14.06.2013 Views

Jurnal FWI

Jurnal FWI

Jurnal FWI

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Jurnal</strong> Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia<br />

Volume 1, Nomor 1, Desember 2009<br />

belum sepenuhnya bangkit dari keterpurukan dari dampak krisis moneter serta keuangan<br />

negara yang selalu disebut-sebut dalam jumlah yang mengkhawatirkan; hanya bisa terjadi<br />

jika terjadi sinergi mutualisme antara eksekutif dan legislatif. Permasalahan yang terjadi<br />

saat ini adalah:<br />

1. Masalah di balik otonomi<br />

100<br />

Di balik harapan yang serba indah tersirat berbagai kekhawatiran. Banyak<br />

analis meragukan kesiapan daerah, terutama dari sisi keuangan, sisi yang paling<br />

sering diperdebatkan. Dari sisi keuangan ini pila menyeruak kekhawatiran IMF yang<br />

bercermin dari pengalaman beberapa negara Amerika Latin. Kekhawatiran ini<br />

ditambah lagi dengan kekhawatiran 'desentralisasi' korupsi.<br />

Yang lebih ekstrim adalah kekhawatiran munculnya 'raja-raja' kecil di daerah<br />

yang tidak kalah hebatnya dalam ber-KKN, karena justru lepasnya peran kontrol dari<br />

"pusat". "Pusat" di sini bukan hanya berarti pemerintah pusat, tetapi juga pressure<br />

group seperti media, LSM, dan kampus. Keberasdaan kelompok penekan yang tidak<br />

merata di daerah dapar mengurangi fungsi kontrol dari pihak-pihak di luar<br />

pemerintahan.<br />

2. Perubahan Paradigma<br />

Sindroma 'raja kecil' yang mungkin muncul harus dicegah sejak awal, jika<br />

tidak ingin cita-cita indah otonomi layu sebelum berkembangdan berakhir dengan<br />

kekecewaan masyarakat daerah yang sangat mendambakan kemajuan. Atas kegagalan<br />

ini para punggawa di daerah tidak dapat lagi berkelit dan mencari kambing hitam<br />

bahwa kegagalan itu karena 'orang pusat'. Otonomi telah memberikan otoritas yang<br />

lebih luas kepada para pelaku di daerah dan dengan sendirinya juga memberikan<br />

tanggungjawab yang lebih besar.<br />

Diperlukan perubahan sudut pandang (paradigm shift) para pejabat dan<br />

pegawai pemerintah daerah untuk meresapi makna dari layanan publik (public<br />

services). Artinya para pegawai adalah 'alat' untuk melayani publik, dan bukan<br />

sebaliknya publik harus melayani mereka. Paradigma ini harus tercermin dalam<br />

kesadaran peran (role awareness) dan tertuang dalam budaya organisasi<br />

(organization culture) pemerintah daerah. Setiap orang yang menduduki setiap posisi<br />

dalam struktur organisasi, harus sadar tentang peran yang harus dijalankan dan<br />

mengacu kepada paradigma layanan masyarakat. Budaya organisasi harus diperkuat,<br />

sehingga setiap anggota oragnisasi yang bernama pemerintah daerah mempunyai

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!