08.06.2013 Views

Pembuatan Jalan Berdampak Rendah.pdf

Pembuatan Jalan Berdampak Rendah.pdf

Pembuatan Jalan Berdampak Rendah.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI,<br />

KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN<br />

UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING<br />

BERDAMPAK RENDAH<br />

Mei, 2006<br />

Ministry of Forestry


BUKU KEEMPAT DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS<br />

PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) :<br />

“PROGRAM UNTUK MEMFASILITASI DAN MEMPROMOSIKAN<br />

PELAKSANAAN REDUCED IMPACT LOGGING DI INDONESIA DAN<br />

WILAYAH ASIA PACIFIC”<br />

PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI,<br />

KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN<br />

UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING<br />

BERDAMPAK RENDAH<br />

Badan Pelaksanaan :<br />

Pusat Pendidikan dan Pelatihan<br />

Departmen Kehutanan, Republik Indonesia<br />

Jl. Gunung Batu, P.O. Box. 141<br />

Bogor 16610, Indonesia<br />

Phone : (0251) 312841 / 313622 / 337742<br />

Fax : (0251) 323565<br />

E-mail : dikhutan@telkom.net<br />

Bogor, Mei 2006


TROPICAL FOREST FOUNDATION<br />

Manggala Wanabakti Build., Block IV, Floor 7, Wing B<br />

Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia<br />

Telephone: (62-21) 573 5589, Fax. (62-21) 5790 2925<br />

E-mail : tff@cn.net.id<br />

http://www.tff-indonesia.org<br />

ISBN : 979-97847-0-0<br />

Publikasi ini ditujukan untuk penggunaan dan distribusi secara luas.<br />

Seluruh bagian dari dokumen ini dapat direproduksi untuk tujuan<br />

peningkatan penerapan praktek-praktek kehutanan dengan menyebutkan<br />

Tropical Forest Foundation sebagai sumber. Salinan dalam bentuk digital<br />

dari manual ini dapat diperoleh di Tropical Forest Foundation dengan<br />

membayar biaya penggantian duplikasi dan pengiriman.


P E R E N C A N A A N , L O K A S I , S U R V E I ,<br />

K O N S T R U K S I D A N P E M E L I H A R A A N<br />

U N T U K P E M B U ATA N J A L A N L O G G I N G<br />

B E R D A M PA K R E N D A H<br />

Penulis :<br />

Art Klassen<br />

Editor :<br />

Hasbillah<br />

Layout :<br />

Mario Ekaroza<br />

Mei, 2006<br />

Proyek ITTO PD 110 / 01 Rev. 4 (I)<br />

TROPICAL<br />

FOREST<br />

FOUNDATION<br />

Departemen Kehutanan<br />

REPUBLIK INDONESIA


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Kata Pengantar<br />

Buku ini merupakan yang keempat<br />

dari satu seri buku yang bertujuan<br />

memberi pedoman teknis yang<br />

jelas tentang penerapan strategi<br />

pengelolaan dengan menggunakan<br />

sistem pembalakan yang berdampak<br />

rendah (RIL) di hutan-hutan dipterocarp<br />

yang berlokasi di dataran rendah dan<br />

dataran tinggi di Indonesia.<br />

Secara teknis, buku petunjuk tentang<br />

“Perencanaan, Lokasi, Survei,<br />

Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

Bagi <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging<br />

<strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>” (Planning,<br />

Location, Survey, Construction &<br />

Maintenance for Low-Impact Forest<br />

Roads), memang bukan merupakan<br />

bagian dari pertimbangan<br />

perencanaan serta operasional<br />

dari kegiatan pembalakan. Namun<br />

demikian mengingat besarnya<br />

dampak pembangunan jalan<br />

terhadap bentang alam hutan<br />

dan pada nilai-nilai yang<br />

berkaitan dengan hutan,<br />

konsep tentang pembangunan<br />

jalan yang berdampak rendah<br />

merupakan elemen yang<br />

penting guna meningkatkan<br />

kinerja unit pengelolaan<br />

hutan tropis.<br />

Manual ini “berdiri sendiri”<br />

dan diawali dengan pembahasan<br />

tentang factor-faktor yang<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Kata Pengantar<br />

i


Kata Pengantar<br />

ii Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

menimbulkan dampak yang sangat besar pada jalan raya hutan.<br />

Setelah itu, buku petunjuk ini akan membahas tentang tahaptahap<br />

dari rencana pembangunan jalan, lokasi, konstruksi dan<br />

memberi petunjuk sederhana tentang cara mengurangi dampak<br />

dari factor-faktor ini sehingga dapat memperoleh jaringan jalan<br />

di hutan yang berdampak rendah.<br />

Beberapa buku petunjuk yang telah diterbitkan sebelum ini antara<br />

lain:<br />

1. “Prosedur Survei Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon”.<br />

Dalam buku petunjuk pertama ini diberikan langkah-langkah<br />

prosedur mengumpulkan data inventarisasi serta kontur<br />

sehingga mampu membuat peta posisi pohon dan kontur yang<br />

dibutuhkan dalam perencanaan operasional.<br />

2. “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan<br />

<strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”. Buku petunjuk ini menjajagi berbagai<br />

pertimbangan serta standar yang perlu dipertimbangkan saat<br />

membuat rencana kegiatan pembalakan berdasarkan sistem<br />

RIL, Buku petunjuk ini memberi pembaca langkah-langkah<br />

yang diperlukan untuk mempersiapkan rencana pembalakan<br />

yang khas di satu lokasi.<br />

3. “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan<br />

<strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”. Buku petunjuk ini menjelaskan seluruh<br />

kegiatan operasional mulai dari pembukaan hutan, penebangan,<br />

bucking termasuk proses penyaradan hingga menon-aktifkan<br />

jalan sarad. Suatu bagian khusus tentang pemanfaatan akan<br />

memusatkan perhatian pada isu limbah pembalakan: penyebab<br />

dan saran untuk mengatasinya.<br />

Buku pedoman ini disusun oleh Tropical Forest Foundation<br />

(TFF) dengan dana hibah dari the International Tropical Timber<br />

Organization (ITTO). Badan pelaksana dana hibah ini adalah Pusa<br />

Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Departemen Kehutanan<br />

RI, dimana pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh TFF bekerja<br />

sama dengan PUSDIKLAT.<br />

Kritik dan saran untuk perbaikan sangat ditunggu. Mohon kirim<br />

saran serta pendapat Anda ke:<br />

The Regional Director<br />

Tropical Forest Foundation


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Manggala Wanabakti, Blk.IV, Lt. 7, Wing ‘B’<br />

Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia<br />

Tel. (+021) 5735589<br />

Fax. (+021) 57902925<br />

E-mail: tff@cbn.net.id<br />

Selama persediaan masih ada, hanya dengan mengajukan<br />

permohonan, buku-buku petunjuk ini dapat diperoleh tanpa biaya.<br />

Buku petunjuk ini juga tersedia dalam bentuk fi le PDF yang dapat<br />

didownload melalui website TFF: www.tff-indonesia.org.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Kata Pengantar<br />

iii


Daftar Isi<br />

iv Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Daftar Isi<br />

Kata Pengantar ............................................................................................................. i<br />

Daftar Isi ............................................................................................................. iv<br />

Daftar Gambar ........................................................................................................... vi<br />

Daftar Tabel ............................................................................................................ vii<br />

Daftar Foto ........................................................................................................... viii<br />

Prakata ...............................................................................................................1<br />

BAB I - Pendahuluan ...............................................................................................3<br />

1.1 Tujuan Buku Petunjuk ........................................................................................3<br />

1.2 Keterbatasan .......................................................................................................4<br />

1.3 Defi nisi dari berbagai istilah ..............................................................................4<br />

1.4 Konteks Pengaturan ............................................................................................9<br />

1.5 Beberapa factor yang berpengaruh pada dampak yang berlebihan ................10<br />

BAB II - Perencanaan .............................................................................................17<br />

2.1 Strategis Perencanaan ......................................................................................17<br />

2.2 Perencanaan jalan dan area pembalakan. .........................................................20<br />

2.3 Pertimbangan yang Mendasar ..........................................................................21<br />

BAB III - Penandaan Lokasi .................................................................................27<br />

3.1 Peninjauan Area ................................................................................................27<br />

3.2 Membangun Jalur Pembukaan ..........................................................................27<br />

3.3 Penandaan Lokasi Terakhir .............................................................................29<br />

BAB IV - Survei dan Disain ................................................................................30<br />

4.1 Mengapa Melakukan Survey Lokasi <strong>Jalan</strong> .......................................................30<br />

4.2 Prosedur Survey dan Pengumpulan Data .........................................................30<br />

4.3 Rancangan dan Pemrosesan Data .....................................................................34<br />

BAB V - Konstruksi <strong>Jalan</strong> ...................................................................................43<br />

5.1 Hubungan antara bagian perencanaan dan operasional ...................................43<br />

5.2 Pemahaman Biaya ............................................................................................ 44<br />

5.3 <strong>Pembuatan</strong> badan jalan dasar – mendorong atau menggali ..............................45<br />

5.4 Pemadatan dan meratakan permukaan .............................................................48<br />

5.5 Struktur saluran air (drainage) .........................................................................49


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

5.6 Stabilisasi sisi jalan ...........................................................................................58<br />

BAB VI - Pemeliharaan dan Deaktivasi ............................................................62<br />

6.1 Pemiliharaan .....................................................................................................62<br />

6.2 Deaktivasi .........................................................................................................63<br />

LAMPIRAN I - Jawaban dari Latihan Kontur ....................................................... 66<br />

LAMPIRAN II - Daftar Pustaka .............................................................................67<br />

LAMPIRAN III - Istilah Inggris - Indonesia ...........................................................68<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Daftar Isi<br />

v


Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

vi Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Daftar Gambar<br />

Gambar 1 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan,<br />

tampilan rencana .............................................................................5<br />

Gambar 2 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan:<br />

tampilan melintang ..........................................................................5<br />

Gambar 3 : Rencana jalan utama untuk area seluas 7,250 hektar. .................19<br />

Gambar 4 : Contoh peta kontur untuk latihan. .................................................21<br />

Gambar 5 : Sebuah ilustrasi dua jalur jalan pembukaan dengan<br />

beberapa penyesuaian untuk mendapatkan lokasi<br />

jalan yang terbaik. .........................................................................27<br />

Gambar 6 : Sketsa patok survei. .......................................................................30<br />

Gambar 7 : Alat untuk plotting secara manual. ...............................................31<br />

Gambar 8 : Contoh catatan pelintasan jalan. Gambar berwarna hitam<br />

merupakan data dasar yang diperlukan, sementara merah<br />

merupakan informasi tambaha yang diperlukan untuk<br />

mendesain jalan. ...........................................................................32<br />

Gambar 9 : Survei lokasi jalan dihubungkan pada peta operasional<br />

dari area tebang yang diusulkan ....................................................34<br />

Gambar 10 : Unsur dari profi l dan perlintasan ..................................................35<br />

Gambar 11 : Menampilkan contoh hasil disain dengan menggunakan<br />

bantuan komputer. ....................................................................... 40<br />

Gambar 12 : Biaya per jam satu unit Traktor Caterpillar D7-G .......................43<br />

Gambar 13 : Perencanaan drainase berdasarkan survei lokasi jalan. ................49<br />

Gambar 14 : Hindari mengunakan tumpukan kayu gelondongan atau puing<br />

kayu untuk membuat gorong-gorong. ...........................................50


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 15 : Sketsa gorong-gorong terbuat dari kayu log. ................................51<br />

Gambar 16 : Komponen pada jembatan kayu log. .............................................52<br />

Gambar 17 : Penyangga kayu sederhana dengan fondasi kayu dibawah<br />

bendungan lumpur. ........................................................................54<br />

Gambar 18 : Penyangga kayu yang rumit. .........................................................54<br />

Gambar 19 : Struktur crib sederhana, yang terdiri dari kayu log<br />

depan dan belakang yang terkunci dalam bahan isian<br />

kerikil dan batu. .............................................................................55<br />

Gambar 20 : Penyangga jembatan yang kompleks Perhatikan bagian<br />

ujung yang terbuka dengan beberapa kayu log yang terikat<br />

satu sama lain, dan dipendam dibawah material penimbun<br />

jalan untuk menstabilkan seluruh struktur jembatan. ..................55<br />

Gambar 21 : Balok pembatas bisa menjadi bagian dari struktur jembatan<br />

(diatas) atau menjalani fungsi melindungi (dibawah). ..................56<br />

Daftar Tabel<br />

Tabel 1 : Standar jalan dari Departemen Kehutanan ........................................10<br />

Tabel 2 : Rasio perbandingan stabilitas lereng yang dianjurkan ......................58<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

vii


Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

viii Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Daftar Foto<br />

Foto 1 : Biaya konstruksi yang tinggi;dampak yang berlebihan;<br />

biaya perawatan yang tinggi !! .............................................................2<br />

Foto 2 : Biaya konstruksi rendah; dampak tinggi; biaya<br />

pemeliharaan yang tinggi; kegiatan yang disfungsional .....................2<br />

Foto 3 : <strong>Jalan</strong> hutan perlu dirancang untuk dilintasi kendaraan berat<br />

dimana rata-rata truk bermuatan log yang melintas memiliki<br />

40 x lebih berat dari mobil kijang. ......................................................23<br />

Foto 4 : Permukaan jalan cabang dengan tingkat kerusakan rendah .............24<br />

Foto 5 : Permukaan jalan utama yang terletak pada punggung bukit.<br />

Perhatikan lebar koridor yang berlebihan. ........................................25<br />

Foto 6 : Regu suvei lapangan. ..........................................................................29<br />

Foto 7 : Slope staking secara signifi kan mengurangi kegiatan mesin<br />

pada punggung bukit. .........................................................................38<br />

Foto 8 : Bahkan pada daerah yang landai excavator sebagai mesin<br />

pembuatan jalan utama, bisa mengungguli bulldozer<br />

dalam menghasilkan subgrade yang lengkap dengan parit di<br />

pingir jalan dan dampak lingkungan yang minimal. ........................ 44<br />

Foto 9 : Penggunaan Bulldozer pada pembuatan jalan pada daerah<br />

curam dengan cara pembuatan teras untuk memperkecil<br />

kemungkinan longsoran. .................................................................... 44<br />

Foto 10 : <strong>Jalan</strong> ber balast menyeberangi rawa. Waktu berminggu-minggu<br />

dipakai mengunakan bulldozer untuk mengerjakan bagian jalan<br />

ini dengan susah payah dan menimbulkan dampak kerusakan<br />

besar. Dengan mengunakan excavator pekerjaan ini bisa<br />

diselesaikan dalam waktu singkat dengan dampak minimum. ...........45<br />

Foto 11 : Genangan air yang terbentuk oleh gorong-gorong yang salah<br />

adalah pemandangan yang lazim di beberapa HPH. Perhatikan<br />

‘knappel’ yang diperlukan untuk menstabilkan ‘road fi ll’ yang<br />

dipenuhi oleh genangan air. ............................................................... 46


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 12 : Makin bertambah perusahaan HPH yang menyadari<br />

keuntungan yang didapatkan dari pemadatan segera<br />

setelah pembentukan dari badan jalan. ..............................................47<br />

Foto 13 : <strong>Jalan</strong> yang di balast dan dipadatkan dengan baik. Perhatikan<br />

puing kayu yang diletakan di pinggir jalan untuk<br />

mengurangi erosi. ...............................................................................48<br />

Foto 14 : Contoh jembatan dengan structur penyangga kayu di pinggir<br />

dan tengah. ..........................................................................................53<br />

Foto 15 : Sifat kuat dan tahan lama sering tidak ditemukan pada jenis<br />

kayu tropis, akibatnya penggunaan balok kayu yang ditumpuk<br />

biasa digunakan pada pembangunan jembatan. .................................53<br />

Foto 16 : Jembatan baja di hutan, Wilayah Bagian Perak, Malaysia.<br />

Perhatikan penyangga berada pada posisi jauh di atas titik<br />

air tertinggi, memberikan ruangan yang cukup di atas sungai.<br />

Pada contoh ini deck dan pagar dari baja adalah bagian dari<br />

struktur jembatan. ...............................................................................57<br />

Foto 17 : Meratakan jalan menghilangkan lekuk pada permukaan /<br />

meratakan jalan yang memungkinkan pengeringan permukaan<br />

jalan dengan cepat dan memperbaiki kegunaan jalan<br />

secara keseluruhan. Ini berlaku juga untuk jalan sekunder<br />

yang lebih kecil. ..................................................................................61<br />

Foto 18 : Erosi hebat pada selokan dari jalan sekunder yang tidak<br />

dipakai yang disebabkan oleh selokan yang diblokir. ....................... 64<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

ix


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Prakata<br />

Pembangunan jalan di hutan merupakan salah satu investasi<br />

terbesar yang perlu dilakukan perusahaan konsesi pada saat<br />

perusahaan tersebut akan mengembangkan dan mengelola areal<br />

konsesinya. Namun demikian, pembangunan jalan hutan ini juga bisa<br />

mengakibatkan dampak yang cukup besar pada hutan serta nilai-nilai<br />

yang berkaitan dengan hutan tersebut. Kedua hal ini merupakan<br />

alasan yang cukup untuk menjajagi topik tentang pembangunan<br />

jalan di hutan dengan tujuan memberi bimbingan mengenai cara<br />

mengurangi dampak serta biaya dari pembangunan jalan hingga<br />

dapat menjamin terwujudnya ekologi hutan yang berkelanjutan<br />

serta usaha kehutanan yang lebih berkelanjutan.<br />

Lebih dari dua puluh areal konsesi telah dikunjungi untuk memperoleh<br />

pemahaman tentang berbagai faktor yang mempengaruhi seluruh<br />

aspek dari pengembangan prasarana pembangunan jalan di hutan.<br />

Sejumlah petunjuk dan peraturan dari Departemen Kehutanan<br />

telah dipelajari dengan seksama sehubungan dengan tujuan serta<br />

penerapannya di lapangan.<br />

Di dalam banyak perusahaan konsesi, sejumlah praktek-praktek<br />

tertentu telah diikut sertakan dalam cara merencanakan, mencari<br />

lokasi serta membangun jalan hutan. Praktek-praktek ini merupakan<br />

hasil gabungan antara factor teknis serta merupakan gambaran dari<br />

kebijakan Departemen Kehutanan. Salah satu hal yang disadari di<br />

sini adalah bahwa praktek-praktek tersebut sering mengakibatkan<br />

biaya serta dampak yang tinggi pada sejumlah nilai ekologis.<br />

Memang masih ada ruang untuk perbaikan dalam kedua bidang ini<br />

sehingga masih bisa memberi manfaat bagi perusahaan konsesi dan<br />

pada hutan sebagai sumber daya yang berkelanjutan.<br />

Di samping itu juga ada berbagai pendekatan yang digunakan<br />

perusahaan saat membangun jalan. Perusahaan konsesi dengan<br />

sistem pengelolaan yang baik biasanya akan menyadari pentingnya<br />

jaringan jalan yang telah direncanakan, dibangun dan dipelihara<br />

dengan baik sehingga akan menginvestasikan sumber daya yang cukup<br />

banyak guna memperoleh jaringan jalan yang efi sien dan mempunyai<br />

daya tahan terhadap berbagai macam cuaca. Sedangkan perusahaan<br />

lain biasanya akan mengurangi biaya untuk membangunan dan<br />

pemeliharaan jalan tanpa menyadari bahwa penghematan ini justru<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Prakata<br />

1


Prakata<br />

2 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

akan meningkatkan biaya di sisi lain yang mungkin tidak sepenuhnya<br />

disadari oleh pimpinan perusahaan, seperti misalnya meningkatnya<br />

biaya pemeliharaan truk dan pengangkutan.<br />

Dari perspektif ekonomi, dampak yang terjadi akibat pembangunan<br />

jalan dapat dilihat sebagai ketidak efi siensienan dalam pelaksanaan<br />

proyek. Dampak yang terjadi biasanya merupakan akibat kegiatan<br />

mesin yang berlebihan dalam pembangunan jalan dan seperti kita<br />

ketahui berjalannya waktu mesin memakan biaya yang cukup<br />

tinggi.<br />

Buku petunjuk ini akan membahas berbagai factor yang dapat<br />

menimbulkan dampak yang berlebihan dan akan memberi bimbingan<br />

tentang cara memperbaiki praktek yang dilakukan saat ini hingga<br />

dampak yang terjadi menjadi sangat minimum Buku petunjuk ini<br />

menelliti faktor yang dapat menimbulkan dampak yang berlebihan<br />

dan memberi petunjuk tentang cara memperbaiki praktek-praktek<br />

yang dilakukan saat ini hingga dampak dapat dikurangi dan pada<br />

saat yang bersamaan juga dapat menghemat biaya.<br />

Masih belum yakin kalau buku petunjuk ini bermanfaat<br />

bagi Anda ???<br />

Bila jaringan jalan yang Anda<br />

bangun terlihat seperti ini...<br />

BERARTI ANDA<br />

MEMBUTUHKAN BANTUAN !!!<br />

Foto 2 : Biaya konstruksi rendah; dampak<br />

tinggi; biaya pemeliharaan yang tinggi;<br />

kegiatan yang disfungsional<br />

Foto 1 : Biaya konstruksi yang<br />

tinggi;dampak yang berlebihan; biaya<br />

perawatan yang tinggi !!<br />

Silahkan baca terus . . . . !!


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

1.1 Tujuan Buku Petunjuk<br />

BAB I<br />

Pendahuluan<br />

Buku petunjuk ini memberi bimbingan teknis tentang cara membuat<br />

rencana, menentukan lokasi, melakukan Survei, konstruksi,<br />

pemeliharaan serta menon-aktifkan jalan yang dibangun di hutan<br />

dengan tujuan mengurangi dampak keseluruhan dari pembangunan<br />

jaringan jalan di hutan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan<br />

hutan.<br />

Dalam beberapa situasi, pengurangan dampak yang signifi kan dapat<br />

dilakukan bersamaan dengan penghematan biaya, Sedangkan pada<br />

situasi lain, pembangunan jalan yang berdampak rendah mungkin<br />

justru akan memakan lebih banyak biaya untuk membangunnya,<br />

namun akan ada manfaat ekonomisnya di sisi lain, seperti misalnya<br />

biaya pengangkutan dengan truk yang lebih rendah atau dapat<br />

terhindarnya konfl ik sosial yang sering kali terjadi karena erosi<br />

sebagai akibat pembangunan jalan yang memberi dampak pada<br />

mutu air masyarakat yang tinggal di hilir sungai.<br />

Apabila membicarakan tentang “dampak” dari pembangunan jaringan<br />

jalan hutan, maka biasanya ada kecendrungan untuk mengartikannya<br />

sebagai aspek lingkungan yang negative seperti:<br />

• Gangguan lapisan tanah yang berlebihan<br />

• Erosi tanah<br />

• Sedimentasi pada sungai<br />

• Terjadinya banjir serta hilangnya situs hutan sebagai akibat<br />

struktur saluran air yang tidak memadai.<br />

• Pembukaan koridor jalan hutan yang berlebihan<br />

• Kegagalan dalam menggunakan pohon yang telah ditebang untuk<br />

pembangunan jalan.<br />

• Fragmentasi hutan (memberi dampak pada perpindahan habitat<br />

satwa liar)<br />

• Membuka hutan untuk kegiatan perburuan serta ladang<br />

berpindah<br />

Dalam buku petunjuk ini, pertimbangan tentang “dampak” juga<br />

akan digunakan untuk menunjukkan kerugian biaya bila melakukan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

3


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

4 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

pembangunan jaringan jalan di hutan tanpa membuat rencana yang<br />

baik:<br />

• Waktu kerja mesin yang berlebihan sehingga meningkatkan<br />

biaya yang harus dikeluarkan<br />

• Pembangunan jalan tanpa rencana yang baik akan meningkatkan<br />

biaya pemeliharaan/perawatannya<br />

• Jaringan jalan yang tidak direncanakan dengan baik akan<br />

mengakibatkan tingginya biaya pengangkutan dengan truk<br />

• <strong>Jalan</strong> utama menjadi tidak berfungsi saat musim hujan tiba.<br />

• Dampak yang terjadi pada aliran sungai menyebabkan timbulnya<br />

konfl ik dengan masyarakat yang bermukim di hilir sungai yang<br />

penyelesaiannya biasanya memakan biaya yang cukup tinggi.<br />

1.2 Keterbatasan<br />

Buku ini bukanlah buku petunjuk keahlian teknis, oleh karena itu<br />

tidak ada petunjuk yang lengkap tentang seluruh kegiatan serta<br />

informasi teknis yang dibutuhkan untuk membangun jaringan jalan<br />

di hutan.<br />

Fokusnya adalah cara mengurangi dampak pembangunan jaringan<br />

jalan di hutan. Hal mana dapat dicapai melalui pembuatan rencana<br />

teknik serta konstruksi yang lebih baik.<br />

Konteks buku petunjuk ini adalah bahwa sistem konsesi di Indonesia<br />

didasarkan pada “hak untuk memanen” sehingga tanggung jawab<br />

untuk membangun pra sarana jalan berada pada perusahaan<br />

pemegang HPH.<br />

Dalam memberikan rekomendasi biasanya yang menjadi bahan<br />

pertimbangan adalah cara memperbaiki keterbatasan-keterbatasan<br />

yang ada, seperti misalnya memperbaiki peta yang kurang memadai,<br />

menambah tenaga kerja dengan ketrampilan yang diperlukan,<br />

memperbaiki keadaan lapisan tanah serta permukaan tanah yang<br />

sulit, meningkatkan pengalaman yang terbatas dalam menggunakan<br />

berbagai alat konstruksi dan kadang-kadang juga memperbaiki hasil<br />

analisis biaya-manfaat yang kurang baik.<br />

1.3 Definisi dari berbagai istilah<br />

Berbagai buku teknis kehutanan menggunakan istilah yang berbeda<br />

tergantung apakah buku tersebut berasal dari Australia, Inggris,<br />

Amerika atau Negara lain. Biasakanlah diri Anda dengan istilah-


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

istilah berikut yang secara<br />

konsisten digunakan dalam<br />

buku petunjuk ini untuk<br />

menjelaskan perencanaan<br />

jaringan jalan di hutan,<br />

keahlian teknik dan<br />

konstruksi.<br />

Alignment – istilah umum<br />

yang digunakan untuk<br />

menjelaskan lokasi fi sik dari<br />

jalan yang sedang dibangun.<br />

Dalam istilah teknis,<br />

umumnya dikemukakan<br />

sebagai vertical alignment<br />

dan horizontal alignment.<br />

Angle of repose – Suatu<br />

sudut di mana keadaan<br />

bahan pengisi, potongan<br />

atau bahan asli akan tetap.<br />

Gambar 1 : Istilah yang digunakan saat<br />

menjelaskan suatu jalan, tampilan<br />

rencana<br />

Gambar 2 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan: tampilan<br />

melintang<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

5


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

6 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Ballast – Bahan untuk menstabilkan atau bahan permukaan yang<br />

diletakkan pada timbunan tanah (subgrade) untuk meningkatkan<br />

kemampuan serta kapasitas muatannya. Bahan biasanya tidak<br />

dibedakan dan berasal dari galian lubang di tepi jalan.<br />

Borrow pit – Areal di mana dilakukan penggalian untuk konstruksi<br />

jalan atau di mana lapisan penutup permukaan diperoleh.<br />

Catch basin – Penggalian atau konstruksi kolam penampungan yang<br />

dibuat pada ceruk gorong-gorong yang digunakan untuk menampung<br />

air yang kemudian diarahkan ke gorong-gorong.<br />

Center line – Umumnya digunakan untuk menunjukkan lokasi<br />

lapangan dari jalan yang akan dibangun dan akan digunakan untuk<br />

membuat rancangan dan konstruksi jalan yang sebenarnya..<br />

Cross-drain – Struktur saluran air yang dibuat seperti goronggorong<br />

atau yang khusus digali di jalan yang akan mengalirkan air<br />

dari satu sisi jalan ke sisi yang lainnya.<br />

Culvert – Gorong-gorong yang ditanam dalam struktur cross-drain<br />

untuk mengalirkan air dari satu sisi jalan ke sisi satunya.<br />

Cut slope (Cut bank) – Pemotongan miring pada lapisan tanah<br />

atau bahan asli di sepanjang bagian dalam dari jalan.<br />

Ditch (Side drain) – <strong>Pembuatan</strong> selokan dangkal di sepanjang<br />

lokasi di mana akan dibangun jalan untuk menampung air dari jalan<br />

dan lahan yang bersebelahan sehingga dapat dialirkan ke tempat<br />

pembuangan yang sesuai.<br />

Drainage structure – Struktur saluran air yang dibangun untuk<br />

membuang atau mengalirkan air ke tempat penampungan yang<br />

aman jauh dari lokasi jalan yang akan dibangun. Umumnya struktur<br />

saluran air ini berupa gorong-gorong atau jembatan.<br />

Erosion – Proses habisnya lapisan atas tanah. Sehubungan dengan<br />

jaringan jalan di hutan, biasanya hal ini digunakan untuk menunjukkan<br />

air hujan atau air yang mengalir di sepanjang jalan.<br />

Ford – Cekungan di jalan yang dibuat untuk menampung air yang<br />

mengalir di jalan. Cekungan ini bisa digunakan untuk menampung<br />

aliran air musiman atau aliran air yang tetap seperti air anak sungai.<br />

Ford ini sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan erosi seperti batu


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

kerikil atau lapisan batu.<br />

Fill slope (embankment) – Lapisan bahan yang ditimbun untuk<br />

membangun jalan dan biasanya berasal dari tepi luar jalan hingga<br />

dasar.<br />

Full bench cut – Metode membangun jalan di mana jalan dibangun<br />

dengan memotong derajat kemiringan permukaan dan bahan yang<br />

digali diangkut keluar atau ditimbun di tempat lain, Pada full bench<br />

cut road, bahan yang digali bukan merupakan bagian atas dari jalan<br />

yang sedang dibangun.<br />

Grade (gradient) – Derajat kemiringan jalan yang dibangun.<br />

Kemiringan permukaan ini biasanya dinyatakan sebagai peningkatan<br />

prosentase. Sebagai contoh, peningkatan 10 meter pada elevasi<br />

dengan jarak 100m dinyatakan sebagai grade 10%.<br />

Grade (adverse) – Gradien menaiki bukit (plus) pada arah<br />

pengangkutan.<br />

Grade (favorable) – Gradien menuruni bukit (negatif) menuju arah<br />

pengangkutan.<br />

Knappel – Kayu balok yang telah diatur sedemikian rupa sehingga<br />

sesuai dengan pembatasan jalan yang akan dibangun sehingga dapat<br />

menghasilkan dasar yang stabil bagi jalan yang akan dibangun. Teknik<br />

ini biasa digunakan untuk mengisi bagian-bagian tertentu dengan<br />

kemiringan yang sangat curam, atau pada bagian-bagian yang basah<br />

di mana sulit untuk memperoleh dasar jalan yang stabil.<br />

Lead-off ditch – Penggalian yang dilakukan untuk mengarahkan<br />

aliran air ke arah luar dari selokan dan arah jalan apabila hal tersebut<br />

tidak terjadi secara alami agar dapat mengurangi volume serta<br />

kecepatan arus air selokan.<br />

Native material – Lapisan tanah alami atau lapisan tanah “setempat”<br />

yang terbentuk dengan sendirinya pada lokasi dan bukannya dibawa<br />

dari luar menuju tempat tersebut.<br />

Overburden – Lapisan atas tanah, biasanya mengandung bahan<br />

organik atau tanah liat lepas yang tidak memiliki kapasitas untuk<br />

menyatu dan biasanya akan dipindahkan dari lokasi pembangunan<br />

jalan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

7


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

8 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Parent material (native material) – Bahan asli yang digunakan<br />

untuk membangun jalan.<br />

Plan view – Diagram vertical lengkap dengan lokasi jalan dengan<br />

batas horizontal dan berbagai ciri fi sik seperti sungai dan hambatan<br />

yang mempengaruhi batas horizontal dari jalan tersebut.<br />

Profi le – Lintang bujur yang digunakan saat mendisain jalan raya<br />

dan menghitung gradient dari jalan yang dibangun.<br />

Right-of-way (corridor) – Lahan yang telah dibersihkan untuk<br />

membangun jalan. Hal ini mencakup jalan itu sendiri dan tambahan<br />

pembukaan hutan guna memperoleh sinar matahari yang lebih<br />

baik.<br />

Roadway – Luas horizontal lahan yang terkena akibat pembangunan<br />

jalan, dari bagian atas lereng yang dipotong hingga bagian dasar<br />

dari bagian lereng yang perlu ditimbun.<br />

Seepage, (ground water seepage) – Aliran air bawah tanah<br />

menuruni lereng yang muncul di sepanjang tepi jalan.<br />

Running surface (wearing surface) – bagian atas dari permukaan<br />

jalan yang akan dilewati. Bagian ini harus kuat, memiliki daya tahan<br />

terhadap penyaradan, dan tidak terpengaruh oleh air di permukaan.<br />

Pada jalan yang dibangun di hutan, permukaan jalan bisa juga<br />

mengandung parent material yang dipadatkan atau yang dikenal<br />

sebagai “ballast” yang berasal dari selokan yang sesuai.<br />

Sediment (sedimentation) – Lapisan tanah yang mengandung<br />

tanah liat, pasir dan lumpur yang mengalir ke sungai karena erosi<br />

sehingga menurunkan kualitas air sungai tersebut.<br />

Shoulder – Bahu jalan di sepanjang jalan yang dibangun. Bahu<br />

jalan dalam letaknya berdekatan dengan kemiringan yang digusur.<br />

Sedangkan bahu luar letaknya disebelah lereng yang akan<br />

ditimbun.<br />

Side drain (ditch) – Saluran dangkal yang dibuat disepanjang jalan<br />

guna menampung air yang mengalir dari jalan raya dan lahan yang<br />

berdekatan sehingga dapat dialirkan ke tempat pembuangan yang<br />

sesuai.<br />

Slope ratio – Cara untuk menyatakan kemiringan yang dibuat


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

sebagai perbandingan antara jarak horizontal hingga mencapai<br />

jurang misalnya seperti 1.5 m: 1 (1.5 m horizontal untuk setiap 1m<br />

vertical).<br />

Sub-grade – Permukaan jalan yang mengandung parent material<br />

dan atau bahan penimbun.<br />

Through cut – <strong>Jalan</strong> yang dibangun memotong bukit sehingga<br />

menyebabkan pemotongan lereng pada kedua sisi jalan.<br />

Turnout – Perluasan jalan sehingga memungkinkan dua truk yang<br />

berlawanan arah berjalan pada saat yang bersamaan.<br />

Vertical alignment – elemen vertical dari lokasi jalan atau konstruksi<br />

jalan di sini termasuk lekukan vertical.<br />

Horizontal alignment – elemen horisontal dari lokasi jalan termasuk<br />

lekukan horizontal.<br />

1.4 Konteks Pengaturan<br />

Semua aspek dari administrasi hutan, perencanaan dan kegiatan<br />

diatur secara ketat dalam sistem konsesi hutan.<br />

Kerangka kerja Sistem Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) 1) terdiri<br />

dari 14 langkah dan menjadi pusat perhatian dari sistem adminsitrasi<br />

kehutanan di Indonesia. Dalam kerangka kerja administrasi ini<br />

langkah ke tiga menangani pengembangan jaringan jalan hutan yang<br />

seharusnya dilakukan satu tahun sebelum pemanenan dilakukan.<br />

Pada Tabel 1, diberikan standard untuk menjelaskan parameter<br />

teknis dari jalan utama serta jalan sekunder.<br />

Standar ini mungkin cocok bagi areal konsesi hutan yang memiliki<br />

lereng yang landai, namun bagi konsesi yang terletak pada lereng<br />

permukaan yang sulit, maka sebagian besar perusahaan konsesi<br />

sering kali harus menggunakan standar teknis yang melewati standar<br />

yang berhubungan dengan grade dan lekukan.<br />

Oleh karena truk yang digunakan dapat beroperasi secara efektif<br />

1) TPTI Tebang Pilih Tanaman Indonesia (Indonesian selective cutting and planting<br />

system) - 1993 revision.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

9


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

10 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

baik pada jalan dengan gradient yang curam, maka keterbatasan<br />

yang dikenakan oleh Departemen Kehutanan seringkali tidak<br />

diperhatikan.<br />

Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah asal beberapa tindakan<br />

tertentu benar-benar diperhatikan seperti yang berkaitan dengan<br />

kepadatan tanah, pengelolaan air, dll. Buku petunjuk ini akan<br />

menjelaskan aspek teknis tentang disain serta konstruksi jalan<br />

yang akan membantu dalam meyakinkan bahwa dampak dari<br />

pembangunan jalan dapat dikurangi.<br />

Tabel 1 : Standar jalan dari Departemen Kehutanan<br />

Permukaan<br />

Padat<br />

JALAN UTAMA JALAN SEKUNDER<br />

Permukaan<br />

Tidak Padat<br />

Permukaan Padat Permukaan<br />

Tidak Padat<br />

Usia jalan permanen 5 tahun 5 tahun 5 tahun<br />

Periode pengunaan sepanjang tahun musim kering sepanjang tahun musim kering<br />

Lebar badan jalan 12 meter 12 meter 8 meter 12 meter<br />

Permukaan <strong>Jalan</strong> 6 - 8 meter - 4 meter -<br />

Ketebalan lapisan atas 20 - 50 cm. - 10 - 20 cm -<br />

Maksimum gradien<br />

kecuraman menuruni bukit<br />

Maksimum gradien<br />

kecuraman menaiki bukit<br />

10% 10% 12% 10%<br />

8% 8% 10% 8%<br />

Minimum radius lekukan 50 - 60 meter 50 - 60 meter 50 meter 50 - 60 meter<br />

Maksimum kapasitas<br />

muatan<br />

60 ton 60 ton 60 ton 60 ton<br />

Max. right-of-way<br />

r ight-of-way / lahan<br />

yang telah dibersihkan 1) 34 meter 34 meter 34 meter 34 meter<br />

1.5 Beberapa faktor yang berpengaruh pada dampak yang<br />

berlebihan<br />

Contoh konstruksi jalan yang buruk, erosi dan sedimentasi pada<br />

sungai tidak sulit ditemukan pada areal konsesi di Indonesia.<br />

Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa contoh dari<br />

sistem jaringan jalan hutan yang bagus dan dapat bertahan di<br />

1) Right-of-way tidak dispesifi kasikan dalam TPTI. Hal ini telah direvisi dan kini ditetapkan<br />

pada 34 meter sesuai dengan instruksi yang terdapat dalam Surat Keputusan Menteri<br />

Kehutanan SK.352/Menhut-II/2004. Rincian teknis tambahan diberikan dalam SK<br />

Menteri Kehutanan No. 688/Kpts-II/1990 and 590/Kpts-II/1994.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

segala macam cuaca. Mengapa ada perbedaan yang demikian besar<br />

antar perusahaan konsesi sehubungan dengan aspek penting dari<br />

pengelolaan hutan?<br />

Dalam proses pembukaan lahan hutan, pembangunan jalan<br />

merupakan sumber utama dari dampak yang terjadi. Hal ini sangat<br />

sulit dihindari, pertanyaannya adalah, bisakah dampak ini dikurangi,<br />

dan bila jawabannya ‘ya’, apa yang perlu dilakukan untuk memastikan<br />

penurunan dampak dari pembangunan jalan di hutan.<br />

Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui faktorfaktor<br />

yang berpengaruh terhadap terjadinya dampak pada sistem<br />

jaringan jalan.<br />

Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyusunan rencana<br />

yang kurang memadai<br />

1. Perencanaan pembangunan sistem jalan yang buruk<br />

Peta yang kurang memadai, staf yang kurang mendapat pelatihan,<br />

peraturan pemerintah yang tidak fl eksibel, serta kurangnya<br />

penerimaan dari manajemen tentang perencanaan yang strategis<br />

merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pengembangan<br />

sistem jaringan jalan yang tidak mengoptimalisasikan penetapan<br />

batas. Hal ini menyebabkan gradient yang merugikan dan<br />

yang akhirnya akan meningkatkan biaya pengangkutan selama<br />

penggunaan sistem jalan tersebut.<br />

Pada tingkat yang lebih kecil, faktor yang sama bisa<br />

menyebabkan dibangunnya jalan pada lokasi yang tidak tepat<br />

karena perencanaan yang kurang memadai. Hal ini dapat<br />

mengakibatkan biaya konstruksi, perawatan dan pengangkutan<br />

yang lebih tinggi karena adanya gradien yang merugikan.<br />

2. Pemahaman yang buruk tentang cara merencanakan<br />

pembangunan jalan<br />

Rencana pembuatan jalan merupakan awal dari apa yang dikenal<br />

sebagai disiplin dari teknik kehutanan. Pengembangan disiplin<br />

ini kurang berkembang di Indonesia, baik pada tingkat akademis<br />

maupun pada persepsi manajemen perusahaan.<br />

Akibatnya tidak banyak penitikberatan tentang program pelatihan<br />

yang tepat serta pengembangan ketrampilan professional dalam<br />

disiplin ini. Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan<br />

pembangunan jalan hutan disebabkan oleh ketidakmampuan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

11


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

12 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

untuk menekankan teknik kehutanan, rencana pembangunan<br />

jalan hutan dan bagaimana hal tersebut dapat membantu dalam<br />

mengembangkan sistem jaringan jalan yang rendah biaya dan<br />

dampaknya.<br />

Faktor yang berkaitan dengan Teknik Kehutanan<br />

3. Lokasi yang buruk<br />

Kurangnya perhatian terhadap pentingnya teknik kehutanan<br />

mengakibatkan lokasi jalan yang buruk. Kurangnya perhatian<br />

mengenai pentingnya kegiatan penetapan lokasi memperkecil<br />

kemungkinan menjajagi berbagai pilihan.<br />

Hasilnya seringkali merupakan sistem jaringan jalan yang tidak<br />

memberi solusi transportasi terbaik, biaya tinggi, dampak yang<br />

berlebihan pada hidrologi hutan atau gabungan dari semua<br />

masalah tersebut.<br />

Tidak ada yang dapat menggantikan pengenalan lapangan guna<br />

memastikan telah memilih lokasi yang terbaik.<br />

4. Tidak adanya kepatuhan terhadap standar yang<br />

ditetapkan<br />

Berbagai standar dari sistem jalan hutan telah ditetapkan oleh<br />

Departemen Kehutanan. Besar kemungkinan hal inilah yang<br />

menyebabkan perusahaan konsesi tidak ada yang berusaha<br />

mengembangkan standar mereka sendiri, yang mungkin justru<br />

bisa lebih merefl eksikan secara lebih akurat lingkungan kerja<br />

mereka. Tidak adanya standar khusus perusahaan sering<br />

mengakibatkan munculnya situasi seolah-olah “tidak ada<br />

standar”.<br />

Tidak adanya standar atau penerapan standar yang tidak<br />

memadai dapat mengarah pada situasi dimana jalan dibangun<br />

di lokasi yang buruk. Ini dapat dilihat pada saat seorang ahli<br />

kehutanan yang langsung terjun untuk pencarian lokasi hanya<br />

berbekal peta yang tidak memadai, di samping itu juga tidak<br />

membawa clinometer.<br />

Apabila jalan dibangun sekadarnya, tanpa saluran air yang baik,<br />

atau lokasi jalan di tempat yang terlalu curam, maka dapat<br />

dikatakan bahwa tidak ada standar yang diterapkan baik yang<br />

berhubungan dengan lokasi maupun dengan pembangunannya.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

5. Tidak ada tindak lanjut tentang lokasi jalan<br />

Lokasi jalan di areal konsesi Indonesia jarang dilalui sebelum<br />

konstruksi dilakukan. Sebagai akibatnya tidak ada jalan untuk<br />

memeriksa apakah penetapan batas jalan sudah sesuai dengan<br />

parameter yang ditetapkan standar. Hal ini terutama terlihat<br />

pada vertical alignment di mana lokasi yang ditetapkan sangat<br />

tidak realistis sehingga mengakibatkan biaya serta dampak<br />

yang sangat tinggi.<br />

Kegagalan untuk melakukan survei atas jalan hutan sebelum<br />

membangun sistem jalan hutan juga mengurangi kemungkinan<br />

untuk membuat disain sistem jalan pada bagian-bagian yang<br />

kritis. Disain jalan dapat digunakan sebagai alat untuk memeriksa<br />

alignment juga memberi tindak lanjut praktis seperti informasi<br />

tentang kemiringan permukaan guna membatasi areal yang<br />

dapat digunakan untuk membangun jalan.<br />

Faktor-faktor yang berkaitan dengan Konstruksi dan Perawatan/<br />

pemeliharaan<br />

6. Operator gagal menemukan lokasi<br />

Setiap orang yang pernah melakukan perjalanan ke areal<br />

konsesi pasti telah melihat banyak situasi dimana terlihat<br />

usaha untuk menaiki bukit atau menyeberangi kali yang justru<br />

mengakibatkan terjadinya perusakan hutan yang sebenarnya<br />

tidak perlu.<br />

Hal ini bisa merupakan akibat dari usaha mencari lokasi jalan<br />

yang tidak memadai atau kasus di mana operator traktor telah<br />

melakukan penjelajahan lokasi tanpa diminta.<br />

Apapun alasannya, hasilnya adalah pengeluaran uang yang<br />

sia-sia (biaya mesin) dan adanya dampak lingkungan yang<br />

sebenaryna tidak perlu terjadi.<br />

7. Pengawasan yang buruk<br />

Pembangunan sistem jalan hutan yang tidak terkendali tidak<br />

sepenuhnya merupakan akibat dari teknik kehutanan yang<br />

buruk. Supervisi yang seringkali tidak ketat, sehingga memberi<br />

peluang kepada operator untuk melakukan apa yang dikehendaki<br />

tanpa bimbingan yang memadai.<br />

Di beberapa perusahaan situasi ini diperbesar dengan adanya<br />

fakta bahwa pembangunan jaringan jalan di hutan dikontrakkan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

13


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

14 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

keluar atau operator mesin dibayar per meter yang dilalui<br />

sehingga akibatnya operator bebas melakukan apa yang<br />

diinginkannya.<br />

8. Kurangnya perhatian pada prisnsip-prinsip dasar<br />

konstruksi<br />

Pembangunan jalan bukanlah merupakan kegiatan yang<br />

membutuhkan pengentahuan tinggi. Namun demikian ada<br />

beberapa prinsip sederhana yang dipahami oleh setiap mandor<br />

pada kegiatan pembangunan jalan.<br />

Pembangunan jalan yang berhasil membutuhkan perhatian<br />

pada pengelolaan air. “Singkirkan air dari jalan!” seharusnya<br />

menjadi prinsip yang membimbing. Hal ini juga berlaku pada<br />

pembangunan jalan yang paling dasar, stabilisasi badan jalan<br />

dan perawatan jalan. Kemungkinan besar jawaban terhadap<br />

pernyataan ini adalah “…….secepat mungkin!”<br />

Di sini perlu diperhatikan hal-hal seperti pemadatan dari lapisan<br />

tanah serta pembuatan lapisan atas yang tahan lama,<br />

Pelaksanaan prinsip-prinsip ini akan menghasilkan sistem jalan<br />

yang bisa bertahan di segala macam cuaca dan memiliki dampak<br />

lingkungan yang rendah.<br />

9. Biaya pembangunan yang tidak memadai<br />

Alat yang digunakan untuk membangun jalan sangat mahal.<br />

Staf yang bertanggung jawab atas alat ini selama pembangunan<br />

jalan biasanya kurang memiliki pemahaman tentang biaya<br />

operasional atau menjalankan mesin seperti Caterpillar D7-G<br />

walaupun alat ini merpakan alat yang sering digunakan pada<br />

saat membangun jalan.<br />

Kurangnya pemahaman tentang elemen biaya dalam<br />

pembangunan jalan bisa mengakibatkan kegagalan untuk<br />

menjamin bahwa mesin tersebut telah digunakan secara efi sien<br />

dan efektif.<br />

Manajer hutan dan supervisor lebih sering menitikberatkan pada<br />

pengurangan biaya buruh. Mungkin karena ini adalah hal yang<br />

benar-benar hanya mereka pahami.<br />

Akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam prioritas<br />

merupakan kegagalan dalam menjamin terwujudnya lokasi


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

jalan yang baik dan supervisi dengan biaya rendah namun pada<br />

saat yang bersamaan memberi toleransi pada ketidakefi sienan<br />

mengenai penggunaan mesin yang mahal untuk membangun<br />

jalan.<br />

10. Mesin konstruksi yang tidak tepat<br />

Buldozer adalah mesin yang sering digunakan dalam kegiatan<br />

pembangunan jalan di Indonesia. Berdasarkan track record,<br />

mesin ini sangat kuat dan efi sien saat memindah-mindahkan<br />

material.<br />

Namun demikian mesin ini sangat berat, kurang praktis dan tidak<br />

menunjukkan kinerja yang baik dalam kondisi-kondisi tertentu.<br />

Pembangunan sistem jalan hutan di banyak Negara dengan<br />

permukaan tanah yang berbukit sering menggunakan alat<br />

excavator, Mesin ini memiliki fl eksibilitas untuk menggali dan<br />

menempatkan materi dengan efi sien, dan merupakan kebalikan<br />

dari cara kerja buldozer.<br />

Excavator juga dapat bekerja dengan baik dipermukaan<br />

lahan yang sangat curam. Juga merupakan mesin ideal untuk<br />

membangun jembatan dan memasang gorong-gorong. Pada<br />

lokasi yang basah yang membutuhkan drainase, mesin ini<br />

bekerja lebih baik daripada bulldozer.<br />

Banyak perusahaan konsesi yang telah membeli satu atau dua<br />

unit excavator dan menggunakannya untuk menggali bahan dari<br />

selokan dipinggir jalan. Juga untuk memuat truk. Sedikit sekali<br />

perusahaan konsesi yang menyadari potensi dari excavator ini<br />

dalam membangun jalan hutan dengan dampak yang rendah.<br />

Faktor yang berhubungan dengan sikap manajemen<br />

11. Kurangnya pemahaman<br />

Perbaikan pengelolaan hutan dan pengembangan sistem jaringan<br />

jalan di hutan sangat bergantung pada sikap manajemen.<br />

Masih banyak aspek atau informasi dasar yang belum dipahami<br />

oleh manajemen perusahaan konsesi mengenai peluang untuk<br />

memperbaiki rencana pembangunan sistem jalan hutan.<br />

Kurangnya pemahaman ini seringkali menjadi hambatan untuk<br />

membuat perbaikan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

15


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

16 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Kegagalan untuk memahami pentingnya perencanaan yang<br />

baik atau peluang penghematan biaya yang dapat diperoleh<br />

melalui pemilihan mesin konstruksi yang lebih tepat atau<br />

teknik konstruksi yang sudah diperbarui perlu diatasi dengan<br />

menambah informasi, merencanakan program pelatihan dan<br />

memperagakan hal-hal yang praktis.<br />

12. Apatis terhadap perubahan<br />

Aspek lain dari sikap manajemen yang umum dilakukan adalah<br />

sikap apatis terhadap perubahan. Ada kemungkinan para<br />

manajer menyadari adanya cara lain atau teknologi lain yang<br />

lebih baik namun tidak memiliki keinginan untuk membuat<br />

perubahan.<br />

Perubahan sering membutuhkan usaha. Para pemilik perlu<br />

diyakinkan tentang pentingnya investasi baru. Sedangkan<br />

para staf perlu diberi jabatan baru atau fungsinya diubah.<br />

Sering manajemen berpendapat karena perubahan sering<br />

menimbulkan gangguan mengapa tidak meneruskan apa yang<br />

sudah berlangsung karena hasilnya toh baik?!


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2.1 Strategis Perencanaan<br />

BAB II<br />

Perencanaan<br />

Pada system konsesi hutan di Indonesia, perencanaan jaringan<br />

jalan hutan maupun jalan itu sendiri sering kali tidak sepenuhnya<br />

dimengerti dan terkadang diabaikan. Padahal pada tahap ini, banyak<br />

dibuat keputusan-keputusan penting yang akan berdampak pada<br />

pembiayaan pemeliharaan jangka panjang dan penggunaan sistem<br />

jalan itu sendiri.<br />

Idealnya jalan-jalan utama atau strategi pengembangan suatu<br />

konsesi hutan secara keseluruhan sebaiknya dirancang sebelum<br />

dilakukan kegiatan apapun. Alat paling mendasar dari perencanaan<br />

ini adalah peta dengan skala 1:20.000 atau 25.000. Seringkali peta<br />

yang tersedia adalah berskala 1:50.000. Pada peta berskala semacam<br />

ini, detil topografi kurang jelas sehingga perencanaan yang akurat<br />

sulit dicapai.<br />

Sebagian besar konsesi hutan di Indonesia telah cukup berkembang<br />

dalam penerapan masa rotasi tebangan 35 tahun, untuk masa yang<br />

akan datang strategi perencanaan yang paling relepan adalah RKL<br />

(Rencana Karya Lima tahun).<br />

Gambar 3 mengilustrasikan satu contoh perencanaan jalan yang<br />

dipersiapkan dari peta berskala 1 : 10.000 dengan interval kontur<br />

12,5 meter. Peta tersebut menampilkan luas area sekitar 7.250<br />

hektar atau kurang lebih 3 tahun RKT pada konsesi dengan keluasan<br />

sedang.<br />

Rencana jalan utama yang akan dibangun telah dibuat dan catatancatatan<br />

juga telah dibuat sebagai panduan survey lapangan.<br />

Perencanaan jaringan jalan ini sebanyak mungkin menggunakan<br />

punggung bukit yang berhubungan satu sama lainnya, menghindari<br />

penyeberangan sungai maupun tanah tidak rata dan pada waktu<br />

yang sama memperkecil tanjakan yang merugikan. Beberapa jalan<br />

cabang tetap diperlukan. <strong>Jalan</strong>-jalan ini biasanya dirancang seiring<br />

dengan perencanaan jalan tahunan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

17


Perencanaan<br />

BAB II<br />

18 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 3 : Rencana<br />

jalan utama<br />

untuk area seluas<br />

7,250 hektar.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

19


Perencanaan<br />

BAB II<br />

20 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2.2 Perencanaan jalan dan area pembalakan.<br />

Perencanaan jalan di blok yang akan dibalak lebih terfokus pada<br />

pertimbangan-pertimbangan teknis seperti kondisi kelerengan dan<br />

untuk mencapai jarak penyaradan yang optimal.<br />

Jika inventori hutan telah dikerjakan dua tahun sebelum pembalakan<br />

sebagaimana disebutkan dalam peraturan Departemen Kehutanan,<br />

peta yang terperinci harus tersedia dalam skala 1:1.000 sampai<br />

1:5.000 (untuk pedoman bagaimana menghasilkan peta seperti ini,<br />

dapat dibaca buku manual “Prosedur Teknis Survey Topografi<br />

Hutan dan Pemetaan Pohon”). Peta-peta tersebut merupakan<br />

alat yang sangat baik untuk merencanakan lokasi jalan di area blok<br />

RKT dan petak pembalakan.<br />

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan di area<br />

pembalakan tahunan:<br />

1. Rundingkan /periksa rancangan jalan untuk memastikan bahwa<br />

pola jalan utama telah sesuai.<br />

2. Identifi kasi titik kontrol atau tanda-tanda utama. Tanda-tanda<br />

ini adalah petunjuk dimana jalan harus melintasi, misalnya<br />

daerah yang rendah atau punggung bukit.<br />

3. Identifi kasi titik kontrol kedua atau tanda-tanda lainnya. Tandatanda<br />

ini akan mempengaruhi lokasi dan penempatan jalan baik<br />

secara positif maupun negatif.<br />

4. Hindari lereng yang curam atau topografi patah-patah, lokasi<br />

dengan rembesan air atau rawa, serta kondisi topografi lainnya<br />

yang kemungkinan menimbulkan masalah pada konstruksi jalan<br />

maupun posisi jalan yang menyulitkan bagi pembalakan.<br />

5. Cari lokasi penyebarangan sungai yang menguntungkan,<br />

punggung bukit yang saling berhubungan, gundukan pada<br />

topografi curam dan informasi lain mengenai kontur yang akan<br />

memudahkan penentuan lokasi dan pembangunan jalan untuk<br />

pembalakan.<br />

6. Dalam perencanaan lokasi jalan, jumlah jalan menurun sebaiknya<br />

dibuat dalam jumlah sedikit dan sedapat mungkin selalu sesuai<br />

dengan pedoman desain. Hal ini penting khususnya untuk jalan<br />

utama yang akan digunakan selama bertahun-tahun kemudian.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2.3 Pertimbangan yang Mendasar<br />

Menentukan lokasi jalan pada peta kontur pada dasarnya tidak<br />

berbeda dengan perencanaan jalan sarad sebagaimana yang<br />

diuraikan pada buku pedoman TFF tentang “Pertimbangan Dalam<br />

Merencanakan Pembalakan <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”<br />

Gambar 4 : Contoh peta kontur untuk latihan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

21


Perencanaan<br />

BAB II<br />

22 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Namun, tidak ada salahnya memaparkan kembali tinjuauan singkat<br />

tahap-tahap perencanaan peta kontur.<br />

Latihan Kontur<br />

(Mengacu pada gambar 4)<br />

Catatan : Skala peta 1:5,000<br />

Pertanyaan 1<br />

Interval kontur : 10 meter<br />

Untuk menaiki saddle pada punggung bukit,<br />

jalan cabang harus melintasi lereng curam.<br />

Berapakah kelerengan rata-rata dari garis<br />

segmen D - E yang melintasi area tersebut<br />

berdasarkan sudut yang tepat terhadap<br />

kontur?<br />

Pertanyaan 2<br />

Berapa kemiringan rata-rata tanjakan yang<br />

akan digunakan untuk mencapai saddle<br />

pada B dari A pada jalan utama?<br />

Pertanyaan 3<br />

Berapa kemiringan rata-rata tanjakan yang<br />

akan digunakan untuk mencapai lokasi jalan<br />

dari B ke C ?<br />

Lihat Lampiran 1 untuk jawabannya.<br />

Gambar 4 Menunjukkan sebuah potongan peta. Dengan rancangan<br />

yang berskala besar bahwa sistem jalan cabang harus dikembangkan<br />

ke arah barat daya dan timur laut punggung B pada punggung<br />

bukit utama. Bagian A pada jalan utama telah diidentifi kasi<br />

sebagai titik awal jalan cabang.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Standar untuk perencanaan dan lokasi jalan hutan<br />

Standar teknis yang dibuat oleh Departemen Kehutanan (lihat<br />

bagian 1.4, Kerangka Peraturan), merupakan awal yang baik<br />

untuk mengembangkan standar perusahaan yang spesifi k dalam<br />

merencanakan, menentukan lokasi, membangun dan deaktivasi<br />

jalan hutan.<br />

Pengembangan standar jalan hutan semacam ini berkaitan dengan<br />

masalah ekonomis. Standar-standar tersebut tidak baku tapi perlu<br />

dikembangkan sesuai dengan kondisi khusus tiap perusahaan. Ini<br />

akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi tanah secara<br />

keseluruhan, volume kayu yang akan diangkut diatas berbagai jenis<br />

jalan, jenis truk yang digunakan, peralatan konstruksi dan tenaga<br />

kerja terampil yang tersedia.<br />

Standar jalan diperlukan sebagai pedoman dalam perencanaan dan<br />

pembangunan system jalan yang optimal dimana biaya pembuatan,<br />

pengangkutan log dan pemeliharaan ditekan seminimal mungkin.<br />

Pengeluaran-pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai “biaya<br />

transportasi.<br />

Di banyak situasi hutan di Indonesia, system jalan cenderung memiliki<br />

bagian-bagian yang menurun. Hal ini merupakan gambaran dari<br />

sebagian besar hutan di Indonesia memiliki topografi yang berbukitbukit<br />

dan merupakan kebiasaan dimana sedapat mungkin mengikuti<br />

punggung bukit untuk masuk ke hutan. Karena posisi mendaki<br />

umumnya memiliki efek lebih besar terhadap biaya pengangkutan<br />

dibandingkan posisi mendatar, maka diperlukan studi untuk<br />

menghitung jalan lebih singkat tapi lebih curam dibandingkan jalan<br />

yang lebih panjang dan<br />

kondisi yang sama<br />

pada posisi mendatar<br />

yang tak teratur.<br />

Foto 3 : <strong>Jalan</strong> hutan perlu<br />

dirancang untuk dilintasi<br />

kendaraan berat dimana<br />

rata-rata truk bermuatan<br />

log yang melintas<br />

memiliki 40 x lebih berat<br />

dari mobil kijang.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

23


Perencanaan<br />

BAB II<br />

Dampak lingkungan<br />

dari standar jalan<br />

hutan terutama adalah<br />

terhadap pembukaan<br />

koridor. Pembukaan jalan<br />

koridor menimbulkan<br />

r i n t a n g a n - r i n t a n g a n<br />

terhadap pergerakan<br />

spesies arboreal, yang<br />

pada beberapa spesies<br />

menyebabkan dampak<br />

negatif yaitu karena<br />

mengisolasi populasi<br />

dan menghalangi akses<br />

menuju sumber makanan<br />

tertentu atau untuk<br />

reproduksi. <strong>Jalan</strong> hutan<br />

yang ramah lingkungan<br />

adalah dimana kera<br />

dapat melintasi jalan<br />

tanpa harus menyentuh<br />

tanah!<br />

Persepsi yang umum<br />

terdapat di perusahaan<br />

konsesi adalah bahwa<br />

24 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 4 : Permukaan jalan cabang dengan tingkat<br />

kerusakan rendah<br />

jalan koridor harus sedapat mungkin lebar agar sinar matahari<br />

dapat mengeringkan jalan setelah turun hujan. Walaupun pendapat<br />

ini ada benarnya, terlebih pada kondisi tanah liat, sebenarnya yang<br />

membuat permukaan tanah tidak stabil adalah pengelolaan air yang<br />

buruk, tingkat kepadatan jalan yang tidak tepat, dan pengerasan<br />

jalan yang kurang tepat. Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut<br />

pada Bab V mengenai konstruksi jalan.<br />

Standar yang ditetapkan Departemen Kehutanan mengenai jalan<br />

koridor maximum selebar 34 meter telah mengalami revisi dari lebar<br />

semula 50 meter.<br />

Perusahaan harus lebih memperhatikan konstruksi dan kestabilan<br />

jalan yang akan lebih berpengaruh daripada pembukaan jalan<br />

yang lebih besar untuk mendapatkan sinar matahari. Kenyataan ini<br />

harus memperlihatkan standar pembuatan jalan tiap perusahaan,<br />

khususnya pada tanah yang berbukit-bukit dimana komposisi dari<br />

kondisi tanah umumnya berbatu-batu.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 5 : Permukaan jalan utama yang terletak pada punggung bukit.<br />

Perhatikan lebar koridor yang berlebihan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

25


Penandaan Lokasi<br />

BAB III<br />

3.1 Peninjauan Area<br />

26 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB III<br />

Penandaan Lokasi<br />

Lokasi jalan sebaiknya tidak dibuat sebelum dilakukan survey<br />

lapangan secara menyeluruh.<br />

Gunakan titik kontrol atau simbol-simbol yang telah diidentifi kasi<br />

pada peta perencanaan dan buat catatan mengenai titik kontrol<br />

yang akan mempengaruhi pemilihan lokasi jalan. Simbol atau titik<br />

kontol antara lain termasuk :<br />

• Pelintasan sungai yang diinginkan<br />

• Beberapa saddle pada punggung<br />

• Lereng atau tanah berbatu yang harus dihindari<br />

• Tanah lembab atau rawa yang harus dihindari<br />

• Undakan atau topografi yang baik<br />

Akan lebih berguna memberikan tanda pada titik-titik kontrol atau<br />

lokasi di lapangan dimana Anda yakin daerah tersebut cocok untuk<br />

dibuatkan jalan.<br />

Begitu Anda telah memeriksa seluruh area termasuk disekitar jalan<br />

koridor yang akan dibangun, Anda dapat memulai dengan membuat<br />

jalur jalan pembukaan dengan menghubungkan titik-titik kontrol.<br />

3.2 Membangun Jalur Pembukaan<br />

Menentukan lokasi suatu jalan selalu memerlukan upaya lebih dari<br />

satu kali. Survey secara menyeluruh sebenarnya dapat memperkecil<br />

pilihan lokasi jalan menjadi satu lokasi saja, kenyataannya sering<br />

terjadi lebih dari satu pilihan yang tersedia. Oleh karena itu,<br />

disarankan agar upaya awal dalam pembangunan lokasi jalan hutan<br />

mengambil bentuk lokasi pendahuluan atau “P-line”.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 5 : Sebuah ilustrasi dua jalur jalan pembukaan dengan beberapa penyesuaian<br />

untuk mendapatkan lokasi jalan yang terbaik.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Penandaan Lokasi<br />

BAB III<br />

27


Penandaan Lokasi<br />

BAB III<br />

28 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Pertimbangan utama dalam membangun P-line adalah penggolongan<br />

kontrol diantara petunjuk atau symbol kontrol. Regu lokasi lapangan<br />

perlu terbiasa untuk menggunakan klinometer untuk memastikan<br />

bahwa standar teknis kelerengan tidak berlebihan.<br />

Kesalahan prosedural yang biasa terjadi adalah mandor mengirim<br />

seorang asisten dan memintanya untuk mengangkat atau<br />

menurunkan slope hingga mencapai kemiringan yang diinginkan. Hal<br />

ini untuk mencegah lokasi yang dipilih tidak baik dan usaha yang<br />

sia-sia.<br />

Saat mengembangkan P-line, mandor harus selalu berada di depan<br />

dan mengatur asistennya untuk mengembangkan kontrol kelerengan.<br />

Dengan menggunakan pendekatan ini, dia dapat mengevaluasi area<br />

lebih dulu dan menghindari kesalahan membuat P line.<br />

P-line harus ditandai dengan menggunakan pita atau cat berwarna<br />

terang supaya mudah dilihat.<br />

3.3 Penandaan Lokasi Terakhir<br />

Pendekatan paling umum untuk menentukan lokasi jalan adalah<br />

segera melakukan penyesuaian P-line begitu lokasi tersebut<br />

dipastikan sebagai pilihan yang terbaik. Penyesuaian kecil mungkin<br />

bisa dilakukan terhadap P-line untuk memastikan bahwa jalur lokasi<br />

memiliki kelengkungan memadai atau dilokasikan sedekat mungkin<br />

dengan lokasi jalan yang akan dibangun.<br />

Lokasi jalan yang ditetapkan harus merupakan hasil optimal dengan<br />

kalkulasi terbaik demi tercapainya tujuan yaitu memperkecil biaya<br />

konstruksi dan dampak lingkungan serta menjadi pilihan yang terbaik<br />

untuk pembalakan dan pengangkutan.<br />

Lokasi yang dipilih harus dengan jelas diberi tanda sehingga mudah<br />

dilihat.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB IV<br />

4.1 Mengapa Melakukan Survey Lokasi <strong>Jalan</strong><br />

• Untuk menentukan lokasi<br />

jalan secara akurat sebelum<br />

pembangunan dimulai.<br />

• Mengumpulkan informasi<br />

untuk menghitung biaya<br />

sebelum pembangunan<br />

dimulai.<br />

• Mengumpulkan informasi<br />

untuk persiapan desain<br />

teknis jalan.<br />

Survei lokasi jalan dapat<br />

dilakukan secara cepat dengan<br />

menggunakan peralatan<br />

yang dapat dijinjing. Manfaat<br />

melakukan survei jalan adalah<br />

karena dapat mengatur<br />

lokasi jalan yang akurat pada<br />

peta. Lebih penting lagi, juga<br />

merupakan alat kontrol untuk<br />

kesesuaian lokasi jalan fi nal.<br />

Survei dan Disain<br />

Foto 6 : Regu suvei lapangan.<br />

4.2 Prosedur Survey dan Pengumpulan Data<br />

Prosedur dasar survey telah diuraikan dalam buku “Prosedur Survei<br />

Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon”. Survei dasar jalur lokasi<br />

jalan tidak banyak berbeda dari prosedur survey topografi kecuali<br />

interval pengukuran yang bervariasi dalam jarak dan azimuth.<br />

Patok survey harus dipancangkan di tiap titik survey disepanjang<br />

lokasi jalan. Patok-patok ini akan dapat dengan mudah dipakai<br />

sebagai referensi untuk regu konstruksi jalan, dan referensi cepat<br />

jika perlu dilakukan penyesuaian/perubahan pada lintasan, jika patok<br />

pada lereng diperlukan, atau sebagai pengikat untuk lintasan lain.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

29


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

Protokol pencatatan untuk lintasan<br />

jalan sederhana dapat dilakukan dalam<br />

berbagai bentuk, namun informasi dasar<br />

harus selalu sama seperti yang terdapat<br />

pada gambar 8 (data berwarna hitam<br />

adalah data dasar untuk lintasan dan<br />

warna merah adalah informasi tambahan<br />

yang diperlukan untuk merancang desain<br />

jalan).<br />

• Arah Kompas - dalam derajat sudut<br />

atau kwadran.<br />

• Jarak lereng - lebih baik diambil ke<br />

jarak terdekat.<br />

• Intermediate Fore Shot (IFS)<br />

- untuk menentukan perubahahan<br />

tiba-tiba pada topografi diantara titik<br />

survey.<br />

• Lereng / Slope - dicatat dalam<br />

bentuk +/-%, dan<br />

• Sketsa peta - yang memperlihatkan<br />

simbol-simbol penting misalnya<br />

penyeberangan sungai, dan lain-lain.<br />

30 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 6 : Sketsa patok survei.<br />

Pada contoh ini, jarak horizontal tidak dihitung dilapangan.<br />

Konsekuensinya penempatan disepanjang lintasan menggunakan<br />

system penomoran berurutan yang sederhana. Pada format<br />

pencatatan survei konvensional, penempatan horizontal akumulatif<br />

digunakan, dimana jarak horizontal dihitung di lapangan dengan<br />

memakai tabel kelerengan dan data-data stasiun merupakan jarak<br />

horizontal yang sesungguhnya misalnya (1+357, 1+385, 1+410,<br />

dst.).<br />

Jika ada kebutuhan untuk mendesain jalan atau menghitung volume<br />

penggusuran dan penimbunan, harus tersedia informasi tambahan.<br />

Informasi lereng samping sangat penting untuk merancang suatu<br />

jalan karena menggambarkan topografi dari arah kiri dan kanan.<br />

Informasi ini dikumpulkan dari sudut kanan ke arah lokasi jalan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Jika terjadi perubahan arah pada lintasan, sudut diantara dua<br />

garis singgung dibagi dua dan informasi lereng samping dicatat<br />

disepanjang garis imajiner yang membagi sudut ini. Informasi<br />

lereng samping harus diperluas setidaknya 20 meter ke arah kanan<br />

dan kiri dari garis tengah dan mungkin berisikan angka segmen<br />

lereng sebagaimana diilustrasikan dalam warna merah di contoh<br />

gambar 8.<br />

Informasi tambahan yang perlu dikumpulkan untuk desain yang<br />

efektif adalah informasi tipe dan kondisi tanah, struktur drainase<br />

yang diperlukan dan pertimbangan lain yang dapat berpengaruh<br />

terhadap desain jalan.<br />

4.3 Rancangan dan Pemrosesan Data<br />

Plotting Dasar<br />

Survey lokasi jalan tidak<br />

memiliki banyak arti<br />

kecuali jika informasi<br />

diplot dan ditempatkan<br />

secara akurat pada<br />

peta dasar. Hal ini<br />

dapat dicapai dengan<br />

menggunakan prosedur<br />

ploting manual atau<br />

proses komputerisasi<br />

data survei.<br />

Penerapan paling<br />

nyata dari survei lokasi<br />

jalan semacam ini Gambar 7 : Alat untuk plotting secara manual.<br />

berhubungan dengan<br />

pembangunan petak. Plot sederhana dari lokasi jalan yang sudah<br />

disurvey melalui petak akan memungkinkan penempatan jalan yang<br />

tepat pada peta.<br />

Ini merupakan syarat dasar sebelum perencanaan pembalakan<br />

dilakukan sebagaimana terdapat pada buku pedoman teknis<br />

kedua yang diterbitkan TFF berjudul “Pertimbangan Dalam<br />

Merencanakan Pembalakan <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”.<br />

Titik ikat terhadap batas blok, jalur-jalur cruising atau symbol-symbol<br />

fi sik lain seperti penyeberangan sungai dapat digunakan untuk<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

31


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

32 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 8 : Contoh catatan pelintasan jalan. Gambar berwarna hitam merupakan<br />

data dasar yang diperlukan, sementara merah merupakan informasi<br />

tambahan yang diperlukan untuk mendesain jalan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain BAB IV<br />

33


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

34 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

menempatkan lintasan lokasi jalan pada peta rencana pembalakan.<br />

Data survei juga dapat diplot untuk menciptakan sudut pandang<br />

yang berbeda dari lokasi jalan. Profi l suatu lokasi jalan dapat mudah<br />

dihasilkan dari catatan lintasan jalan dan memungkinkan evaluasi<br />

yang cepat dari pengaturan penandaan jalan. Hal ini khususnya<br />

penting saat melakukan evaluasi lokasi alternative dan saat<br />

melakukan penilaian terhadap implikasi jangka panjang.<br />

Profi l yang dikombinasi dengan pelintasan jalan dapat juga digunakan<br />

untuk memvisualisasikan penggalian yang diperlukan untuk membuat<br />

jalan dan khususnya berkaitan dengan rancangan suatu jalan.<br />

Gambar 9 : Survei lokasi jalan dihubungkan pada peta<br />

operasional dari area tebang yang diusulkan


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 10 : Unsur dari profil dan perlintasan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

35


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

36 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Komponen Rancangan Dasar<br />

Desain jalan dihasilkan dari perubahan-perubahan terhadap<br />

lokasi jalan yang direncanakan dan standar konstruksi agar jalan<br />

yang dibangun memiliki fungsi optimal yang diharapkan. Desain<br />

jalan biasanya berfokus pada pengaturan posisi vertical walaupun<br />

pengaturan secara horizontal mudah dibuat sepanjang data lereng<br />

pinggir telah terkumpul.<br />

Tujuan umum dari suatu desain jalan adalah menghitung volume<br />

penggusuran dan penimbunan. Manfaat utama lain dari desain<br />

jalan adalah untuk menghasilkan tabel slope staking yang akan<br />

memungkinkan keakuratan dalam menentukan batas pengoperasian<br />

mesin untuk membangun jalan.<br />

Desain jalan mengacu pada penyesuaian/perubahan pada lokasi<br />

yang disurvei, yang terdiri dari empat aspek utama :<br />

1. Standar <strong>Jalan</strong><br />

Standar jalan harus ditentukan oleh perusahaan konsesi yang<br />

mencerminkan kebutuhan transportasi dan kondisi kerja yang<br />

sesungguhnya. Standar jalan menggambarkan parameter<br />

tentang bagaimana bentuk jalan jika sudah selesai. Standar<br />

jalan mencakup lebar, gorong-gorong, kelerengan maksimum<br />

dan bentuk-bentuk lainnya dari jalan sesuai dengan klas jalan<br />

dan penggunaannya.<br />

2. Rencana Desain<br />

Rencana desain dibuat berkaitan dengan sifat material yang<br />

akan menganggu pada saat pembangunan jalan. Tanah yang<br />

kasar , berbatu memiliki sifat yang berbeda misalnya pada saat<br />

dilakukan pelebaran dan pengerasan, begitu juga halnya dalam<br />

dilakukannya penggusuran dan penimbunan untuk membuat<br />

jalan tersebut stabil.<br />

Penggusuran dan penimbunan lereng bervariasi. Hal ini<br />

tergantung pada sifat alamiah keadaan tanah. Tanah berbatu<br />

mungkin saja memiliki sudut balik yang sangat tajam sementara<br />

tanah liat lebih stabil pada sudut yang lebih landai.<br />

Sudut penggusuran dan penimbunan lereng biasanya dinyatakan<br />

dalam rasio sebagai berikut 3:4, 0.5:1, dan sebagainya, dimana<br />

angka pertama menunjukkan unit horizontal, dan angka kedua<br />

menunjukkan unit vertikal. Rasio ini dapat dikonversikan ke<br />

dalam persen nilai kelerengan dengan membagi angka kedua


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

dengan angka pertama, lalu meng-kalikannya dengan 100. Oleh<br />

karena itu, ratio 3:4, misalnya sama dengan kelerangan 75%.<br />

3. Pengaturan Vertikal / Vertical alignment<br />

Seorang teknisi lokasi jalan hutan biasanya akan menempatkan<br />

garis tengah sedekat mungkin dengan lokasi garis tengah jalan<br />

yang sebenarnya akan dibuat. Oleh sebab itu, saat merancang<br />

elemen lokasi jalan yang paling banyak dimanipulasi adalah<br />

pengaturan vertikal. Hal ini dilakukan dengan melakukan<br />

penyesuaian/perubahan pada penggusuran dan penimbunan<br />

pada garis tengah lokasi jalan.<br />

4. Pengaturan Horizontal / Horizontal alignment<br />

Pengaturan horizontal pada lintasan jalan dilakukan untuk<br />

mendapatkan standar lengkungan yang sesuai dan memperkecil<br />

penggusuran atau penimbunan.<br />

Mengapa <strong>Jalan</strong> di desain ?<br />

Desain jalan tidak umum dilakukan di hutan tropis, dan hanya<br />

sedikit orang yang biasa melakukan kegiatan ini. Lebih jauh lagi,<br />

di kebanyakan situasi, desain jalan tidak terlalu penting sepanjang<br />

standar maupun pedoman pembangunan jalan yang diuraikan<br />

dengan jelas dipatuhi.<br />

Namun, area hutan yang masih belum dikelola di Indonesia<br />

biasanya berbukit-bukit dan kondisi tanahnya tidak rata sehingga<br />

menimbulkan biaya konstruksi dan dampak lingkungan yang tinggi.<br />

Konsekuensinya, sangat ditekankan pengelolaan hutan yang baik<br />

untuk memastikan bahwa jalan-jalan yang dibangun berada di lokasi<br />

yang terbaik dan bahwa konstruksi dilakukan dengan cara yang<br />

efektif dari segi biaya dan ramah lingkungan.<br />

Desain jalan memiliki peran yang penting dalam mencapai tujuantujuan<br />

tersebut dan khususnya berkaitan dengan situasi yang<br />

melibatkan pemotongan bagian sisi yang curam, kelerengan,<br />

penyebarangan sungai, dan topografi yang sulit atau kompleks.<br />

Desain jalan dapat digunakan untuk menghasilkan beberapa hal.<br />

Dua hal yang paling signifi kan dalam membantu meningkatkan<br />

perencanaan dan pembangunan jalan hutan adalah data slope<br />

staking dan kontrol kelerengan.<br />

Kontrol Kelerengan / Grade control<br />

Suatu profi l yang diplot (gambar 11) menunjukkan gambar pengaturan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

37


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

38 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

vertikal yang sebenarnya dari suatu pembangunan jalan. Gambar ini<br />

seringkali memiliki kekurangan informasi lokasi jalan terbaru dimana<br />

lereng yang sangat curam sebenarnya terdapat di lapangan dengan<br />

harapan kru pembangunan jalan akan mendapat jalan keluarnya.<br />

Hasilnya adalah pengaturan vertical yang sangat curam yang<br />

berpengaruh terhadap biaya pengangkutan selama jalan itu ada.<br />

Situasi ini juga berpengaruh terhadap operator traktor dalam<br />

mengatasi situasi jalan yang sulit, dimana seringkali upaya-upaya<br />

mengatasi situasi tersebut menyebabkan dampak yang besar<br />

terhadap lingkungan. Masih sering ditemui kegiatan pembangunan<br />

jalan yang berulang-ulang pada suatu lokasi yang sulit, atau ditemui<br />

pengupasan yang sangat luas yang dihasilkan dari kontrol kelerengan<br />

yang tidak tepat dalam pengaturan akhir.<br />

Slope staking<br />

Bisa dikatakan, slope staking adalah kegiatan yang tidak pernah<br />

dilakukan di Indonesia, padahal aktivitas semacam survey lokasi<br />

jalan dan desain dasar dapat menghemat waktu operasional<br />

mesin dan uang, belum lagi memperkecil area yang rusak karena<br />

pembangunan jalan.<br />

Slope staking biasanya berhubungan dengan penghitungan<br />

pengukuran kelerengan penggusuran tebing, dan dasar dari<br />

penimbunan.<br />

Foto 7 : Slope staking secara signifikan mengurangi kegiatan mesin pada<br />

punggung bukit.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Berbagai bentuk tabel slope stake tersedia pada buku-buku teknis<br />

kehutanan. Umumnya tabel slope stake disusun untuk lebar jalan<br />

tertentu (termasuk lebar parit) dan untuk sejumlah sudut tertentu<br />

dari pemotongan dan pengisian yang dinyatakan dalam rasio jarak<br />

horisontal terhadap jarak vertikal.<br />

Informasi lereng pinggir dari survei lokasi jalan diperlukan untuk<br />

menterjemahkan tabel slope stake. Selain itu, perkiraan kedalaman<br />

pemotongan pada setopan garis tengah juga diperlukan untuk<br />

menterjemahkan tabel slope stake.<br />

Untuk pembangunan jalan hutan, informasi paling penting yang<br />

diperoleh dari tabel slope stake, adalah posisi penggusuran mulamula<br />

karena hal ini menentukan batas operasi mesin dan memberikan<br />

pedoman yang jelas kepada operator mesin mengenai dimana dia<br />

harus memulai pemotongan dalam pembuatan jalan.<br />

Desain dengan menggunakan komputer<br />

Waktu yang diperlukan memproses data survey secara manual untuk<br />

mendesain jalan berlangsung lama dan seringkali timbul kesalahan.<br />

Desain manual sebaiknya hanya dilakukan untuk jalan yang pendek,<br />

atau bagian-bagian jalan dengan masalah tertentu.<br />

Saat ini banyak program komputer yang mampu memproses data<br />

lapangan dengan cepat dan menyampaikan desain jalan yang<br />

optimal.<br />

Hasil yang diperoleh antara lain profi l, pelintasan jalan, diagram,<br />

tabel volume, table slope stake, peta kontur untuk koridor jalan, dan<br />

bahkan penampang tiga dimensi untuk desain jalan.<br />

Gambar 11 menampilkan contoh bagian jalan yang rinci yang<br />

dihasilkan dari catatan survey yang terdapat pada gambar 8.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

39


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

40 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 11 : Menampilkan contoh hasil disain dengan menggunakan bantuan<br />

komputer.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain BAB IV<br />

41


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

42 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB V<br />

Konstruksi <strong>Jalan</strong><br />

5.1 Hubungan antara bagian perencanaan dan<br />

operasional<br />

Membicarakan konstruksi jalan akan terasa sangat aneh bila di mulai<br />

dengan diskusi tentang hubungan antar divisi dalam perusahaan,<br />

padahal dalam banyak perusahaan komunikasi antar bagian tidak<br />

berfungsi.<br />

Disini perlu direnungkan untuk perubahan pada tingkat pelaksanaan.<br />

Biasanya bagi staff perencanaan dan teknik mudah untuk memahami<br />

ketika hal ini menjanjikan potensi keuntungan yang dapat dicapai<br />

melalui peningkatan kemampuan praktis. Namun demikian,<br />

dikebanyakan perusahaan, fungsi perencanaan dan keahlian teknik<br />

masih merupakan kegiatan yang tidak terlalu diutamakan, akibatnya<br />

usulan perubahan yang berasal dari perencanaan akan diabaikan<br />

atau dikesampingkan, kalaupun akan diikuti hanya jika tidak terjadi<br />

pertentangan dengan pandangan dan praktek yang telah ada.<br />

Sifat menolak terhadap perubahan sering kali sangat kuat pada<br />

perusahan dan diperlukan keterlibatan aktif dari managemen<br />

perusahaan untuk hal itu.<br />

Dalam upaya mencapai sebuah standar perencanaan dan konstruksi<br />

jalan yang dapat meminimalkan dampak dan efi siensi biaya, suatu<br />

perusahaan mungkin perlu memperkuat fungsi perencanaannya<br />

atau memperhatikan keahlian teknik masing-masing jalan. Dalam<br />

kasus ini peningkatan kemampuan teknis pada pembangunan jalan<br />

hutan harus seirama dan terintegrasi dengan perubahan pada fungsi<br />

perencanaan dan teknik didalam kegiatan konstruksi jalan.<br />

Petunjuk yang baik dari bagian teknis kehutanan harus sesuai<br />

dengan standar yang jelas. Pelatihan bagi pengawas dan<br />

operator juga diperlukan sehingga memunkinkan mereka untuk<br />

menginterpretasinya bagi perbaikan suatu petunjuk teknis. Akhirnya<br />

pengawas dan operator pembangunan jalan harus bersedia untuk<br />

suatu pelatihan yang menekankan perlunya meminimalkan dampak<br />

dari pembangunan jalan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

5.2 Pemahaman Biaya<br />

Menejer hutan sering kali enggan untuk mempekerjakan banyak<br />

staff, khususnya untuk keperluan diluar bidang produksi seperti<br />

perencanaan dan teknisi kehutanan. Alasan utamanya adalah biaya.<br />

Seorang tenaga akhli teknik kehutanan mungkin harus dibayar<br />

Rp.10,000,000 (sekitar US$1,110) per bulannya!<br />

Menajer hutan yang sama, mungkin juga memberikan perhatian yang<br />

kecil pada bagaimana mengefi siensi tim bulldozer atau traktor dalam<br />

operasionalnya. Dia tahu berapa kilometer jalan dapat dibangun oleh<br />

mesin-mesin tersebut dalam satu bulan tetapi mungkin dia tidak<br />

mengetahui apakah mereka bekerja dengan kemampuan maksimum<br />

atau mungkin bisa dua kali lipat hasilnya.<br />

Dampak yang tinggi<br />

pada jalan hutan sering<br />

kali merupakan hasil<br />

dari kegiatan mesin yang<br />

berlebihan dan tidak<br />

terawasi. Ini berarti<br />

biaya yang dikeluarkan<br />

lebih besar dari yang<br />

seharusnya.<br />

Pengunjung pada HPH<br />

hampir selalu akan<br />

menemukan bukti<br />

perencanaan dan<br />

konstruksi jalan yang<br />

tidak baik. Contoh<br />

paling gampang bisa<br />

didapatkan pada situasi<br />

dimana operator traktor<br />

telah mencoba berkalikali<br />

untuk menaiki suatu<br />

bukit atau menyeberangi<br />

sungai. Ini disebabkan<br />

Gambar 12 : Biaya per jam satu unit Traktor<br />

Caterpillar D7-G<br />

1. Biaya pemilik : $19.65/jam<br />

(Depresiasi, bunga, asuransi)<br />

2. Biaya Operational : $32.20/jam<br />

(BBM, oli, lubricants, fi lters, perbaikan,<br />

undercarriage, operator)<br />

Total Biaya $51.85/jam<br />

Assumsi<br />

- Biaya kepemilikan berdasarkan<br />

perkiraan waktu depresiasi 10,000<br />

jam operasi.<br />

- Berdasarkan data yang dibuat oleh<br />

Caterpillar / PT Trakindo Utama<br />

pada 2004 tetapi menggunakan<br />

harga BBM sekarang.<br />

- Nilai ini hanya mendekati.<br />

dari perencanaan penempatan jalan yang tidak baik atau kegagalan<br />

operator traktor untuk mengikuti garis jalan yang telah direncanakan.<br />

Dua hal ini akan mengakibatkan penambahan jam kerja traktor yang<br />

tidak perlu dan dampak kerusakan lebih besar pada hutan.<br />

Biaya perekrutan dan pelatihan teknisi penempatan jalan, bisa<br />

diperoleh kembali dari pengunaan traktor yang lebih efektif untuk<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

43


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

Foto 8 : Bahkan pada daerah yang landai<br />

excavator sebagai mesin pembuatan jalan utama,<br />

bisa mengungguli bulldozer dalam menghasilkan<br />

subgrade yang lengkap dengan parit di pingir<br />

jalan dan dampak lingkungan yang minimal.<br />

44 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

mencapai pembangunan jalan dengan dampak rendah. Penghematan<br />

terbesar akan terjadi pada biaya pengangkutan kayu dengan truk<br />

dalam jangka panjang.<br />

5.3 <strong>Pembuatan</strong> badan jalan dasar – mendorong atau<br />

menggali<br />

Pemilihan peralatan pembuatan jalan<br />

Caterpillar D7-G / D8, atau Komatsu D85-SS (atau model yang<br />

serupa) adalah mesin yang paling lazim digunakan untuk pembuatan<br />

jalan hutan di Indonesia. Ini adalah mesin yang sangat efektif dan<br />

efi sien untuk memindahkan material dalam volume besar. Tetapi,<br />

bila digunakan secara tidak tepat akan menyebabkan kerusakan<br />

yang besar dan dampak yang berlebihan.<br />

Di negara-negara di mana pegunungan mendominasi dari wilayah<br />

kerja industri kehutanannya, excavator menjadi pilihan yang paling<br />

lazim digunakan. Di Indonesia semakin sering HPH menghadapi situasi<br />

di mana bulldozer kalah dalam efi siensi dan hasil akhir dibandingkan<br />

excavator, namun masih belum semua HPH telah mendapatkan<br />

ketrampilan untuk dapat mempergunakan mesin tersebut secara<br />

sepenuhnya.<br />

Foto 9 : Penggunaan<br />

Bulldozer pada pembuatan<br />

jalan pada daerah curam<br />

dengan cara pembuatan<br />

teras untuk memperkecil<br />

kemungkinan longsoran.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Dimana excavator lebih unggul dibanding bulldozer :<br />

- Pada daerah curam yang memerlukan penempatan meterial<br />

galian dengan hati-hati.<br />

- Pada daerah perlintasan sungai dan pada pembuatan drainage<br />

- Pada perlintasan daerah berair atau rawa dengan tanah liat,<br />

dimana drainage kerapkali menjadi masalah.<br />

- Pada penggalian material pengeras untuk permukaan jalan.<br />

Foto 10 : <strong>Jalan</strong> ber<br />

balast menyeberangi<br />

rawa. Waktu<br />

berminggu-minggu<br />

dipakai mengunakan<br />

bulldozer untuk<br />

mengerjakan bagian<br />

jalan ini dengan<br />

susah payah dan<br />

menimbulkan dampak<br />

kerusakan besar.<br />

Dengan mengunakan<br />

excavator pekerjaan<br />

ini bisa diselesaikan<br />

dalam waktu<br />

singkat dengan<br />

dampak minimum.<br />

Meskipun, sebagian besar dari jalan lebih efektif dibuat dengan<br />

bulldozer, ada banyak bagian yang akan lebih efektif dibuat<br />

menggunakan bulldozer dan excavator secara bersamaan. Untuk<br />

menentukan mesin apa yang akan dipakai dalam pembangunan jalan<br />

adalah tugas dari bagian teknis kehutanan yang bertangung jawab<br />

atas penentuan lokasi jalan, survei dan design. Ini memerlukan<br />

koordinasi yang lebih baik antara kegiatan teknis kehutanan dan<br />

kegiatan pembangunan jalan.<br />

Prinsip dasar dalam pembuatan jalan<br />

Apakah menggunakan bulldozer, excavator atau gabungan duaduanya<br />

dalam pembuatan jalan di hutan, terdapat beberapa prinsipprinsip<br />

sederhana, tetapi mendasar yang perlu diperhatikan untuk<br />

memastikan kegiatan pembuatan jalan mencapai tujuan yang<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

45


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

46 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

diinginkan dengan hasil baik dan biaya rendah. Beberapa prinsip<br />

dapat dilihat sebagai berikut :<br />

Persiapan<br />

1. Apakah sudah ditentukan lokasi trayek jalan yang terbaik?<br />

Apakah sudah mendapat persetujuan lokasi jalan dari<br />

supervisor? Apakah lokasi jalan sudah ditandai dengan baik ?<br />

(termasuk tanda pancang pada kelerengan ).<br />

2. Apakah supervisor dan / atau mandor jalan sudah diinformasikan<br />

tentang keadaan khusus pada konstruksi jalan ? Apakah operator<br />

traktor dan mandor telah berjalan kaki pada garis konstruksi<br />

jalan dan telah mengenal medan dan area yang memerlukan<br />

perhatian khusus ?<br />

Pertimbangan Pembangunan<br />

3. Pengelolaan air dengan baik, harus menjadi prioritas pada<br />

pembangunan badan jalan. Dimana dimungkinkan, struktur<br />

pembuangan air harus dipasang secepatnya pada waktu<br />

pembuatan badan jalan. Air rawa harus diatur melalui pembuatan<br />

selokan yang baik dan diarahkan keluar jalan. Badan jalan harus<br />

dibentuk sebagaimana mestinya untuk mencegah air terkumpul<br />

dan merusak badan jalan pada waktu pembangunan, dan<br />

memungkinkan badan jalan secepat mungkin kering.<br />

Pemadatan telah dilaksanakan<br />

hanya pada beberapa HPH, padahal<br />

pemadatan dan pengelolaan air<br />

dengan baik, bisa mengurangi<br />

dampak dari pembangunan jalan<br />

dan ongkos pembuatan perkerasan<br />

jalan.<br />

Badan jalan yang telah dipadatkan<br />

dengan segera setelah dibentuk<br />

akan mengurangi pengikisan / erosi<br />

pada waktu hujan. Badan jalan yang<br />

Foto 11 : Genangan air yang terbentuk<br />

oleh gorong-gorong yang salah adalah<br />

pemandangan yang lazim di beberapa<br />

HPH. Perhatikan ‘knappel’ yang<br />

diperlukan untuk menstabilkan ‘road<br />

fill’ yang dipenuhi oleh genangan air.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

dipadatkan akan memerlukan lebih sedikit meterial perkerasan<br />

untuk membentuk permukaan jalan untuk segala cuaca.<br />

5. Balast atau bahan permukaan jalan, biasanya diperlukan<br />

untuk mencapai kondisi permukaan jalan yang padat dan bisa<br />

digunakan untuk segala cuaca. Keperluan balast tergantung<br />

ketahanan yang diharapkan, sifat dari material yang digunakan<br />

dan kemiringan jalan.<br />

Umum:<br />

6. Rentang waktu pembuatan jalan harus diseleraskan dengan<br />

musim panas. Ini terutama sekali bila tanah sangat liat. Untuk<br />

menghindari terjadinya erosi, hindari pembangunan jalan pada<br />

musim hujan.<br />

5.4 Pemadatan dan meratakan permukaan<br />

Foto 12 : Makin bertambah perusahaan HPH<br />

yang menyadari keuntungan yang didapatkan<br />

dari pemadatan segera setelah pembentukan dari<br />

badan jalan.<br />

Semakin bertambah<br />

perusahaan HPH yang<br />

menyadari keuntungan<br />

yang didapatkan dari<br />

pemadatan segera setelah<br />

pembentukan dari badan<br />

jalan.<br />

Pemadatan mengurangi<br />

ketidakteraturan pada<br />

permukaan jalan dan<br />

mempercepat pengeringan<br />

badan jalan. Badan jalan<br />

yang telah dipadatkan,<br />

mengurangi terjadinya erosi<br />

/ pengikisan pada waktu<br />

hujan dan mengurangi<br />

genangan air hujan pada permukaan jalan yang memperpanjang<br />

masa waktu kering.<br />

Badan jalan yang stabil dan padat, memerlukan lebih sedikit material<br />

untuk balast hingga mengurangi biaya pembuatan jalan.<br />

Sebelum pemadatan, badan jalan harus diratakan lebih dahulu dan<br />

membuat garis parit / selokan.<br />

Pemadatan adalah cara yang sangat efektif dari pembuatan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

47


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

48 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

permukaan jalan setelah bahan balast telah dilapisi diatas badan<br />

jalan. Ini terutama sekali bila bahan untuk balast tidak berbeda<br />

dari bahan badan jalan. Pemadatan akan memastikan bahan tanah<br />

dengan ukuran berbeda telah dibentuk terikat dan dihaluskan<br />

permukaan jalannya.<br />

5.5 Struktur saluran air (drainase)<br />

Foto 13 : <strong>Jalan</strong> yang di<br />

balast dan dipadatkan<br />

dengan baik. Perhatikan<br />

puing kayu yang diletakan<br />

di pinggir jalan untuk<br />

mengurangi erosi.<br />

Saluran air dibangun khusus untuk mengalihkan air hujan dari atas<br />

dan bawah jalan.<br />

Sebelum membahas jenis-jenis drainase yang berbeda, ada<br />

beberapa hal utama yang harus diikuti dimana dimungkinkan untuk<br />

memperkecil ganguan penyaluran air alamiah dan mengurangi resiko<br />

pengendapan aliran sungai.<br />

• Sebisa mungkin, mempertahankan pola saluran air yang sudah<br />

ada.<br />

• Buatlah gorong-gorong pada waktu pembangunan jalan dan<br />

sedapat mungkin dekat dengan tanah. Hindari pembuatan<br />

gorong-gorong pada tanggul yang telah ditinggikan. Bila ini tidak<br />

dimungkinkan, pastikan lapisan tanah pada saluran keluar dilapisi<br />

dengan bahan batu-batuan. Dalam keadaan tertentu sebaiknya<br />

dibangun pintu air dengan mengunakan batu dan semen atau<br />

beton.<br />

• Jangan lupa untuk membangun saluran persilangan pada bagian<br />

yang panjang dan miring dari jalan, di tempat dimana pengalihan


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

air hujan atau rembasan air<br />

susah dialihkan dari jalan.<br />

• Jangan menggunakan kayu<br />

berlubang atau tumpukan<br />

kayu untuk mengisi goronggorong.<br />

Saluran persilangan<br />

jenis ini sangat gampang<br />

tersumbat dan berakibat<br />

terbentuknya kolam dan<br />

pada akhirnya membanjiri<br />

badan jalan.<br />

• Pembangunan goronggorong<br />

paling baik dilakukan<br />

dengan meng-gunakan<br />

excavator. Ini adalah<br />

salah satu segi di mana<br />

keefektifan pembangunan<br />

jalan bisa diperbaiki<br />

dengan mengabungkan<br />

kelebihan dari bulldozer dan<br />

excavator.<br />

Ada tiga tipe dasar struktur saluran air.<br />

Gambar 13 : Perencanaan drainase<br />

berdasarkan survei lokasi jalan.<br />

Saluran air persilangan terbuka<br />

Saluran air persilangan terbuka adalah parit yang dibuat pada jalan<br />

dengan tujuan untuk memungkinkan air untuk menyeberangi jalan.<br />

Ini bisa dilakukan untuk aliran air musiman atau aliran air tetap.<br />

Material pada saluran ini harus tahan erosi / pengikisan, seperti<br />

batuan kerikil atau lapisan tanah yang keras.<br />

Penyeberangan air adalah saluran air terbuka pada aliran sungai<br />

yang lebih besar, dan biasanya memiliki aliran air tetap.<br />

Saluran air terbuka atau penyeberangan air, adalah solusi yang tepat<br />

guna untuk penyeberangan aliran air hanya bila terbuat dari material<br />

yang tahan terhadap erosi atau bila saluran air dilapisi dengan batu<br />

krikil untuk membentuk dasar yang stabil.<br />

Untuk jalan utama yang permanen, saluran air bisa dibuat dari semen<br />

atau batu dan berbentuk pipa gorong-gorong untuk memungkinkan<br />

aliran air melewati bawah saluran air terbuka pada saat volume<br />

aliran air rendah dan bila air meluap dapat melewati di atas saluran<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

49


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

terbuka.<br />

Gorong-gorong<br />

Bentuk paling umum<br />

dari struktur saluran air<br />

(drainase) pada jalan di<br />

hutan, adalah goronggorong.<br />

Tetapi goronggorong<br />

ini adalah aspek<br />

yang paling sering<br />

diabaikan pada jalan dalam<br />

hutan.<br />

Hanya sedikit perusahan<br />

HPH telah mengembangkan<br />

pedoman pembuatan<br />

jalan yang menguraikan<br />

50 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 14 : Hindari mengunakan tumpukan kayu<br />

gelondongan atau puing kayu untuk membuat<br />

gorong-gorong.<br />

cara pembuatan gorong-gorong. Akibatnya pembuatan goronggorong<br />

telah diserahkan kepada kebijaksanaan operator traktor yang<br />

sering kali dibayar per meter jalan yang sudah selesai dibangun.<br />

Kegagalan dalam menangani pengelolaan aliran air yang baik pada<br />

pembangunan jalan, seringkali menghasilkan keadaan sebagai<br />

berikut :<br />

• Tidak cukupnya saluran penyeberangan air, khususnya pada<br />

jalan yang panjang di pengir tebing.<br />

AKIBATNYA : Terbentuknya selokan erosi yang dalam, sepanjang<br />

parit; Pengendapan pada aliran sungai.<br />

• Saluran air / gorong-gorong yang berbentuk tumpukan kayu log<br />

dan puing. Kadang bila tesedia kayu log berlubang digunakan<br />

sebagai penganti gorong-gorong.<br />

AKIBATNYA : Gorong-gorong tersumbat yang menyebabkan<br />

banjir di hulu. Banjirnya sebagian areal hutan. Melemahnya daya<br />

tahan dari badan jalan, karena keadaan yang basah.<br />

• Dimana tanggul jalan melintasi selokan, kayu berlubang seringkali<br />

dipasang, setelah penyelesaian tanggul dan ditempatkan pada<br />

bagian atas dari tanggul.<br />

AKIBATNYA : Banjir di hulu, banjir pada sebagian areal hutan,<br />

melemahnya daya tahan tanggul karena keadaan yang basah.<br />

Gorong-gorong yang terbuat dari kayu gelondongan, mudah dibuat


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

dengan menggunakan<br />

bahan yang tersedia<br />

secara lokal. Gambar<br />

15 menggambarkan<br />

gorong-gorong kotak<br />

sederhana terdiri dari<br />

dua kayu log sejajar<br />

diletakan diatas kayu<br />

pembendung lumpur,<br />

yang mendistribusikan<br />

berat dari kayu log<br />

diatas. Pada bagian<br />

atas dari goronggorong<br />

telah dipasang batangbatang<br />

kayu bersebelahan yang<br />

melintang.<br />

Gambar 15 : Sketsa gorong-gorong<br />

terbuat dari kayu log.<br />

Gorong-gorong sederhana ini, bisa dipasang dengan menggunakan<br />

bulldozer atau menggunakan tenaga manual, walaupun bisa dilakukan<br />

lebih baik dengan menggunakan excavator.<br />

Gorong-gorong kotak sebaiknya dipasang pada ketinggian yang sama<br />

dengan ketinggian permukaan tanah yang asli di atas material yang<br />

dapat menopang bobot dari gorong-gorong dan material di atasnya.<br />

Bila gorong-gorong dipasang lebih tinggi dari permukaan tanah yang<br />

asli, saluran keluar harus diperkuat dengan bahan berbatu untuk<br />

mencegah erosi tanggul.<br />

Jembatan<br />

Jembatan bisa dibangun dengan berbagai ukuran dan bentuk<br />

sehingga sesuai dengan keadaan di tempat itu. Pada jalan di hutan<br />

material yang paling sering ditemukan adalah kayu berbentuk log /<br />

gelondongan.<br />

Jembatan terdiri dari struktur penyangga /abutment pada kedua<br />

sisi yang bisa dibangun dengan menggunakan tumpukan kayu<br />

gelondongan atau pondasi dari beton. Rentang jembatan terdiri<br />

dari kayu balok yang ditutupi dengan batu krikil atau papan kayu<br />

gergajian. Berbagai bagian lain yang bisa ditambahkan pada suatu<br />

jembatan termasuk pagar jembatan, kayu balok (shear) untuk<br />

menjaga memasuki jembatan. Pada rentang yang panjang dan<br />

diperlukan pembagian pada rentang yang lebih pendek struktur<br />

penyangga tambahan di tengah rentang diperlukan dan dapat<br />

dibangun dari tumpukan kayu balok atau tiang beton.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

51


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

52 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 16 : Komponen pada jembatan kayu log.<br />

Pertimbangan Dasar<br />

• Pilih tempat yang mempunyai dasar yang kuat, lebih baik berbatu<br />

untuk menjamin penjajaran (allignment) yang baik dengan<br />

jembatan penyebarangan.<br />

• Posisi struktur penyangga kayu balok sederhana dengan dasar<br />

yang padat dan ketinggian melewati tingkat air tertinggi, bila<br />

memungkinkan.<br />

• Struktur jangkar yang kompleks dan tanah, krikil pengisi tanggul,<br />

bahan batu.<br />

• Merencanakan pembangunan dari jembatan sebelum kegiatan<br />

mesin mulai di lapangan.<br />

• Memilih jenis kayu yang tahan lama untuk semua bagian<br />

dari jembatan. Mencari keterangan dari data penelitian bila<br />

dimungkinkan mengenai sifat kekuatan dan ketahanan dari<br />

material yang digunakan.<br />

• Gunakanlah mesin-mesin yang tepat. Pembangunan jembatan<br />

bisa dipermudah dengan mengunkan excavator.<br />

• Mengatur pembangunan jembatan untuk dilakukan pada musim<br />

panas dimana tingkat air berada pada tingkat terendah.<br />

• Mencari keterangan di buku pedoman yang tepat, untuk petunjuk<br />

mengenai perencanaan dan pembangunan jembatan 1) .<br />

1) Salah satu buku pedoman mengenai perencanaan dan pembangunan jembatan dari kayu<br />

adalah “Log Bridge Handbook 1980” oleh Nagy, Trebett, Wellburn ad Gower (terbitan<br />

kedua 1989) dibuat dan diterbitkan oleh Forest Engineering Research Institute of Canada<br />

at 201-2112 West Broadway, Vancouver, B.C., Canada, H9R 4Z7.Buku bisa didapatkan<br />

dengan menghubungi Margaret-J@MTL.Feric.ca.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Pengenalan dengan<br />

komponen jembatan<br />

Jembatan kayu sangat<br />

sesuai untuk jalan<br />

di hutan karena bisa<br />

dipasang dan dibuat di<br />

tempat dengan bahanbahan<br />

yang tersedia dari<br />

hutan sekitarnya.<br />

Gambar berikut ini<br />

memberikan pengenalan<br />

mengenai beberapa<br />

pendekatan yang dilakukan<br />

pada pembangunan bagianbagian<br />

utama dari jembatan<br />

kayu balok.<br />

Foto 14 : Contoh jembatan dengan structur<br />

penyangga kayu di pinggir dan tengah.<br />

Bentuk yang paling umum dari jembatan kayu balok, biasanya<br />

membutuhkan struktur penyangga yang sederhana (Gambar 17).<br />

Bila dasar dari struktur penyangga adalah batu, satu atau lebih kayu<br />

balok pondasi sudah cukup untuk penyangga kayu balok / stringer.<br />

Bila diperlukan celah tambahan atau bila tanah di bawah penyangga<br />

labil, akan diperlukan kombinasi dari pondasi kayu log dan bendungan<br />

lumpur (mud sill).<br />

Semua bagian dari penyangga harus terkunci, terpaku atau terikat<br />

dengan aman untuk menjamin kestabilan.<br />

Foto 15 : Sifat kuat dan<br />

tahan lama sering tidak<br />

ditemukan pada jenis<br />

kayu tropis, akibatnya<br />

penggunaan balok<br />

kayu yang ditumpuk<br />

biasa digunakan pada<br />

pembangunan jembatan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

53


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

Gambar 18 : Penyangga<br />

kayu yang rumit.<br />

54 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 17 :<br />

Penyangga kayu<br />

sederhana dengan<br />

fondasi kayu dibawah<br />

bendungan lumpur.<br />

Bahan timbunan harus terdiri dari tanah berbatu. Jangan mengunakan<br />

tanah yang mudah tererosi pada waktu musim banjir dan tidak<br />

mendukung lalu-lintas truk.<br />

Struktur tumpukan bisa bermacam-macam, tergantung dari<br />

ketinggian yang diperlukan dan kondisi tanah di tempat penyangga.<br />

Gambar 19 dan 20 memberikan suatu contoh dari kedua jenis struktur<br />

tumpukan sederhana dan struktur yang lebih rumit dari tumpukan<br />

dengan ujung terbuka.<br />

Penting sekali, bahan timbunan kembali dari tanggul terdiri dari<br />

material berbatu yang tahan erosi, karena struktur tumpukan yang<br />

compleks sering sekali dilanda banjir musiman. Bahan timbunan<br />

yang mudah erosi akan mengakibatkan memperlemahnya struktur<br />

dan pada akhirnya kerusakan pada struktur.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 19 : Struktur crib sederhana, yang<br />

terdiri dari kayu log depan dan belakang yang<br />

terkunci dalam bahan isian kerikil dan batu.<br />

Gambar 20 : Penyangga jembatan yang kompleks<br />

Perhatikan bagian ujung yang terbuka dengan<br />

beberapa kayu log yang terikat satu sama lain,<br />

dan dipendam dibawah material penimbun jalan<br />

untuk menstabilkan seluruh struktur jembatan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

55


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

Gambar 21 : Balok pembatas bisa menjadi<br />

bagian dari struktur jembatan (diatas) atau<br />

menjalani fungsi melindungi (dibawah).<br />

56 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Ada alternatif yang lebih mahal selain jembatan kayu bulat, yaitu<br />

jembatan dari baja yang dibuat di tempat lain sebelum dipasang dan<br />

mempunyai beberapa keunggulan.<br />

Jembatan baja dirancang untuk beban muatan sesuai panjang<br />

rentang jembatan. Jembatan tersebut bisa secara mudah diangkut<br />

dan dipasang pada tempat dan penyangga kayu atau semen yang<br />

sudah dibuat lebih dahulu. Salah satu keunggulan utama dari<br />

jembatan baja adalah tahan lama dan bisa digunakan kembali pada<br />

lokasi lain bila diperlukan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 16 : Jembatan baja di hutan,<br />

Wilayah Bagian Perak, Malaysia.<br />

Perhatikan penyangga berada pada<br />

posisi jauh di atas titik air tertinggi,<br />

memberikan ruangan yang cukup di atas<br />

sungai. Pada contoh ini deck dan pagar<br />

dari baja adalah bagian dari struktur<br />

jembatan.<br />

5.6 Stabilisasi sisi jalan<br />

<strong>Jalan</strong> yang baru dibangun akan menyebabkan erosi dan pengendapan<br />

(sedimentation) untuk waktu yang panjang. Pembangunan jalan<br />

berdampak rendah harus mencoba meminimalkan erosi tersebut<br />

melalui bermacam-macam tindakan.<br />

Saluran samping dan lintasan saluran dapat menyalurkan air hujan<br />

keluar jalan. Pemadatan dan pengerasan akan mengurangi erosi<br />

dari permukaan jalan. Tetapi khususnya pada daerah berbukitbukit,<br />

gusuran dan timbunan adalah sumber utama erosi dan<br />

sedimentasi.<br />

Tergantung dari kondisi lapangan, lereng timbunan pada area<br />

dengan curah hujan tropis yang tinggi ditumbuhi tanaman secara<br />

alami dalam satu-dua tahun, untuk lereng gusuran akan diperlukan<br />

waktu lebih lama. Khususnya pada tanah yang sangat labil, tindakan<br />

stabilisasi lereng di sisi jalan harus dilaksanakan, secepat mungkin<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

57


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

58 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

setelah pembangunan jalan untuk mengurangi erosi dan masuknya<br />

sedimentasi ke sungai terdekat.<br />

Manfaat lingkungan dari upaya menstabilkan sisi pinggir jalan pada<br />

lereng gusuran dan lereng timbunan, bukanlah merupakan satusatunya<br />

faktor pendorong. Kerusakan pada lereng gusuran dan<br />

lereng timbunan menimbulkan biaya perbaikan yang mahal dan<br />

pengendapan pada hilir sungai bisa menimbulkan konfl ik dengan<br />

penduduk lokal yang tergantung pada air sungai untuk memenuhi<br />

kebutuhan rumah tangga mereka dan salah satu sumber pangan<br />

yang penting.<br />

Untuk menstabilkan lereng gusuran, sebaiknya dilakukan pada waktu<br />

pelaksanaan pembangunan jalan. Tindakan lain bisa juga dilakukan<br />

sesudah pembangunan selesai. Semua tindakan harus didahului<br />

oleh inspeksi lapangan dan penafsiran resiko dengan tujuan untuk<br />

menjamin gusuran dan timbunan lereng tetap stabil dan tidak<br />

menjadi sumber endapan untuk tata air (hydrology) lokal dan tidak<br />

menambah biaya perawatan jalan.<br />

Dalam perencanaan dan pembangunan jalan hutan tabel berikut ini<br />

dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk stabilitas dari lereng gusuran<br />

dan lereng timbunan dengan berbagai macam bahan / material<br />

yang mungkin ditemui pada pembangunan jalan hutan. Nilai dalam<br />

tabel ini didapatkan atas pengalaman sendiri. Tiap perusahaan HPH<br />

bisa merubah nilai pada tabel, berdasarkan situasi operasional dan<br />

pengalaman mereka.<br />

Tabel 2 : Rasio perbandingan stabilitas lereng yang dianjurkan<br />

Rasio perbandingan yang dianjurkan untuk stabilitas lereng dengan bahan tanah yang berbeda-beda<br />

Kondisi dari Tanah / Batu Rasio Lereng (Horizontal:Vertical)<br />

Batu Keras (jarang ditemui di Indonesia) 0.25:1 - 0.5:1<br />

Batu pecah-pecah, batu lunak 0.5:1 - 1:1<br />

Tanah yang mengikat dengan baik 0.25:1 - 0.5:1<br />

Normal tanah (gusuran lereng) 0.75 - 1:1<br />

Tanah yang sangat liat 2:1 - 3:1<br />

Daerah lembab atau tanah lempung yang subur 2:1 - 3:1<br />

Timbunan pada kebanyakan tanah 1.4:1 - 2:1<br />

Timbunan dari matrial batu yang mudah lepas 1.3:1


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Kondisi Umum<br />

Perhatikan pertimbangan berikut ini, ketika mengembangkan<br />

kebijaksanaan dan praktek baru yang dirancang untuk mengurangi<br />

erosi lereng gusuran dan lereng timbunan dari jalan hutan.<br />

1. Gusuran lereng utama harus dibangun menggunakan teras<br />

bangku yang masuk kedalam. Teras-teras tersebut akan<br />

mengarahkan air hujan sepanjang lereng dan dialihkan ke areal<br />

hutan yang berdekatan dengan demikian mengurangi volume<br />

dan kekuatan pengikisan dari air sepanjang parit.<br />

2. Menggusur lereng pada sudut yang cocok dengan bahan /<br />

material dari tanah yang digunakan untuk membangun jalan<br />

(lihat Tabel 2). Memancangkan tongkat (staking) pada lereng<br />

adalah teknik yang berguna untuk memastikan sudut yang tepat<br />

telah tercapai selama pembangunan jalan.<br />

3. Lereng yang digusur bisa distabilkan dengan menanam rumput<br />

atau tanaman lain yang cepat tumbuh. Menanam pohon pada<br />

lereng mempunyai pengaruh yang kecil atau sama sekali tidak<br />

berpngaruh pada erosi.<br />

4. Pastikan sekitar tempat gorong-gorong telah terlindungi dengan<br />

tanah berbatu, krikil.<br />

5. Menanam tanaman pada lereng timbunan segera setelah<br />

pembangunan jalan. Rumput atau tanaman lain yang tumbuh<br />

cepat harus digunakan. Menanam pohon akan mempunyai<br />

pengaruh menstabilkan lereng dalam jangka panjang, tapi<br />

jangan mengharapkan untuk mengurangi erosi pada lereng<br />

dalam tahun pertama setelah pembangunan dengan menanam<br />

pohon.<br />

6. Dimana dimungkinkan, tempatkanlah dahan, ranting pohon<br />

pada lereng timbunan jalan untuk mengurangi erosi permukaan<br />

tanah dan memperbaiki kondisi pertumbuhan dari rumput.<br />

7. Gunakan pagar hidup dari semak-semak dimana dimungkinkan<br />

pada lereng timbunan dan lereng gusuran jalan. Ada banyak<br />

jenis tanaman tropis yang cocok untuk penggunaaan seperti<br />

itu. Pagar hidup (tanaman) sangat cocok untuk resiko erosi<br />

sangat tinggi dan dimana areal rembesan air akan memilihara<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

59


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

kelembaban tanah.<br />

60 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

8. Menstabilkan tanah secara mekanis (dengan mesin) harus<br />

dilaksanakan pada keadaan khusus dimana resiko erosi atau<br />

kerusakan yang serius pada lereng tersebut. Pada lereng<br />

gusuran, struktur dengan keranjang terisi batu ternyata dapat<br />

berguna untuk mencegah pergerakan tanah yang disebabkan<br />

rembesan air. Solusi lain yang bisa digunakan adalah dengan<br />

memperkuat tempat perembesan air, walaupun ini memerlukan<br />

pengunaan excavator.<br />

9. Pada lereng timbunan, area di bawah gorong-gorong saluran<br />

keluar mungkin membutuhkan perlindungan yang bisa diberikan<br />

melalui penempatan reruntuhan kayu atau krikil untuk mencegah<br />

erosi skala besar dan runtuhnya lereng timbunan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB VI<br />

Pemeliharaan dan Deaktivasi<br />

6.1 Pemeliharaan<br />

Pemeliharaan jalan secara rutin adalah kegiatan yang sangat<br />

penting untuk memelihara sistem jalan dalam kondisi yang baik dan<br />

memelihara sistem saluran airnya bekerja sebagaiman mestinya.<br />

<strong>Jalan</strong> yang dipelihara dengan baik akan mengurangi endapan,<br />

mencegah kerusakan jalan dengan cepat, dan mengurangi biaya<br />

transportasi.<br />

Perusahaan HPH dengan jaringan jalan yang baik telah belajar dari<br />

pengalaman dimana dengan mengikuti praktek-praktek tersebut<br />

bahwa penting sekali untuk memelihara jaringan jalan dengan baik<br />

dimana akan mengurangi biaya transportasi kayu.<br />

1. Melaksanakan pemeliharaan jalan sesegera mungkin sangat<br />

diperlukan. Keterlambatan dalam pemeliharaan jalan, akan<br />

menyebabkan kerusakan lebih parah pada jalan dan akan<br />

meningkatkan biaya pemeliharaan.<br />

Foto 17 : Meratakan jalan menghilangkan lekuk pada permukaan /<br />

meratakan jalan yang memungkinkan pengeringan permukaan jalan<br />

dengan cepat dan memperbaiki kegunaan jalan secara keseluruhan.<br />

Ini berlaku juga untuk jalan sekunder yang lebih kecil.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

61


Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

62 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2. Pembersihan dan perataan permukaan jalan secara berkala untuk<br />

menimbun lubang-lubang dan pembentukan kembali permukaan<br />

jalan dan system pengeringan yang baik. Pembersihan dan<br />

perataan sebaiknya dilakukan pada waktu permukaan jalan<br />

sedikit basah. Dianjurkan dilakukan pemadatan jalan, setelah<br />

perataan selesai.<br />

3. Membersihkan selokan / parit dan gorong-gorong dari sampah<br />

yang menyumbat.<br />

4. Membiarkan rumput atau tanaman lain sepanjang pinggir jalan<br />

untuk mengurangi erosi permukaan jalan.<br />

5. Bila jalan tidak mempunyai permukaan yang cocok untuk segala<br />

cuaca, tutuplah jalan tersebut pada waktu musim hujan, untuk<br />

menghindari gangguan pada permukaan jalan, seperti terjadinya<br />

lubang-lubang.<br />

6. Membersihkan pinggir jalan dari tumbuhan dibutuhkan untuk<br />

memelihara jarak penglihatan yang maksimal untuk keselamatan<br />

lalu-lintas.<br />

7. Memasang tanda-tanda peringatan jalan.<br />

6.2 Deaktivasi<br />

Deaktivasi / pemberhentian kegiatan operasional pada jalan<br />

yang sudah tidak dibutuhkan, adalah praktek yang sangat jarang<br />

dilakukan di Indonesia, padahal pengabaian deaktivasi sering sekali<br />

menimbulkan dampak negatif yang besar. Hanya sebagian orang akan<br />

membantah bahwa pengabaian deaktivasi jalan bisa menimbulkan :<br />

• Erosi tak terkendalikan pada jalan yang sudah tidak digunakan<br />

karena selokan dan parit tersumbat,<br />

• Menyebarnya penebangan liar ’illegal logging’, karena jalan yang<br />

tidak digunakan di biarkan terbuka.<br />

• Menyebarnya pemukiman penduduk dan terbukanya hutan<br />

karena kegiatan perladangan yang berpindah-pindah dan tidak<br />

cukup memperhatikan pada apa yang mereka tinggalkan,<br />

• Berkurangnya satwa liar, karena perburuan yang tidak terkontrol<br />

dan pengambilan satwa langka.<br />

Tingkat keunikan dari masalah ini, akan berbeda dari tempat<br />

satu dengan tempat yang lain, karena itu dibutuhkan pendekatan


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

terkoordinasi.<br />

Garda ‘garis depan’ pertahanan dimulai dengan pengelolaan HPH yang<br />

proaktif dan sampai melewati siklus penebangan pertama. Walaupun<br />

pernyataan maaf mengutip kegagalan Departemen Kehutanan atau<br />

pemerintah daerah untuk menegakkan hukum, kerapkali mempunyai<br />

dasar kesimpulan yang logis. Ada langkah-langkah yang nyata dan<br />

praktis yang dapat diambil oleh perusahaan HPH untuk memastikan<br />

masa depan areal hutan yang mereka kelola, dan memastikan fungsi<br />

ekologi telah terlindungi sesudah kepentingan mereka dari hutan<br />

tersebut terpenuhi.<br />

Tindakan yang dianjurkan :<br />

1. Membuat dan menjalankan panduan dan kebijaksanaan yang<br />

jelas untuk memastikan kegiatan deaktivasi dan pemberhentian<br />

yang tepat telah dilaksanakan.<br />

2. Tempatkan rintangan yang efektif pada jalan yang sudah<br />

tidak digunakan, untuk mencegah masuknya orang yang tidak<br />

berkepentingan. Rintangan harus ditempatkan pada bagian<br />

jalan dimana tidak dimungkinkan untuk mengitari rintangan.<br />

Rintangan harus cukup besar untuk mencegah penerobosan.<br />

3. Pemasangan rambu-rambu yang<br />

menunjukkan penutupan dari jalan<br />

tersebut, dilarang berburu, dll.<br />

4. Membersihkan puing sisa dari<br />

logging yang dapat menambah<br />

polusi lingkungan.<br />

5. Memberitahukan pada masyarakat<br />

lokal, tentang tujuan penutupan<br />

jalan, untuk menjamin tidak ada<br />

yang berkeberatan dari pihak<br />

masyarakat lokal, dan kebutuhan<br />

masyarakat telah terpenuhi dengan<br />

cara bekerjasama dan tertib.<br />

6. Membongkar bangunan seperti jembatan dan gorong-gorong. Ini<br />

tidak saja akan memastikan pembentukan kembali dari saluran<br />

air secara alami, dan mengurangi resiko erosi pada jalan yang<br />

sudah tidak dipakai, tapi juga akan menjadi rintangan yang<br />

efektif, terhadap masuknya penebang liar.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

63


Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

64 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 18 : Erosi hebat pada selokan dari jalan sekunder yang tidak dipakai yang<br />

disebabkan oleh selokan yang diblokir.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

LAMPIRAN I<br />

Jawaban dari Latihan Kontur<br />

Jawaban Pertanyaan 1 :<br />

(Bekenaan dengan bagian 2.3)<br />

Ruas garis (D-E) adalah 5 centimeter pada peta. Dengan skala<br />

1:5,000 sama dengan 250 meter.<br />

Garis tersebut memotong 8 interval kontour atau 80 meter.<br />

Kemiringan rata-ratanya adalah :<br />

Jawaban Pertanyaan 2:<br />

80 x 100 = +32%<br />

250<br />

Jarak peta dari (A) ke (B) adalah 9 centimeter atau 450 meter. Lokasi<br />

jalan pada bagian ini harus mendaki 70 meter untuk mencapai saddel<br />

pada titik (B).<br />

Dengan mengunakan konstanta ketinggian adalah :<br />

Jawaban pertanyaan 3:<br />

70 x 100 = +15.5%<br />

450<br />

Dari titik (B) pada punggung, lokasi jalan akan diturunkan sejauh<br />

30 meter dari elevasi pada peta dengan jarak 7,5 centimeter ke titik<br />

(C) dari mana dapat dilanjutkan untuk dapat melewati lereng yang<br />

mudah.<br />

Turunan pada bagian dijalan yang dimaksud akan menjadi :<br />

30 x 100 = -8%<br />

375<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Jawaban dari<br />

Latihan Kontur<br />

Lampiran I<br />

65


Daftar Pustaka<br />

Lampiran II<br />

66 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

LAMPIRAN II<br />

Daftar Pustaka<br />

Berikut ini daftar pustaka yang telah digunakan dalam persiapan<br />

buku pedoman ini.<br />

Applegate, Grahame, 1998, “Code of Practice for Forest Harvesting<br />

in Indonesia”, NRM2, Bappenas, Dept. of Forestry and Estate<br />

Crops<br />

Departemen Kehutanan, 1993, “Pedoman Tebang Pilih Tanam<br />

Indonesia”, Ministry of Forests.<br />

Holmes, D.C., 1978, “Manual for Roads and Transportation”, British<br />

Columbia Institute of Technology.<br />

Keller, Gordon, and James Sherar, 2002, “Low-Volume Roads<br />

Engineering, Best Management Practices Field Guide”,<br />

USAID, USDA Forest Service, and Virginia Polytechnic Inst.<br />

and State University.<br />

Klassen, A.W., 1992, “Forest Engineering Procedures Manual for<br />

the Bhutan Logging Corporation”, World Bank, Forestry II<br />

Project.<br />

Nagy, M.M., J.T. Trebett, G.V. Wellburn, L.E. Gower, 1989, “Log Bridge<br />

Construction Handbook”, Forest Engineering Research<br />

Institute of Canada.<br />

Papua New Guinea Forest Authority, 1996, “Papua New Guinea<br />

Logging Code of Practice”, Department of Environment and<br />

Conservation, Papua New Guinea.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

LAMPIRAN III<br />

Alignment : Penjajaran. Istilah umum yang digunakan untuk<br />

menjelaskan lokasi fi sik dari jalan yang sedang<br />

dibangun. Dalam istilah teknis umumnya<br />

dikemukakan dengan vertical alignment dan<br />

horizontal alignment.<br />

Angle of repose : Suatu sudut kemiringan dimana keadaan bahan<br />

pengisi, tepi yang terbuka atau bahan asli akan<br />

tetap stabil.<br />

Ballast : Bahan untuk menstabilkan (Ballast) atau bahan<br />

permukaan jalan yang diletakkan pada subgrade<br />

untuk meningkatkan ketahanan beban jalan. Bahan<br />

tersebut tidak dibedakan dan berasal dari galian<br />

lubang (borrow pit) di tepi jalan.<br />

Borrow pit : Areal lubang yang tersisa dari pengalian material batu untuk<br />

pembuatan jalan<br />

Catch basin : Penggalian atau kolam penampungan yang dibuat<br />

pada ceruk gorong-gorong yang digunakan untuk<br />

menampung air yang kemudian diarahkan ke<br />

gorong-gorong.<br />

Center line : Lini tengah. Umumnya digunakan untuk<br />

menunjukkan lokasi lapangan dari jalan yang akan<br />

dibangun dan akan digunakan untuk membuat<br />

rancangan dan konstruksi jalan yang sebenarnya.<br />

Cross-drain : Struktur saluran air yang dibuat seperti goronggorong<br />

atau yang khusus digali di jalan yang akan<br />

mengalirkan air dari satu sisi jalan ke sisi yang<br />

lainnya.<br />

Culvert : Gorong-gorong yang ditanam dalam struktur cross<br />

drain untuk mengalirkan air dari satu sisi jalan ke<br />

sisi lain dari jalan.<br />

Cut slope (Cut<br />

bank)<br />

Istilah Inggris - Indonesia<br />

: Pomotongan lereng miring pada lapisan tanah<br />

sepanjang bagian dalam dari jalan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

67


Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

Ditch (Side<br />

drain)<br />

Drainage<br />

structure<br />

68 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

: Selokan, parit di pingir jalan<br />

: Struktur saluran air di sepanjang jalan<br />

Erosion : Erosi, pengikisan lapisan atas tanah.<br />

Fill slope<br />

(embankment)<br />

: Tanggul, lapisan tanah yang ditimbun untuk<br />

membangun jalan dan biasanya berasal dari tepi<br />

luar jalan.<br />

Ford : Tempat penyeberangan sungai yang dangkal<br />

Full bench cut : Metode membangun jalan di mana jalan dibangun<br />

dengan memotong derajat kemiringan permukaan<br />

dan bahan yang digali diangkut keluar atau ditimbun<br />

di tempat lain. Pada full bench cut road, bahan yang<br />

digali bukan merupakan bagian atas dari jalan yang<br />

sedang dibangun.<br />

Grade (gradient) : Derajat kemiringan jalan yang dibangun.<br />

Kemiringan permukaan ini biasanya dinyatakan<br />

sebagai peningkatan prosentase. Sebagai contoh,<br />

peningkatan 10 meter pada elevasi dengan jarak<br />

100 m dinyatakan sebagai grade 10%<br />

Grade (adverse) : Gradien menaiki bukit (plus) pada arah<br />

pengangkutan.<br />

Grade<br />

(favorable)<br />

Horizontal<br />

alignment<br />

: Gradien menuruni bukit (negatif) pada arah<br />

pengangkutan.<br />

: Elemen horisontal dari lokasi jalan termasuk lekukan<br />

horizontal.<br />

Knappel : Kayu balok yang telah diatur sedemikian rupa<br />

sehingga sesuai dengan pembatasan jalan yang<br />

akan dibangun sehingga dapat menghasilkan<br />

dasar yang stabil. Teknik ini biasa digunakan untuk<br />

mengisi bagian-bagian tertentu dengan kemiringan<br />

yang sangat curam, atau pada bagian di mana sulit<br />

memperoleh dasar jalan yang stabil.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Lead-off ditch : Penggalian yang dilakukan untuk mengarahkan<br />

alitan air ke arah dari selokan dan arah jalan<br />

apabila hal tersebut tidak terjadi secara alami agar<br />

dapat mengurangi volume serta kecepatan arus air<br />

selokan.<br />

Native material : Lapisan tanah alami atau lapisan tanah “setempat”,<br />

bukan di bawah dari tempat lain.<br />

Overburden : Lapisan atas tanah, biasanya mengandung bahan<br />

organik atau tanah liat yang tidak memiliki sifat<br />

untuk menyatu dan biasanya akan dipindahkan dari<br />

lokasi pembangunan jalan.<br />

Parent material<br />

(native material)<br />

: Bahan tanah asli setempat yang digunakan untuk<br />

membangun jalan.<br />

Plan view : Diagram vertical lengkap dengan lokasi jalan dengan<br />

batas horizontal dan berbagai ciri fi sik seperti sungai<br />

dan hambatan yang mempengaruhi batas horizontal<br />

dari jalan tersebut.<br />

Profi le : Tampang, T Lintang bujur yang digunakan saat<br />

mendesain jalan dan menghitung gradiant dari jalan<br />

yang dibangun.<br />

Right-of-way<br />

(corridor)<br />

: Lahan yang telah dibersihkan untuk membangun<br />

jalan di hutan. Hal ini mencakup jalan itu sendiri<br />

dan tambahan pembukaan hutan guna memperoleh<br />

sinar matahari yang lebih baik.<br />

Roadway : Luas horizontal lahan yang terkena akibat<br />

pembangunan jalan, dari atas lereng yang dipotong<br />

hingga bagian dasar dari lereng yang perlu diisi.<br />

Running surface<br />

(wearing<br />

surface)<br />

Sediment<br />

(sedimentation)<br />

: Bagian atas dari permukaan jalan yang akan<br />

dilewati. Bagian ini harus kuat, memiliki daya<br />

tahan terhadap penyaradan, dan tidak terpengaruh<br />

oleh air di permukaan. Pada jalan yang dibangun<br />

di hutan, permukaan jalan bisa juga mengandung<br />

parent material yang dipadatkan atau yang dikenal<br />

sebagai “ballast” yang berasal dari selokan yang<br />

sesuai.<br />

: Endapan - lapisan tanah yang mengandung tanah<br />

liat, pasir dan lumpur yang mengalir ke sungai<br />

karena erosi sehingga menurunkan kualitas air<br />

sungai<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

69


Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

Seepage,<br />

(ground water<br />

seepage)<br />

70 Tropical Forest Foundation<br />

: Rembasan air tanah<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Shoulder : Bahu jalan di sepanjang jalan yang dibangun. Bahu<br />

jalan dalam letaknya berdekatan dengan kemiringan<br />

yang dipotong. Sedangkan bahu luar letaknya<br />

disebelah lereng yang akan diisi.<br />

Side drain<br />

(ditch)<br />

: Saluran parit - saluran dangkal yang dibuat<br />

disepanjang jalan guna menampung air yang<br />

mengalir dari jalan raya dan lahan yang berdekatan<br />

sehingga dapat dialirkan ke tempat pembuangan<br />

yang sesuai.<br />

Slope ratio : Cara untuk menyatakan kemiringan yang dibuat<br />

sebagai perbandingan antara jarak horizontal hingga<br />

mencapai jurang misalnya seperti 1.5 m: 1 (1.5 m<br />

horizontal untuk setiap 1m vertical).<br />

Sub-grade : Permukaan jalan yang mengandung parent material<br />

dan atau bahan pengisi.<br />

Through cut : <strong>Jalan</strong> yang dibangun memotong bukit sehingga<br />

menyebabkan pemotongan lereng pada kedua sisi<br />

jalan.<br />

Turnout : Bagian dari jalan yang diperlebar sehingga<br />

memungkinkan dua truk yang berlawanan arah<br />

berjalan pada saat yang bersamaan.<br />

Vertical<br />

alignment<br />

: Elemen vertical dari lokasi jalan atau konstruksi<br />

jalan, termasuk di sini lekukan vertical.


The Tropical Forest Foundation<br />

Manggala Wanabakti Build.,<br />

Block IV, 7th Floor, Room 718B<br />

Jl. Jend. Gatot Subroto,<br />

Jakarta 10270, Indonesia

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!