14.06.2013 Views

Jurnal FWI

Jurnal FWI

Jurnal FWI

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Jurnal</strong> Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia<br />

Volume 1, Nomor 1, Desember 2009<br />

Secara klinis Kertezs (1979) menguraikan afasia sebagai bagian dari neurology<br />

dimana gangguan terjadi pada pusat bahasa yang ditandai oleh paraphasias, kesukaran<br />

menemukan kata-kata, pemahaman yang berbeda dan berubah lemah, berkaitan puala<br />

dengan gangguan membaca dan menulis yang lazim seperti dysarthria, konstruksi nonverbal,<br />

kesulitan menyelesaikan masalah serta kelemahan dalam memberi dan merespon<br />

melalui isyarat (impairment of gasture).<br />

Penderita afasia dalam psikologi dikategorikan dalam developmental<br />

psychopathology. Perkembangan kehidupan mereka berbeda dengan individu normal<br />

lainnya. Beberapa kajian tentang penderita afasia lebih banyak dikaitkan dengan<br />

neurologi atau neurolinguistik (Fabbro, 2001). Sehingga menjadi motivasi tersendiri<br />

untuk mengadakan pengkajian yang berbeda dengan kajian yang telah ada sebelumnya.<br />

Tulisan ini akan lebih difokuskan pada kajian fenomena psikologis penderita afasia yang<br />

terasing dalam kesendirian karena kehilangan dunia kata dan simbol yang pernah<br />

dimilikinya<br />

KESENDIRIAN TANPA KATA DAN SIMBOL<br />

Hidup tanpa perantara komunikasi baik kata maupun simbol dengan dunia diluar<br />

diri ibarat keterasingan hidup akibat putusnya jembatan yang menghubungkan. Dunia<br />

diam tanpa stimulus dan respon, itulah yang dirasakan oleh para penderita afasia.<br />

Dampak dari kerusakan berbahasa adalah pada kehidupan interpersonal, dengan<br />

kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Interaksi mengisyaratkan<br />

simbol-simbol dan tanda-tanda yang mengartikan suatu hal sebagai persetujuan pada<br />

konteks kultur tertentu (Charon, 1989). Kata-kata, uang, tanda-tanda dan banyak ekspresi<br />

non verbal lainnya seperti mengangguk untuk ya dan menggeleng untuk tidak adalah<br />

contoh dari simbol-simbol. Untuk tujuan berkomunikasi, harus digunakan simbol-simbol<br />

yang sesuai yang diterima sebagai pembawa arti dalam masyarakat. Komunikasi juga<br />

melibatkan kemampuan memacu sebuah arti tertentu dalam pikiran orang lain dan<br />

memahami apa yang ingin disampaikan oleh orang lain. Dan bagi afasia, kesulitan yang<br />

parah adalah hilangnnya simbol-simbol yang penting untuk bahasa. Bukan hanya kata<br />

lisan atau tulisan yang hilang dan tidak memiliki arti, tetapi juga simbol-simbol<br />

pelengkap seperti mengangguk dan menggeleng, mengenali ekspresi kesenangan atau<br />

kesedihan ataukah suara yang meninggi dalam kemarahan.<br />

84

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!