Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2.1 Komplikasi Persalinan<br />
BAB 2<br />
TIJAUA PUSTAKA<br />
Komplikasi Persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang<br />
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi karena<br />
gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Dinkes sumut, 2008).<br />
Dari hasil “Assesment Safe Motherhood” di Indonesia pada tahun 1990/1991<br />
menyebutkan beberapa informasi penting yang berhubungan dengan terjadinya<br />
komplikasi persalinan:<br />
1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan ibu hamil.<br />
2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang.<br />
3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini<br />
masih kurang.<br />
4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya<br />
mampu melaksanakan deteksi risiko tinggi sedini mungkin.<br />
5. Belum semua rumah sakit Kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas<br />
mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik<br />
esensial.<br />
Komplikasi persalinan terdiri dari perdarahan, infeksi atau sepsis, pre-<br />
eklamsia dan eklamsia, persalinan lama dan abortus.<br />
1. Perdarahan<br />
Perdarahan adalah penyebab tersering kematian ibu. Tanda-tanda perdarahan<br />
yaitu mengeluarkan darah dari jalan lahir >500 cc, pada prakteknya tidak perlu<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan<br />
lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik.<br />
Pada umumnya bila bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi<br />
telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat,<br />
limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan. Sifat perdarahan bisa banyak,<br />
bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi<br />
sedikit tanpa henti (Prawirohardjo, 2009).<br />
Penyebab perdarahan pada masa persalinan, yaitu:<br />
1. Gangguan miometrium untuk berkontraksi dan retraksi guna menghentikan<br />
perdarahan selama dan setelah pelepasan plasenta (Bellington, 2007). Faktor<br />
predisposisinya yaitu (1) regangan rahim berlebihan karena kehamilan gameli,<br />
polihidraamnion, atau anak terlalu besar, (2) kelelahan karena persalinan lama<br />
atau persalinan kasep, (3) kehamilan grande-multipara, (4) Ibu dengan<br />
keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun, (5)<br />
Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim, (6) infeksi intrauterine<br />
(karioamnionitis), dan (7) ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.<br />
2. Robekan jalan lahir. Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada<br />
persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif<br />
dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu<br />
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum<br />
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
perineum, trauma forceps atau vakum ektraksi, atau karena versi ekstraksi<br />
(Prawirohardjo, 2009).<br />
3. Retensio plasenta, merupakan keadaan dimana plasenta belum lahir dalam<br />
waktu 1 jam setelah bayi lahir. Penyebabnya yaitu (1) plasenta belum terlepas<br />
dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam dan (2) plasenta sudah<br />
terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan<br />
perdarahan yang banyak (Mochtar, 1998).<br />
4. Gangguan pembekuan darah.<br />
2. Pre-eklamsia dan Eklamsia<br />
Pre-eklamsia dan eklamsia menempati urutan kedua sebagai penyebab<br />
kematian ibu di Indonesia. Pre-eklampsia–Eklampsia yang disebut juga Pregnancy<br />
Induced Hipertention (PIH) atau kehamilan yang menginduksi tekanan darah adalah<br />
penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan.<br />
Definisi preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema (penimbunan<br />
cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) akibat<br />
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala<br />
ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan<br />
plasenta). Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang<br />
disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf).<br />
PE-E hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama<br />
(nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu<br />
pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
multipara (kehamilan yang kesekian), penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan<br />
keadaan berikut:<br />
1. Kehamilan multifetal (kembar) dan hidropsfetalis (kehamilan air)<br />
2. Penyakit vaskuler (pembuluh darah), termasuk hipertensi esensial kronis dan<br />
diabetes mellitus<br />
3. Penyakit ginjal.<br />
Penyakit ini bisa dibedakan dalam tiga tingkatan tergantung berat ringannya.<br />
Pada kasus ringan, tekanan darah cenderung naik tapi masih di bawah 140/100.<br />
Gejala proteinuria juga mulai muncul. Pada tingkat sedang, mulai timbul pusing<br />
tekanan darah sudah lebih dari 140/100. lalu ada pembengkakan, khusunya pada<br />
wajah, kaki dan jari-jari tangan. Pada tingkat yamg berat, pembengkakan semakin<br />
jelas, rasa pusing juga makin nyata, khususnya rasa nyeri pada pinggir dahi dan<br />
tekanan darah lebih dari 160/100. Kadang kala disertai ganngguan penglihatan<br />
(kabur) dan kencing semakin sulit karena terjadi gangguan pada ginjal. Adapula yang<br />
disertai mual dan muntah. Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan<br />
pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan<br />
penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada<br />
awalnya mengalami kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum<br />
akhirnya pingsan selama 10-30 menit.<br />
Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan<br />
bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi<br />
paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Menurut pengamatan para ahli, pre-eklampsia yang juga dikenal dengan<br />
sebutan kehamilan dengan pembengkakan-proteinuria-tekanan darah tinggi ini lebih<br />
banyak terjadi di negara berkembang, termasuk Asia, dimana kebanyakan<br />
penduduknya mengkonsumsi nasi. Apa hubungan penyakit ini dengan nasi tetap<br />
belum jelas benar. Ada dugaan lantaran titik beratnya pada nasi, maka ibu jadi kurang<br />
memperhatikan zat gizi lain, misalnya susu, telur, ikan, daging, sayur, buah-buahan<br />
dan lain-lain. Namun sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia<br />
belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari<br />
kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of<br />
theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:<br />
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan<br />
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh.<br />
Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil,<br />
akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat<br />
asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku<br />
darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.<br />
2. Peran Faktor Immunologis<br />
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada<br />
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama<br />
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna,<br />
yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.<br />
3. Peran Faktor Genetik/Familial<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
antara lain:<br />
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E<br />
a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.<br />
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari<br />
ibu yang menmderita PE-E.<br />
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil<br />
dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.<br />
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).<br />
Panderita pada tahap pre-eklampsia hendaknya mau dirawat di rumah sakit<br />
untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi<br />
ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun<br />
perlu diperhatikan. Yang pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buah-<br />
buahan dan sayuran diperbanyak (Mambo, 2006).<br />
3. Infeksi dalam Persalinan<br />
Infeksi merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian pada ibu bersalin,<br />
selain perdarahan dan tekanan darah tinggi. Infeksi persalinan adalah infeksi pada<br />
traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur<br />
membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat<br />
gejala-gejala: nyeri pelvis, demam 38,50 C atau lebih yang diukur melalui oral kapan<br />
saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan<br />
penurunan ukuran uterus. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina<br />
yang berulang-ulang (Oxorn, 2010).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
4. Partus Lama<br />
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam digolongkan sebagai persalinan<br />
lama. Namun demikian, kalau kemajuan persalinan tidak terjadi secara memadai,<br />
selama periode itu situasi tersebut harus segera dinilai. Permasalahannya harus<br />
dikenali dan diatasi sebelum waktu 24 jam tercapai. Sebagian besar partus lama<br />
menunjukkan pemanjangan kala satu.<br />
Sebab-sebab utama pada partus lama, yaitu:<br />
1. Disproporsi fetopelvik<br />
2. Malpresentasi dan malposisi<br />
3. Kerja uterus yang tidak efisien, termasuk serviks yang kaku<br />
Faktor-faktor tambahan lainnya:<br />
1. Primigraviditas.<br />
2. Ketuban pecah dini ketika serviks masih tertutup, keras dan belum mendatar.<br />
3. Analgesi dan anastesi yang berlebihan dalam masa laten.<br />
4. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan ortu yang menemaninya<br />
ke rumah sakit merupakan calon persalinan lama. Tipe wanita lainnya adalah<br />
wanita yang maskulin, masochistic yang kelihatannya menikmati rasa nyeri<br />
yang dialaminya.<br />
Faktor-faktor ini dapat berperan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.<br />
Kelainan nyata pada salah satu faktor atau penyimpangan ringan pada beberapa<br />
faktor, dapat merintangi keberhasilan persalinan. Meskipun kelahiran normal tidak<br />
mungkin terlaksana dengn adanya disproporsi chepalopelvik yang absolute, namun<br />
ketikdakimbangan ringan antara ukuran panggul dan ukuran janin dapat diatasi oleh<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
kontraksi uterus yang kuat dan efektik. Pelvis mungkin cukup besar untuk<br />
mengakomodasi presentasi occipitoanterior namun terlalu kecil bagi presentasi<br />
occipitoposterior. Masalahnya hanyalah masalah keseimbangan.<br />
Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan kontraksi yang<br />
kuat tidak pernah memperpanjang persalinan. Akan tetapi, bila kantong ketuban<br />
pecah pada saat serviks masih panjang, keras dan menutup, maka sebelum dimulainya<br />
proses persalinan sering terdapat periode laten yang lama. Kerja uterus yang tidak<br />
efisien mencakup ketimampuan serviks untuk membuka secara lancar dan cepat di<br />
samping kontraksi rahim yang tidak efektif (Oxorn, 2010).<br />
5. Abortus (keguguran)<br />
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, di mana janin<br />
belum mampu hidup di luar rahim (belum viable), dengan criteria usia kehamilan
perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan. Kesulitan dalam jalannya<br />
persalinan karena kelainan tenaga his adalah his yang tidak normal, baik<br />
kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.<br />
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua. Faktor yang memegang<br />
dalam kekuatan his antara lain faktor herediter, emosi, ketakutan, salah<br />
pimpinan persalinan.<br />
2. Faktor Jalan Lahir (Passage)<br />
Adalah jalan lahir janin, faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap<br />
terjadinya komplikasi persalinan antara lain: ukuran panggul sempit, kelainan<br />
pada vulva, kelainan vagina, kelainan serviks uteri, uterus dan ovarium.<br />
Kelainan-kelainan ini dapat terdeteksi secara dini dengan pemeriksaan<br />
kehamilan yang adekuat, oleh karena itu faktor pemerikasaan kehamilan<br />
sangat penting memeperkirakan proses persalinan.<br />
3. Faktor Bayi (Passeger)<br />
Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan, pada<br />
keadaan normal, bentuk bayi, berat badan, posisi dan letak dalam<br />
perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan,<br />
bayi mempunyai kekuatan untuk mendorong dirinya keluar sehingga<br />
persalinan berjalan spontan. Kelainan pada faktor bayi yang dapat<br />
menyulitkan proses persalinan berhubungan dengan faktor gizi ibu, infeksi<br />
bakteri atau virus selama kehamilan seperti toksoplasma, trauma yang dapat<br />
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam<br />
kandungan. Persalinan yang disebabkan oleh kelainan janin atau bayi antara<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
lain: kelainan pada letak kepala, letak sungsang, letak melintang, presentasi<br />
rangkap/ganda , kelainan bentuk dan besar janin, dan tali pusat menumbung.<br />
Kelainan janin selama dalam kandungan dapat terdeteksi secara dini apabila<br />
ibu melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara rutin minimal 4 kali<br />
selama kehamilan, mulai awal kehamilan pada tenaga kesehatan.<br />
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Komplikasi Persalinan<br />
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi persalinan adalah:<br />
2.3.1 Faktor Pada Ibu<br />
1. Umur ibu hamil<br />
Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu<br />
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi yang<br />
kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang<br />
dikandungnya selama kehamilan, persalinan dan nifas (Mochtar, 1995). Menurut<br />
Hasnah (2003) yang mengutip dari WHO (1996) menyebutkan bahwa dalam kurun<br />
reproduksi sehat atau dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan<br />
adalah umur 20 sampai 30 tahun.<br />
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum siap secara fisik dan mental<br />
dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Dari segi fisik rahim dan panggul ibu<br />
belum tumbuh mencapapi ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapat<br />
kesulitan dalam persalinan, sedangkan dari segi mental ibu belum siap untuk<br />
menerima tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua sehingga diragukan<br />
ketrampilan perawatan diri dan bayinya. Sedangkan untuk ibu yang hamil pada umur<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
lebih dari 35 tahun akan mengalami banyak kesulitan karena pada usia tersebut<br />
mudah terjadi penyakit pada ibu dan karena organ kandungan menua jalan lahir juga<br />
tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan perdarahan. Disamping hal<br />
tersebut kemungkinan mendapatkan anak cacat juga menjadi lebih besar (Rochjati,<br />
2003).<br />
Berdasarkan penelitian Senewe, dkk (2001) proporsi ibu yang mengalami<br />
komplikasi saat persalinan pada kelompok umur kurang 20 dan 35 tahun keatas<br />
adalah 28%, lebih besar daripada proporsi untuk yang berumur 21-34 tahun sebesar<br />
22%, dengan nilai OR-nya yaitu 1,3 artinya pada ibu yang berumur kurang dari 20<br />
tahun dan lebih dari 35 tahun berisiko untuk mengalami komplikasi persalinan<br />
sebesar 1,3 kali dibanding dengan ibu yang berumur 21-34 tahun.<br />
Menurut penelitian Afifah T, dkk (2004) wanita hamil mempunyai risiko<br />
komplikasi, terutama bagi kelompok wanita risiko tinggi yaitu wanita dengan<br />
keadaan “4 terlalu” (4T), dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia<br />
sang ibu, yakni kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda, usia terlalu tua.<br />
Kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda adalah wanita yang hamil usianya<br />
kurang dari 20 tahun yang dapat berisiko keguguran, preeklamsia (tekanan darah<br />
tinggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan<br />
persalinan, bayi lahir sebelum waktunya, berat bayi lahir rendah, merembesnya air<br />
seni ke vagina, keluar gas dan veses/tinja kevagina, kanker leher rahim dan resiko ini<br />
dapat meningkatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Selanjutnya yang<br />
dimaksud usia terlalu tua adalah yang kehamilannya diatas usia 35 tahun denga resiko<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
keguguran, preeklamsia, eklamsia, timbulnya kesulitan kehamilan, berat bayi lahir<br />
rendah dan cacat bawaan (Purnama, 2010).<br />
Wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata dua<br />
sampai lima kali lebih tinggi tingkat kematiannya dari pada kematian maternal yang<br />
terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah<br />
usia 30 sampai 35 tahun (Hasnah, 2003). Menurut Mushlihah, (2001) terdapat<br />
hubungan antara umur ibu dengan komplikasi persalinan dengan besar resiko 4 kali<br />
untuk umur resiko tinggi.<br />
2. Paritas<br />
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm (Manuaba,<br />
1998). Beberapa istilah yang berkaitan dengan paritas yaitu (1) nullipara merupakan<br />
seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable, (2) primipara adalah<br />
seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali, (3) multipara<br />
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali (sampai 5 kali), dan<br />
(4) grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih<br />
hidup atau mati (Mochtar, 1998).<br />
Menurut Forney A dan E. W. Whitenhorne, paritas yang aman untuk tidak<br />
terjadinya komplikasi pada saat persalinan yaitu dengan jumlah melahirkan 1-3 kali<br />
(Manuaba, 1998). Berdasarkan penelitian Hidayah, N (2002) terdapat hubungan dan<br />
besar risiko paritas ibu dengan kejadian komplikasi persalinan (p:0,008 dan<br />
OR:10,15); dan menurut penelitian Muslihah, (2001) paritas lebih dari 4 memiliki<br />
besar risiko 3 kali untuk mengalami komplikasi persalinan .<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Bahaya yang dapat terjadi pada ibu yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih<br />
yakni antara lain:<br />
1. Kelainan letak, persalinan letak lintang<br />
2. Robekan rahim pada kelainan letak lintang<br />
3. Persalinan lama<br />
4. Perdarahan pasca persalinan (Rochjati, 2003).<br />
3. Jarak kelahiran<br />
Jarak kelahiran mempunyai pengaruh terhadap persalinan, bahaya yang dapat<br />
terjadi pada ibu hamil yang jarak kelahirannya dengan anak terkecil kurang dari 2<br />
tahun yaitu perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah, bayi<br />
prematur/lahir belum cukup bulan (sebelum 37 minggu) dan bayi dengan berat badan<br />
lahir rendah/BBLR < 2500 gram.<br />
Jarak kelahiran optimal adalah antara 3 tahun sampai dengan 5 tahun.<br />
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana<br />
(BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran<br />
yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi<br />
tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab<br />
kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Jarak antara dua persalinan<br />
yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan<br />
BBLR, kelahiran preterm dan lahir mati, yang mempengaruhi proses persalinan dari<br />
faktor bayi (BKKBN, 2009). Menurut Sitorus yang dikutip dari Setianingrum (2005),<br />
bahwa risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2<br />
tahun.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
4. Graviditas<br />
Graviditas adalah jumlah keseluruhan kehamilan pada seorang pasien.<br />
Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil, primigravida adalah seorang<br />
wanitan yang hamil untuk pertama kalinya (Mochtar, 1998). Primigravida dan<br />
gravida ≥4 lebih beresiko mengalami komplikasi persalinan daripada gravida 2-4.<br />
(BKKBN, 2008).<br />
Gravida merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya komplikasi<br />
persalinan, hal ini berhubungan dengan kejiwaan. Seorang wanita yang hamil untuk<br />
pertama kali karena belum memiliki pengalaman sebelumnya maka akan dilanda<br />
kecemasan, takut dan nyeri sehingga akan mempersulit saat persalinan. Ketenangan<br />
jiwa penting dalam persalinan karena itu dianjurkan kepada ibu hamil selain<br />
melakukan latihan fisik namun juga latihan kejiwaan untuk menghadapi persalinan.<br />
5. Pendidikan<br />
Pendidikan adalah pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau<br />
melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya<br />
(Notoadmojdo, 2005). Dari hasil analisis bivariat penelitian yang dilakukan oleh<br />
Yakin (1997), salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian komplikasi<br />
persalinan adalah ibu yang tidak pernah sekolah (OR=1,38), artinya resiko untuk<br />
mengalami komplikasi persalinan pada ibu yang tidak pernah sekolah adalah 1,38<br />
kali daripada ibu yang pernah sekolah.<br />
Menurut J. S Lesinki faktor pendidikan dan sosial ekonomi diperhitungkan<br />
sebagai faktor resiko tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan karena kedua faktor<br />
ini menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan rahim,<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan sehingga dapat<br />
menimbulkan risiko saat persalinan atau saat hamil. Disamping hal tersebut Wanita<br />
dengan pendidikan yang tinggi cendrung untuk menikah pada usia yang lebih tua,<br />
menunda kehamilan, mau mengikuti keluarga berencana (KB) dan mencari pelayanan<br />
antenatal (BKKBN, 2009).<br />
2.3.2 Pemeriksaan Kehamilan<br />
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat<br />
preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun<br />
janin. Pelayanan antenatal merupakan upaya kesehatan perorangan yang<br />
memperhatikan precisi dan kualitas pelayanan medis yang diberikan. Agar dapat<br />
melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu,<br />
sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal. Keadaan kesehatan ibu<br />
yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya.<br />
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah<br />
seorang wanita merasa dirinya hamil. Dalam pemeriksaan antenatal selain kuantitas<br />
(jumlah kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan<br />
program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya<br />
dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu<br />
sebagi berikut:<br />
1. Minimal 1 (satu) kali pada trimester pertama = K1<br />
2. Minimal 1 (satu) kali pada trimester kedua = K2<br />
3. Minimal 2 (satu) kali pada trimester ketiga = K3 & K4<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Apabila terdapat kelainan atau penyulit kehamilan seperti mual, muntah,<br />
keracunan kehamilan, perdarahan, kelainan letak dan lain – lain frekuensi<br />
pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan.<br />
Dalam pelaksanaan operasionalnya, dikenal Standar Minimal Pelayanan Antenatal<br />
“7T”, yang terdiri dari:<br />
1. Timbang berat badan<br />
2. Ukur Tekanan darah<br />
3. Ukur Tinggi fundus uteri<br />
4. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap<br />
5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 hari selama kehamilan<br />
6. Test terhadap penyakit Menular Seksual, HIV/AIDS dan malaria<br />
7. Temu wicara/(konseling) dalam rangka persiapan rujukan (Depkes, 2007).<br />
Adapun tujuan pelayanan antenatal adalah:<br />
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh<br />
kembang janin.<br />
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu.<br />
3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit atau<br />
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit<br />
secara umum, kebidanan dan pembedahan.<br />
4. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan mempersiapkan ibu<br />
agar dapat memberikan ASI secara eksklusif.<br />
5. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar<br />
dapat tumbuh kembang secara normal.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
6. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal.<br />
7. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin.<br />
Berdasarkan penelitiian Sri Nurlaela, (2003) terdapat hubungan antara<br />
pemeriksaan kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan dengan OR sebesar<br />
4,52, dan menurut penelitian Sinurtina (2004) ibu hamil yang tidak melakukan<br />
pemeriksaan antenatal akan mengalami komplikasi pada waktu persalinan sebesar<br />
6,04 kali daripada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal.<br />
2.4 Pencegahan Komplikasi Persalinan<br />
Besarnya kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan pada setiap<br />
komplikasi persalinan pada setiap ibu tidak sama tergantung keadaan selama<br />
kehamilan apakah termasuk kelompok kehamilan risiko rendah, atau ibu hamil<br />
dengan masalah/faktor resiko, yaitu kehamilan risiko tinggi dan kehamilan risiko<br />
sangat tinggi. Untuk itu dibutuhkan upaya pencegahan pro-aktif sejak awal<br />
kehamilan, selama kehamilan sampai dekat menjelang persalinan, yang dilakukan<br />
bersama-sama oleh tenaga kesehatan, bidan di desa dengan ibu hamil, suami,<br />
keluarga, serta masyarakat (Rochjati, 2003).<br />
Pendekatan risiko merupakan strategi operasional untuk pencegahan proaktif<br />
dalam pelayanan kebidanan melalui upaya dini pengendalian/pencegahan proaktif<br />
terhadap komplikasi persalinan (Prawirohardjo, 2009).<br />
Pendekatan risiko sebagai pengetahuan, baru diperkenalkan oleh WHO pada<br />
tahun 1978 yang berkembang tepat pada waktunya untuk meningkatkan efisiensi dan<br />
efektifitas “Primary Health Care” bagi semua ibu hamil.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk<br />
terjadinya suatu gawat-darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang, yaitu<br />
kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat persalinan yang dapat menyebabkan<br />
kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan atau ketidakpuasan pada ibu dan<br />
atau bayi. Sedangkan faktor risiko merupakan kondisi pada ibu hamil yang dapat<br />
menyebabkan bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat<br />
menyebabkan kematian atau kesakitan pada ibu dan/bayinya.<br />
Tujuan pendekatan risiko yaitu meningkatkan mutu pelayanan kepada semua<br />
ibu hamil, janin dan bayi baru lahir sebagai suatu kesatuan, tetapi perhatian khusus<br />
dan lebih intensif diberikan kepada mereka yang mempunyai peluang terjadinya<br />
risiko lebih besar.<br />
Upaya untuk mencapai tujuan tersebut antara lain melalui:<br />
1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan<br />
perawatan dan skrinining antenatal untuk deteksi dini secara pro-aktif, yaitu<br />
mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya<br />
tanda bahaya dan faktor resiko pada kehamilan.<br />
2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kondisi dan faktor risiko<br />
yang ada pada ibu hamil.<br />
3. Meningkatkan akses rujukan yaitu pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan<br />
kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan terencana bagi<br />
ibu/janin risiko tinggi.<br />
Dalam mendukung keberhasilan tujuan Pendekatan Risiko harus dilakukan<br />
penyuluhan tentang kondisi ibu hamil dalam bentuk Komunikasi Informasi, dan<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Edukasi (KIE) kepada ibu hamil, suami dan keluarga agar sadar, waspada dan<br />
menjadi: “tahu, peduli, sepakat, dan gerak untuk berangkat (TAPE SEGAR)” untuk<br />
melakukan persiapan dan perencanaan persalinan aman di tempat dan oleh penolong<br />
persalinan yang sesuai, bila perlu rujukan terencana kerumah sakit (Rochjati, 2003).<br />
2.5 Kerangka Konsep<br />
Variebel Bebas<br />
Karakteristik ibu hamil<br />
1. Umur<br />
2. Paritas<br />
3. Jarak kelahiran<br />
4. Graviditas<br />
5. Pendidikan<br />
Pemeriksaan kehamilan<br />
(AC)<br />
2.6 Hipotesis Penelitian<br />
Gambar 2.1 Kerangka Konsep<br />
Berdasarkan Variabel-variabel penelitian yang dilakukan, maka hipotesis<br />
penelitian adalah :<br />
Variable Terikat<br />
Komplikasi persalinan<br />
1. Ada hubungan umur ibu hamil dengan kejadian komplikasi persalinan.<br />
2. Ada hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian kompliksi persalinan.<br />
3. Ada hubungan jarak kelahiran dengan kejadian komplikasi persalinan.<br />
4. Ada hubungan graviditas dengan kejadian komplikasi persalinan.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
5. Ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian kompliksi persalinan.<br />
6. Ada hubungan pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan kejadian komplikasi<br />
persalinan.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara