April 2011 Liahona - The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints
April 2011 Liahona - The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints
April 2011 Liahona - The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Setia sampai Akhir<br />
Terlepas dari sakit hati dan rasa<br />
yang Rebecca rasakan dari pilihan<br />
ayahnya, dia tetap mengasihinya. Dia<br />
menulis, “Hari saya berduka nestapa<br />
terhadap saudara-saudara sekandung<br />
saya … Saya berdoa kepada Tuhan<br />
untuk menghiburmu di penghujung<br />
harimu dengan Roh Kudus-Nya dan<br />
semoga itu menjadi hari terbaikmu ….<br />
Saya berharap pikiranmu akan ditenangkan<br />
berkenaan dengan pekerjaan<br />
ini. Yakinlah bahwa kita merasa kuat<br />
dalam perkara ini mengetahui bahwa<br />
Tuhan mengawasi.” 11<br />
Rebecca harus menghadapi tidak<br />
hanya dengan ketidakpercayaan<br />
ayahnya namun juga dengan masalahmasalah<br />
dalam komitmen suaminya<br />
terhadap iman. Selama tahun 1837<br />
dan 1838, suaminya, Frederick, saat itu<br />
anggota Presidensi Utama, sering kali<br />
tidak sepaham dengan para pemimpin<br />
Gereja lainnya. Dia bahkan meninggalkan<br />
Gereja selama beberapa saat<br />
dan diekskomunikasi. Tetapi, tidak<br />
lama kemudian, Frederick merendahkan<br />
hatinya, bergabung<br />
kembali dengan Gereja,<br />
dan meninggal dalam<br />
penggembalaan penuh.<br />
Kita tidak memiliki catatan<br />
tentang perasaan<br />
Rebecca pada waktu<br />
itu, namun dia tidak<br />
menyesali kesetiaannya<br />
dengan para Orang Suci<br />
dan tetap setia.<br />
Ketika desas-desus tentang pembelotan<br />
Frederick terdengar ayah<br />
Rebecca di New York., Isaac berharap<br />
bahwa Rebecca pun akan mengingkari<br />
imannya. Tetapi, Rebecca<br />
mengiriminya sepucuk surat yang<br />
memperlihatkan kesetiaannya yang<br />
teguh. Setelah membaca tanggapannya,<br />
Isaac dengan perlahan menggelengkan<br />
kepalanya dan berkata,<br />
“Tidak satu pun kata pertobatan.” 12<br />
Rebecca tetap kukuh dalam pembelaannya<br />
terhadap Joseph Smith dan<br />
Gereja yang dipulihkan. Dan terlepas<br />
dari pengurbanan yang disebabkan<br />
karena memilih Gereja daripada<br />
ayahnya, Rebecca tetap menghormatinya.<br />
Dia menghormati apa yang<br />
ayahnya telah ajarkan kepadanya,<br />
dan dia menyatakan kasih serta rasa<br />
syukurnya baginya. Dia menutup<br />
suratnya tahun 1834 dengan menuliskan<br />
bahwa dia akan “senantiasa<br />
mengingat petunjuk … yang telah<br />
saya terima dari ayah terkasih saya.” 13<br />
Pada tahun 1839 ayah Rebecca<br />
meninggal dunia. Tiga tahun kemudian<br />
dia kehilangan<br />
suaminya. Terlepas<br />
dari kesulitan yang<br />
menyakitkan ini,<br />
iman dan keberanian<br />
Rebecca bertahan.<br />
Ketika para Orang<br />
Suci mengadakan<br />
perjalanan ke barat<br />
menuju Utah, dia<br />
bergabung bersama<br />
putranya keluarga Ezra dan memimpin<br />
timnya sendiri. Dia belakangan<br />
ditugasi mengurus sebuah pertanian<br />
di Mill Creek. Ketika Tabernakel Salt<br />
Lake rampung dan Orang-Orang Suci<br />
diminta untuk menyumbang semampu<br />
mereka, dia memberikan satu<br />
set sendok perak untuk digunakan<br />
dalam membuat nampan untuk meja<br />
sakramen. Dan akhirnya pada tahun<br />
1860, meski dia sangat lemah, ketika<br />
Presiden Brigham Young meminta<br />
keluarganya untuk menetap di Lembah<br />
Cache yang terpencil, di Utah, dia<br />
dengan sukarela pindah lagi—sekali<br />
lagi memimpin timnya sendiri.<br />
Rebecca meninggal dunia di<br />
Smithfield, Utah, pada tanggal 25<br />
September 1861. Dia tetap setia<br />
pada kepercayaannya, pengetahuannya<br />
akan kebenaran, dan apa<br />
yang telah dia alami. Dia tetap<br />
“teguh dan tak tergoyahkan”<br />
sampai akhir (Mosia 5:15). ◼<br />
Ejaan dan tanda baca dimodernkan.<br />
CATATAN<br />
1. Rebecca Swain Williams to Isaac<br />
Fischer Swain, 4 Juni 1834, <strong>Church</strong> History<br />
Library, Salt Lake City.<br />
2. Informasi biografi berasal dari<br />
Nancy Clement Williams, Meet Dr. Frederick<br />
Granger Williams … and His Wife Rebecca<br />
Swain Williams: Read <strong>The</strong>ir True Story<br />
in the First Introduction—after 100<br />
Years (1951); dan Frederick G. Williams,<br />
“Frederick Granger Williams <strong>of</strong> the First<br />
Presidency <strong>of</strong> the <strong>Church</strong>,” BYU Studies,<br />
vol. 12, no. 3 (1972): 243–261.<br />
3. Williams, Meet Dr. Frederick Granger<br />
Williams, 5.<br />
4. Williams, Meet Dr. Frederick Granger<br />
Williams, 55.<br />
5. History <strong>of</strong> the <strong>Church</strong>, 1:263.<br />
6. Williams, Meet Dr. Frederick Granger<br />
Williams, 63.<br />
7. Lihat juga surat Rebecca Williams<br />
tanggal 4 Juni 1834.<br />
8. Surat Rebecca Williams tanggal<br />
4 Juni 1834.<br />
9. Surat Rebecca Williams tanggal<br />
4 Juni 1834.<br />
10. Dalam Williams, Meet Dr. Frederick<br />
Granger Williams, 63.<br />
11. Surat Rebecca Williams tanggal<br />
4 Juni 1834.<br />
12. George Swain letter, 17 Maret 1839,<br />
naskah ketikan, Perpustakaan Sejarah<br />
Gereja, Salt Lake City.<br />
13. Surat Rebecca Williams tanggal<br />
4 Juni 1834.<br />
<strong>April</strong> <strong>2011</strong> 31