2.6.3. Karakteristik dan Morfologi<br />

Tanaman <strong>rosela</strong> merupakan herba tahunan yang bergetah. Tinggi tanaman ini<br />

dapat mencapai ketinggian 0.5–3 meter, serta mengeluarkan <strong>bunga</strong> hampir sepanjang<br />

tahun. Batangnya berbentuk bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya<br />

berupa daun tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan daunnya menjari, berujung<br />

tumpul, tepi bergerigi dan dengan pangkal berlekuk. Panjang daunnya 6-15 cm dan<br />

dengan lebar daun 5-8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau dengan panjang 4-7 cm<br />

(Mardiah et al., 2009).<br />

Bunga tanaman <strong>rosela</strong> yang keluar dari ketiak daun merupakan <strong>bunga</strong> tunggal,<br />

artinya pada setiap tangkai tanaman rosella hanya terdapat satu <strong>bunga</strong>. Bunga dari<br />

tanaman <strong>rosela</strong> ini mempunyai 8-11 helai <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> yang berbulu dengan<br />

panjang sekitar 1 cm, dengan pangkal yang saling berlekatan, dan berwarna merah.<br />

Kelopak <strong>bunga</strong> ini sering dianggap sebagai <strong>bunga</strong> oleh masyarakat, bagian inilah<br />

yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani dan<br />

Kristiana, 2008). Mahkota <strong>bunga</strong> berbentuk corong terdiri dari 5 helaian, panjangnya<br />

sekitar 3-5 cm. Tangkai sari yang merupakan tempat melekatnya kumpulan benang


sari berukuran pendek dan tebal, panjang sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5 mm. Putik<br />

berbentuk tabung berwarna kuning atau merah (Mardiah et al., 2009).<br />

Buah berbentuk kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi 5 ruang, berwarna<br />

merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm.<br />

Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu-abu<br />

(Mardiah et al., 2009; Devi, 2009).<br />

2.6.4. Kandungan Senyawa Kimia<br />

Bahan aktif dari <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> adalah grossypeptin, antosianin, gluside<br />

hibiscin dan flavonoid. Menurut DEPKES RI. <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung<br />

vitamin C, vitamin D, vitamin B1, B2, niacin, riboflavin, betakaroten, zat besi, asam<br />

amino, polisakarida, omega 3, kalsium. Rasa asam dari <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

disebabkan kandungan vitamin C, asam sitrat dan asam glikolik (Maryani dan<br />

Kristiana, 2008).<br />

Hasil studi kimia pada <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> kering H.sabdariffa L. ditemukan<br />

alumunium, chromium, copper, besi (Arellano et al., 2004), polifenol (Liu et al.,<br />

2002; Lin et al., 2003), anthocyanidins (Lazze et al., 2003; Ojokoh et al., 2006),<br />

asam polisakarida heterogen dan komponen fenol termasuk gossypetine-3-glycoside,<br />

flavonoid (Amin dan Hamza, 2005).<br />

2.6.5. Manfaat Rosela<br />

Rosela dilaporkan memiliki efek antiseptik, aphrodisiak, astringent, diuretik,<br />

emolien, sedatif, dan tonik (Okasha et al., 2008).<br />

Karakteristik fisiokimia <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> memiliki kadar vitamin C yang<br />

tinggi dengan kandungan gula yang rendah, juga mengandung asam suksinat dan


asam oksalat yang merupakan dua asam organik yang dominan. Rosela memiliki<br />

kandungan asam askorbat yang lebih tinggi daripada jeruk dan mangga. Kelopak<br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung vitamin A dan 18 jenis asam amino yang diperlukan<br />

tubuh. Salah satunya adalah arginin yang berperan dalam proses peremajaan sel<br />

tubuh. Di samping itu, <strong>rosela</strong> juga mengandung protein, kalsium, dan unsur-unsur<br />

lain yang berguna bagi tubuh. Asam amino yang terdapat dalam tanaman ini antara<br />

lain arginine, cystine, histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine,<br />

phenylalanine, threonine, trytophan, tyrosine, valine, aspartic acid, glutamic acid,<br />

alanine, glycine, proline dan serine (Okasha et al., 2008).<br />

Kandungan theaflavins dan cathecins membantu mengontrol kadar kolesterol<br />

dalam darah, dengan cara membatasi penyerapan kolesterol dan meningkatkan<br />

pembuangan kolesterol LDL dari hati. Sedangkan vitamin C dapat berfungsi untuk<br />

menetralisir lemak dalam tubuh, sehingga cukup bermanfaat untuk body slimming,<br />

body firming. Selain itu, kandungan vitamin C yang tinggi secara farmakologis<br />

berfungsi dalam membantu penyerapan semua vitamin dan mineral. Vitamin dan<br />

mineral membantu metabolisme tubuh. Vitamin A dan vitamin C mempunyai fungsi<br />

menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh serta mencegah penuaan dini dan<br />

munculnya katarak. Vitamin C sebagai salah satu antioksidan eksternal. Kandungan<br />

kalsium yang tinggi sangat membantu pertumbuhan serta kekuatan tulang dan gigi.<br />

Vitamin A, vitamin C dan kalsium berguna untuk kesehatan mata, kulit dan tulang<br />

sedangkan serat untuk memperbaiki sistem pencernaan (Arellano et al., 2004).<br />

Flavonoid dalam <strong>kelopak</strong> bermanfaat untuk mencegah kanker, terutama yang<br />

dikarenakan radikal bebas, seperti kanker lambung dan leukimia. Selain itu flavonoid


juga mempunyai efek protektif terhadap penyakit-penyakit kardiovaskular termasuk<br />

hipertensi (Kusmardiyana et al., 2007). Senyawa flavonoid dapat menghambat<br />

pertumbuhan mikroorganisme, karena mampu membentuk senyawa kompleks dengan<br />

protein melalui ikatan hidrogen. Polifenol atau fenol bekerja sebagai antibakteri<br />

dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran plasma (Arellano et al.,<br />

2004).<br />

2.6.6. Toksisitas<br />

Toksisitas <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> sangat rendah, LD 50 dari <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> tersebut ditemukan di atas 5000 mg/kg, penelitian dilakukan<br />

pada tikus (Ali et al., 2005).<br />

2.7. Minyak Goreng Jelantah<br />

Berdasarkan ada atau tidak ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak<br />

goreng terbagi menjadi (Ketaren, 2005):<br />

a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids).<br />

Merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai<br />

hidrokarbonnya. Bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi<br />

asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng<br />

pada umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat dan asam<br />

kaprat.<br />

b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty<br />

acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids/PUFA).


Merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada rantai<br />

hidrokarbonnya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated),<br />

semakin mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenuh. Asam lemak<br />

tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat dan asam<br />

linoleat dan asam linolenat.<br />

Minyak yang baik adalah minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang<br />

lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya, salah satunya<br />

adalah minyak nabati. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak<br />

tak jenuh, kecuali minyak goreng kelapa sawit (Sartika, 2009).<br />

Minyak goreng kelapa sawit dibuat melalui dua fase yang berbeda, yaitu fase padat<br />

disebut stearin dengan asam lemaknya stearat dan fase cair disebut olein dengan asam<br />

lemaknya oleat. Dengan penyaringan (pemisahan fase padat dari fase cair) sebanyak<br />

2 kali, kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa sawit menjadi lebih<br />

tinggi sehingga minyak menjadi lebih mudah rusak oleh proses penggorengan deep<br />

frying (Sartika, 2009; Lestari, 2010).<br />

Yang dimaksud dengan minyak goreng jelantah adalah minyak limbah yang bisa<br />

berasal dari berbagi jenis minyak goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak<br />

bekas yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah<br />

mengalami perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).<br />

Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng<br />

dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi<br />

(Sartika, 2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat<br />

terjadinya destruksi minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut


terjadi karena pada saat pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi,<br />

oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar<br />

peroksida dan pembentukan radikal bebas yang bersifat toksik, sehingga<br />

membahayakan tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani, 2009).<br />

Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 150-200 0 C. Pada<br />

temperatur tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk<br />

matang. Minyak goreng akan diganti atau ditambahkan dengan minyak baru bila<br />

sudah digunakan untuk menggoreng tiga kali atau lebih. Proses penggorengan di atas<br />

dapat menyebabkan minyak goreng kelapa sawit menjadi rusak karena proses<br />

oksidasi (Andik, 2001).<br />

Selama proses penggorengan, minyak mengalami reaksi degradasi yang<br />

disebabkan oleh panas, udara, dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi,<br />

hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa<br />

penyimpanan (Lee et al., 2002).<br />

Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh<br />

yang terkandung dalam minyak kelapa sawit. Reaksi antara oksigen dengan lemak<br />

akan membentuk senyawa peroksida yang selanjutnya akan membentuk asam lemak<br />

bebas, aldehida dan keton yang menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak<br />

(ketengikan) (Herawati dan Akhlus, 2006).<br />

Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-oksidasi dan foto-<br />

oksidasi. Reaksi auto-oksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat<br />

tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai. Pada reaksi foto-<br />

oksidasi, terjadi interaksi antara ikatan rangkap minyak dan radikal oksigen bebas


yang sangat reaktif. Kedua jenis reaksi oksidasi ini menghasilkan produk reaksi<br />

primer, yaitu hidroperoksida, yang sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab<br />

terjadinya perubahan rasa dan bau yang berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun<br />

karena sifatnya yang tidak stabil, hidroperoksida akan segera terdekomposisi dan<br />

menghasilkan produk reaksi sekunder, misalnya senyawa aldehid, yang merupakan<br />

penyebab adanya oxidative rancidity (Azeredo et al., 2004).<br />

Oksidasi juga dapat menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi<br />

mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum<br />

sepenuhnya diketahui. Diperkirakan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang<br />

digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap<br />

(Yustinah, 2009).<br />

Pemberian minyak jelantah pada tikus menyebabkan kenaikan kadar MDA,<br />

dimana kadar MDA dapat mencapai konsentrasi 0,285 mg/ml. Sedangkan pada<br />

keadaan normal konsentrasi MDA tikus adalah 0,1 mg/ml. Ini menunjukkan bahwa<br />

antioksidan yang ada di dalam hewan coba tidak mencukupi untuk menangkal radikal<br />

bebas yang disebabkan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah (Ulilalbab, 2010).<br />

2.8. Dampak Minyak Jelantah terhadap Kesehatan<br />

Ketika lemak masuk ke dalam makanan dapat terjadi modifikasi terhadap<br />

komposisi makanan. Perubahan yang dihasilkan bergantung pada beragam faktor,<br />

seperti komposisi lemak yang digoreng dan yang dikandung dalam makanan tersebut,<br />

tekstur, ukuran, bentuk makanan dan kondisi penggorengan seperti lama durasi dan<br />

temperatur. Faktor-faktor terkait mempengaruhi perubahan yang terjadi pada nilai


nutrisi makanan. Perubahan ini dapat meliputi hilangnya nutrisi terutama vitamin dan<br />

mineral (Ghidurus et al.,2010).<br />

Pada umumnya makanan hasil penggorengan mengandung 4% - 14% lemak dari<br />

total beratnya. Kualitas minyak goreng yang digunakan juga mempengaruhi<br />

penyerapan minyak ke dalam makanan. Penggunaan minyak jelantah akan meningkat<br />

polaritas minyak dan <strong>menurunkan</strong> tegangan permukaannya antara bahan pangan dan<br />

minyak sehingga penyerapan lemak akan semakin meningkat (Ghidurus et al.,2010).<br />

Selain menyerap minyak, makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah<br />

juga menyerap produk degradasi seperti radikal bebas, keton, aldehid, polimer yang<br />

menyebabkan perubahan pada organ misalnya bertambahnya berat organ ginjal dan<br />

hati serta timbulnya berbagai penyakit seperti kanker, disfungsi endotelial, hipertensi<br />

dan obesitas (Rukmini, 2007; Castillo’n et al.,2011).<br />

Sebuah penelitian tentang pengaruh suhu dan lama proses deep frying terhadap<br />

pembentukan asam lemak trans menunjukkan bahwa setelah proses deep frying yang<br />

ke-2 akan terbentuk asam lemak trans baru terbentuk dan kadarnya akan semakin<br />

meningkat sejalan dengan penggunaan minyak. Akibat dari kenaikan asam lemak<br />

trans adalah peningkatan kadar low density lipoprotein (LDL), trigliserol dan<br />

lipoprotein, penurunan high density lipoprotein (HDL), dan mempengaruhi<br />

metabolisme asam lemak bebas yang akan menyebabkan dislipidemia dan<br />

arterosklerosis (Sartika,2009).<br />

Beberapa studi pada tikus menunjukkan bahwa <strong>pemberian</strong> diet tinggi lemak<br />

trans menyebabkan terjadinya resistensi insulin, peningkatan berat badan, akumulasi<br />

massa lemak terutama trigliserida pada organ hati karena terjadi penurunan oksidasi


lipid dan peningkatan sintesis asam lemak. Hal ini dapat memicu terjadinya obesitas,<br />

sindrom metabolik dan hepatik steatosis dan lipotoksisitas (Dorfman et al.,2009).<br />

Lipotoksisitas adalah toksisitas sel akibat akumulasi abnormal lemak. Asam<br />

lemak bebas bersifat hidrofobik sehingga dapat menembus membran sel atau melalui<br />

transporter yaitu fatty acid transport protein (FATP) atau fatty acid transporter<br />

CD36. Asam lemak tersaturasi dapat menginduksi apoptosis (programmed cell death)<br />

(Malhi, 2008).<br />

Salah satu dampak berbahaya dari penggunaan minyak jelantah adalah<br />

meningkatnya radikal bebas, substansi yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak<br />

berpasangan. Radikal bebas yang berlebihan akan menimbulkan stress oksidasi yang<br />

memicu proses peroksidasi terhadap lipid, sehingga dapat menimbulkan penyakit<br />

kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan mempercepat terjadinya proses penuaan (Koch<br />

et al., 2007; Jusup dan Raharjo, 2010).<br />

2.9. Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus L.)<br />

2.9.1. Penggunaan Tikus<br />

Penggunaan hewan coba tikus galur Wistar dikarenakan tikus telah diketahui<br />

sifat-sifatnya dengan baik, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan<br />

cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur tikus antara lain<br />

galur Sprague-dawley yang berwarna albino berkepala kecil dengan ekor lebih<br />

panjang daripada badannya dan galur Wistar yang ditandai dengan kepala yang besar<br />

dan dengan ekor yang lebih pendek. Tikus galur Wistar lebih besar daripada famili<br />

tikus umumnya, dimana tikus galur Wistar ini dapat mencapai ukuran 40 cm, yang


diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat berkisar antara 140-500 gram. Tikus<br />

betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus jantan dan memiliki<br />

kematangan seksual pada umur 4 bulan dan tikus ini dapat hidup selama 4 tahun<br />

(Kusumawati, 2004).<br />

Adapun data biologis tikus dapat dilihat dari tabel 2.1. di bawah ini<br />

(Kusumawati, 2004):<br />

Tabel 2.1. Data Biologis Tikus<br />

Karakteristik Ukuran<br />

Berat badan<br />

Jantan : 300-400 gram<br />

Betina : 250-300 gram<br />

Berat lahir : 5-6 gram<br />

Lama hidup : 2,5-3 tahun<br />

Temperatur tubuh : 35,9-37,5°C<br />

Kebutuhan air : 8-11 ml/100 g BB<br />

Kebutuhan makanan : 5 g/kg BB<br />

Frekuensi denyut jantung : 330-480/ menit<br />

Frekuensi respirasi : 66-114/ menit<br />

Tidal volume : 0,6-1,25 ml<br />

Pubertas : 50-60 hari<br />

Saat dikawinkan<br />

Jantan : 65-110 hari<br />

Betina : 65-110 hari<br />

Lama siklus birahi : 4-5 hari<br />

Lama kebuntingan : 21-23 hari<br />

Jumlah anak perkelahiran : 6-12<br />

Umur sapih : 21 hari<br />

2.9.2. Pemberian Makanan Dan Minuman<br />

Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi, misalnya protein 20-25%, lemak<br />

5%, karbohidrat 45-50%, serat kasar 5%, abu 4-5%, vitamin A 4000 IU/kg, vitamin D<br />

1000 IU/kg, alfa tokoferol 30 mg/kg, asam linoleat 3 g/kg, tiamin 4 mg/kg, riboflavin


3 mg/kg, pantotenat 8 mg/kg, vitamin B12 50 μg/kg, biotin 10 μg/kg, piridoksin<br />

40μg/kg dan kolin 1000 mg/kg. Untuk memenuhi kebutuhan makanan tikus, di<br />

Indonesia digunakan makanan ayam petelur dengan kandungan protein 17%, yang<br />

mudah didapatkan di toko makanan ayam dan <strong>pemberian</strong> minum tikus ad libitum<br />

(Ngatidjan, 2006).<br />

2.9.3. Pemantauan Keselamatan Tikus<br />

2006):<br />

Diperlukan pemantauan keselamatan tikus di laboratorium antara lain (Ngatidjan,<br />

1. Kandang tikus harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (satu kali<br />

seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus tahan terhadap<br />

gigitan tikus dan hewan tampak jelas dari luar. Alas kandang harus mudah<br />

menyerap air, pada umumnya yang dipakai serbuk gergaji atau sekam padi.<br />

2. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram, luas alas kandang tiap ekor tikus<br />

adalah 600 cm 2 dan tinggi 20 cm.<br />

3. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan<br />

fisiologis tikus. Diatur suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang<br />

ekstrim harus dihindari.<br />

4. Tikus harus diperlakukan dengan kasih sayang.


3.1. Kerangka Berpikir<br />

BAB III<br />

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS<br />

Proses penuaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari luar,<br />

misalnya polusi, stres dan makanan yang tidak sehat, maupun bisa disebabkan faktor<br />

dari dalam, di antaranya radikal bebas, genetik, hormon yang berkurang dan lain-lain.<br />

Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada teori bahwa proses penuaan<br />

dapat terjadi salah satunya oleh karena radikal bebas. Peran radikal bebas pada proses<br />

penuaan sangat penting, karena radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang<br />

pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh.<br />

Salah satu penyebab timbulnya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh adalah<br />

penggunaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan cara deep<br />

frying. Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang, dipanaskan dengan suhu<br />

tinggi (deep frying) menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh dalam minyak<br />

goreng tersebut. Minyak goreng yang dipanaskan berulang-ulang (deep frying)<br />

mengandung radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel.<br />

Meningkatnya kadar radikal bebas dapat diketahui dengan mengukur kadar<br />

MDA. Malondialdehid merupakan petanda terjadinya kerusakan oksidatif oleh<br />

radikal bebas pada membran sel yang sering digunakan.<br />

Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas diperlukan antioksidan.<br />

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah<br />

terjadinya oksidasi. Cara kerja senyawa antioksidan adalah bereaksi dengan radikal


ebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan<br />

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki<br />

radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal<br />

bebas.<br />

Rosela merupakan salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber<br />

antioksidan. Rosela mengandung bermacam-macam antioksidan, di antaranya<br />

vitamin C, vitamin E, betakaroten, polifenol dan flavanoid.<br />

Pemberian <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang mengandung antioksidan dapat<br />

<strong>menurunkan</strong> pembentukan radikal bebas yang disebabkan penggunaan minyak<br />

goreng jelantah, yang ditandai dengan menurunnya kadar MDA.<br />

3.2. Konsep<br />

Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka konsep seperti gambar 3.1.<br />

Stres oksidatif yang dapat diketahui dengan mengukur kadar MDA yang meningkat,<br />

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik,<br />

hormonal dan sistem kekebalan. Faktor eksternal meliputi polusi, stres, nutrisi dan<br />

minyak goreng jelantah.


Faktor internal<br />

Genetik<br />

Hormonal<br />

Sistem kekebalan<br />

3.3. Hipotesis<br />

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep<br />

Pemberian <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> <strong>menurunkan</strong> malondialdehid pada tikus<br />

yang diberi minyak jelantah.<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong><br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

Tikus<br />

Stres oksidatif<br />

Kadar MDA meningkat<br />

Faktor eksternal<br />

Polusi<br />

Stres<br />

Nutrisi<br />

Minyak goreng jelantah


4.1. Rancangan Penelitian<br />

BAB IV<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan<br />

rancangan penelitian pre test and post test control group design (Pocock, 2008).<br />

Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:<br />

P0<br />

O1 O2<br />

P S R O3 O4<br />

Keterangan:<br />

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian<br />

P1<br />

P2<br />

O5 O6<br />

P : Populasi tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan 180-200<br />

gram<br />

S : Sampel tikus dengan kadar MDA meningkat diatas 2,05mmol/l<br />

R : Randomisasi<br />

O1 : Observasi pre test kelompok kontrol (MDA)


O3 : Observasi pre test kelompok P1 (MDA)<br />

O5 : Observasi pre test kelompok P2 (MDA)<br />

P0 : Perlakuan dengan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah dan aquades<br />

P1 : Perlakuan dengan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah dan <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 250 mg/kg BB<br />

P2 : Perlakuan dengan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah dan <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 500 mg/kg BB<br />

O2 : Observasi post test kelompok kontrol (MDA)<br />

O4 : Observasi post test kelompok P1 (MDA)<br />

O6 : Observasi post test kelompok P2 (MDA)<br />

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian<br />

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas<br />

Gajah Mada, Jogjakarta. Waktu penelitian dilakasanakan mulai tanggal 24 Mei 2011<br />

sampai dengan 29 Juni 2011. Penelitian membutuhkan waktu selama 35 hari, dengan<br />

perincian sebagai berikut: waktu yang diperlukan untuk adaptasi subjek penelitian<br />

adalah selama 7 hari dan waktu yang diperlukan untuk perlakuan adalah selama 28<br />

hari, 14 hari pertama digunakan untuk perlakuan dengan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah<br />

pada semua kelompok untuk mendapatkan data pre test dan 14 hari berikutnya<br />

digunakan untuk perlakuan dengan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah ditambah aquades<br />

pada kelompok kontrol (P0), sedangkan pada kelompok perlakuan (P1 dan P2)<br />

<strong>pemberian</strong> minyak jelantah ditambah <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> untuk<br />

mendapatkan data post test.


4.3. Subjek Penelitian<br />

4.3.1. Subjek Penelitian<br />

Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar dengan jenis kelamin jantan,<br />

berumur antara 2-3 bulan, dengan berat badan 180-200 gram dan dengan kadar MDA<br />

yang meningkat di atas rata-rata dibandingkan dengan kadar MDA tikus sebelum<br />

diinduksi dengan minyak jelantah, tikus dalam keadaan sehat dan aktif. Didapatkan<br />

data awal kadar MDA rata-rata dari tikus sebelum diberi minyak jelantah adalah 2,05<br />

mmol/l.<br />

4.3.2. Kriteria Subjek<br />

1. Kriteria Inklusi<br />

a. Tikus jantan galur Wistar sehat<br />

b. Umur 2-3 bulan<br />

c. Berat badan 180-200 gram<br />

d. Kadar MDA meningkat di atas 2,05 mmol/l<br />

2. Kriteria Drop Out<br />

Tikus mati<br />

4.3.3. Besar Sampel<br />

Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Pocock (Pocock, 2008):<br />

2 σ 2<br />

n = ------------ x ƒ(α, β)<br />

(µ2-μ1) 2<br />

Keterangan:<br />

n = Jumlah sampel<br />

σ = Simpang baku


µ2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan<br />

μ1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol<br />

ƒ(α, β) = Sesuai dengan table Pocock<br />

Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Usoh et al. (2005) tentang efek<br />

antioksidan <strong>ekstrak</strong> <strong>bunga</strong> kering <strong>rosela</strong> terhadap stress oksidatif, didapatkan data<br />

sebagai berikut:<br />

σ = 9,05<br />

µ2 = 86,53<br />

μ1 = 102,60<br />

dalam penelitian ini, ƒ(α, β) = 6,6. Untuk mendapatkan jumlah sampel tiap kelompok,<br />

(n) maka angka yang diperoleh tersebut di atas dimasukkan ke dalam rumus:<br />

2 x 9,05 2<br />

n = ------------------------------ x 6,6<br />

(86,53 – 102,60) 2<br />

2 x 81,90<br />

n = ---------------------- x 6,6<br />

(-16,07) 2<br />

163,80<br />

n = --------------------- x 6,6<br />

258,24<br />

n = 0,63 x 6,6<br />

n = 4,16<br />

didapatkan hasil n = 4,16, dibulatkan ke atas menjadi 5. Jadi jumlah sampel<br />

perkelompok adalah 5 ekor. Untuk mengantisipasi drop out (tikusnya mati), maka


dalam penelitian ini jumlah tikus ditambah 20% menjadi 6 ekor perkelompok,<br />

sehingga seluruhnya berjumlah 18 ekor tikus.<br />

4.3.4. Teknik Penentuan Sampel<br />

berikut:<br />

Teknik pengambian sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai<br />

1. Dilakukan pemilihan sampel dari populasi tikus berdasarkan kriteria inklusi,<br />

yaitu tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan tikus antara 180-200 gram<br />

dan dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas rata-rata kadar MDA<br />

tikus sebelum diinduksi dengan minyak jelantah, yaitu yang meningkat di atas 2,05<br />

mmol/l.<br />

2. Dari sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi, diambil secara random<br />

untuk mendapatkan jumlah sampel penelitian.<br />

3. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara<br />

random yaitu kelompok kontrol (P0), kelompok perlakuan I (P1) dan kelompok<br />

perlakuan II (P2).<br />

4.4. Variabel Penelitian<br />

4.4.1. Klasifikasi Variabel Penelitian<br />

Klasifikasi variabel penelitian dibedakan menjadi:<br />

1. Variabel bebas : <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

2. Variabel tergantung : MDA serum<br />

3. Variabel terkendali : a. varian tikus<br />

b. jenis kelamin, usia, berat badan


4.4.2. Definisi Operasional Variabel<br />

c. kandang, nutrisi, cahaya, suhu<br />

1. Variabel bebas : <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari<br />

Litbang Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Pusat. Pembuatan<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> menggunakan metode maserasi dengan pelarut<br />

etanol. Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> diberikan peroral sekali dalam sehari<br />

menggunakan sonde lambung dengan dosis 250 dan 500 mg/kg BB tikus,<br />

diberikan pada pukul 12.00. Skala variabel <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

merupakan skala rasio.<br />

2. Variabel tergantung : MDA serum<br />

MDA merupakan produk akhir peroksida lipid, dan bisa digunakan sebagai<br />

petanda (biomarker) terjadinya kenaikan radikal bebas. Diukur dari plasma darah<br />

dengan metode TBARSC spektrometri. Satuan dalam mmol/l. Skala pengukuran<br />

adalah rasio.<br />

3. Variabel terkendali<br />

a. Varian tikus dari galur Wistar yang bewarna putih berkepala besar dan<br />

ekornya lebih pendek daripada badannya.<br />

b. Jenis kelamin jantan, usia 2-3 bulan dan berat badan 180-200 gram.<br />

c. Kandang pemeliharaan dilengkapi dengan tempat <strong>pemberian</strong> makanan dan<br />

minuman, dan disediakan satu kandang untuk setiap tikus. Diberi makanan<br />

secukupnya berupa makanan tikus standar dengan kadar protein 17% dan<br />

minuman diberikan secara tidak terbatas (ad libitum). Ruang tempat kandang


dengan ventilasi yang baik, penyinaran normal, suhu dan kelembaban udara<br />

diperhatikan.<br />

Variabel bebas<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

4.5. Bahan Penelitian<br />

Gambar 4.2. Hu<strong>bunga</strong>n antar variabel<br />

Bahan penelitian yang digunakan adalah:<br />

1. Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

2. Minyak jelantah<br />

3. Makanan tikus berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17%<br />

4. Larutan H3PO4<br />

5. Larutan TBA<br />

6. Metanol<br />

7. Aquades<br />

Variabel terkendali<br />

Varian tikus<br />

Jenis kelamin, usia, berat badan<br />

Kandang, nutrisi, cahaya, suhu<br />

Variabel tergantung<br />

MDA serum


4.6. Alat Penelitian<br />

Alat penelitian yang digunakan adalah:<br />

1. Kandang tikus beserta kelengkapan tempat makanan dan minuman<br />

2. Timbangan berat badan<br />

3. Sarung tangan<br />

4. Termometer<br />

5. Tabung mikrohematokrit untuk mengambil sampel darah<br />

6. Tabung ependorf<br />

7. Timbangan analitik<br />

8. Sonde lambung<br />

9. Homogeneser<br />

10. Mikro pipet dan tip<br />

11. Water bath<br />

12. Vortex<br />

13. Tabung polypropylene<br />

14. Ice bath<br />

15. Sentrifuge<br />

16. Cartridges C18<br />

17. Spektrofotometer untuk pemeriksaan kadar MDA<br />

4.7. Prosedur Penelitian<br />

4.7.1. Pengambilan Subjek dan Jumlah Subjek Penelitian


Hewan coba pada penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Pusat Studi Pangan<br />

dan Gizi Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Penelitian ini mengambil sampel tikus<br />

berumur 2-3 bulan, karena pada usia tersebut tikus sudah dewasa. Tikus yang<br />

diambil adalah tikus jantan, karena tikus jantan lebih sedikit dipengaruhi faktor<br />

hormonal dibandingkan dengan tikus betina. Tikus berjumlah 25 ekor, diinduksi<br />

dengan minyak jelantah selama 14 hari. Tikus yang dipilih sebagai subjek penelitian<br />

adalah tikus dengan kadar MDA meningkat di atas 2,05 mmol/l.<br />

Tikus jantan galur Wistar yang dijadikan subjek penelitian berjumlah 18 ekor. Tikus<br />

dibagi secara random menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok<br />

perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus<br />

tiap kelompok.<br />

4.7.2. Penentuan Dosis<br />

1. Perhitungan dosis minyak jelantah<br />

Minyak jelantah yang digunakan didapat dari pedagang kaki lima yang menjual<br />

aneka makanan gorengan di kota Solo, adalah minyak goreng kelapa sawit yang<br />

dipakai untuk menggoreng bermacam makanan gorengan pada pemanasan tinggi<br />

secara berulang-ulang (deep frying). Dari penelitian yang dilakukan Hidayat (2005),<br />

dosis minyak jelantah yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif sel hati pada<br />

mencit adalah 0,3 ml/100 gram BB atau 0,06 ml/20 gram BB. Faktor konversi mencit<br />

(20 gram) ke tikus (200 gram) adalah 7,0 (Kusumawati, 2004). Maka dosis minyak<br />

jelantah (deep frying) yang digunakan pada penelitian ini adalah = 0,06 x 7,0 = 0,42<br />

ml/ 200 gram BB tikus putih setiap kali <strong>pemberian</strong>.<br />

2. Penentuan dosis <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong>


Pada penelitian yang sudah dilakukan, Dahiru et al. (2003) menggunakan dosis<br />

250 dan 500 mg/kg BB. Pada penelitian yang dilakukan Ali et al. (2003), dosis<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang digunakan adalah dengan dosis 50, 100 dan 200<br />

mg/kg BB, didapatkan dalam dosis di bawah 200 mg/kg BB tidak memberikan hasil<br />

yang efektif.<br />

Dosis <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang digunakan pada penelitian ini adalah<br />

250 dan 500 mg/kg BB tikus. Jumlah <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang dibutuhkan<br />

= (kelompok I 50 mg + kelompok II 100 mg) x 14 hari x 6 ekor tikus = 12600 mg.<br />

Pada proses pembuatan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong>, didapatkan 465 gram<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dari 1160 gram <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> kering. Jadi untuk<br />

setiap gram <strong>ekstrak</strong> mengandung 2,495 gram <strong>rosela</strong>, dibulatkan menjadi 2,5 gram.<br />

Untuk pembuatan larutan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong>, diambil 6 gram <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> lalu ditambahkan aquades sampai mencapai volume 75 ml,<br />

sehingga didapatkan dosis 15000 mg/75 ml atau 200 mg <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong><br />

<strong>rosela</strong>/ml larutan. Setiap tikus ditimbang berat badannya setiap minggu. Larutan<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang diberikan sesuai dosis kelompok perlakuan dan<br />

berat badan masing-masing tikus. Tikus 200 gram BB pada kelompok perlakuan P1<br />

(dosis 250 mg/kg BB) mendapat larutan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> sebanyak 0,25<br />

ml setiap kali <strong>pemberian</strong>, sedangkan pada kelompok perlakuan P2 (dosis 500 mg/kg<br />

BB) 0,5 ml setiap kali <strong>pemberian</strong>.<br />

Pemberian dosis <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB bertujuan untuk<br />

mengetahui apakah dengan peningkatan dosis 2 kali, efek penurunan MDA juga<br />

meningkat, atau terjadi sebaliknya, dimana <strong>rosela</strong> yang bersifat antioksidan pada


<strong>pemberian</strong> dosis 2 kali lipat menjadi prooksidan, selain untuk mengetahui<br />

toksisitasnya.<br />

4.7.3. Prosedur Kerja<br />

1. Tikus jantan yang berjumlah 25 ekor dengan umur 2-3 bulan ditimbang, satu<br />

ekor tikus ditempatkan dalam satu kandang. Selama penelitian, tikus diberi<br />

makan berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17% dan<br />

<strong>pemberian</strong> minum tikus ad libitum.<br />

2. Setelah adaptasi selama 7 hari, setiap tikus diambil darah untuk pemeriksaan kadar<br />

MDA dengan menggunakan mikrohematokrit melalui pleksus retroorbitalis.<br />

3. Selama penelitian, setiap tikus ditimbang setiap minggu untuk menentukan dosis<br />

minyak jelantah dan larutan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang diberikan<br />

Masing-masing tikus ditimbang berat badannya dan diberi minyak jelantah<br />

dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari selama 14 hari. Minyak jelantah<br />

diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung. Diberikan pada<br />

pukul 08.00 setiap hari.<br />

4. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar<br />

MDA pada masing-masing tikus (data pre test).<br />

5. Dari hasil pengukuran kadar malondialdehid tikus, dilakukan penentuan subjek<br />

penelitian secara random sejumlah 18 ekor tikus dengan melihat peningkatan<br />

kadar malondialdehid. Tikus dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas<br />

2,05 mmol/l, dipilih sebagai subjek penelitian.


6. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok secara random, yaitu kelompok kontrol,<br />

kelompok perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing kelompok<br />

terdiri dari 6 ekor tikus.<br />

7. Kelompok kontrol diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari<br />

dan aquades sebanyak 0,5 ml selama 14 hari. Minyak jelantah dan aquades<br />

diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung. Minyak jelantah<br />

diberikan pada pukul 08.00, sedangkan aquades diberikan pada pukul 12.00 setiap<br />

hari.<br />

8. Kelompok P1 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dengan dosis 250 mg/kg BB selama 14 hari. Minyak<br />

jelantah dan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> diberikan secara peroral masing-masing<br />

sekali sehari menggunakan sonde lambung. Minyak jelantah diberikan pada pukul<br />

08.00, sedangkan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> diberikan pada pukul 12.00 setiap<br />

hari.<br />

9. Kelompok P2 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dengan dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari. Minyak<br />

jelantah dan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> diberikan secara peroral masing-masing<br />

sekali sehari menggunakan sonde lambung. Minyak jelantah diberikan pada pukul<br />

08.00, sedangkan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> diberikan pada pukul 12.00 setiap<br />

hari.<br />

10. Pada hari ke-36 penelitian, dilakukan pengambilan darah lagi pada semua tikus<br />

untuk pemeriksaan kadar MDA setelah perlakuan (data post test).<br />

11. Dilakukan analisis dari data yang diperoleh.


4.7.4. Alur Penelitian<br />

Tikus jantan 25 ekor, 2-3 bulan, BB 180-200 gram<br />

Adaptasi 7 hari<br />

Pengukuran MDA (rata-rata 2,05 mmol/l)<br />

Minyak jelantah 0,42 ml/200 gram BB 14 hari<br />

Pengukuran MDA (data pre test)<br />

Tikus 18 ekor dengan kadar MDA > 2,05 mmol/l<br />

dibagi secara random menjadi 3 kelompok @ 6<br />

Kelompok kontrol Kelompok 1 Kelompok 2<br />

Minyak jelantah 0,42<br />

ml/200 gram BB +<br />

aquades 0,5 ml<br />

selama 14 hari<br />

Pengukuran MDA<br />

(data post test)<br />

Minyak jelantah 0,42<br />

ml/200 gram BB +<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong><br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB selama<br />

14 hari<br />

Pengukuran MDA<br />

(data post test)<br />

Gambar 4.3. Skema Alur Penelitian<br />

Minyak jelantah 0,42<br />

ml /200 gram BB +<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong><br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB selama<br />

14 hari<br />

Pengukuran MDA<br />

(data post test)<br />

Data Data Data<br />

Analisis


4.8. Analisis Data<br />

Analisis data yang digunakan adalah :<br />

1. Analisis deskriptif.<br />

Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis)<br />

untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan<br />

dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari<br />

normal tidaknya distribusi data.<br />

2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan Uji homogenitas dengan<br />

Levene’s Test.<br />

3. Dari hasil penelitian didapatkan data menyebar normal dan homogen, maka<br />

analisis perbandingan antar 3 kelompok dilakukan dengan Uji One Way Anova,.<br />

4. Terdapat perbedaan yang signifikan dari uji Anova ini, maka dapat dilanjutkan<br />

dengan uji Least Significance Difference (LSD) untuk melihat lebih jelas letak<br />

perbedaan antar kelompok perlakuan.


BAB V<br />

HASIL PENELITIAN<br />

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 18 ekor tikus jantan galur Wistar sebagai<br />

sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 6 ekor, yaitu<br />

kelompok kontrol, kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB, dan kelompok<br />

<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas<br />

data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.<br />

5.1 Uji Normalitas Data Kadar MDA<br />

Data kadar MDA diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya<br />

menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05) seperti yang disajikan pada Tabel 5.1.<br />

Tabel 5.1<br />

Hasil Uji Normalitas Kadar MDA<br />

Kelompok Subjek n p Keterangan


MDA Kontrol awal<br />

MDA (Ekstrak dosis 250 mg/kg BB) awal<br />

MDA (Ekstrak dosis 500 mg/kg BB) awal<br />

MDA Kontrol Pre2<br />

MDA (Ekstrak dosis 250 mg/kg BB) Pre<br />

MDA (Ekstrak dosis 500 mg/kg BB) Pre<br />

MDA Kontrol Post<br />

MDA (Ekstrak dosis 250 mg/kg BB) Post<br />

MDA (Ekstrak dosis 500 mg/kg BB) Post<br />

6<br />

6<br />

6<br />

6<br />

6<br />

6<br />

6<br />

6<br />

6<br />

0,831<br />

0,528<br />

0,880<br />

0,650<br />

0,137<br />

0,331<br />

0,978<br />

0,701<br />

0,931<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

Normal<br />

5.2 Uji Homogenitas Varians Kadar MDA Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah<br />

Perlakuan<br />

Data kadar MDA diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya<br />

menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2.<br />

MDA (awal)<br />

Tabel 5.2<br />

Homogenitas Kadar MDA antar Kelompok Perlakuan<br />

Kelompok Subjek F p Keterangan<br />

MDA Sebelum Perlakuan (pre)<br />

MDA Sesudah Perlakuan (post)<br />

0,227<br />

1,600<br />

0,092<br />

0,799<br />

0,234<br />

0,912<br />

Homogen<br />

Homogen<br />

Homogen


5.3 Kadar MDA<br />

5.3.1 Uji Komparabilitas Kadar MDA<br />

Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar MDA antar kelompok<br />

sebelum diberi minyak jelantah. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova<br />

disajikan pada Tabel 5.3 berikut.<br />

Kontrol<br />

Tabel 5.3<br />

Rerata Kadar MDA antar Kelompok Sebelum Diberi Minyak Jelantah<br />

Kelompok Subjek n<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong><br />

rosella 250 mg/kg BB<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong><br />

rosella 500 mg/kg BB<br />

6<br />

6<br />

6<br />

Rerata Kadar<br />

MDA<br />

2,02<br />

2,01<br />

2,12<br />

SB F<br />

0,23<br />

0,20<br />

0,17<br />

p<br />

0,533 0,598<br />

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar MDA kelompok kontrol adalah<br />

2,020,23, rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB adalah 2,010,20,<br />

dan rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB adalah 2,120,17. Analisis<br />

kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,533 dan nilai p =<br />

0,598. Hal ini berarti bahwa semua kelompok sebelum diberi minyak jelantah, rerata kadar<br />

MDA tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).<br />

5.3.2 Analisis Efek Pemberian Minyak Goreng Jelantah antar Kelompok


Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar MDA antar kelompok<br />

sesudah diberikan minyak goreng jelantah. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way<br />

Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.<br />

Tabel 5.4<br />

Rerata Kadar MDA antar Kelompok Sesudah Diberi Minyak Jelantah (Pre Test)<br />

Kelompok Subjek n<br />

Kontrol (P0)<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

250 mg/kg BB (P1)<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

500 mg/kg BB (P2)<br />

6<br />

6<br />

6<br />

Rerata Kadar<br />

MDA<br />

7,40<br />

7,22<br />

6,85<br />

SB F<br />

0,33<br />

0,57<br />

0,49<br />

p<br />

2,144 0,152<br />

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar MDA kelompok kontrol adalah<br />

7,400,33, rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB adalah 7,220,57,<br />

dan rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB adalah 6,850,49. Analisis<br />

kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 2,144 dan nilai p =<br />

0,152. Hal ini berarti bahwa semua kelompok sesudah diberi minyak jelantah, rerata kadar<br />

MDA tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).<br />

5.3.3 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela antar Kelompok<br />

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar MDA antar kelompok sesudah


diberikan perlakuan berupa <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong>. Hasil analisis kemaknaan dengan<br />

uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.5 berikut.<br />

Tabel 5.5<br />

Perbedaan Rerata Kadar MDA antar Kelompok Sesudah Diberikan Ekstrak Kelopak Bunga<br />

Rosela (Post Test)<br />

Kelompok Subjek n<br />

Kontrol (P0)<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

250 mg/kg BB (P1)<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

500 mg/kg BB (P2)<br />

6<br />

6<br />

6<br />

Rerata Kadar<br />

MDA<br />

7,79<br />

5,19<br />

3,41<br />

SB F<br />

0,32<br />

0,30<br />

0,36<br />

p<br />

270,34 0,001<br />

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar MDA kelompok kontrol adalah<br />

7,790,32, rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB adalah 5,190,30,<br />

dan rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB adalah 3,410,36. Analisis<br />

kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 270,34 dan nilai p =<br />

0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar MDA pada ketiga kelompok sesudah diberikan<br />

perlakuan berbeda secara bermakna (p


Tabel 5.6<br />

Beda Nyata Terkecil Kadar MDA Sesudah Diberikan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela<br />

antar Dua Kelompok<br />

Kelompok<br />

Kontrol (P0) dan Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250<br />

mg/kg BB (P1)<br />

Kontrol (P0) dan Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500<br />

mg/kg BB (P2)<br />

Ekstrak <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB (P1)<br />

dan 500 mg/kg BB (P2)<br />

Beda<br />

Rerata<br />

2,60 0,001<br />

4,39 0,001<br />

1,79 0,001<br />

p Interpretasi<br />

Berbeda<br />

Berbeda<br />

Berbeda<br />

Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan hasil<br />

sebagai berikut.<br />

1. Rerata kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada<br />

rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB).<br />

2. Rerata kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada<br />

rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB).<br />

3. Rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB berbeda secara<br />

bermakna dengan kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB (rerata


mg/dl<br />

kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB lebih tinggi daripada rerata<br />

kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB).<br />

8.00<br />

6.00<br />

4.00<br />

2.00<br />

0.00<br />

Kadar MDA<br />

7.40<br />

7.79<br />

7.22 6.85<br />

5.19<br />

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2<br />

Gambar 5.1 Perbedaan Rerata Kadar MDA pada Kelompok Kontrol, Kelompok<br />

Perlakuan 1 dan Kelompok Perlakuan 2<br />

3.41<br />

Pre test<br />

Post test


6.1. Subjek Penelitian<br />

BAB VI<br />

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN<br />

Untuk menguji <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dalam <strong>menurunkan</strong> MDA<br />

dalam darah tikus Wistar yang diberi minyak jelantah, maka dilakukan penelitian pada tikus<br />

jantan sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 180-200 gram yang diberikan <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong>.<br />

Tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 18 ekor, dibagi menjadi 3<br />

kelompok yaitu kelompok kontrol P0, kelompok P1 (<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg<br />

BB), dan kelompok P2 (<strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB). Penelitian dilakukan<br />

selama 28 hari, 14 hari diberikan minyak goreng jelantah, yang dilanjutkan dengan<br />

<strong>pemberian</strong> minyak goreng jelantah dan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> selama 14 hari<br />

berikutnya.<br />

Pengambilan waktu 14 hari didasarkan hasil penelitian pendahuluan bahwa dalam<br />

waktu 14 hari telah terjadi penurunan MDA yang signifikan (Suwandi, 2011).<br />

6.2. Pengaruh Ekstrak Kelopak Bunga Rosela terhadap Kadar MDA Darah<br />

Hasil penelitian dan analisis data MDA darah pada kelompok kontrol, kelompok P1 dan<br />

kelompok P2 menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas


(Levene test) untuk kelompok pre test dan post test masing-masing kelompok berdistribusi<br />

normal dan homogen (p > 0,05).<br />

Uji perbandingan sebelum diberikan minyak goreng jelantah antara ketiga kelompok<br />

menggunakan uji One Way Anova. Rerata kadar MDA kelompok kontrol adalah 2,020,23,<br />

rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB adalah 2,010,20, dan rerata<br />

kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB adalah 2,120,17. Uji perbandingan<br />

pre test antara ketiga kelompok dengan One Way Anova menunjukkan bahwa tidak<br />

terdapat perbedaan bermakna perubahan MDA darah antara kelompok kontrol dengan<br />

kelompok perlakuan 1 (P1) maupun kelompok perlakuan 2 (P2) ( p > 0,05). Hal ini berarti<br />

bahwa MDA pada ketiga kelompok adalah sama atau dengan kata lain ketiga kelompok<br />

sebelum diberikan perlakuan kadar MDAnya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).<br />

Uji perbandingan sesudah diberikan minyak goreng jelantah antara ketiga kelompok<br />

menggunakan uji One Way Anova. Rerata kadar MDA kelompok kontrol adalah 7,400,33,<br />

rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB adalah 7,220,57, dan rerata<br />

kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB adalah 6,850,49. Uji perbandingan<br />

sesudah <strong>pemberian</strong> minyak goreng jelantah antara ketiga kelompok dengan One Way Anova<br />

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna perubahan MDA darah antara<br />

kelompok kontrol dengan kelompok P1 maupun P2 ( p > 0,05). Hal ini berarti bahwa MDA<br />

pada ketiga kelompok adalah sama atau dengan kata lain ketiga kelompok sesudah<br />

diberikan minyak goreng jelantah, kadar MDAnya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).<br />

Uji perbandingan sesudah diberikan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> antara ketiga<br />

kelompok menggunakan One Way Anova. Rerata kadar MDA kelompok kontrol adalah<br />

7,790,32, rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 250 mg/kg BB adalah 5,190,30,


dan rerata kelompok <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> 500 mg/kg BB adalah 3,410,36. Uji<br />

perbandingan post test antara ketiga kelompok dengan One Way Anova menunjukkan<br />

bahwa terdapat perbedaan bermakna penurunan kadar MDA darah antara kelompok<br />

kontrol dengan kelompok P1, antara kelompok kontrol dengan kelompok P2, dan juga<br />

antara kelompok P1 dengan kelompok P2. Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan kadar<br />

MDA secara bermakna pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> secara peroral selama 14 hari (p < 0,05). Terjadi penurunan kadar<br />

MDA sebesar 28,1% pada kelompok yang diberikan <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dengan<br />

dosis 250 mg/kg BB tikus, sedangkan pada kelompok yang diberikan <strong>ekstrak</strong> <strong>rosela</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB tikus mengalami penurunan kadar MDA sebesar 50,2%.<br />

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan terjadinya penurunan bermakna<br />

kadar MDA pada kelompok P1 yang diberi <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> peroral 250 mg<br />

kg/BB dan kelompok P2 yang diberi <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> peroral 500 mg/kg BB,<br />

selama 14 hari. Hal ini disebabkan karena <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung<br />

antioksidan, sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar MDA yang disebabkan oleh<br />

<strong>pemberian</strong> minyak goreng jelantah. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa studi yang<br />

telah dilakukan, yang menyebutkan bahwa <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung vitamin C,<br />

vitamin E, beta karoten dan omega 3 (Arellano et al., 2004; Maryani dan Kristiana, 2008).<br />

Pada studi lain, ditemukan kandungan flavanoid dalam <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> (Amin dan<br />

Hamza, 2005).<br />

Pemberian minyak goreng jelantah menimbulkan radikal bebas. Radikal bebas yang<br />

berlebihan akan menimbulkan stres oksidasi yang memicu proses peroksidasi terhadap lipid<br />

yang dapat diketahui dengan mengukur kadar MDA. Hal ini didukung oleh penelitian yang


dilakukan Dorfman et al. (2010), Jusup dan Raharjo (2010), Ghidurus et al. (2011). Pada<br />

penelitian yang lain, yang dilakukan oleh Ulilalbab (2010), didapatkan juga kenaikan kadar<br />

MDA yang disebabkan <strong>pemberian</strong> minyak jelantah.<br />

Kelopak <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang mengandung antioksidan <strong>menurunkan</strong> kadar MDA yang<br />

meningkat akibat <strong>pemberian</strong> minyak jelantah. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan<br />

Thadeus (2006), Okasha et al. (2008). Pada penelitian lain menyebutkan aktivitas<br />

antioksidan <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> menghambat laju peroksidasi lipid (Ulilalbab, 2010).<br />

Pada penelitian ini didapatkan, efek <strong>menurunkan</strong> kadar MDA lebih besar pada<br />

<strong>pemberian</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dengan dosis yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan<br />

makin tinggi <strong>pemberian</strong> dosis <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> akan menyebabkan makin tinggi pula<br />

antioksidan yang dikonsumsi, sehingga makin kuat pula meredam peroksidasi lipid yang<br />

ditimbulkan radikal bebas. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan<br />

Dahiru et al. (2003) dan Ali et al. (2003).<br />

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> mengandung<br />

antioksidan, asam amino, vitamin dan mineral. Kandungan antioksidan <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong><br />

antara lain: vitamin C, vitamin E, beta karoten, omega 3 dan flavanoid. Kandungan vitamin C<br />

dalam <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> cukup tinggi, yaitu 260-280 mg dalam setiap 100 gram <strong>kelopak</strong><br />

<strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong>. Kandungan antioksidan <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> inilah yang meredam efek<br />

radikal bebas yang disebabkan <strong>pemberian</strong> minyak goreng jelantah. Radikal bebas dapat<br />

menimbulkan, salah satunya peroksidasi lipid, yang dapat diketahui dengan mengukur kadar<br />

MDA.


Antioksidan berperan penting dalam konsep AAM dalam meredam efek buruk radikal<br />

bebas, salah satu penyebab proses penuaan (Pangkahila, 2007).


7.1 Simpulan<br />

BAB VII<br />

SIMPULAN DAN SARAN<br />

Dari hasil penelitian <strong>pemberian</strong> <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> pada tikus jantan<br />

jenis Wistar yang diberi minyak jelantah didapatkan simpulan sebagai berikut:<br />

1. Pemberian <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 250 mg/kg BB <strong>menurunkan</strong><br />

malondialdehid sebesar 28,0% pada tikus jantan galur Wistar yang diberi minyak<br />

goreng jelantah.<br />

2. Pemberian <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> dosis 500 mg/kg BB <strong>menurunkan</strong><br />

malondialdehid sebesar 50,2% pada tikus jantan galur Wistar yang diberi minyak<br />

goreng jelantah.<br />

3. Dosis <strong>ekstrak</strong> <strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> yang lebih tinggi <strong>menurunkan</strong> kadar<br />

malondialdehid lebih banyak.<br />

7.2 Saran<br />

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:<br />

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis maksimal <strong>ekstrak</strong><br />

<strong>kelopak</strong> <strong>bunga</strong> <strong>rosela</strong> pada hewan coba.<br />

2. Perlu dilakukan clinical trial supaya dapat diterapkan pada manusia..


DAFTAR PUSTAKA<br />

Ali, B.H., Mouse, H.M., El-Mougy, S. 2003. The effect of a water extract and<br />

anthocyanins of Hibiscus sabdariffa L on paracetamol-induced hepatoxicity in<br />

rats. Phytotherapy Research 17(1): 56-59.<br />

Ali, B.H., Naser, A.W., Gerald, B. 2005. Phytochemical, Pharmacological and<br />

Toxicologi Aspects of Hibiscus sabdariffa L : A. Review. Phytotherapy<br />

Research 19: 369-375.<br />

Amin, A., Hamza, A.A. 2005. Hepatoprotective effects of Hisbiscus, Rosmarinus and<br />

Salvia on azathioprine-induced toxicity in rats. Life Sci. 77(3): 266-278.<br />

Andik, E.S. 2001. “Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Kelapa Sawit Curah Setelah<br />

Pemanasan Berulang pada Struktur Histologis Hati Mencit” (skripsi). Surakarta:<br />

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.<br />

Arellano, H. A., Romero, F. S., Soto C.M.A., Tortoriello, J. 2004. Effectiveness and<br />

Tolerability of A Standardized Extract from Hibiscus Sabdariffa in patients with<br />

mild to moderate hypertension, a controlled and Randomized Clinical Trial.<br />

Phytomedicine 11(2004): 375-82.<br />

Azeredo, H.M.C., Faria, J.A.F., Silva. 2004. Minimization of proxide formation rate<br />

in soybean oil by antioxidant combinations. Food Research International 37:<br />

689-94.<br />

Bludau, J.H. 2010. Aging, But Never Old: The Realities, Myths, and<br />

Misrepresentations of the Anti-Aging Movement (The Praeger Series on<br />

Contemporary Health and Living). 1 st edition. Publisher Praeger. page 2.<br />

Castillo’n, P.G., Artalejo, F.R., Fornés, N.S., Banegas, J. R., Etxezarreta, P.A.,<br />

Ardanaz, E., Barricarte, A., Chirlaque, M.D., Iraeta,M.D.,Larran˜aga, N.,<br />

Losada, A., Mendez, M., Martínez, C., Quiro´s, J.R., Navarro, C., Jakszyn, P.,<br />

Sa´nchez, M.J., Tormo, M.J., Gonza´lez, A. 2007. Intake of fried foods is<br />

associated with obesity in the cohort of Spanish adults from the European<br />

Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr 2007;86:198<br />

–205. Available from: http://www.ajcn.org/content/86/1/198.full.pdf+html?sid=<br />

0585e315-71d4-49c5-ad83-0ed0cb17b91b. Accessed February 10th, 2011<br />

Cherubini, A., Ruggiero, C., Polidori, M.C., Mecocci, P. 2005. Potensial marker of<br />

oxidative stress in stroke. Free Radic Biol Med 39 : 841 – 52.<br />

Dahiru, D., Obi, O.J., Umaru, H. 2003. Effect Hibiscus Sabdariffa calyx extract on<br />

carbon tetrachloride induced liver damage. Biokemistri 15(1): 27-33.


Devi, M. 2009. Dashyatnya Khasiat Rosella. Yogyakarta. Cemerlang Publishing.<br />

Dorfman, S. E., Laurent.D., Gounarides. J.S., Li.X., Mullarkey, T.L., Rocheford.<br />

E.C., Sarraf. F.S., Hirsch. E.A., Hughes, T.E. Commerford,S.R. 2009. Metabolic<br />

Implications of Dietary Trans-fatty Acids. Obesity vol.17 no. 6:1200-1207.<br />

Available from : www.nature.com/oby/journal/v17/n6/full/oby2008662a.html.<br />

Accessed November 29 th ,2010<br />

Ghidurus, M., Turtoi, M., Boskou, G., Niculita, P., Stan, V. 2010. Nutritional and<br />

health aspects related to frying. Romanian Biotechnological Letters. Vol. 15, no<br />

6. Available from : www.rombio.eu/rbl6vol15/1%20Review_Ghidurus.pdf.<br />

Accessed January 29 th , 2011<br />

Goldman, R., Klantz. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Australasian Edition p.<br />

22-24, 191-194.<br />

Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine.<br />

Fourth edition. New York. Oxford University Press.<br />

Herawati, Akhlus, S. 2006. Kinerja (Bht) sebagai antioksidan minyak sawit pada<br />

perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo 2: 1–8.<br />

Hidayat, T. 2005. “Efek Antioksidan Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis<br />

paniculata) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak Kelapa<br />

Sawit dengan Pemanasan Berulang” (skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas<br />

Maret.<br />

Jusup, S.A., Raharjo, S.S. 2010. Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.)<br />

Sebagai Anti Oksidan Alami Terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) dan<br />

Gambaran Histologi Sel Hepar Rattus norvegicus L. yang Diberi Minyak<br />

Goreng deep frying. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.<br />

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Penerbit Universitas<br />

Indonesia,<br />

Koch, A., KÖnig, B., Spielmann, J., Leitner, A., Stang, G.L., Eder,.K. 2007.<br />

Thermally Oxidized Oil Increases the Expression of Insulin-Induced Genes and<br />

Inhibits Activation of Sterol Regulatory Element-Binding Protein-2 in Rat Liver.<br />

Journal of Nutrition: Biochemical, Molecular, and Genetic Mechanisms 137:<br />

2018–2023. Available from : jn.nutrition.org/content/137/9/ 2018.full.pdf. (17<br />

Desember 2010).<br />

Konig, D., Berg, A. 2002. Exercise and Oxidative Stress: is there a need for<br />

additional antioxidant. Osterreichisches J Fur Sportmedizin 3: 6-15.


Kuncahyo, I., Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan <strong>ekstrak</strong> belimbing wuluh<br />

(Averrhoa bilimbi L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH). Seminar<br />

Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). pp: E1-9.<br />

Kusmardiyana, S., Melati, I., Nawawi, A. 2007. Detail Penelitian Obat Bahan Alam.<br />

Available from: http://bahan-alam.fa.itb.ac.id (15 januari 2011).<br />

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gajah Mada<br />

University Press.<br />

Lazze, M.C., Pizzala, R., Savio, M., Stivala, L.A., Prosperi, E., Bianchi, L. 2003.<br />

Anthocyanins protect against DNA damage induced by tert-butyl-hydroperoxide<br />

in rat smooth muscle and hepatoma cells. Mutation Research 535: 103-115.<br />

Lee, J., Lee, S., Lee, H., Park, K., Choe, E. 2002. Spinach (Spinacia oleracea) as a<br />

natural food grade antioxidant in deep fat fried products. J. Agric. Food Chem<br />

50: 5664-9.<br />

Lestari, P.P. 2010. “Pemanfaatan Minyak Goreng Jelantah Pada Pembuatan Sabun<br />

Cuci Piring” (tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.<br />

Lin, W.L., Hsieh, Y.J., Chou, F.P., Wang, C.J., Cheng, M.T., Tseng, T.H. 2003.<br />

Hibiscus protocatechuic acid inhibits lipopolysaccharide-induced rat hepatic<br />

damage. Arch. Toxicol 77: 42-47.<br />

Liu, C.L., Wang, J.M., Chu, C.Y., Cheng, M.T., Tseng, T.H. 2002. In vivo protective<br />

effect of protocatechuic acid on tert-butyl hydroperoxide-induced rat<br />

hepatotoxicity. Food Chem. Toxicol 40: 635-641.<br />

Malhi, H., Gores, G. J. 2008. Molecular Mechanism of Lipotoxicity in Nonalcoholic<br />

Fatty Liver Disease. Semin Liver Dis., 28(4):360-369.<br />

Mardiah, Hasibuan, S., Rahayu, A., Ashadi, R.W. 2009. Budidaya dan Pengolahan<br />

Rosella. Ed. Ke-1. Jakarta. Agromedia.<br />

Maryani, H., Kristiana, L. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela. Jakarta. PT Agro<br />

Media Pustaka. hal 6, 25-31.<br />

Mulyati, S., Meilina, H. 2007. Pemurnian Minyak Jelantah dengan Menggunakan<br />

Sari Mengkudu. Available from: http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=<br />

gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node-3517&start=6 (24 Oktober 2010).<br />

Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell V.W. 2000. Biokimia Harper.<br />

Edisi 25. Jakarta. EGC. hal: 609-612.


Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Cetakan ke-1.<br />

Yogyakarta. Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM.<br />

hal: 116, 136.<br />

Ojokoh, O.A. 2006. Roselle (Hibiscus sabdariffa) calyx Diet and histopatological<br />

Changes in Liver Albino Rats. J Food Tec 5(2): 110-113.<br />

Okasha, M.A.M., Abubakar, M.S., Bako, I.G. 2008. Study of the Effect of Aqueous<br />

Hibiscus sabdariffa Linn Seed Extract on Serum Prolactin Level of Lactating<br />

Female Albino Rats. European Journal of Scientific Research. Vol 22, no 4:<br />

575-583.<br />

Oktaviani, N.D. 2009. Hu<strong>bunga</strong>n lamanya pemanasan dengan kerusakan minyak<br />

goreng curah ditinjau dari bilangan peroksida. Jurnal Biomedika. 1: 31-4.<br />

Pangkahila, W. 2007. Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti-<br />

Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. hal: 8-11.<br />

Pham-Huy, L.A.P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in<br />

Disease and Health. Int J Biomed Sci 4: 89-96.<br />

Pocock, 2008. Clinical Trial : A Practical Approach. Chichester : John Willey &<br />

Sons. p. 127-128.<br />

Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan<br />

Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). ISSN<br />

: 1978 – 9777.<br />

Rush, J.W.E., Denniss, S.G., Graham, D.A. 2005. Vascular Nitric Oxide and Oxidative Stress:<br />

Determinants of Endothelial Adaptations to Cardiovascular Disease and to Physical<br />

Activity. Can J Appl Physiol 30(4): 442-474.<br />

Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)<br />

terhadap pembentukan asam lemak trans. Markara Sains 13: 23-8.<br />

Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Perpustakaan<br />

Nasional RI. Jakarta. Penerbit CV Sagung Seto. hal: 31-47.<br />

Suwandi, T. 2011. “Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Menurunkan<br />

Malondialdehid Pada Tikus Yang Diberi Minyak Jelantah” (penelitian<br />

pendahuluan). Denpasar: Universitas Udayana.<br />

Szocs, K. 2004. Endothelial Dysfunction and Reactive Oxygen Species Production in<br />

Ischemia/Reperfusion and Nitrate Tolerance. Gen Physiol. Biophys 23: 265-295.<br />

Thadeus, M.S. 2006. Pengaruh Vitamin C dan Vitamin E terhadap Perubahan<br />

Struktur Histologik Hati, Jantung dan Aorta Mencit (Mus Musculus L.) Galur


Swiss Derived Akibat Pemberian Minyak Jelantah. Available from:<br />

http://lontar.cs.ui.ac.id/gateway/file?file=digital/85412-T-16208a.pdf. (25<br />

Oktober 2010).<br />

Ulilalbab, A. 2010. Aktivitas Antioksidan Tablet Effervescent Rosella Ungu Sebagai<br />

Suplement Penghambat Laju Peroksidasi Melalui Pengujian In Vivo. PKM-P.<br />

Ilmu dan Teknologi Pangan. Malang. Universitas Brawijaya.<br />

Usoh, I.F., Akpan, E.J., Etim, E.O., Farombi, E.O. 2005. Antioxidant Actions of<br />

Dried Flower Extracts of Hibiscus sabdariffa L. On Sodium Arsenite - Induced<br />

Oxidative Stress in Rats. Pakistan Journal of Nutrition 4(3): 135-141.<br />

Utami, T.S., Arbianti, R., Hermansyah, H., Reza, A., Rini. 2009. Perbandingan<br />

Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia indica) dari<br />

Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar Nasional Teknik<br />

Kimia Indonesia-SNTKI 2009. pp:1-4.<br />

Yustinah. 2009. Pengaruh massa absorben chitin pada penurunan kadar asam lemak<br />

bebas (FFA), bilangan peroksida, dan warna gelap minyak goreng bekas.<br />

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009. pp:1-14.


Lampiran 1.<br />

TABEL KONVERSI PERHITUNGAN DOSIS LAURENCE & BACHARACH<br />

(Kusumawati, 2004)<br />

Mencit<br />

20 gr<br />

Tikus<br />

200 gr<br />

Marmot<br />

400 gr<br />

Kelinci<br />

1,5 kg<br />

Kucing<br />

2 kg<br />

Kera<br />

4 kg<br />

Anjing<br />

12 kg<br />

Manusia<br />

70 kg<br />

Mencit<br />

20 gr<br />

Tikus<br />

200<br />

gr<br />

Marmot<br />

400 gr<br />

Kelinci<br />

1,5 kg<br />

Kucing<br />

2 kg<br />

Kera<br />

4 kg<br />

Anjing<br />

12 kg<br />

Manusia<br />

70 kg<br />

1.0 7.0 12.25 27.8 29.7 64.1 124.2 387.9<br />

0.14 1.0 1.74 3.9 4.2 9.2 17.8 56.0<br />

0.08 0.57 1.0 2.25 2.4 5.2 10.2 31.5<br />

0.04 0.25 0.44 1.0 1.08 2.4 4.5 14.2<br />

0.03 0.23 0.41 0.92 1.0 2.2 4.1 13.0<br />

0.016 0.11 0.19 0.42 0.45 1.0 1.9 6.1<br />

0.008 0.06 0.1 0.22 0.24 0.52 1.0 3.1<br />

0.0026 0.018 0.031 0.07 0.076 0.16 0.32 1.0


Lampiran 2<br />

Uji Normalitas Data MDA Sebelum dan Sesudah Perlakuan<br />

MDA_<br />

pre<br />

minyak<br />

jelanta<br />

h<br />

MDA_<br />

post<br />

Kelompok<br />

Tests of Normality<br />

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk<br />

Statistic df Sig. Statistic df Sig.<br />

Kontrol .198 6 .200 * .961 6 .831<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis 250 mg/kg BB .218 6 .200 * .923 6 .528<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis 500 mg/kg BB .172 6 .200 * .968 6 .880<br />

Kontrol .200 6 .200 * .939 6 .650<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis 250 mg/kg BB .269 6 .200 * .843 6 .137<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis 500 mg/kg BB .202 6 .200 * .892 6 .331<br />

Kontrol .140 6 .200 * .986 6 .978<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis 250 mg/kg BB .202 6 .200 * .945 6 .701<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis 500 mg/kg BB .149 6 .200 * .976 6 .931<br />

a. Lilliefors Significance Correction<br />

*. This is a lower bound of the true<br />

significance.


Lampiran 3<br />

Uji One Way Anova<br />

MDA_<br />

pre<br />

minyak<br />

jelanta<br />

h<br />

MDA_<br />

post<br />

N Mean<br />

Descriptives<br />

Std.<br />

Deviation<br />

Std.<br />

Error<br />

95% Confidence<br />

Interval for Mean<br />

Lower<br />

Bound<br />

Upper<br />

Bound<br />

Mini<br />

mum<br />

Maxi<br />

mum<br />

Kontrol 6 2.0183 .23147 .09450 1.7754 2.2612 1.74 2.38<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB<br />

6 2.0050 .19937 .08139 1.7958 2.2142 1.74 2.25<br />

6 2.1150 .16861 .06884 1.9381 2.2919 1.87 2.32<br />

Total 18 2.0461 .19584 .04616 1.9487 2.1435 1.74 2.38<br />

Kontrol 6 7.4017 .33457 .13659 7.0506 7.7528 6.87 7.77<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB<br />

6 7.2167 .56747 .23167 6.6211 7.8122 6.66 7.91<br />

6 6.8450 .49083 .20038 6.3299 7.3601 6.38 7.70<br />

Total 18 7.1544 .50520 .11908 6.9032 7.4057 6.38 7.91<br />

Kontrol 6 7.7933 .32426 .13238 7.4530 8.1336 7.32 8.21<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB<br />

6 5.1933 .29575 .12074 4.8830 5.5037 4.76 5.53<br />

6 3.4083 .36213 .14784 3.0283 3.7884 2.97 3.98<br />

Total 18 5.4650 1.87817 .44269 4.5310 6.3990 2.97 8.21<br />

Test of Homogeneity of Variances<br />

Levene<br />

Statistic df1 df2 Sig.<br />

MDA_pre .227 2 15 .799<br />

Minyak jelantah 1.600 2 15 .234<br />

MDA_post .092 2 15 .912


ANOVA<br />

Sum of<br />

Squares df<br />

Mean<br />

Square F Sig.<br />

MDA_pre Between Groups .043 2 .022 .533 .598<br />

Minyak<br />

jelantah<br />

Within Groups .609 15 .041<br />

Total .652 17<br />

Between Groups .964 2 .482 2.144 .152<br />

Within Groups 3.374 15 .225<br />

Total 4.339 17<br />

MDA_post Between Groups 58.349 2 29.174 270.342 .000<br />

Post Hoc Tests<br />

LSD<br />

Within Groups 1.619 15 .108<br />

Total 59.968 17<br />

Depe<br />

ndent<br />

Varia<br />

ble (I) Kelompok (J) Kelompok<br />

MDA<br />

_post<br />

Kontrol <strong>ekstrak</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB<br />

Multiple Comparisons<br />

Mean<br />

Difference<br />

(I-J)<br />

Std.<br />

Error Sig.<br />

95% Confidence<br />

Interval<br />

Lower<br />

Bound<br />

Upper<br />

Bound<br />

2.60000 * .18966 .000 2.1957 3.0043<br />

4.38500 * .18966 .000 3.9807 4.7893<br />

Kontrol -2.60000 * .18966 .000 -3.0043 -2.1957<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

500 mg/kg BB<br />

1.78500 * .18966 .000 1.3807 2.1893<br />

Kontrol -4.38500 * .18966 .000 -4.7893 -3.9807<br />

<strong>ekstrak</strong> dosis<br />

250 mg/kg BB<br />

*. The mean difference is significant at<br />

the 0.05 level.<br />

-1.78500 * .18966 .000 -2.1893 -1.3807

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!